LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana
kadar HB darah atau hitung erifrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan
sebagai animia bila Hb < 14 g/did an Ht < 41) pada pria Hb < 12 g /
did an Ht < 37% pada wanita. (Arif Mansjoer 2001).
Anemia adalah gejala dan kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat, atau kurang
nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibat
penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Marilyn E. Doenges. 1999).
Anemia adalah kekurangan sel darah
merah yang dapat disebabkan oleh kehilangan darah yang terlalu cepat atau
karena teralu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton dan Hail 1997).
Anemia adalah penurunan kualitas atau
kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulas/ (Carwin. 2000).
Anemia adalah rendahnya jumlah sel
darah merah dan kadar hemoglobin (Hb) atau Hematokrit (Ht) di bawah normal
(Baughman, 2000).
Anemia merupakan keadaan yang
ditandai dengan berkurangnya RBC yaitu menurunnya pengikat Hb, menurunnya
volume sel packed (Hematocrit_ dan menurunnya jumlah sel darah merah akibat
dari kehilangan sel darah merah, melemahnya produksi RBC, meningkatnya
kerusakan RBC atau kurang gizi (Long 1996).
Dari pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dalam tubuh di
bawah batas normal karena di pengaruhi oleh berbagai hal yang mengakibatkan
penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah.
1)
Anemia mikrosuik hipokrom
a.
Anemia defistensi besi
Adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlakukan untuk pematangan
eritrosit.
b.
Anemia penyakit kronik
Adalah anemia yang disebabkan oleh
berbagai panyakit infeksi-infeksi kronik dan neoplasma.
2)
Anemia makrositik
a. Defeslensi vitamin B12 / perniosa darah
anemia karena kekurangan vitamin B12.
b. Defesiensi asam folat adalah karena
kekurangan asam folat
3) Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Timbul
renjatan bila pengelaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru
terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Pengeluaran
darah biasanya sedikit-sedikit seingga tidak diketahui pasien.
4) Anemia hemolitik
Terjadi karena
penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara atau terus
menerus.
5) Anemia aplastik
Terjadi
karena ketidak sanggupan sum-sum tulang untuk membentuk sel-sel darah merah.
B.
Anatomi dan Fisiologi
Gambar
Pembentukan sel darah merah, dan sel darah merah pada berbagai jenis anemia.
Sel darah
merah/eritrosit adalah merupakan cakram bikonkar yang tidak berinti yang
kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m, pada bagian tengah tebalnya
hanya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka perjalanannya
melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang
mengandung protein terdiri antigen kelompok 4 dan B serta faktor R12 yang
menentukan golongan darah seorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein
hemoglobin (Hb, yang menyangkut O2 dan Co2 dan
mempertahankan PH normal melalui serangkaian dapat intraseluler.
Jumlah sel
darag merah kira-kira 5 juta/mm3 darah pada rata-rata orang deurasa
dan berumur 120 hari. Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon
glikoprotein. Eritroprotein yang dianggap berasal dari ginjal. Pembentukan
eritroprotein di pengaruhi oleh hipoksia jaringan yang dipengarugi
faktor-faktor perubahan O2 atmosfir, berkurangnya kadar O2
darah arteri dan kekurangannya konsentrasi hemoglobin. Eritprotein merangsang
sel induk untuk memulai proliferasi (Doengos 1997).
Fungsi
utama sel darah merah adalah untuk mentransfer hemoglobin, yang selanjutnya
membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah merupakan cakram
biconkaf yang mempunyai garis tengah rata-rata sekitar 8 mikron, tebalnya 2
mikron dan di tengahnya mempunyai tebal 1 mikron atau kurang, bentuk sel normal
adalah suatu ”kantong: yang dapat berubah menjadi hampir semua bentuk karena
sel normal mempunyao membran, dan akibatnya tidak merobek sel seperti yang akan
terjadi pada sel-sel lainnya. Pada laki-laki normal, jumlah rata-rata sel darah
merah permili liter kubik adalah 5.200.00 dan pada wanita normal 4.700.000.
