PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2022
TENTANG
INDIKATOR NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT, LABORATORIUM KESEHATAN,
DAN UNIT TRANSFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
setiap orang berhak
untuk
mendapatkan pelayanan
yang aman dan bermutu sesuai
dengan standar pelayanan;
b.
bahwa untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang aman dan bermutu, setiap tempat praktik
mandiri dokter dan dokter
gigi, klinik, pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan
unit transfusi darah sebagai bagian
dari fasilitas pelayanan kesehatan wajib memenuhi
indikator nasional mutu pelayanan kesehatan;
c.
bahwa indikator nasional mutu pelayanan kesehatan merupakan salah satu perangkat untuk
menilai dan mengevaluasi tempat praktik mandiri dokter
dan dokter gigi, klinik,
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi
darah dalam mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Indikator Nasional
Mutu Pelayanan Kesehatan
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan Unit Transfusi Darah;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
4.
Undang-Undang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5942);
6.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 83);
7.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
KESEHATAN TENTANG INDIKATOR
NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI,
KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT,
LABORATORIUM KESEHATAN, DAN UNIT TRANSFUSI DARAH.
Pasal 1
Dalam peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Indikator Mutu adalah tolok ukur yang digunakan untuk menilai tingkat
capaian target mutu pelayanan kesehatan di praktik
mandiri dokter dan dokter gigi,
klinik, pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi
darah.
2.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan
kesehatan untuk individu
dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang
optimal, diberikan sesuai dengan standar pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini,
serta untuk memenuhi
hak dan kewajiban pasien.
3.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
4.
Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
6.
Laboratorium Kesehatan
adalah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal
dari manusia dan/atau bahan
bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan
atau faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kesehatan
perseorangan dan/atau masyarakat.
7.
Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat
UTD adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pendonor
darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
8.
Klinik adalah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar
dan/atau spesialistik secara komprehensif.
9.
Tempat Praktik Mandiri Dokter
dan Dokter Gigi adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh
dokter dan dokter gigi untuk memberikan pelayanan
langsung kepada pasien.
10.
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan
Indikator Mutu digunakan
sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD
dalam pelaksanaan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan
sesuai dengan Indikator
Mutu yang ditetapkan.
Pasal 3
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan UTD harus melakukan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan
sesuai dengan Indikator
Mutu.
Pasal 4
(1)
Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepuasan pasien;
b.
kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan tangan;
c.
kepatuhan kunjungan pasien hipertensi sesuai jadwal kontrol,
untuk tempat praktik
mandiri dokter; dan
d.
penurunan skor Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) pasien,
untuk tempat praktik mandiri dokter gigi.
(2)
Indikator Mutu di Klinik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien; dan
d.
kepuasan pasien.
(3)
Indikator Mutu di Puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
keberhasilan
pengobatan pasien Tuberkulosis semua kasus sensitif
obat;
e.
ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan ante natal care sesuai
standar; dan
f.
kepuasan pasien.
(4)
Indikator Mutu di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri
atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
waktu tanggap operasi seksio
sesarea emergensi;
e.
waktu tunggu rawat jalan;
f.
penundaan operasi elektif;
g.
kepatuhan waktu visite dokter;
h.
pelaporan hasil kritis laboratorium;
i.
kepatuhan penggunaan formularium nasional;
j.
kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway);
k.
kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh;
l.
kecepatan waktu tanggap komplain;
dan
m.
kepuasan pasien.
(5)
Indikator Mutu di Laboratorium Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
kepatuhan pelaporan hasil kritis;
e.
kejadian sampel/spesimen yang hilang;
f.
pengulangan hasil pemeriksaan; dan
g.
kepuasan pasien.
(6)
Indikator Mutu di UTD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
pemenuhan kebutuhan darah oleh UTD;
d.
donasi dari pendonor darah sukarela;
e.
hasil pemeriksaan golongan darah pendonor yang berbeda dengan uji konfirmasi
golongan darah;
f.
suhu penyimpanan produk darah; dan
g.
kepuasan pasien.
(7)
Indikator Mutu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai
dengan ayat (6) merupakan indikator yang harus
diukur oleh Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD sesuai dengan jenis layanan
yang diberikan.
(8)
Selain Indikator Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (6), pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dapat menetapkan indikator
tambahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Pasal 5
(1)
Pengukuran Indikator
Mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dilakukan dengan menggunakan profil Indikator Mutu.
(2)
Pengukuran Indikator Mutu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a.
pengumpulan data;
b.
validasi data;
c.
analisis data; dan
d.
pelaporan dan komunikasi.
(3)
Data yang digunakan pada
tahapan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
diperoleh
dari setiap ruang dan/atau
unit pelayanan di Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter
Gigi,
Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD yang bertanggung jawab terhadap Indikator
Mutu.
(4)
Pengukuran Indikator Mutu
sebagaimana dimakud pada ayat (1) dilakukan melalui
sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan.
Pasal 6
(1)
Dalam rangka menyelenggarakan
dan mengoordinasikan upaya pemenuhan
Indikator Mutu dapat dibentuk penanggung jawab mutu.
(2)
Penanggung jawab mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa komite,
tim, atau petugas
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pimpinan Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan,
dan UTD.
(3)
Pembentukan komite atau tim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan dan beban kerja Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi,
Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD.
Pasal 7
Pengukuran
Indikator Mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan sesuai dengan Pedoman
Pengukuran Indikator Nasional
Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan UTD sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1)
Menteri, gubernur, bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengaturan
Indikator Mutu sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing.
(2)
Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana maksud pada ayat (1), dilaksanakan sebagai
upaya untuk kepatuhan
dalam pelaksanaan pengukuran Indikator Mutu dan peningkatan pencapaian target Indikator Mutu.
(3)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, gubernur, bupati/wali kota dapat melibatkan asosiasi dan/atau organisasi profesi.
(4)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a.
advokasi dan sosialisasi;
b.
bimbingan teknis; dan/atau
c.
monitoring dan evaluasi.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2022
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1054
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2022 TENTANG
INDIKATOR NASIONAL MUTU
PELAYANAN KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK MANDIRI
DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK,
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT,
LABORATORIUM KESEHATAN, DAN UNIT TRANSFUSI DARAH
PEDOMAN PENGUKURAN
INDIKATOR NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT, LABORATORIUM KESEHATAN DAN UNIT TRANSFUSI DARAH
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi
ini akan tercapai
apabila penduduknya hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta didukung sistem kesehatan
yang kuat dan tangguh.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020- 2024, Kementerian Kesehatan telah menetapkan 6 (enam) Tujuan
Strategis, yang salah satunya adalah peningkatan cakupan
kesehatan semesta yang bermutu. Untuk
mencapai tujuan strategis tersebut, ditetapkan sasaran
strategis yaitu meningkatnya ketersediaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Secara umum pembangunan
kesehatan telah menunjukkan berbagai kemajuan penting
dalam peningkatan status kesehatan. Dalam hal ini dapat
dilihat dari beberapa indikator, di antaranya Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia telah naik mengikuti
tren kenaikan UHH global. Tahun 2017, UHH orang Indonesia telah mencapai 71.5 tahun. Angka Kematian Ibu (AKI) telah menurun dari 346 kematian
per 100.000 KH pada tahun 2010 (Sensus
Penduduk 2010) menjadi
305 kematian per
100.000 KH pada tahun 2015 (SUPAS 2015).
Angka Kematian Bayi (AKB) juga menurun
dari 32 kematian
per 1.000 KH pada tahun
2012 menjadi 24 kematian per 1.000 KH pada tahun 2017
(SDKI). Prevalensi stunting pada balita dari 37,2% (2013) turun
menjadi 30,8% (Riskesdas 2018) dan 27,7% (SSGBI 2019).
Pencapaian target indikator
tersebut meskipun sudah menunjukkan tren positif
namun belum memenuhi
target yang diharapkan. Hal ini digambarkan dengan AKI di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di
Asia Tenggara serta masih jauh dari target
global SDG untuk menurunkan AKI menjadi 183 per 100.000 KH pada tahun 2024 dan kurang dari 70 per
100.000
KH pada tahun
2030. Angka kematian
neonatus, kendati mengalami penurunan menjadi 15 per 1000 KH
pada tahun 2017 tetapi masih cukup
jauh dari target tahun 2024, 11 per 1000 KH. Di sisi lain, penyakit menular juga masih tetap menjadi
salah satu penyebab kematian di seluruh
dunia. Hal ini dihubungkan dengan
munculnya penyakit infeksi
baru (new emerging diseases) dan munculnya kembali
penyakit menular lama (re-emerging
diseases). New Emerging Diseases
dapat meluas dengan cepat,
sehingga sangat diperlukan kewaspadaan dini serta sensitivitas terhadap adanya potensi kejadian
yang diperkirakan meluas.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagai tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat sekaligus juga menjadi tempat yang memiliki risiko
infeksi atau penyebaran penyakit bagi tenaga
kesehatan, pasien, keluarga
pasien, pengunjung maupun
masyarakat. Oleh karena itu, setiap Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus menjamin
kesehatan dan keselamatan baik terhadap sumber daya manusia
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan dari berbagai potensi bahaya tersebut.
Dalam rangka mengatasi
berbagai permasalahan pelayanan kesehatan diperlukan suatu upaya evaluasi, perbaikan, dan
peningkatan terhadap mutu pelayanan kesehatan yang salah satunya
dilakukan melalui pengukuran Indikator Mutu. Pengukuran Indikator Mutu bertujuan untuk menilai apakah upaya yang
telah dilakukan benar-benar dapat
meningkatkan mutu layanan secara berkesinambungan, juga untuk memberikan umpan balik, transparansi publik, dan dapat digunakan sebagai
pembanding (benchmark) dalam mengidentifikasi best practice
untuk pembelajaran. Selain itu pengukuran Indikator Mutu digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas
kesehatan daerah provinsi, dan Kementerian Kesehatan
dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Berdasarkan
hal tersebut, untuk melaksanakan pengukuran dan evaluasi terhadap Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah
Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD, diperlukan pedoman sebagai acuan
bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
B.
Tujuan dan sasaran
Pengaturan Indikator
Mutu digunakan sebagai
acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan
UTD dalam pelaksanaan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan Indikator
Mutu yang ditetapkan.
Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan, berkoordinasi dengan
Kementerian Dalam Negeri
dan/atau kementerian/lembaga terkait
lainnya. Selanjutnya sasaran
di lingkup pemerintah daerah ditujukan kepada dinas kesehatan
daerah provinsi/ dinas kesehatan kabupaten/kota.
BAB II
KONSEP MUTU PELAYANAN
KESEHATAN DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
Mutu pelayanan kesehatan mempunyai
keunikan mengingat dari kompleksitas
pelayanan kesehatan, tidak hanya karena pelayanan kesehatan merupakan bundle antara barang dan jasa, akan tetapi juga karena perbedaan hubungan
antara pasien dan pemberi pelayanan,
perbedaan persepsi sehat dan sakit antara pasien dan dokter,
di samping adanya asimetri dalam hubungan pelayanan
kesehatan.
Sampai dengan saat ini terdapat beragam
definisi mengenai mutu pelayanan kesehatan. Salah satu definisi
yang digunakan, mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan
untuk individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal, diberikan
sesuai dengan standar
pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk memenuhi hak dan kewajiban
pasien.
WHO mengembangkan kerangka
kerja mutu pelayanan kesehatan melalui pendekatan
dimensi mutu pelayanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan yang efektif, efisien, mudah diakses, dapat
diterima/fokus kepada pasien, adil serta aman.
Dimensi mutu pelayanan kesehatan ini kemudian berkembang menjadi tujuh dimensi, yaitu efektif (effective), keselamatan (safe), berorientasi kepada pasien/pengguna layanan (people-centred), tepat waktu (timely), efisien
(efficient), adil (equitable) dan terintegrasi (integrated).
