HIV/AIDS Tanpa Komplikasi
No. ICPC-2 : B90 HIV-infection/AIDS
No. ICD-10 : Z21 Asymptomatic Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection status
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di dunia serta menyebabkan krisis multidimensi. Berdasarkan hasil estimasi Departemen Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000-216.000 orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia.
Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan:
a. Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
b. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan.
c. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan dasar.
d. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.
Faktor Risiko
a. Penjaja seks laki-laki atau perempuan
b. Pengguna NAPZA suntik
c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan
transgender
d. Hubungan seksual yang berisiko atau tidak aman
e. Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)
f. Pernah mendapatkan transfusi darah
g. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV
h. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
i. Pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif HIV
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana(Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Berat badan turun
2) Demam
b. Kulit
1) Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering dan dermatitis seboroik
2) Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster
c. Pembesaran kelenjar getah bening
d. Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis
e. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
f. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa
g. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra
h. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Hitung jenis leukosit :
Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar 30% dari jumlah total limfosit)
2) Tes HIV menggunakan strategi III yatu menggunakan 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot
3) Pemeriksaan DPL
b. Radiologi: X-ray torak
Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya.
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling and Testing)
2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK – PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan.
Tabel 2.1. Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
1. Tidak ada penurunan BB
2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
1. Penurunan BB bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Keilitis angularis
5. Ulkus mulut yang berulang
6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption)
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi jamur pada kuku
Stadium 3 Sakit Sedang
1. Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (> 10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan
3. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
4. Kandidiasis pada mulut yang menetap
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberkulosis paru
7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
8. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau periodontitis
9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL), neutropeni (<0,5 x 10 g/L) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L)
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)
1. Sindrom wasting HIV
2. Pneumonia pneumocystis jiroveci
3. Pneumonia bakteri berat yang berulang
4. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun)
5. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru)
6. Tuberkulosis ekstra paru
7. Sarkoma kaposi
8. Penyakit sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
9. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
10. Ensefalopati HIV 11. Pneumonia kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis
12. Infeksi mikobakterium non tuberkulosis yang menyebar
13. Leukoencephalopathy multifocal progresif
14. Kriptosporidiosis kronis
15. Isosporiasis kronis
16. Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
17. Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
18. Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
19. Karsinoma serviks invasif
20. Leishmaniasis diseminata atipikal
21. Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
Diagnosis Banding
Penyakit gangguan sistem imun
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan
Tatalaksana HIV di layanan tingkat pertama dapat dimulai apabila penderita HIV sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau
infeksi oportunistik yang dapat memicu terjadinya sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya infeksi oportunistik dapat dengan merujuk ke layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita HIV sering tidak spesifik. Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV.
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4
1) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4
<350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
2) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4
Tabel 2.2. Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum mendapat terapi ARV (treatment naïve)
Populasi target |
Pilihan yang direkomendasikan |
Catatan |
Dewasa dan anak |
AZT atau
TDF + 3TC (atau FTC)
+ EVF atau
NVP |
Merupakan pilihan
paduan yang sesuai
untuk sebagian besar pasien Gunakan FDC jika tersedia |
Perempuan hamil |
AZT + 3TC + EFV atau
NVP |
Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester pertama TDF bisa merupakan pilihan |
Ko-infeksi HIV/TB |
AZT atau TDF + 3TC (FTC)
+ EFV |
Mulai terapi
ARV segera setelah
terapi TB dapat ditoleransi (antara
2 minggu hingga
8 minggu) Gunakan
NVP atau tripel
NRTI bila EFV tidak dapat digunakan |
Ko-infeksi HIV/Hepatitis B kronik aktif |
TDF + 3TC (FTC) + EFV atau NVP |
Pertimbangkan
pemeriksaan HbsAG terutama bila TDF merupakan paduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV yang memiliki aktivitas anti-HBV |
Tabel. 2.3. Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa
Golongan/ Nama Obat |
Dosis a |
Nucleoside RTI |
|
Lamivudine (3TC) |
150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari |
Stavudine (d4T) |
40 mg setiap 12 jam (30 mg setiap 12 jam bila BB <60 kg) |
Zidovudine (ZDV atau
AZT) |
300 mg setiap 12 jam |
Nucleotide RTI |
|
Tenofovir (TDF) |
300 mg sekali sehari,
(Catatan: interaksi obat dengan ddI perlu mengurangi dosis ddI) |
Non-nucleoside RTIs |
|
Efavirenz (EFV) |
600 mg sekali sehari |
Nevirapine(NVP)
(Neviral®) |
200 mg sekali sehari
selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam |
Protease inhibitors |
|
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) |
400 mg/100
mg setiap 12 jam, (533
mg/133 mg setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau
NVP) |
ART kombinasi |
|
AZT -3TC (Duviral ®) |
Diberikan 2x sehari dengan
interval 12 jam |
Rencana Tindak Lanjut
a. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV
Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali.
b. Pemantauan pasien dalam terapi antiretroviral
1) Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil.
2) Pemantauan laboratorium
a) Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada indikasi klinis.
b) Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb)
sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan
12 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan gejala anemia
c) Bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4 antara 250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan berdasarkan gejala klinis.
d) Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang mendapatkan TDF.
Konseling dan Edukasi
a. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.
Kriteria Rujukan
a. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi.
b. Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi. Peralatan
Layanan VCT Prognosis
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan. Terapi hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum merupakan terapi definitif, sehingga prognosis pada umumnya dubia ad malam.
Referensi
a. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa.Jakarta: Kemenkes. 2011. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
b. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hlm 1825-30. (Sudoyo, et al., 2006)
No comments:
Post a Comment