Jumlah hemoglobin dalam sel dan transforoksigen, bila hemaktokrit (prosentase
darah yang berupa sel darah merah normal, darah mengandung rata-rata 15 gram
hemoglobin. Tiap gram hemoglobin mampu meningkat kira-kira 1.39 ml oksigen. Oleh karena itu pada orang normal lebih dari
20 ml oksigen dapat diangkut dalam ikatan dengan hemoglobin dalam tiap-tiap 100
ml darah Guyton, 1997).
Sel darah
merah merupakan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino mereka
juga memerlukan zat besi, sehingga untuk membentuk penggantinya adalah diet
seimbang. Wanita hamil memerlukan lebih banyak lagi untuk perkembangan janin
dan pembuatan susu sel darah merah dibentuk di dalam sum-sum tulang.
Rata-rata
panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari, sel menjadi usang dan dihancurkan
dalam sistema tettikulo endoteliai terutama dalam limpa hati globin dari
hemoglobin di pecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam
jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem darah hemoglobin di keluarkan untuk
digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemaglobin di
ubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yang berwarna kehijau-hijauan
yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rudak pada luka memar.
Jadi hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di
dalam sel darah merah, dengan melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari
paru-paru kejaringan-jaringan, dalam berbagai bentuk anemia parah kadar itu
bisa di bawah 30% atau 5 gram setiap 100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi
yang diperlukan untuk bergabung dengan oksigen, maka dapat dimengerti bahwa
pasien semalam itu memperlihatkan gejala kekurangan oksogen seperti nafas
pendek (pearce 2002).
C.
Etiologi
1) Anemia mikrositik hipoktopi
a. Anemia defisiensi besi
- Diet yang tidak mencukupi
- Absorbsi yang menurun
- Kebutuhan yang meningkat pada
kehamilan/lantasi
- Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi
donor darah
- Hemoplobinuari
- Penyimpanan besi yang kurang seperti pada
hemosiderosis paru
b. Anemia penyakit kronik
- Di hubungkan dengan berbagai penyakit
infeksi seperti infeksi ginjal, paru (bronkolektosis, abses, empiema dan
lain-lain).
- Inflamasi kronik sepeti ardidis rematoid
- Neoplasma seperti limfoma, nekrosis
jaringan
2) Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12/pernisiosa
- Kurangnya faktor intrinsik
- Absorpsi vit B12 menurun
b. Defisiensi asam folat
- Gangguan metabolisme asam polat
3) Anemia karena perdarahan
Karena
adanya pengeluaran darah yang sedikit-sedikit/cukup banyak yang baik di ketahui/tidak.
4) Anemia hemolitik
a. Intrinsik
- Kelainan membran seperti sferositosis
hereditis, hemoglobinuria makturnal pamosimal.
- Kelainan glikolisis
- Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa
-6 fosfat dehidrogenase (GEDP)
b. Ektrinsik
- Gangguan sistem imun
- Mikro angiopah
- Infeksi
- Luka bakar
- Hiperplanisme
5) Animia aplastik
Penyebabnya
bisa kongenital (jarang) idiopatik (kemungkinan autoimun) LES, kemoterapi,
radioterapi, toksin seperti berzen, foluen, inseklitisid. Obat-obatan seperti keramfenikol,
sulfenomid analgesik, anti epileptik (hidantoin), pasca hepatisis. (Arif
Masjoer 2001)
Penyebab menurut Long (1996)
antara lain :
1. Kehilangan darah ; akut atau kronis
2. Ketidak seimbangan produksi RBC : aplastic
anemia
3. Peningkatan kerusakan RBC hemolesis
a. Turunan : gejala sisa spherocytis, anemia
sel sickie, thelasemia, kekurangan enzim.
b. Sangkitani, auto imune, drug reduced.
4. Kekurangan gizi
a. Kekurangan zat besi
b. Anemia mengarobiastik : kekurangan B12,
kekurangan asam folat.