Dimensi mutu pelayanan kesehatan
di Indonesia disepakati
mengacu pada tujuh dimensi
yang digunakan oleh WHO dan lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut:
1.
Efektif: menyediakan pelayanan kesehatan
yang berbasis bukti kepada masyarakat.
2.
Keselamatan: meminimalkan
terjadinya kerugian (harm), termasuk
cedera dan kesalahan medis yang
dapat dicegah, pada pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
3.
Berorientasi pada pasien/pengguna layanan
(people-centred): menyediakan pelayanan yang sesuai dengan preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai individu.
4.
Tepat waktu: mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian
pelayanan kesehatan.
5.
Efisien: mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan mencegah pemborosan
termasuk alat kesehatan, obat, energi dan ide.
6.
Adil: menyediakan pelayanan yang seragam tanpa membedakan jenis kelamin, suku,
etnik, tempat tinggal,
agama, dan status
sosial ekonomi.
7.
Terintegrasi: menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi
pelayanan, serta menyediakan pelayanan kesehatan pada seluruh siklus kehidupan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan dilakukan melalui
pendekatan sistem di mana hasil pelayanan kesehatan
merupakan keluaran (outcome)
dari struktur (input) yang
dikelola melalui sebuah proses. Berbagai metode
perbaikan dan intervensi mutu perlu memperhatikan tiga parameter pendekatan tersebut, yaitu:
1.
Struktur (input) adalah karakteristik pelayanan
yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia fasilitas
pelayanan kesehatan, meliputi antara lain perlengkapan,
sumber daya dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja.
2.
Proses pada dasarnya adalah
berbagai aktifitas/proses yang merupakan interaksi
antara penyedia fasilitas pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan
kesehatan. Kegiatan ini antara lain meliputi asesmen,
diagnosis, perawatan, konseling,
pengobatan, tindakan, penatalaksanaan, dan follow up.
3.
Keluaran (outcome) merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan
yang didapatkan oleh penerima pelayanan
(pasien) setelah terakses
dan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan. Komponen
outcome tersebut antara lain
meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.
BAB III
INDIKATOR
NASIONAL MUTU PELAYANAN KESEHATAN
A.
Kriteria Pemilihan Indikator
Untuk mengukur upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
telah ditetapkan Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Kesehatan. Pemilihan indikator
dilakukan berdasarkan hasil konsensus dengan memperhatikan beberapa
kriteria berdasarkan Handbook for National Quality
Policy and Strategy
(2018) sebagai berikut:
1.
Sejalan dengan program prioritas nasional
Indikator untuk mengukur program prioritas nasional tertentu.
2.
Besaran dampak
Ruang lingkup dampak dari indikator yang diukur.
3.
Berbasis bukti
Adanya bukti yang kredibel dari indikator yang
dipilih.
4.
Defensibility
Indikator
yang terpilih dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan dan juga merupakan indikator
yang penting bagi pemerintah.
5.
Feasibilitas
Indikator
yang terpilih dapat diakses oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
6.
Akurasi
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan indikator
tersebut harus akurat.
7.
Actionability
Perubahan perilaku maupun sistem dapat
memperbaiki pencapaian indikator.
8.
Dapat diperbandingkan
Indikator
harus dapat diperbandingkan dengan standar atau antar wilayah.
9.
Kredibel
Indikator
harus kredibel bagi pemangku kebijakan
maupun bagi fasilitas
yang melakukan pengukuran.
10.
Kejelasan indikator
Indikator
harus jelas dan mudah dipahami.
B.
Proses Penetapan Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Dalam menetapkan indikator
nasional mutu pelayanan
kesehatan, proses yang dilakukan meliputi:
1.
Brainstorming dengan melibatkan pakar dan praktisi
mutu untuk menetapkan kandidat indikator.
2.
Melakukan pemilihan indikator berdasarkan kriteria dan masukan-
masukan pakar.
3.
Melakukan uji coba indikator
yang ditetapkan.
4.
Menetapkan indikator
yang akan digunakan
untuk pengukuran.
C.
Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Kesehatan
Berdasarkan proses penetapan indikator yang telah
dilakukan, maka ditetapkan Indikator Mutu pelayanan
kesehatan sebagai berikut:
1.
Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
a.
Kepuasan pasien
b.
Kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan
tangan
c.
Kepatuhan kunjungan pasien hipertensi
sesuai jadwal kontrol
d.
Penurunan skor Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) pasien
2.
Indikator Mutu di Klinik
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Kepuasan pasien
3.
Indikator Mutu di Puskesmas
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus Sensitif
Obat (SO)
e.
Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar
f.
Kepuasan pasien
4.
Indikator Mutu di Rumah Sakit
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Waktu tanggap operasi seksio
sesarea emergensi
e.
Waktu tunggu rawat jalan
f.
Penundaan operasi elektif
g.
Kepatuhan waktu visite dokter
h.
Pelaporan hasil kritis laboratorium
i.
Kepatuhan penggunaan formularium nasional
j.
Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
k.
Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
l.
Kecepatan waktu tanggap komplain
m.
Kepuasan pasien
5.
Indikator Mutu di Laboratorium Kesehatan
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Kepatuhan pelaporan hasil kritis
e.
Kejadian sampel/spesimen hilang
f.
Pengulangan hasil pemeriksaan
g.
Kepuasan pasien
6.
Indikator Mutu di UTD
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Pemenuhan kebutuhan darah oleh UTD
d.
Donasi dari pendonor darah sukarela
e.
Hasil pemeriksaan golongan darah pendonor yang berbeda dengan uji konfirmasi golongan
darah
f.
Suhu penyimpanan produk darah
g.
Kepuasan pasien.
D.
Format Profil Indikator
Setiap pengukuran Indikator
Mutu dilakukan dengan menggunakan profil
Indikator Mutu dengan format profil Indikator Mutu sebagai berikut:
Tabel 1. Format
Profil Indikator Mutu
Judul Indikator |
Judul singkat yang spesifik mengenai indikator apa yang akan diukur |
Dasar Pemikiran |
Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal
dari: 1. Ketentuan/peraturan 2. Data 3. Literatur 4. Analisis situasi |
Dimensi Mutu |
1.
Prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan pelayanan meliputi efektif (effective), keselamatan (safe), berorientasi kepada pasien/pengguna layanan
(people-centred), tepat
waktu (timely), efisien (efficient), adil (equitable) dan
terintegrasi (integrated). 2. Setiap indikator mewakili 1 sampai 3 dimensi mutu. |
Tujuan |
Suatu hasil yang ingin
dicapai dengan melakukan pengukuran indikator. |
Definisi Operasional |
Batasan pengertian yang dijadikan pedoman dalam melakukan pengukuran indikator untuk
menghindari kerancuan. |
Jenis Indikator |
Input : untuk menilai apakah fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki kemampuan sumber daya
yang cukup untuk
memberikan pelayanan. Proses : untuk
menilai apa yang dikerjakan staf fasilitas pelayanan kesehatan dan bagaimana pelaksanaan pekerjaannya. Output : untuk
menilai hasil dari
proses yang dilaksanakan. Outcome : untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan. |
Satuan Pengukuran |
Standar atau dasar ukuran
yang digunakan Antara lain: jumlah, persentase, dan satuan
waktu. |
Numerator (pembilang) |
Jumlah subjek atau kondisi
yang ingin diukur
dalam populasi atau sampel yang memiliki karakteristik tertentu. |
Denominator (penyebut) |
Semua peluang yang
ingin diukur dalam
populasi atau sampel. |
Target Pencapaian |
Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai |
Kriteria |
Kriteria inklusi: karakteristik subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan Kriteria eksklusi: batasan yang mengakibatkan subjek tidak dapat
diikutkan dalam pengukuran |
Formula |
Rumus untuk menghasilkan nilai
indikator |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif, observasi |
Sumber Data |
Asal data
yang diukur. (contoh: rekam medis dan formulir observasi). Jenis Sumber Data: 1.
Data Primer (mengumpulkan langsung menggunakan lembar pencatatan hasil observasi, kuesioner) 2.
Data sekunder (rekam medis, buku catatan komplain) |
Instrumen Pengambilan Data |
Alat atau tools atau formulir yang digunakan untuk mengumpulkan data. |
Besar Sampel |
Jumlah data yang harus dikumpulkan agar mewakili populasi. Besar sampel
disesuaikan dengan kaidah-
kaidah statistik. |
Cara Pengambilan Sampel |
Cara memilih sampel
dari populasi untuk
mengumpulkan informasi/data yang menggambarkan sifat atau ciri yang dimiliki
populasi. Secara umum ada 2 cara: 1.
probability Sampling 2.
Non Probability Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan pengumpulan data, contohnya setiap
bulan |
Penyajian Data |
Cara menampilkan data, contoh tabel, run chart, grafik |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan analisis dan melaporkan data, contohnya
setiap bulan, setiap triwulan |
Penanggung Jawab |
Petugas yang bertangggung jawab untuk mengkoordinir upaya pencapaian target yang ditetapkan |
E.
Profil Indikator Mutu di Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD
Tata cara pengukuran mutu dengan menggunakan Indikator Mutu dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam profil Indikator Mutu. Profil Indikator Mutu pada setiap jenis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dapat berbeda
karena disesuaikan dengan Indikator Mutu yang telah ditetapkan dan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Profil
Indikator Mutu untuk Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD sebagai berikut:
1.
Profil Indikator Mutu Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
a.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua unit yang mampu
memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari
Morgan dan Krejcie. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh penyelenggara |
|
pelayanan kepada pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja
unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a.
Persyaratan. b.
Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian d.
Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g.
Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan pengaduan, Saran dan
Masukan. i.
Sarana dan prasarana. 7.
Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei
Kepuasan berupa angka |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kompeten dalam mengisi
kuesioner dan/atau tidak
ada keluarga yang
mendampingi. |
Formula |
Total Nilai Persepsi Seluruh
Respoden x 25 Total Unsur yang Terisi
dari Seluruh Responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuesioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sample |
Stratified Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
Tabel Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Dokter atau Dokter
Gigi di Tempat
Praktik Mandiri Dokter
atau Dokter Gigi (TPMD) |
b. Kepatuhan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kebersihan Tangan |
|
Judul Indikator |
Kepatuhan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Dokter harus memperhatikan kepatuhan dalam melakukan kebersihan tangan sesuai dengan
ketentuan WHO. 4.
Dokter harus melakukan penilaian terhadap sarana dan prasarana kebersihan tangan sesuai dengan
ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan penyediaan sarana prasarana kebersihan tangan oleh pemberi layanan kesehatan sebagai
dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat menjamin keselamatan petugas dan
pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan
dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun
dan air mengalir
bila tangan tampak
kotor atau terkena
cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol- based handrubs) dengan kandungan
alkohol 60- 80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Ketersediaan sarana
dan prasarana kebersihan tangan adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk
melakukan kebersihan tangan
yang meliputi alkohol
(alcohol-based handrubs), tempat cuci tangan dengan air mengalir, sabun cair,
pengering tangan sekali
pakai dan media
edukasi tata cara
melakukan kebersihan tangan. 3.
Tempat kebersihan tangan
adalah media untuk melakukan cuci
tangan yang dapat
berupa wastafel, atau bentuk lain. 4. Pengering tangan sekali
pakai adalah tissue, handuk sekali pakai,
atau alat pengering tangan |
|
sekali pakai lainnya. 5. Observer adalah
Pasien yang akan melakukan pengukuran terhadap kepatuhan dokter/dokter gigi dalam penyediaan sarana
dan prasarana kebersihan tangan. |
Jenis Indikator |
Input |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Total Skor |
Denominator (penyebut) |
100 |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Tidak ada Kriteria Eksklusi: Pasien dengan gangguan indra penglihatan |
Formula |
Jumlah total skor X25 100 |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan tangan |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter atau Dokter
Gigi di TPMD |
c.