Pembagian anemia menurut
Mensjoer (2001) antara lain :
1. Anemia mikrositik besi
a. Anemia defisiensi besi
Anemia yang
disebabkan oleh kekurangan intake zat besi/absorbsi zat besi yang menurun yang
dibutuhkan untuk diproduksi hemaglobin dalam sel darah merah.
b. Anemia penyakit kronik
Anemia yang
disebabkan karena penyakit kronik/penyakit infeksi. Anemia ini dikenal dengan nama sidereponik anemia
endotherial siderosis.
2. Anemia maksrositik/meyaloblastik
Anemia ini
adalah sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritlomblas yang besar terjadi
akibat gangguan maturasi anti sel tersebut. Sel tersebut dinamakan meyaloblas
(Sarwono, 2001).
Anemia ini
dibgi menjadi 2 :
a. Defisiensi vitamin B12 /
pernisiosa
Adalah
kekurangan vitamin B12 yang bisa disebabkan oleh faktor intrinsik.
b. Depresiensi asam folat
Adalah
anemia kekurangan asam folat teritama terdapat dalam daging, susu dan
daun-daunan yang hijau.
3. Anemia karena perdarahan, terbagi atas
a. Perdarahan akut
Timbul
renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, terjadinya penurunan kadar HB baru
terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Perdarahan yang timbul
sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
4. Anemia Hemolitik
Terjadi
karena penurunan sel darah merah (normal 120 hari/ baik sementera atau terus
menerus. Salah satu jenis anemia ini adalah anemia hemolitik autoimun (Auto
Imun Hemolitik Anemia ALHA) dimana auto anti bod 196 ang dibentuk terkait pada
membran sel darah merah (SDM).
5. Anemia Aplastik
Terjadi
karena ketidak seimbangan sum-sum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
D.
Patofisiologi
Unsur
seluler darah terdiri dari sel darah
merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit) dan pecahan sel
yang disebut trombosit, bila kebutuhan meningkat akan terjadi hematopoesis
(pembentukan dan pematangan sel darah merah) yang terjadi pada sum-sum tulang
tengkorak, vetebrata pelvis sternum, iga-iga dan epifisis proksimal
tulang-tulang panjang, bila perdarahan ini terlalu banyak, kontak dengan obat
berlebih, dan nutrisi makanan rendah maka pembentukan eritrosit pada sum-sum
tulang akan mengalami gangguan. Pembentukan eritrosit yang menurun akan
mengakibatkan kadar HB dalam darah juga menurun. Anemia akan terjadi bla jumlah
sel darah merah yang dihasilkan kurang atau HB mengalami penurunan sampai bawah
batas normal (Soeparman 1990).
Anemia yang
terkait dengan kehilangan darah dapat menjadi akut dan kronis, anemia akut
adalah mempunyai peredaran RBC dalam jumlah besar. Pada orang dewasa dapat
kehilangan darah sebanyak 500 ml (di luar jumlah yang 6000 ml) tanpa berakibat
yang seluas, tetapi bila kehilangan sebanyak 1000 ml atau lebih maka dapat
menyebabkan konsentrasi akut. Macam gejalanya tergantung pada hilangnya darah
dan pada tingkat akibat hipoxlannya (kurangnya oksigen pada jaringan), bila jumlah
RBC-nya menurun maka sedikit oksigen yang bisa dikirim ke jaringan. Kehilangan
volume darah sebanyak 30 % atau lebih akan menimbulkan gejala seperti
diaphoresis, gelisah, tacycardia, tersengal-sengal dan shock.
Respon
kompensasi tubuh terhadap hypoxia antara lain :
1. Tingkat out cardial dan pernafasan akan
memperbanyak jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan.
2. Tingkatkan pelepasan oksigen oleh hemaglobin
3. Tambahkan volum plasma dengan cara
pengeluarkan cairan dari jaringan
4. Distribusi ulang darah ke organ-organ vital
Vasokontriksi
pengganti darah pada organ-organ vital adalah bergantung yang bertanggung jawab
terhadap beberapa tanda gejala anemia. Misalnya kepulatan/kedinginan, atau
lembab berlebihan. Cerebral hypoxia menimbulkan gejala gangguan mental mengantuk,
sakit kepala, pusing, dan finitus (telinga berdengung). Penyebab paling umum
anemia kekurangan zat besi terhadap kehilangan darah adalah merupakan anemia
kronis ke dua, tubuh memiliki daya adaptasi yang luar biasa dan dapat mengatur
dengan sangat baik terhadap pengurangan RBC dan HB, dengan membentuk kondisi
secara perlahan. Seseorang bisa saja tidak menampakan gejala walaupun jumlah
total RBC-nya telah turun. Hampir separuh dari tingkat normal atau tingkat
Hbnya di bawah 7 gram/ml, bila jumlah kehilangannya darah berlanjut secara
perlahan maka sum-sum kurang tidak dapat mengimbangi dengan cara meningkatkan
produksi RBCnya. Bila penyebab kehilangan darah kronis tidak diketahui dan
tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun sum-sum tulang tidak dapat mengimbangi
kehilangan tersebut, dan gejala anemia pun akan segera muncul, akibata dari
hipoksia chronis dapat juga terjadi gejala gastro intekstinal (Anorexia,
nausia, contipasien, atau diarhea stomatitis (Long, 1996).
Menurut
Sarumo (2001) patofisiologi anemia meyaloblas timbulnya adalah akibat gangguan
maturasi inti sel karena gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblas, seperti
dapat dilihat defisiensi asam folat jelas akan mengganggu sintesa DNA hingga
terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat tmbulnya sel-sel megalobias.
Demikian pula defisiensi votamin B12 yang bermanfaat dini reaksi metirasi
homosistein menjadi metlonin dan reaksi ini berperan dalam mengubah metil TNF
menjadi DNF, yang berperan dalam sinteksis DNA, jadi defisiensi vitamin B12
juga akan mengganggu sintera DNA dan ini akan mengganggu maturan inti sel
dengan akibat terjadinya meyaloblas, gejala lain yang menonjol pada defisiensi
vitamin B12 adalah merupakan dan menurut suatu teori hal ini terjadi
akibat gangguan sintesa 5-adenosil metionin (SAM) salah satu bahan metalolik
penting untuk susunan saraf.
E.
Manifestasi Klinis (Mansjoer 2001)
1) Anemia mikrostatik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
- Perubahan kulit
- Mukosa yang progresif
- Lidah, yang halus
- Keilosis
b. Anemia
penyakit kronik
- Penurunan hematokrit
- Penurunan kadar besi
2) Anemia makrositik
a. Defisiensi vit B12/penisiosa
- Anoreksia, diare dipepsia, lidah yang licin,
pucat dan agak ikterik
b. Difisiensi asam folat
- Neurologi
- Hilangnya daya ingat
- Gangguan kepribadian
3) Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
- Timbul renjatan bila pengeluaran darah
cukup banyak
- Penurunan kadar HB baru terjadi beberapa
hari kemudian
b. Perdarahan kronik
- Kadar HB menurun
4) Anemia aptastik
- Tampak pucat
- Lemah
- Demam
- Perpura
- Perdarahan
5) Anemia hemolitik
- Hemolisis
- Ikterus
- Splenomegali
Berdasarkan
manifestasi klinis di atas dapat ditarik kesimpulan tanda dan gejala anemia
secara umum.
a1. Tanda-tanda
- Pucat
- Takikardia
- Tekanan nadi yang melebar dengan pulsasi
kapiler
- Mur hoemik, tanda-tanda jantung kongestif
- Perdarahan
- Penonjolan retina
- Demam ringan
- Gangguan fungsi ginjal ringan
b1. Gejala
- Lesu, mudah lelah, dispnea
- Palpitasi, angina
- Sakit kepala, vertigo, kepala terasa
ringan
- Gangguan penglihatan, perasaan mengantuk
- Anoreksia nausea, gangguan pencernaan
- Hilangnya lipidos
Menurut
Baugman (2000) tanda dan gejala umum anemia :
1. Kelemahan, keletihan, malaise umum
2. pucat pada kulit dan membran mukosa
Sedangkan gejala yang spesifik
pada kadar hemoglobin :
1. Sedikit taki kardia pada aktifitas (HB :
9-11 gr/dl)
2. Dispnea pada aktifitas (Hb di bawah 7
gr/dl)
3. Kelemahan (Hb di bawah 6 gr/dl)
4. Dispnea pada saat istirahat (Hb di bawah 3
gr (dl)
5. Gagal jantung hanya pada kadar Hb yang
sangat rendah misalnya 2-25 gr/dl.