Kepatuhan Kunjungan Pasien Hipertensi
Sesuai jadwal Kontrol
Judul Indikator |
Kepatuhan Kunjungan Pasien Hipertensi Sesuai Jadwal Kontrol |
Dasar Pemikiran |
1. Hipertensi telah
menjadi masalah utama,
karena hipertensi merupakan salah satu pintu
masuk atau faktor
risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, dan stroke. |
|
2. Riskesdas tahun
2018 menyatakan prevalensi hipertensi pada penduduk usia ≥18 tahun
sebesar 34,1%, estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mendorong TPMD memberikan pelayanan sesuai dengan standar. 2.
Meningkatkan jumlah pasien hipertensi terkendali, sehingga dapat
mencegah komplikasi, dan menurunkan risiko
kematian. |
Definisi Operasional |
1.
Hipertensi adalah tekanan
darah yang melebihi batas normal. 2.
Tepat sesuai dengan jadwal
kunjungan/kontrol pasien adalah
waktu kunjungan pasien kembali ke dokter, baik langsung maupun
melalui telemedicine, sesuai dengan
waktu yang telah
ditentukan pada kunjungan sebelumnya, dan dipastikan pasien tidak putus obat. 3.
Dikategorikan patuh
adalah apabila dalam
1 periode analisis
data (3 bulan),
pasien berkunjung selalu tepat sesuai
jadwal kontrol. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Pasien Patuh Terhadap Jadwal Kontrol |
Denominator (penyebut) |
Jumlah Total Pasien Hipertensi |
Target Pencapaian |
90% |
Kriteria: |
Inklusi; Seluruh pasien hipertensi Eksklusi Pasien hipertensi yang
berkunjung pertama kali |
Formula |
Jumlah Pasien Patuh Terhadap Jadwal
Kontrol X 100% Jumlah Total
Pasien Hipertensi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Rekam medik |
Instrumen Pengambilan Data |
Daftar tilik |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30 pasien) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30 pasien) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling_Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □ Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter di Tempat
Praktik Mandiri Dokter |
d.
Penurunan Skor Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)
Pasien
Judul Indikator |
Penurunan Skor Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Riskesdas tahun 2013, masalah
gigi dan mulut mencapai 25,9%,
dengan karies di atas 12 tahun
mencapai 72,9%. Perilaku menyikat gigi pada anak di atas umur 10 tahun mencapai 93,8%, namun yang
menyikat gigi dengan
benar hanya 2,3%, inilah penyebab dari karies dentis yang masih
tinggi prevalensinya. 2.
Dalam Riskesdas tahun 2018
perilaku menyikat gigi setiap
hari pada umur
diatas 3 tahun
mencapai 94,7%, namun menyikat gigi dengan benar pada umur di atas 3 tahun hanya 2.8%. |
Dimensi Mutu |
Efektif |
Tujuan |
Meningkatkan jumlah pasien
dengan oral hygiene yang baik sesuai kategori OHIS sebagai tolok ukur kinerja
dokter gigi dalam
memberikan pelayanan kepada pasiennya. |
Definisi Operasional |
1.
Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) adalah angka
yang menyatakan keadaan
klinis atau kebersihan gigi dan mulut
seseorang yang didapat
pada waktu dilakukan pemeriksaan. 2.
Nilai dari OHIS diperoleh dengan melakukan penilaian debris indeks (DI)
dan kalkulus indeks
(CI). 3.
Penilaian OHIS dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan klinis
pada 6 gigi indeks, yaitu 16 (sisi
bukal), 11 (sisi labial), 26 (sisi bukal), 36 (sisi lingual), 31 (sisi labial) dan 46 (sisi lingual) yang mewakili 6 sekstan dalam rongga mulut. 4.
Syarat gigi indeks untuk
dapat dilakukan pemeriksaan adalah gigi telah erupsi
sempurna dan tidak ada karies
yang menutupi atau
mengurangi ketinggian area permukaan yang akan diperiksa. |
|
5.
Bila gigi indeks tidak
ada/tidak memenuhi syarat,
maka aturan gigi penggantinya adalah
sebagai berikut: a.
Pengganti gigi
11 adalah gigi 21 b.
Pengganti gigi 31 adalah
gigi 41 c.
Pengganti gigi 6 adalah
gigi 7, bila
gigi 7 juga tidak memenuhi
syarat, dapat diganti gigi 8 (bila posisinya menempati area gigi 7) d.
Bila gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada angka
5 huruf a sampai dengan
huruf c tidak
ada/tidak memenuhi syarat,
maka tidak dapat dilakukan
skoring pada sekstan yang bersangkutan. 6.
Penilaian untuk
Debris Indeks (DI)
adalah sebagai berikut: a.
Skor 1: bila terdapat debris pada 1/3 permukaan
servikal gigi atau dijumpai stain ekstrinsik. b.
Skor 2: bila terdapat debris
pada 1/3 – 2/3 permukaan gigi. c.
Skor 3: bila terdapat debris pada > 2/3 permukaan gigi. 7.
Penilaian untuk
Kalkulus Indeks (CI) adalah sebagai
berikut: a.
Skor 1: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada 1/3 permukaan servikal gigi tanpa kalkulus subgingiva. b.
Skor 2: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada 1/3 – 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat kalkulus subgingiva berupa
titik- titik yang tidak melingkari leher gigi. c.
Skor 3: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada > 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat kalkulus subgingiva yang melingkari leher
gigi. 8.
Skor total OHIS didapatkan dari
penjumlahan DI dan
CI yang dibagi
dengan jumlah gigi
indeks yang diperiksa. 9.
Kategori OHIS: a.
Baik: jika nilainya antara
0-1,2 b. Sedang: jika nilainya antara 1,3-3,0 c. Buruk: jika nilainya antara 3,1-6,0 |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Pasien dengan
Penurunan Skor OHIS |
Denominator (penyebut) |
Jumlah Total Pasien |
Target Pencapaian |
20% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: · Pasien dalam periode gigi bercampur (mixed dentition) |
___________________________________
|
· Pasien dalam periode gigi permanen sempurna Kriteria Ekslusi · Pasien tidak bisa membuka mulut · Pasien berkunjung hanya sekali · Pasien yang tidak memiliki gigi indeks OHIS
pada salah satu atau beberapa sekstan |
Formula |
Jumlah Pasien dengan Penurunan Skor OHIS x 100% Jumlah Total Pasien |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Rekam Medik |
Instrumen Pengambilan Data |
Daftar Tilik |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30 pasien) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30 pasien) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling_Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □ Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter Gigi di Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi |
2.
Profil Indikator Mutu di Klinik
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Klinik harus memperhatikan kepatuhan seluruh pemberi pelayanan dalam melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan |
|
sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas
dan pasien/pengguna layanan
dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau terkena
cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol- based
handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai peluang yang diindikasikan. |
|
7.
Penilaian kepatuhan kebersihan
tangan adalah penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar. 8.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 9.
Periode observasi adalah kurun
waktu yang digunakan untuk mendapatkan minimal
200 peluang kebersihan tangan sesuai dengan
waktu yang ditentukan untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 10. Sesi adalah waktu
yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 11. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang dimiliki pemberi pelayanan yang terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama. 6.
Petunjuk Teknis
Alat Pelindung Diri (APD). 7.
Klinik harus memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam menggunakan APD sesuai
dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas dalam menggunakan APD. 2.
Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari
cedera atau transmisi infeksi atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian petugas dalam
menggunakan APD sesuai
indikasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan
petugas |
|
laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 6. Periode observasi adalah
waktu yang digunakan untuk melakukan pengamatan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam
periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas
yang patuh menggunakan APD sesuai indikasi
dalam periode observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas
yang terindikasi menggunakan APD dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. |
|
2.
Ketepatan identifikasi menjadi
sangat penting untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien. 3.
Untuk menjamin ketepatan
identifikasi pasien maka diperlukan
indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien
dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan. 2.
Identifikasi pasien secara
benar adalah proses identifikasi
yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di Klinik. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien seperti : a.
Pemberian pengobatan: pemberian obat, pemberian cairan intravena. b.
Prosedur tindakan: pencabutan gigi, imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, persalinan, dan tindakan kegawatdaruratan. c.
Prosedur diagnostik: pengambilan sampel. 5.
Identifikasi pasien
dianggap benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi seluruh
tindakan intervensi yang
dilakukan dengan benar. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien
secara benar dalam
periode observasi. |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam periode observasi. |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan kesehatan. |
|
Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi x 100% Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
d.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. 3. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Klinik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua
unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan sampel
dari Krejcie dan Morgan. |
|
4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada
pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang terdapat dalam
penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a. Persyaratan. b.
Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian. d. Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g.
Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i.
Sarana dan prasarana. 7. Indeks Kepuasan adalah
hasil pengukuran dari
kegiatan Survei Kepuasan berupa angka. |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kompeten dalam mengisi
kuesioner dan/atau tidak
ada keluarga yang
mendampingi. |
Formula |
Total nilai
persepsi seluruh responden x 25 Total unsur
yang terisi dari seluruh responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara |
Stratified Random Sampling |
Pengambilan Sampel |
|
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
3.
Profil Indikator Mutu di Puskesmas
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Puskesmas harus
memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam
melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas dan pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau terkena
cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol- based
handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik |
|
yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan. 7.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
dan tenaga kesehatan. 8.
Penilaian kepatuhan kebersihan
tangan adalah penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar. 9.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 10. Periode observasi adalah
kurun waktu yang digunakan untuk
mendapatkan minimal 200 peluang
kebersihan tangan di setiap unit atau Puskesmas sesuai
dengan waktu yang ditentukan
untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 11. Sesi adalah waktu
yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang
dimiliki oleh pemberi pelayanan terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai |
|
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama. 6. Petunjuk Teknis Alat
Pelindung Diri (APD). 7.
Puskesmas harus
memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas Puskesmas
dalam menggunakan APD. 2. Menjamin keselamatan petugas
dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya
dari cedera atau transmisi infeksi
atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan
tepat sesuai dengan
indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran
mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan
APD adalah penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD sesuai
indikasi dengan tepat
saat memberikan pelayanan kesehatan pada periode
observasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 6.
Periode observasi adalah waktu yang ditentukan sebagai
periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian kepatuhan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam
periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Kriteria Eksklusi: |
|
Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD sesuai indikasi
dalam periode observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas
yang terindikasi menggunakan APD dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Ketepatan identifikasi menjadi
sangat penting untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien. 3.
Untuk menjamin ketepatan
identifikasi pasien maka diperlukan
indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga
medis dan tenaga
kesehatan. 2. Identifikasi pasien secara
benar adalah proses |
|
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal
dua penanda identitas seperti: nama lengkap, tanggal
lahir, nomor rekam medik, NIK
sesuai dengan yang ditetapkan di Puskesmas. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien seperti : a.
Pemberian pengobatan: pemberian obat, pemberian cairan intravena. b.
Prosedur tindakan: pencabutan gigi, imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, persalinan, dan tindakan kegawatdaruratan. c.
Prosedur diagnostik: pengambilan sampel. 5.
Identifikasi pasien
dianggap benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi seluruh
tindakan intervensi yang
dilakukan dengan benar. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien
secara benar dalam
periode observasi. |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam periode observasi. |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan kesehatan. Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi x 100% Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Pengambilan Sampel |
|
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
d. Keberhasilan Pengobatan Pasien Tuberkulosis (TB) Semua Kasus Sensitif Obat (SO) |
|
Judul Indikator |
Keberhasilan Pengobatan Pasien TB Semua
Kasus Sensitif Obat (SO) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Presiden
mengenai RPJMN. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Penanggulangan Tuberkulosis. 3.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Puskesmas. 4.