Menurut
Mensjoer (2001) masing-masing jenis anemia memiliki manifestasi klinik yang
berbeda, yaitu sebagai berikut :
a. Anemia defesiensi besi
Perubahan kulit dan mukosa
yang progresif, seperti lidah yang halus, keilesis dan didapatkan tanda-tanda
malnutrisi
b. Anemia pada penyakiy kronik
Yang sangat karakteristik
adalah berkurangnya sideroblas dalam sum-sum tulang, sedangkan deposit besi
dalam sistim retikulo endotelial (Res) normal/bertambah, berat ringannya anemia
berbanding lurus dengan aktifitas penyakitnya.
c. Anemia pernisiosa dan anemia asam foral
Di dapatkan adanya anoreksia,
diare depnea lidah licin, pucat, dan agak interik. Terjadi gangguan neurologis,
biasanya dimulai dengan parastesia, lalu gangguan perseimbangan dan pada kasus
yang berat terjadi perubahan fungsi cerebral, dimensia dan perubahan neuro
psikatrik lainnya.
d. Anemis hemolitik
Tanda-tanda hemolisis antara
lain ikterus dan spenomegali
e. Anemia apiastik
Paster tampak pulat, lemah,
mungkin timbul demam purpura dan perdarahan.
F.
Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Menurut
Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik untuk diagnosa anemia antara lain :
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemoglobin
dan Hematokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun
berat (apiastik) :
MCV (Volume Korpuskular
Renatal) dan (MCH) Hemaglobin korpuskuler rerata) menurun dan mikrositik dengan
erit rosit hiopoktomik (DB), peningkatan (AP) ponsi to pleura (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi misal menurun (AP) meningkat (respon
sum-sum tulang terkadang kehilangan darah (hemolisis).
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna
dan bentuk (dapat mengidentifikasi tipe khusus anemia).
5. LD : Peningkatan kerusakan SDM atau
penyakit malignasi
6. Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan
diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu hidup
lebih pendek,
7. Tes perapuhan eritrosit : menurun (DB)
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM
(deferensial) mungkin meningkat (hemolitik/atau menurun (aplastik)
9. Jumlah trombosit : menurun (aprastik),
meningkat (DB) normal atau tinggi (hemolitik)
10. Hemoglobin elektro foresis :
mengidertifikasi tipe struktur HB.
11. Bilirubin serum (tidak terkonjungasi) :
meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12 :
membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan diferensi masukan/absorbsi.
13. Besi serum : tak ada (DB), tinggi
(hemalitik)
14. TIBC serum : meningkat (DB)
15. Feritin serum : menurun (DB)
16. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
17. LDH serum : mungkin meningkat (AP)
18. Tes schilling : penurunan ekstresi vitamin
B12 urine (AP)
19. Gualak : mungkin positif untuk darah pada
urine, feces, dan isi gaster, menunjukan perdarahan akut (menit (DB).
20. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan
peningkatan PH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP)
21. Aspirasi sum sum tulang / pemeriksaan
biopsi : Sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ukuran dan bentuk membentuk
membedakan tipe anemia, misal : peningkatan megaloblas (AP) lemak sum-sum
dengan penurunan sel darah (Aplastik).
22. Pemeriksaan endoskopik dan radio grafik :
memeriksa sisi perdarahan ; perdarahan GI.
Pemeriksaan penunjang menurut
Soeparman (1999) adalah :
1. Anemia aplastik
Pemeriksaan laboratorium :
a. Sel darah merah
b. Laju endapan darah
c. Faat hemostatik
d. Sum sum tulang
2. Anemia hemolitik
Pemeriksaan
laboratorium
a. Peningkatan jumlah retikulasi
b. Peningkatan kerapuhan sel darah merah
c. Pemendekan masa hidup eritrosit
d. Peningkatan belirubin
3. Anemia megaloblastik
a. Anemia absorbsi vitamin B12
b. Endoscopi
4. Anemia defisiensi zat besi
a. Morfologi sel darah merah
b. Jumlah besi dalam serum dan foritin dalam
serum berkurang
c. Hemosiderin sum sum tulang belakang
G.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1. Anemia Mikrositik Hipokrom
a. Anemia Defisiensi Besi
- Mengatasi penyebab pendarahan
kronik, misalnya pada ankilostomicis diberikan artelmintik yang sesuai.
- Pemberian preparat Fe :
a) Fero sulfat 3 x 3,25 mg secara
oral dalam keadaan perut kosong dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan
dinaikkan bertahap pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.
b) Fero Glukonah 3 x 200 mg secara
oral sehabis makan. Bila terdapat intogransi terhadap pemberian praparat Fe
oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat
diberikan secara parental dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB). Untuk tiap gram
% penurun kadar Hb di bawah normal.
c) Iron Dextran mengandung Fe 50
mg/l, diberikan secara infra muskular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap
1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan dapat pula diberikan intravena,
mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit menimbukan
reaksi boleh diberikan 250-500 mg.
b. Anemia Penyakit Kronik
Terapi
terutama ditunjukkan pada penyakit dasarnya. Pada anemia yang mengancam nyawa,
dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya. Pengobatan dengan
suplementasi besi tidak diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia pada
artrifis rheomatoid. Pemberian Kobalt dan eritprotein dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2. Anemia Makrositik
a. Defisiensi Vitamin B12 / Pernisiosa
Pemberian
Vitamin B12 1000 mg/hari IM selama 5-7 hari 1 x / buan.
b. Defisiensi asam folat
Meliputi
pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan
pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg / hari.
3. Anemia karena Perdarahan
a. Perdarahan Akut
- Mengatasi perdarahan
- Mengatasi renjatan dengan transfusi darah
atau pemberian cairan perinfus
b. Perdarahan Kronik
- Mengoati sebab perdarahan
- Pemberian preparat Fe
4. Anemia Hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila
karena reaksi toksik imunologik yang dapat doberikan adalah : Kortika steroid
(predmison, predmisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi apabila keduanya
tidak berhasil dapat diberikan obat-obat glostatik, seperti klorobusil dan
siklophosfamit.
5. Anemia Aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi dari
anemianya.
Berbagai
teknik pengobatan dapat dilakukanm seperti :
· Transfusi darah, sebaiknya diberikan Packed red cell. Bila diperlukan
trombosit, berikan darah segar / platet
concencrate.
· Atasi komplikasi (infeksi) dengan
antibiotik higiene yang baik perlu untuk mencegah timbulnya infeksi.
· Kortikostreoid, dosis rendah mungkin
bermanfaat pada perdarahan akibat trombositopenia berat.
· Androgen, seperti pluokrimesteron,
testoteron, metandrostenolon dan non drolon. Efek samping yang mungkin terjadi
virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati dan amenore.
· Imunosupresif, seperti siklosporin,
globulin antitimosit. Champlin dkk menyarankan penggunaannya pada pasien lebih
dari 40 tahun yang tidak dapat menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada
pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
· Transplantasi sumsum tulang.
B.
Fokus Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan seluler yang di perlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan
: Menunjukan perfusi jaringan perifer adekuat
Kriteria
hasil : - Tanda vital stabil
- Membran mukosa urine merah muda
- Pengisian kapiler baik
- Haluran urine baik
Intervensi :
- Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler,
warna kulit.
- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi
- Awasi upaya pernafasan dengan auskultasi
bunyi nafas dan selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
- Kaji untuk respon melambat, mudah
terangsang, agitasi, bingung gangguan memori.
- Catat keluhan rasa dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
- Kolaborasi :
a. Awasi pemeriksaan laboratorium, misal Hb /
Ht.
b. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan SDM normal.