Angka keberhasilan pengobatan pasien
TB semua kasus
minimal 90% dengan
memperhatikan upaya penurunan angka putus berobat, gagal, meninggal dan pasien tidak dilakukan evaluasi. |
Dimensi Mutu |
Efisien, Efektif,
Tepat Waktu |
Tujuan |
Untuk mengetahui jumlah keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus sensitif obat dan mengurangi angka penularan penyakit TB |
Definisi Operasional |
1.
Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya. 2.
TB Sensitif Obat (SO) adalah
penderita TB yang berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau Tes Cepat Molekuler (TCM)
menunjukkan hasil masih
sensitif terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT) lini 1 (pertama). 3.
OAT lini 1 adalah obat anti
tuberculosis yang terdiri dari
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomisin (S). 4.
Keberhasilan pengobatan pasien TB adalah
angka yang menunjukkan persentase semua pasien
TB yang sembuh
dan pengobatan lengkap
di antara semua
pasien TB yang
diobati dan dilaporkan sesuai dengan periodisasi waktu pengobatan TB. Angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan semua kasus dan
angka pengobatan lengkap
semua kasus yang menggambarkan kualitas pengobatan TB. 5. Sembuh adalah pasien
TB
paru
dengan
hasil |
|
pemeriksaan bakteriologis positif
pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah
satu pemeriksaan sebelumnya. 6.
Pengobatan lengkap
adalah pasien TB yang telah
menyelesaikan pengobatan secara
lengkap di mana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif dan di akhir pengobatan tidak ada bukti
hasil pemeriksaan bakteriologis (tidak dilakukan pemeriksaan bakteriologis di akhir pengobatan). 7.
Upaya peningkatan mutu keberhasilan pengobatan pasien TB dilihat menurut
alur pengobatan mulai
dari pasien dinyatakan positif sebagai pasien
TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau TCM sampai
dengan pasien dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap. 8. Upaya peningkatan mutu tersebut meliputi: a.
Pemeriksaan dahak yang tepat
dan benar dengan hasil terdokumentasi. b.
Pelaksanaan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
TB kepada pasien
TB dan keluarga, pembuatan kesepakatan pasien
dalam menjalankan pengobatan TB termasuk penunjukan Pengawas Minum Obat
(PMO). c.
Pemberian regimen
dan dosis obat yang tepat. d.
Pemantauan kemajuan pengobatan termasuk penanganan efek samping obat. e. Pencatatan rekam medis
(medical record) secara lengkap
dan benar di setiap tahapan
pengobatan. |
Jenis Indikator |
Hasil |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah semua pasien TB SO yang sembuh dan pengobatan lengkap
pada tahun berjalan di wilayah kerja Puskesmas |
Denominator (penyebut) |
Jumlah semua kasus TB SO
yang
diobati
pada tahun berjalan di wilayah
kerja Puskesmas |
Target Pencapaian |
90% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pasien TB
SO yang dinyatakan
sembuh dan menjalani pengobatan secara lengkap di wilayah kerja Puskesmas pada tahun berjalan. Kriteria Eksklusi: 1.
Pasien TB pindahan yang tidak dilengkapi dengan TB.09 dan hasil pengobatan pasien TB pindahan dengan TB.10 2. Pasien TB dengan
hasil positif pada
bulan ke |
|
5 atau bulan ke 6 3. Pasien
TB meninggal sebelum berakhir masa pengobatan |
Formula |
Jumlah semua pasien
TB SO yang
sembuh dan pengobatan lengkap pada tahun berjalan di wilayah kerja
Puskesmas x 100 % Jumlah semua kasus
TB SO yang diobati pada
tahun berjalan di wilayah kerja |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Formulir TB/Sistem Informasi TB (SITB) |
Instrumen Pengambilan Data |
Data sekunder |
Besar Sampel |
Total sampel |
Cara Pengambilan Sampel |
Total sampel |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Triwulanan, Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
Program TB |
e.
Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan Ante Natal Care (ANC) Sesuai
Standar
Judul Indikator |
Ibu Hamil yang Mendapatkan Pelayanan ANC Sesuai Standar |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Presiden mengenai RPJMN. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pelayanan Kesehatan Ibu. 3.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Standar
Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan. 4.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Puskesmas. 5.
Hasil SUPAS 2015 menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI) 305/100.000 kelahiran hidup (KH)
sedangkan target pada
RPJMN 2020-2024 adalah
183/100.000 KH dan pada akhir SDGs 2030 adalah
131/100.000 KH. 6.
Jika ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC sesuai
standar, maka risiko
pada kehamilan dapat sejak awal diketahui dan dilakukan
tata laksana, sehingga faktor
risiko dapat dikurangi agar tidak
terjadi komplikasi. 7. ANC sangat penting dilakukan untuk |
|
kelangsungan hidup
baik bagi ibu
maupun bayi serta
bayi dapat lahir
sehat, berkualitas dan tercegah dari risiko stunting. |
Dimensi Mutu |
Efektif, Keselamatan, Berorientasi pada Pasien/Pengguna Layanan |
Tujuan |
1.
Mendorong penurunan angka kematian ibu di Indonesia 2. Mendapatkan gambaran pelayanan
ANC
yang sesuai standar |
Definisi Operasional |
1.
Ibu hamil yang mendapatkan
pelayanan ANC sesuai standar
adalah ibu hamil
yang telah bersalin serta yang mendapatkan pelayanan ANC
lengkap sesuai dengan standar kuantitas dan standar kualitas selama periode kehamilan di wilayah
kerja Puskesmas pada tahun berjalan. 2.
Standar kuantitas adalah kunjungan 4 kali selama
periode kehamilan (K4) terdiri dari: a.
1 (satu) kali kunjungan sedini mungkin pada
trimester ke-1 (satu)/
0-12 minggu, b.
1 (satu) kali kunjungan
pada
trimester
ke- 2 (dua)/ > 12-24 minggu, dan c.
2 (dua) kali kunjungan pada trimester ke-3
(tiga)/ 24 minggu-sampai dengan kelahiran 3.
Standar kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi
10T meliputi: a.
Timbang berat badan dan tinggi badan b. Ukur tekanan darah c.
Nilai status gizi (ukur
LILA) d.
Ukur tinggi fundus uteri
(setelah kehamilan 24 minggu) e.
Tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin f.
Skrining status
imunisasi dan berikan suntikan tetanus toksoid
(TT) bila diperlukan. g.
Beri tablet tambah darah h. Pemeriksaan laboratorium meliputi: 1)
Golongan darah 2)
Kadar Hemoglobin 3)
Gluko-Protein urin 4)
termasuk pemeriksaan HIV i.
Tata laksana j.
Temu wicara/ konseling 4.
Waktu pemeriksaan 10T mengikuti daftar pemeriksaan ANC sesuai ketentuan yang berlaku. 5.
Sasaran Indikator adalah semua
ibu bersalin yang
telah mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar
pada masa kehamilan pada tahun berjalan. |
Jenis Indikator |
Hasil |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ANC lengkap
sesuai standar di wilayah kerja Puskesmas pada tahun berjalan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh ibu
hamil
yang
telah
bersalin yang mendapatkan pelayanan ANC di wilayah kerja
puskesmas pada tahun berjalan |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh ibu hamil yang
telah bersalin di wilayah kerja
Puskesmas pada tahun berjalan Kriteria Eksklusi: 1.
Ibu hamil dengan K1 bukan di trimester 1 2.
Ibu hamil yang pindah
domisili (drop out) 3.
Ibu hamil yang tidak menyelesaikan masa kehamilan (abortus) 4.
Ibu hamil pindahan yang tidak memiliki catatan riwayat
kehamilan lengkap 5. Ibu hamil meninggal sebelum bersalin 6.
Ibu hamil yang bersalin sebelum menyelesaikan K4 (premature) |
Formula |
Jumlah ibu hamil
yang telah mendapatkan pelayanan ANC lengkap
sesuai standar di wilayah kerja Puskesmas pada tahun berjalan x 100 % Jumlah seluruh ibu hamil yang telah bersalin yang mendapatkan pelayanan ANC di wilayah
kerja Puskesmas pada tahun berjalan |
Metode Pengumpulan Data |
Observasional retrospektif |
Sumber Data |
1.
Kohort Ibu, Kartu Ibu, PWS KIA, Buku Register
Ibu 2. e-Kohort |
Instrumen Pengambilan Data |
Data Sekunder |
Besar Sampel |
Total sampel |
Cara Pengambilan Sampel |
Total sampel |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Program KIA |
f.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. 3.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Puskesmas. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua
unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan sampel dari Krejcie
dan Morgan. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada
pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang terdapat dalam
penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a.
Persyaratan. b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian. d. Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g. Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i.
Sarana dan prasarana. |
7. Indeks Kepuasan adalah
hasil pengukuran dari kegiatan Survei Kepuasan berupa angka. |
|
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kompeten dalam mengisi
kuesioner dan/atau tidak
ada keluarga yang
mendampingi. |
Formula |
Total nilai
persepsi seluruh responden x 25 Total unsur
yang terisi dari seluruh responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sampel |
Stratified Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
4.
Profil Indikator Mutu di Rumah Sakit
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Rumah sakit harus memperhatikan kepatuhan seluruh pemberi pelayanan
dalam melakukan cuci tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar
dapat
menjamin keselamatan petugas dan
pasien dengan cara |
|
mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan
tampak kotor atau terkena cairan tubuh,
atau menggunakan alkohol (alcohol-
based handrubs) dengan
kandungan alkohol 60-80%
bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba
selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien
atau pakaian pasien, sebelum menangani obat-obatan dan sebelum menyiapkan makanan pasien. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik
adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum melakukan tindakan steril
atau aseptik, contoh:
pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien adalah melakukan kebersihan tangan
setelah tangan petugas menyentuh permukaan, sarana
prasarana, dan alat
kesehatan yang ada di lingkungan pasien, meliputi: menyentuh tempat
tidur pasien, linen yang terpasang di tempat tidur,
alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah
menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan. 7. Pemberi pelayanan terdiri
dari
tenaga
medis |
|
dan tenaga
kesehatan. 8.
Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang melakukan kebersihan tangan dengan
benar. 9.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 10.
Periode observasi adalah kurun
waktu yang digunakan untuk mendapatkan minimal
200 peluang kebersihan tangan di unit
sesuai dengan waktu
yang ditentukan untuk
melakukan observasi dalam satu bulan. 11.
Sesi adalah waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 12.
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 13.
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang
dimiliki oleh pemberi
pelayanan terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Komite PPI RS |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Petunjuk Teknis
Alat Pelindung Diri (APD). 6.
Rumah Sakit harus
memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas Rumah Sakit
dalam menggunakan APD 2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya
dari cedera atau transmisi infeksi
atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan
tepat sesuai dengan
indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran
mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan
APD adalah penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD
sesuai indikasi dengan
tepat saat memberikan pelayanan kesehatan |
|
pada periode observasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 6.
Periode observasi adalah waktu yang ditentukan sebagai
periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian kepatuhan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Komite PPI RS |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Ketepatan identifikasi menjadi
sangat penting untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien. 3.
Untuk menjamin ketepatan
identifikasi pasien maka diperlukan indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin dalam proses
pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
dan tenaga kesehatan. 2.
Identifikasi pasien secara
benar adalah proses identifikasi
yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di Rumah Sakit. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien seperti : a.
Pemberian pengobatan: pemberian obat, pemberian cairan intravena, pemberian darah dan produk darah, radioterapi, dan nutrisi. b.
Prosedur tindakan: tindakan
operasi atau tindakan invasif
lainnya sesuai kebijakan yang ditetapkan rumah sakit. c.
Prosedur diagnostik:
pengambilan sampel, pungsi lumbal, endoskopi, kateterisasi jantung, pemeriksaan radiologi, dan
lain- lain. d.
Kondisi tertentu: pasien tidak
dapat berkomunikasi (dengan
ventilator), pasien bayi, pasien
tidak sadar, bayi kembar. 5.
Identifikasi pasien dianggap
benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi seluruh tindakan intervensi yang dilakukan dengan
benar. |
Jenis Indikator |
Proses |
observasi
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan kesehatan. Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
Jumlah pemberi
pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode x 100% Jumlah pemberi
pelayanan yang diobservasi dalam periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Bidang
Pelayanan Medik dan Keperawatan |
d.
Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi
Judul Indikator |
Waktu Tanggap Operasi Seksio
Sesarea Emergensi |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang Undang mengenai Rumah
Sakit 2.
Berdasarkan Survei
Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) tahun 2015, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada
tahun 2015 adalah
305 per 100.000 kelahiran hidup, ini masih merupakan yang tertinggi di
Asia
Tenggara. Kejadian kematian ibu
ini terbanyak ditemukan di rumah sakit
sebesar
78%.
Tingginya
Angka |
|
Kematian Ibu ini mengindikasikan masih
perlunya dilakukan peningkatan tata kelola dan
peningkatan mutu pelayanan antenatal care
dan persalinan. Untuk
itu diperlukan indikator untuk
memantau kecepatan proses
pelayanan operasi seksio
sesarea. |
Dimensi Mutu |
Tepat Waktu, Efektif, Keselamatan |
Tujuan |
Tergambarnya pelayanan kegawatdaruratan operasi seksio sesarea yang cepat dan
tepat sehingga mampu
mengoptimalkan upaya menyelamatkan ibu dan bayi. |
Definisi Operasional |
1.
Waktu tanggap operasi seksio
sesarea emergensi adalah
waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan tindakan seksio sesarea
emergensi sejak diputuskan operasi sampai dimulainya insisi operasi di kamar operasi yaitu ≤ 30 menit. 2.
Seksio sesarea emergensi adalah
tindakan seksio sesarea yang bertujuan untuk
menyelamatkan ibu dan/atau bayi dan tidak
dapat ditunda pelaksanaannya. 3.
Seksio sesarea emergensi kategori I adalah tindakan seksio sesarea pada keadaan di
mana terdapat ancaman langsung bagi
kelangsungan hidup ibu atau janin. 4.
Pengukuran indikator waku tanggap operasi
seksio sesarea emergensi dilakukan oleh rumah
sakit yang memberikan pelayanan seksio sesaria. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio sesarea emergensi kategori I (satu)
yang mendapatkan tindakan seksio sesarea emergensi ≤ 30 menit |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pasien yang diputuskan tindakan seksio sesarea emergensi kategori I |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seksio sesarea emergensi kategori I Misalnya: fetal distress menetap,
prolaps tali pusat atau tali pusat
menumbung, gagal vakum/forsep, ruptur uteri imminent, ruptur uteri, perdarahan ante partum
dengan perdarahan aktif. Kriteria Eksklusi Tidak ada |
Formula |
Jumlah pasien yang
diputuskan tindakan seksio
sesarea emergensi kategori I yang mendapatkan tindakan seksio sesarea
≤ 30 menit x 100 % Jumlah pasien yang
diputuskan tindakan seksio
sesarea emergensi kategori I |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder dari rekam
medik, laporan operasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Waktu Tanggap Seksio Sesarea Emergensi |
Besar Sampel |
Total sampel |
Cara Pengambilan Sampel |
Total sampel |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan |
e.
Waktu Tunggu Rawat Jalan
Judul Indikator |
Waktu Tunggu Rawat Jalan |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang tentang Rumah Sakit. 2.
Rumah sakit harus menjamin ketepatan pelayanan kesehatan termasuk di unit rawat jalan.
Walaupun tidak dalam
kondisi gawat maupun
darurat namun tetap
harus dilayani dalam
waktu yang ditetapkan. Hal ini untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien akan rencana
diagnosis dan pengobatan. Waktu tunggu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan pasien dan keterlambatan diagnosis maupun
pengobatan pasien. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien, tepat waktu |
Tujuan |
Tergambarnya waktu pasien
menunggu di pelayanan sebagai dasar untuk
perbaikan proses pelayanan di unit rawat
jalan agar lebih
tepat waktu dan
efisien sehingga meningkatkan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Waktu tunggu rawat jalan
adalah waktu yang dibutuhkan mulai
saat pasien kontak
dengan petugas pendaftaran sampai mendapat pelayanan dokter/dokter spesialis. 2. Kontak dengan petugas pendaftaran adalah proses saat petugas pendaftaran
menanyakan dan mencatat/menginput data sebagai pasien
atau pada saat pasien melakukan konfirmasi kehadiran untuk pendaftaran online. a.
pasien datang langsung, maka dihitung sejak pasien kontak dengan petugas pendaftaran sampai
mendapat pelayanan |
|
dokter/ dokter
spesialis. b.
pasien mendaftar online, maka dihitung sejak
pasien melakukan konfirmasi kehadiran kepada petugas pendaftaran sesuai jam pelayanan pada pendaftaran online sampai mendapat pelayanan dokter/
dokter spesialis. c.
Pasien anjungan mandiri, maka dihitung sejak
bukti pendaftaran tercetak pada anjungan mandiri
sampai mendapat pelayanan dokter/ dokter spesialis. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pasien rawat jalan
dengan waktu tunggu
≤ 60 menit |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pasien rawat jalan yang diobservasi |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria inklusi
: Pasien yang berobat di rawat jalan Kriteria eksklusi: a. Pasien medical check up, pasien poli gigi b.
Pasien yang mendaftar online atau anjungan mandiri
datang lebih dari 60 menit dari waktu yang sudah
ditentukan c. Pasien yang ada tindakan pasien
sebelumnya |
Formula |
Jumlah pasien rawat jalan dengan
waktu tunggu ≤ 60 menit x 100% Jumlah pasien
rawat jalan yang
diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Sumber data sekunder antara
lain dari: 1. Catatan Pendaftaran Pasien Rawat Jalan 2. Rekam Medik Pasien
Rawat Jalan 3. Formulir Waktu Tunggu
Rawat Jalan |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Waktu Tunggu Rawat jalan |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling/Stratified Random
sampling (berdasar poliklinik rawat jalan) |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis
dan Pelaporan |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Data |
|
Penanggung Jawab |
Kepala Instalasi Rawat Jalan |
f.
Penundaan Operasi Elektif
Judul Indikator |
Penundaan Operasi
Elektif |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai Rumah Sakit 2.
Rumah sakit harus menjamin
ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan termasuk tindakan operasi, sesuai dengan
kebutuhan pasien untuk
mendapatkan hasil pelayanan seperti yang diinginkan dan menghindari komplikasi akibat
keterlambatan operasi. |
Dimensi Mutu |
Tepat waktu, efisiensi, berorientasi pada pasien |
Tujuan |
Tergambarnya ketepatan pelayanan bedah dan penjadwalan operasi. |
Definisi Operasional |
1.
Operasi elektif adalah operasi yang waktu pelaksanaannya terencana atau dapat
dijadwalkan. 2.
Penundaan operasi elektif adalah tindakan operasi yang tertunda lebih dari 1 jam dari jadwal operasi
yang ditentukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pasien yang jadwal
operasinya tertunda lebih
dari 1 jam |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pasien
operasi elektif |
Target Pencapaian |
≤ 5% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Pasien operasi elektif Kriteria Eksklusi: Penundaan operasi
atas indikasi medis |
Formula |
Jumlah pasien yang jadwal operasinya tertunda lebih dari 1 jam x 100 % Jumlah pasien
operasi elektif |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder dari catatan pasien yang dijadwalkan operasi dan data pelaksanaan operasi. |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Penundaan Operasi Elektif |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Instalasi Bedah/Bedah Sentral |
g.
Kepatuhan Waktu Visite Dokter
Judul Indikator |
Kepatuhan Waktu Visite Dokter |
Dasar pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran 2.
Undang-Undang mengenai pelayanan publik 3.
Pelayanan kesehatan harus berorientasi kepada kebutuhan pasien, bukan kepada keinginan rumah sakit. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
1.
Tergambarnya kepatuhan dokter melakukan visitasi kepada pasien rawat inap sesuai
waktu yang ditetapkan. 2. Waktu yang ditetapkan untuk visite adalah pukul 06.00 – 14.00. |
Definisi Operasional |
Waktu visite dokter adalah waktu kunjungan dokter untuk melihat perkembangan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00 – 14.00 |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pasien yang diobservasi |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Visite dokter pada pasien rawat inap Kriteria Eksklusi: a. Pasien yang baru masuk rawat inap hari itu b. Pasien konsul |
Formula |
Jumlah pasien yang di-visite dokter pada pukul 06.00-14.00 x 100 % Jumlah pasien yang diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder berupa laporan visite rawat inap |
|
dalam rekam medik |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Waktu Visite Dokter |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Stratified Random Sampling (berdasarkan unit
pelayanan) |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Instalasi Rawat inap |
h.
Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Judul Indikator |
Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium |
Dasar pemikiran |
1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil laboratorium kritis
sangat penting dalam
kelanjutan tata laksana pasien. Hasil kritis
menunjukkan kondisi pasien yang
membutuhkan keputusan klinis
yang segera untuk upaya pertolongan pasien dan mencegah komplikasi akibat keterlambatan. |
Dimensi Mutu |
Tepat waktu, keselamatan |
Tujuan |
1.
Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium. 2.
Tergambarnya sistem
yang menunjukkan bagaimana nilai kritis dilaporkan dan didokumentasikan
untuk
menurunkan
risiko keselamatan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Hasil kritis adalah hasil
pemeriksaan yang termasuk kategori kritis sesuai
kebijakan rumah sakit dan
memerlukan penatalaksanaan segera. 2.
Waktu lapor hasil kritis
laboratorium adalah waktu
yang dibutuhkan sejak
hasil pemeriksaan keluar
dan telah dibaca
oleh dokter/analis yang
diberi kewenangan hingga dilaporkan hasilnya kepada dokter yang meminta pemeriksaan. 3. Standar waktu lapor
hasil kritis laboratorium adalah waktu
pelaporan ≤ 30 menit. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator |
Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ |
(pembilang) |
30 menit |
Denominator (penyebut) |
Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang
memenuhi kategori hasil kritis. Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
jumlah hasil kritis
laboratorium yang dilaporkan ≤ 30 menit x 100 % jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber data |
Data sekunder dari: Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis Laboratorium |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple
Random Sampling / Systematic Random
Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Instalasi Laboratorium |
i.
Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional |
Dasar pemikiran |
1.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai Formularium Nasional. 2.
Kepatuhan terhadap formularium dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan obat-obatan. 3.
Formularium rumah sakit disusun berdasarkan masukan-masukan pemberi layanan, dan
pemilihannya berdasarkan kepada
mutu
obat,
rasio
risiko
dan
manfaat, |
|
berbasis bukti, efektivitas dan efisiensi. Pengadaan obat-obatan di rumah sakit mengacu pada formularium rumah sakit. |
Dimensi Mutu |
Efisien dan efektif |
Tujuan |
Terwujudnya pelayanan obat kepada pasien
yang efektif dan efisien berdasarkan daftar obat yang mengacu pada formularium nasional. |
Definisi Operasional |
1.
Formularium Nasional merupakan daftar obat
terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai
acuan penulisan resep
pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. 2.
Kepatuhan Penggunaan
Formularium Nasional adalah
peresepan obat (R/: recipe dalam
lembar resep) oleh DPJP kepada
pasien sesuai daftar
obat di Formularium Nasional dalam penyelenggaraan program
jaminan kesehatan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
sesuai dengan formularium nasional |
Denominator (penyebut) |
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang diobservasi |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Resep yang dilayani di RS Kriteria Eksklusi: 1.
Obat yang diresepkan di luar FORNAS
tetapi dibutuhkan pasien
dan telah mendapatkan persetujuan komite medik
dan direktur. 2.