Tujuan : Gangguan nutrisi dapat berkurang/hilang
KH : - Tidak
mengalami tanda malnutisi
- Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai berat badan ideal.
- BB meningkat.
Intervensi :
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang
disukai
- Timbang berat badan 3 hari / sekali
- Berikan makanan sedikit dan frekuensi
sering/makan di antara waktu makan.
- Observasi dan catat kejadian mual/muntah
dan gejala lain yang berhubungan.
- Berikan dan bantu hygiene mulut sesudah
dan sebelum makan.
- Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila
mukosa-mukosa oral luka.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan gangguan intoleransi
aktifitas dapat berkurang/hilang
KH : - Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas
- Pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis infleransi
: misal TTV dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji kemampuan pasien untuk melakukan
tugas/adalah normal
- Catat laporan kelelahan/gangguan
keseimbangan gaya berjalan kelemahan otot.
- Awasi TTV selama dan sesudah aktifitas
- Ubah porsi pasien dan pertahankan untuk
pemantau terhadap pasien.
- Berikan lingkungan tenang, pertahankan
tirah baring bila diindikasikan, batasi pengunjung
4. Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan mobilitas, perubahan sirkulasi dan neorologis, devisit nutrisi.
Tujuan
: Gangguan
integritas kulit teratasi
KH : - Dapat mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasikan faktor resiko/perilaku
untuk mencegah udara edema
Intervensi
:
- Kaji integral kulit, catat pada perubahan
turgor gangguan warna kulit, hangat, lokal eritma, ekskorlasi, dan imobilisasi
jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi.
- Ubah posisi secara periodik dan pijat
permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur.
- Anjurkan permukaan kulit kering dan batasi
penggunaan sabun
- Bantu untuk latihan rentang gerak
pasif/aktif.
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan
masukan diit, perubahan proses pencernaan, efeksamping terapi obat.
Tujuan : Konstipasi dapat teratasi
Kriteria hasil : - Menunjukkan
pola BAB normal
- Menunjukkan pola hidup yang berubah yang
diperlukan sebagai penyebab/faktor pemberat.
Intervensi :
- Observasi warna feses, konsistensi,
frekuensi dan jumlah.
- Auskultasi bunyi usus
- Awasimasukan dan haluran dengan perhatian
khusus pada makanan/cairan.
- Hindarkan makanan yang mengandung gas
- Anjurkan makanan-makanan yang berserat
- Anjurkan dan latih mobilisasi sebatas
normal toleransi
6. Resiko tinggi terhadao cidera berhubungan
dengan penurunan produksi SDM, pemerdekan umur cidera.
Kriteria hasil : - Tak
mengalami tanda/gejala perdarahan
- Menunjukan/mempertahankan perbaikan nilai
laboratorium.
Intervensi :
- Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan,
kelemahan
- Observasi takikardia, kulit.membran mukosa
pusat, dispnea dan nyeri dada.
- Rencana aktivitas pasien untuk menghindari
kelemahan
- Evaluasi respon terhadap aktivitas,
kemampuan untuk melakukan tugas
- Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal
untuk istirahat
- Awasi pemeriksaan laboratorium, SDM, Hb/Ht.
- Kolaborasi medis : berikan darah segar,
SDM kemasan sesuai indikasi, berikan obat sesuai indikasi.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan pertahanan skunder tifak adekuat, misal : penurunan hemoglobin
laukopnia, atau penurunan granulosit (respon inflamasi tertekan).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : - Dapat mengidentifikasi prilaku untuk mencegah
- Menurunkan resiko infeksi
- Meningkatkan penyembuhan luka, bebas
drainase perulent atau eritema dan demam.
Intervensi :
- Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh
pemberian perawatan dan pasien.
- Berikan perawatan kulit, perianal dan oral
dengan cermat
- Dorong perubahan posisi/ambulasi
yang sering
- Tingkatkan masukan cairan adekuat
- Pantau/batasi pengunjung
- Berikan isolaso pada anemia
aplastik, bila respon imun sangat terganggu.
- Berikan antiseptik dan antibiotik.
No comments:
Post a Comment