Bila dalam resep terdapat
obat di luar FORNAS karena stok obat nasional berdasarkan e- katalog habis/kosong. |
Formula |
Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
sesuai dengan formularium nasional x 100 % Jumlah R/ recipe dalam lembar resep yang
diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber data |
Lembar resep di Instalasi Farmasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling/ Systematic random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Instalasi Farmasi |
j.
Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical
Pathway)
Judul Indikator |
Kepatuhan Terhadap Alur Klinis (Clinical Pathway) |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai Praktik
Kedokteran 2. Permenkes mengenai Standar
Pelayanan Kedokteran. Untuk
menjamin kepatuhan dokter atau dokter gigi di rumah sakit
terhadap standar pelayanan maka perlu dilakukan monitor kepatuhan penggunaan clinical pathway. 3.
Kepatuhan terhadap alur klinis/clinical
pathway adalah kepatuhan seluruh Profesional Pemberi
Asuhan terhadap alur klinis/clinical
pathway yang telah ditetapkan. 4.
Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran kepatuhan terhadap alur klinis/clinical pathway sesuai dengan
prioritas nasional adalah: a. Hipertensi b.
Diabetes melitus c. TB d.
HIV e. Keganasan 5.
Pemilihan penyakit yang akan dilakukan pengukuran kepatuhan terhadap alur klinis/clinical
pathway untuk RS khusus disesuaikan dengan program prioritas
nasional yang ada dan pelayanan prioritas di rumah sakit tersebut. |
Dimensi Mutu |
Efektif, integrasi |
Tujuan |
Untuk menjamin kepatuhan Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) di rumah
sakit terhadap standar
pelayanan dan untuk
meningkatkan mutu pelayanan klinis
di rumah sakit. |
Definisi Operasional |
1.
Clinical Pathway adalah suatu
perencanaan pelayanan terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap langkah yang
diberikan pada pasien,
berdasarkan standar pelayanan medis, standar pelayanan keperawatan dan standar pelayanan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) lainnya yang berbasis
bukti dengan hasil terukur, pada jangka waktu
tertentu selama pasien
dirawat di Rumah Sakit. 2.
Kepatuhan terhadap clinical pathway
adalah proses pelayanan secara terintegrasi yang |
|
diberikan Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) kepada pasien yang sesuai dengan clinical pathway yang ditetapkan Rumah
Sakit. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pelayanan oleh PPA yang
sesuai
dengan clinical pathway |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh pelayanan oleh
PPA pada clinical pathway yang diobservasi |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi
: Pasien yang menderita penyakit sesuai batasan ruang
lingkup clinical pathway yang
diukur Kriteria Eksklusi : 1.
Pasien yang pulang atas permintaan sendiri
selama perawatan. 2.
Pasien yang meninggal 3.
Variasi yang terjadi sesuai
dengan indikasi klinis
pasien dalam perkembangan pelayanan. |
Formula |
Jumlah pelayanan oleh PPA yang sesuai dengan
clinical pathway x 100 % Jumlah seluruh
pelayanan oleh PPA pada clinical pathway yang diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder dari rekam medis pasien |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Clinical Pathway |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Stratified Random Sampling (berdasarkan masing-masing Clinical Pathway) |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Bidang Pelayanan Medik, Komite
Medik, Komite Keperawatan dan Komite Tenaga
Kesehatan lain |
k.
Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko
Pasien Jatuh
Judul Indikator |
Kepatuhan Upaya
Pencegahan Risiko Pasien
Jatuh |
Dasar |
Permenkes mengenai Keselamatan Pasien |
Pemikiran |
|
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menjalankan upaya pencegahan jatuh
agar terselenggara asuhan
pelayanan yang aman dan mencapai pemenuhan sasaran keselamatan pasien. |
Definisi Operasional |
1. Upaya pencegahan risiko
jatuh meliputi: a.
Asesment awal risiko
jatuh b.
Assesment ulang risiko jatuh c.
Intervensi pencegahan risiko jatuh 2.
Kepatuhan upaya
pencegahan risiko pasien
jatuh adalah pelaksanaan ketiga upaya pencegahan jatuh pada pasien rawat inap
yang berisiko tinggi
jatuh sesuai dengan
standar yang ditetapkan rumah sakit. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi
jatuh yang mendapatkan
ketiga upaya pencegahan risiko jatuh |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pasien rawat inap berisiko tinggi
jatuh yang diobservasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria |
Kriteria Inklusi: Pasien rawat inap berisiko
tinggi jatuh Kriteria Eksklusi: Pasien yang
tidak dapat dilakukan asesmen ulang maupun
edukasi seperti pasien
meninggal, pasien gangguan jiwa
yang sudah melewati fase akut, dan
pasien menolak intervensi |
Formula |
Jumlah pasien rawat inap berisiko
tinggi jatuh yang mendapatkan ketiga upaya pencegahan risiko jatuh x 100 % Jumlah pasien rawat
inap yang berisiko tinggi jatuh yang diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder menggunakan data
dari
rekam medis |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Upaya Pencegahan Risiko
Pasien Jatuh |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Stratified Random Sampling (berdasarkan Unit Pelayanan) |
Periode Pengumpulan |
Bulanan |
Data |
|
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Bidang Keperawatan dan Komite Keselamatan pasien |
l.
Kecepatan Waktu Tanggap Komplain
Judul Indikator |
Kecepatan Waktu
Tanggap Komplain |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit Pasal 32 bahwa setiap pasien mempunyai mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. 2.
Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
Apabila selama perawatan pasien merasa bahwa
rumah sakit belum
menunaikan kewajiban
tersebut maka pasien memiliki hak untuk mengajukan komplain. 3.
Untuk itu rumah sakit
perlu memiliki unit yang
merespon dan menindaklanjuti keluhan tersebut dalam
waktu yang telah
ditetapkan agar keluhan pasien dapat segera teratasi. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi pada Pasien |
Tujuan |
Tergambarnya kecepatan rumah sakit dalam
merespon keluhan pasien
agar dapat diperbaiki dan ditingkatkan untuk sebagai bentuk pemenuhan hak pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kecepatan waktu
tanggap komplain adalah
rentang waktu Rumah
sakit dalam menanggapi keluhan tertulis, lisan
atau melalui media
massa melalui tahapan
identifikasi, penetapan grading risiko,
analisis hingga tindak
lanjutnya. 2.
Grading risiko dan standar
waktu tanggap komplain: a.
Grading Merah (ekstrim) ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 1 x 24 jam sejak keluhan disampaikan oleh pasien/ keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung berhubungan dengan polisi, pengadilan, kematian, mengancam sistem/ kelangsungan organisasi, potensi kerugian material, dan lain-lain. b.
Grading Kuning (tinggi) ditanggapi dan ditindaklanjuti maksimal 3 hari sejak
keluhan disampaikan oleh
pasien/ keluarga/pengunjung. Kriteria: cenderung berhubungan dengan pemberitaan
media, potensi kerugian immaterial, dan lain- |
|
lain. c. Grading
Hijau (rendah) ditanggapi dan ditindaklanjuti maksimal 7 hari sejak
keluhan disampaikan oleh
pasien/ keluarga/pengunjung. Kriteria: tidak menimbulkan kerugian berarti baik material maupun immaterial. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah komplain yang ditanggapi dan ditindaklanjuti sesuai waktu yang ditetapkan berdasarkan grading |
Denominator (penyebut) |
Jumlah komplain yang disurvei |
Target Pencapaian |
≥ 80% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua komplain (lisan, tertulis, dan media massa) Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah komplain yang ditanggapi dan ditindaklanjuti sesuai
waktu yang ditetapkan sesuai dengan grading x 100 % Jumlah komplain yang disurvei |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data sekunder dari catatan
Komplain |
Instrumen Pengambilan Data |
1.
Formulir Komplain 2.
Laporan Tindak Lanjut
Komplain |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Bagian Humas/Unit Pengaduan/Bagian yang menangani complain |
m.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1. Undang-Undang mengenai pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur |
|
Negara dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari Krejcie dan Morgan. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja
unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a.
Persyaratan. b.
Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian. d.
Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g.
Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i.
Sarana dan prasarana. |
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei Kepuasan berupa angka. |
|
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76,61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien
Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi |
|
kuesioner dan/atau tidak ada keluarga yang mendampingi. |
Formula |
Total nilai persepsi seluruh responden x 25 Total unsur yang
terisi dari seluruh
responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sampel |
Stratified Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Kepala Bagian Humas |
5.
Profil Indikator Mutu di Laboratorium Kesehatan
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Laboratorium Kesehatan harus
memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam
melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas dan pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau terkena
cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol- based
handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak tampak kotor. 2. Kebersihan tangan yang
dilakukan dengan |
|
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien/spesimen/sampel. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien/spesimen/sampel. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien/spesimen/sampel atau peralatan lain yang digunakan dalam pengelolaan spesimen/sampel. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah
menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan. 7.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
dan tenaga kesehatan. 8.
Penilaian kepatuhan kebersihan
tangan adalah penilaian kepatuhan
pemberi pelayanan yang melakukan kebersihan tangan dengan benar. 9.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 10. Periode observasi adalah
kurun waktu yang digunakan untuk
mendapatkan minimal 200 |
|
peluang kebersihan tangan
di unit atau Laboratorium
Kesehatan sesuai dengan waktu yang ditentukan untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 11.
Sesi adalah waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 12.
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 13.
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang
dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam
periode observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang
dimiliki oleh pemberi pelayanan terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Data |
|
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Petunjuk Teknis
Alat Pelindung Diri (APD). 6.
Laboratorium Kesehatan harus memperhatikan kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menggunakan APD
sesuai dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas Laboratorium Kesehatan dalam menggunakan APD. 2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan cara
mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari
cedera atau transmisi infeksi atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan
APD adalah penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD
sesuai indikasi dengan
tepat saat memberikan pelayanan kesehatan pada periode observasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang
melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. |
|
6. Periode observasi adalah waktu yang
ditentukan sebagai periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian kepatuhan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Ketepatan identifikasi menjadi sangat penting
untuk menjamin keselamatan pasien selama proses pelayanan dan mencegah insiden |
|
keselamatan pasien. 3. Untuk
menjamin ketepatan identifikasi pasien maka diperlukan indikator yang mengukur
dan memonitor tingkat
kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga
medis dan tenaga
kesehatan. 2.
Identifikasi pasien secara
benar adalah proses identifikasi
yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di Laboratorium Kesehatan. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien misalnya pengambilan spesimen dan penyerahan hasil pemeriksaan. 5.
Identifikasi pasien dianggap
benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi seluruh tindakan intervensi yang dilakukan dengan
benar. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan kesehatan. Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi x 100% Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
d.
Kepatuhan Pelaporan Hasil Kritis
Judul Indikator |
Kepatuhan Pelaporan Hasil Kritis |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai keselamatan pasien. 2.
Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil laboratorium kritis
sangat penting dalam
kelanjutan tata laksana
pasien/pengguna layanan. Hasil
kritis menunjukkan kondisi yang membutuhkan keputusan segera. 3.
Pelaporan hasil kritis tepat waktu, akan meningkatkan keselamatan pasien/pengguna layanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, tepat waktu |
Tujuan |
Meningkatkan kepatuhan pemberi layanan dalam melaporkan hasil kritis dengan tepat waktu untuk mempercepat pengambilan keputusan dan
tindak lanjut dalam
menjamin keamanan dan keselamatan pasien/pengguna layanan. |
Definisi Operasional |
1.
Hasil kritis adalah hasil
pemeriksaan yang termasuk kategori kritis sesuai
kebijakan Laboratorium dan rekomendasi organisasi profesi dan memerlukan penatalaksanaan segera. 2.
Hasil kritis harus dilaporkan kepada |
|
dokter/pihak pengirim. 3.
Jika dokter tidak dapat
dihubungi, maka petugas
laboratorium harus menghubungi pasien/keluarga dan menginformasikan bahwa hasil
pemeriksaan telah selesai dan harus segera
disampaikan kepada dokter
pengirim. 4.
Hasil kritis sudah diterima
oleh dokter/pihak pengirim paling
lama 30 menit
sejak petugas mengetahui adanya
hasil pemeriksaan yang tergolong kritis. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ 30 menit |
Denominator (penyebut) |
Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang
memenuhi kategori hasil
kritis Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
jumlah hasil kritis
laboratorium yang dilaporkan ≤ 30 menit x 100 % jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Laporan hasil laboratorium kritis |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir pelaporan hasil laboratorium kritis |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling
– Simple
Random Sampling/ Systematic Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
e.
Kejadian Sampel/Spesimen Hilang
Judul Indikator |
Kejadian Sampel/Spesimen Hilang |
Dasar Pemikiran |
Kejadian sampel/spesimen hilang masih terjadi
sehingga pemeriksaan bisa tertunda atau tidak dapat dilakukan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, Efisiensi |
Tujuan |
Untuk mencegah kejadian sampel hilang dan menjamin tersedianya sampel
yang akan diperiksa pada waktu tertentu sehingga tidak terjadi kerugian finansial dan dampak hukum. |
Definisi Operasional |
Kejadian sampel/spesimen hilang
adalah tidak tersedianya sampel/spesimen yang telah
diterima pada saat
akan dilakukan pemeriksaan oleh petugas. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah sampel/spesimen yang hilang |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh sampel yang
diperiksa |
Target Pencapaian |
0 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi Seluruh sampel/spesimen Kriteria Eksklusi Tidak ada |
Formula |
Jumlah sampel/spesimen yang hilang x 100 % Jumlah seluruh sampel
yang diperiksa |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Laporan kejadian sampel/spesimen yang hilang |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir laporan kejadian sampel/spesimen yang
hilang |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
f.
Pengulangan Hasil Pemeriksaan
Judul Indikator |
Pengulangan Hasil Pemeriksaan |
Dasar Pemikiran |
Pengulangan hasil pemeriksaan bisa terjadi karena spesimen/sampel tidak memenuhi syarat
baik dari segi jenis, jumlah,
kondisi serta metode yang tidak sesuai dengan
permintaan pemeriksaan sehingga harus dilakukan pengulangan pemeriksaan laboratorium. |
Dimensi Mutu |
Efisiensi |
Tujuan |
Mencegah terjadinya pengulangan pemeriksaan laboratorium yang tidak seharusnya. |
Definisi Operasional |
1.
Pengulangan hasil pemeriksaan
adalah proses mengulang kembali
pemeriksaan laboratorium karena tidak
memenuhi syarat baik dari segi
jenis, jumlah, kondisi serta metode yang tidak sesuai. 2.
Pemeriksaan ulang
karena kesalahan/ kelalaian petugas |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemeriksaan yang diulang |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh pemeriksaan |
Target Pencapaian |
0 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemeriksaan laboratorium Kriteria Eksklusi: Duplo atau pemeriksaan ulang yang harus dilakukan bukan
termasuk kesalahan/kelalaian petugas |
Formula |
Jumlah pemeriksaan yang
diulang x 100 Jumlah seluruh pemeriksaan |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Laporan pengulangan pemeriksaan |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir laporan pengulangan pemeriksaan |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan |
Bulanan |
Data |
|
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
g.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua
unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah pasien yang
pada saat survei sedang berada
di lokasi unit pelayanan, atau yang pernah
menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan sampel
dari Krejcie dan Morgan. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas layanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada
pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang terdapat dalam
penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a. Persyaratan. b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c. Waktu Penyelesaian. d. Biaya/Tarif. e. Produk Spesifikasi Jenis
Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g. Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i.
Sarana dan prasarana. |
7. Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei Kepuasan berupa angka. |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi kuesioner dan/atau tidak ada keluarga yang mendampingi. |
Formula |
Total nilai
persepsi seluruh responden x 25 Total unsur yang terisi dari seluruh responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
6.
Profil Indikator Mutu di Unit Transfusi
Darah
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. |
|
3. UTD harus memperhatikan kepatuhan seluruh pemberi pelayanan dalam
melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas dan pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan
sabun dan air mengalir bila tangan
tampak kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol
(alcohol- based handrubs) dengan
kandungan alkohol 60-80%
bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba
selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien/spesimen/sampel. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien/spesimen/sampel. c.
Sebelum melakukan prosedur
aseptik yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: phlebotomi, pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, pemberian suntikan dan lain lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana pras arana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien/spesimen/sampel atau peralatan lain yang digunakan dalam pengelolaan spesimen/sampel. |
|
5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah
menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan. 7.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan. 8.
Penilaian kepatuhan kebersihan tangan adalah
penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang melakukan kebersihan tangan dengan
benar. 9.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 10. Periode observasi adalah
kurun waktu yang digunakan untuk
mendapatkan minimal 200 peluang kebersihan tangan di unit atau UTD sesuai dengan
waktu yang ditentukan untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 11. Sesi adalah waktu
yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang
dimiliki oleh pemberi pelayanan terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode observasi |
Metode Pengumpulan |
Observasi |
Data |
|
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 5.
Petunjuk Teknis
Alat Pelindung Diri (APD). 6.
UTD harus memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam
menggunakan APD sesuai
dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas UTD dalam
menggunakan APD. 2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari
cedera atau transmisi infeksi atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh
atau cairan |
|
infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko transmisi (kontak, droplet dan airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD
sesuai indikasi dengan
tepat saat memberikan pelayanan kesehatan pada periode observasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 6.
Periode observasi adalah waktu
yang ditentukan sebagai periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian kepatuhan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas yang patuh
menggunakan APD sesuai
indikasi dalam periode
observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel |
|
□ Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
c.
Pemenuhan Kebutuhan Darah Oleh UTD
Judul Indikator |
Pemenuhan Kebutuhan Darah Oleh UTD |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Pemerintah mengenai Pelayanan Darah. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Unit Transfusi Darah,
Bank Darah Rumah
Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah. 3.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Standar
Pelayanan Transfusi Darah. 4.
Ketersediaan darah sesuai
kebutuhan menjadi faktor utama
dalam memudahkan masyarakat mengakses pelayanan darah. 5.
Pemenuhan darah
berdasarkan kebutuhan masih
menjadi masalah, bisa
disebabkan karena ketersediaan stok darah yang berkurang pada kondisi
tertentu seperti libur panjang, bulan puasa dan bencana. |
Dimensi Mutu |
Tepat waktu, adil dan terintegrasi |
Tujuan |
Menjamin ketersediaan darah oleh UTD sesuai kebutuhan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemenuhan kebutuhan darah oleh
UTD adalah persentase pemenuhan darah sesuai dengan
permintaan dalam 24 jam. 2. Permintaan darah adalah
jumlah kantong darah yang diminta
oleh RS/bangsal. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah permintaan darah yang terpenuhi dalam 24 jam (kantong). |
Denominator (penyebut) |
Jumlah permintaan darah dalam 24 jam (kantong). |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh permintaan darah Kriteria Eksklusi: Golongan darah langka
(misalnya: Rhesus negatif, O Bombay) dan komponen darah
yang spesifik (komponen darah apheresis, leukodepleted, washed erithrocyte, pediatric bag,
darah dengan uji saring NAT, darah inkompatibel). |
Formula |
Jumlah permintaan darah yang terpenuhi dalam 24 jam (kantong) x 100 % Jumlah permintaan darah
dalam 24 jam (kantong) |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data Pemenuhan Kebutuhan Darah |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir pemenuhan kebutuhan darah |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
d.
Donasi dari Pendonor Darah Sukarela
Judul Indikator |
Donasi dari Pendonor Darah
Sukarela |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Pemerintah mengenai Pelayanan Darah. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Unit Transfusi Darah,
Bank Darah Rumah
Sakit dan Jejaring
Pelayanan Transfusi Darah; 3.
Donasi dari pendonor darah sukarela merupakan salah satu usaha
untuk menjamin ketersediaan stok darah. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, adil |
Tujuan |
Meningkatkan ketersediaan darah yang aman |
Definisi Operasional |
Donasi dari pendonor darah sukarela adalah
penyumbangan darah dari pendonor yang memberikan
darah, plasma atau komponen darah lainnya atas kehendaknya dan tidak menerima pembayaran, baik dalam
bentuk tunai atau hal lainnya sebagai
pengganti uang. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah donasi dari pendonor
sukarela |
Denominator (penyebut) |
Jumlah donasi dari seluruh
pendonor |
Target Pencapaian |
≥ 90% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh donasi |
|
Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
Jumlah donasi dari pendonor sukarela x 100 % Jumlah donasi dari
seluruh |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Data Pendonor Sukarela |
Instrumen Pengambilan Data |
Laporan donasi darah |
Besar Sampel |
1.
Total sampel (apabila jumlah
populasi ≤ 30) 2.
Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
e.
Hasil Pemeriksaan Golongan Darah Pendonor yang Berbeda Dengan Uji Konfirmasi Golongan Darah
Judul Indikator |
Hasil Pemeriksaan Golongan Darah
Pendonor yang Berbeda Dengan Uji Konfirmasi Golongan Darah |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Unit Transfusi Darah,
Bank Darah Rumah
Sakit dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Standar
Pelayanan Transfusi Darah 3.
Pemeriksaan golongan darah yang tidak
terkonfirmasi dapat mengancam keselamatan pasien. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, efektif |
Tujuan |
Meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Hasil pemeriksaan golongan darah
pendonor yang berbeda dengan
uji konfirmasi golongan darah adalah
perbedaan hasil pemeriksaan golongan darah sebelum
donasi dengan hasil
pemeriksaan konfirmasi (menggunakan sampel dari selang kantong). 2.
Uji konfirmasi golongan darah adalah pemeriksaan golongan darah menggunakan sampel
dari selang kantong dengan metode |
|
yang sama atau metode lain yang lebih akurat. 3. Darah yang
didistribusikan hanya darah
yang telah ditetapkan golongan darahnya
melalui uji konfirmasi. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah hasil pemeriksaan golongan darah pendonor yang berbeda dengan
Uji Konfirmasi Golongan Darah |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh pemeriksaan konfirmasi golongan darah |
Target Pencapaian |
≤ 2% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pemeriksaan konfirmasi golongan darah Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah hasil
pemeriksaan golongan darah pendonor yang
berbeda dengan Uji Konfirmasi Golongan Darah x 100 % Jumlah seluruh
pemeriksaan konfirmasi golongan darah |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Hasil konfirmasi golongan darah |
Instrumen Pengambilan Data |
Laporan hasil konfirmasi golongan darah |
Besar Sampel |
Total sampel |
Cara Pengambilan Sampel |
Total sampel |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab Mutu |
f.
Suhu Penyimpanan Produk Darah
Judul Indikator |
Suhu Penyimpanan Produk Darah |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Pemerintah mengenai Pelayanan Darah. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Standar Pelayanan Transfusi Darah terkait. 3. Pencatatan suhu merupakan salah satu upaya |
k
|
penting untuk menjamin mutu produk darah. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Menjamin keamanan dan mutu produk
darah |
Definisi Operasional |
1.
Suhu penyimpanan produk darah
harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan jenis komponen
masing-masing. 2. Suhu penyimpanan produk darah harus diukur minimal 2 kali per shift (setiap 4 jam). |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pencatatan suhu penyimpanan produk darah yang sesuai standar |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pencatatan suhu
penyimpanan produk darah yang seharusnya dilakukan |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh alat penyimpanan produk darah Kriteria Eksklusi: Tidak
ada |
Formula |
Jumlah pencatatan suhu penyimpanan produk darah yang sesuai
standar x 100 % Jumlah pencatatan suhu penyimpanan produ
darah yang seharusnya dilakukan |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil pencatatan suhu penyimpanan produk darah |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Probability Sampling – Simple Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
g.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar |
1. Undang-Undang mengenai
pelayanan publik. |
Pemikiran |
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua
unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari Krejcie dan Morgan. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada
pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja
unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a.
Persyaratan. b. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian. d. Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g. Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i. Sarana dan prasarana. 7.
Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei Kepuasan berupa
angka. |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak kompeten dalam mengisi kuesioner dan/atau tidak ada
keluarga yang mendampingi. |
Formula |
Total nilai persepsi seluruh responden x 25 Total unsur yang terisi
dari seluruh responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab
mutu |
BAB IV
PENGUKURAN
INDIKATOR NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN
Pengukuran Indikator
Mutu dilakukan melalui
kegiatan pengumpulan data, validasi data,
analisis data, dan pelaporan dan komunikasi yang dilakukan secara bertahap.
A.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data Indikator Mutu adalah proses
mengumpulkan data dan atau menghimpun data berkaitan dengan
indikator mutu yang telah ditetapkan.
Tujuan dari pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam
rangka mencapai tujuan
dari pengukuran indikator.
Pengumpulan data dilakukan oleh unit kerja yang bertanggung jawab terhadap Indikator
Mutu. Tahapan pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi sumber data, menetapkan sampling, frekuensi pengumpulan data, mengembangkan instrumen
pengumpulan data, serta elemen data yang dibutuhkan sesuai profil indikator
nasional mutu pelayanan.
1.
Identifikasi sumber data
Sumber data terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer didapatkan
secara langsung antara lain dari survei harian dan hasil observasi. Sedangkan data sekunder didapatkan secara tidak langsung antara lain dari catatan
pendaftaran, rekam medik, catatan jadwal
pelaksanaan operasi, lembar resep, laporan visite rawat inap, laporan
hasil laboratorium, hasil
survei kepuasan, dan catatan komplain.
2.
Sampling
Dalam pengumpulan data, idealnya data dikumpulkan dari seluruh anggota
populasi. Namun pada kondisi di mana anggota
populasi sangat banyak maka
pengumpulan data dilakukan melalui sampling yaitu mengambil sebagian dari anggota
populasi yang dipilih dengan teknik sampling
agar dapat mewakili
populasi. Apabila jumlah
anggota populasi tidak
terlalu banyak maka digunakan seluruh
anggota populasi. Jika pengumpulan data dilakukan pada sampel, maka perlu ditentukan dua aspek yaitu
teknik sampling dan besar sampel minimal.
a.
Teknik sampling
Berikut adalah beberapa contoh teknik sampling:
1)
Sampling probabilitas (Probability sampling)
Dalam teknik sampling
ini, setiap subjek dalam populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Beberapa teknik sampling probabilitas antara lain:
a)
Sampel acak sederhana (simple random sampling) Dalam
teknik ini, subjek
dipilih secara acak dari daftar
subjek dengan menggunakan undian atau menggunakan tabel angka random.
Apabila jumlah anggota
populasi dapat diketahui, maka tiap anggota
populasi tersebut diberi nomor urut dan dipilih sebagian dari mereka sebagai sampel dengan
menggunakan tabel angka
random. Contoh: memilih 200 sampel dalam 1000 anggota populasi.
b)
Sampel acak sistematik (systematic random sampling) Teknik ini memilih
sampel dari populasi
secara acak dengan
menggunakan interval yang sama.
c)
Stratified Random
Sampling
Stratified
random sampling digunakan
apabila populasi bersifat heterogen, yang terdiri atas beberapa subpopulasi yang bersifat homogen.
Dalam hal ini perbedaan
adalah dalam jumlah anggota subpopulasi. Besarnya subpopulasi dinyatakan dalam persentase terhadap populasi total.
Pada masing-masing subpopulasi dilakukan pengambilan sampel
secara acak sejumlah
persentase dari total
sampel yang diperlukan.
d)
Multistage random
sampling
Multistage random sampling dipilih apabila populasi
bersifat heterogen dan dijumpai kluster/strata yang sifatnya heterogen kemudian dilakukan pemilihan secara acak kluster/strata yang akan digunakan sebagai sumber data. Sampel yang terpilih merupakan representasi dari masing-masing kluster/strata.
e)
Cluster random sampling
Cluster random sampling digunakan apabila populasi
yang bersifat one stage dan
terdiri atas kluster-kluster yang bersifat
heterogen. Kluster akan dipilih secara acak, kluster
yang terpilih mewakili
karakteristik populasi.
2)
Sampling non probabilitas (Non-probability sampling)
Teknik ini lebih
praktis dan lebih
mudah dilakukan sehingga
lebih sering digunakan. Jenis sampling
non probabilitas antara lain:
a)
Consecutive Sampling
Teknik ini memilih calon subjek/sampel
berdasarkan kedatangan di tempat
penelitian. Calon subjek/sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi akan digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel dihentikan apabila jumlah sampel terpenuhi.
b)
Sampling berdasarkan ketersediaan (Convenience sampling).
Dalam teknik ini, subjek diambil
tanpa sistimatika tertentu, pemilihan berdasarkan
ketersediaan yang ada pada saat dilakukan pengukuran. Subjek diambil/terpilih sebagai
sampel karena sampel
tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat. Teknik
ini paling mudah namun validitasnya rendah.
c)
Sampling berdasarkan pertimbangan (Judgmental sampling
atau purposive sampling/Trigger sampling). Teknik ini memilih sampel berdasarkan adanya pertimbangan atau trigger tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
d)
Total sampling
Apabila
anggota populasi jumlahnya sedikit sesuai dengan kriteria yang digunakan maka
seluruh anggota populasi digunakan
sebagai sampel.
Misalnya
jumlah
anggota populasi ≤
30
maka
seluruhnya digunakan
sebagai sampel.
b.
Besar sampel
Untuk menentukan besar sampel minimal,
faktor yang harus dipertimbangkan adalah jumlah anggota
populasi, namun selain
itu semakin banyak variasi dalam populasi, maka semakin banyak besar sampel yang diperlukan.
1)
Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Slovin: Rumus Slovin digunakan
apabila anggota populasi
> 30 sehingga perlu dihitung
jumlah sampel minimal
yang dapat mewakili
populasi.
n = jumlah sampel minimal
N = jumlah populasi
e = margin of error
(biasanya ditetapkan sebesar
0,05) Contoh:
Apabila populasi
= 1.000 orang
Margin of error yang ditetapkan adalah 5% atau 0,05
sehingga:
n = 285,7143
Apabila dibulatkan maka besar sampel
minimal dari 1.000 populasi pada margin of error 5% adalah sebesar 286.
2)
Besar sampel untuk indikator
kepuasan pasien dihitung
dengan menggunakan tabel Krejcie dan Morgan.
Tabel 2. Sampel Krejcie
Morgan
Populasi (N) |
Sampel (n) |
Populasi (N) |
Sampel (n) |
Populasi (N) |
Sampel (n) |
10 |
10 |
220 |
140 |
1200 |
291 |
15 |
14 |
230 |
144 |
1300 |
297 |
20 |
19 |
230 |
148 |
1400 |
302 |
25 |
24 |
250 |
152 |
1500 |
306 |
30 |
28 |
260 |
155 |
1600 |
310 |
35 |
32 |
270 |
159 |
1700 |
313 |
40 |
36 |
280 |
162 |
1800 |
317 |
45 |
40 |
290 |
165 |
1900 |
320 |
50 |
44 |
300 |
169 |
2000 |
322 |
55 |
48 |
320 |
175 |
2200 |
327 |
60 |
52 |
340 |
181 |
2400 |
331 |
65 |
56 |
360 |
186 |
2600 |
335 |
70 |
59 |
380 |
191 |
2800 |
338 |
75 |
63 |
400 |
196 |
3000 |
341 |
80 |
66 |
420 |
201 |
3500 |
346 |
85 |
70 |
440 |
205 |
4000 |
351 |
90 |
73 |
460 |
210 |
4500 |
354 |
95 |
76 |
480 |
214 |
5000 |
357 |
100 |
80 |
500 |
217 |
6000 |
361 |
110 |
86 |
550 |
226 |
7000 |
364 |
120 |
92 |
600 |
234 |
8000 |
367 |
130 |
97 |
650 |
242 |
9000 |
368 |
140 |
103 |
700 |
248 |
10000 |
370 |
150 |
108 |
750 |
254 |
15000 |
375 |
160 |
113 |
800 |
260 |
20000 |
377 |
170 |
118 |
850 |
265 |
30000 |
379 |
180 |
123 |
900 |
269 |
40000 |
380 |
190 |
127 |
950 |
274 |
50000 |
381 |
200 |
132 |
1000 |
278 |
75000 |
382 |
210 |
136 |
1100 |
285 |
1000000 |
384 |
2.
Instrumen pengumpulan data Indikator
Mutu
Dalam melakukan pengumpulan data diperlukan alat bantu instrumen
yang dapat berupa formulir observasi, formulir pengumpulan data dan lain sebagainya.
3.
Frekuensi pengumpulan data
sesuai dengan kamus Indikator Mutu. Frekuensi pengumpulan data dilaksanakan sesuai
dengan profil Indikator Mutu masing-masing Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
4.
Elemen Data
Dalam mengumpulkan data perlu memahami
elemen data yang ingin diukur. Elemen data terdiri atas:
a.
Numerator
adalah data
yang
akan
diukur.
Sehingga dalam
pengukuran menjawab pertanyaan: "Apa
yang akan saya amati?”
b.
Denominator
adalah data yang menggambarkan semua peluang yang ingin diobservasi dalam populasi atau
sampel yang akan diukur. Sehingga
dalam pengukuran menjawab
pertanyaan: "Siapa yang harus saya perbaiki?”.
B.
Validasi Data
Validasi
data adalah penilaian
keakuratan dan kebenaran
data yang dikumpulkan. Validasi data dilaksanakan
oleh komite/tim/petugas yang ditunjuk oleh pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Validasi
data dipersyaratkan pada kondisi-kondisi
sebagai berikut:
1.
Indikator baru diimplementasikan;
2.
Data akan dipublikasikan;
3.
Terdapat perubahan sistem pengumpulan data indikator, seperti
perubahan instrumen pengumpulan data, atau petugas
yang mengumpulkan data bertukar;
4.
Capaian data berubah tanpa dapat dijelaskan
penyebabnya;
5.
Sumber data berubah, seperti
ketika sebagian data diambil secara
manual kemudian diubah menjadi format elektronik;
6.
Subjek pengumpulan data berubah,
seperti perubahan rata-rata umur pasien, komorbiditas, perubahan protokol penelitian, implementasi panduan praktik
terbaru, atau pengenalan
teknologi dan metodologi perawatan terbaru.
Salah satu jenis validasi yang rekomendasikan adalah metode reproducibility yaitu
diulangnya pengukuran oleh orang yang berbeda, menggunakan formulir/checklist/alat yang sama dan dilakukan dalam kondisi yang sama dan pada populasi/sampel yang sama.
Berikut adalah langkah-langkah uji validasi data dengan menggunakan metode kesesuaian hasil pengukuran (Measure Result Agreement):
1.
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan oleh petugas
pengumpul data dengan cara mengumpulkan data dari Populasi
atau Sampel dari
sumber data, dengan panduan Profil Indikator dan menggunakan Formulir
Pengumpulan data yang telah disiapkan. Besar sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Penentuan Besar
Sampel Validasi untuk
Petugas Pengumpul Data.
2.
Validasi Data
Validasi
data dilakukan oleh petugas validasi
data dengan cara mengumpulkan
data secara acak/random sampel yang akan diukur dari seluruh populasi
atau sampel sumber data yang sama yang digunakan oleh pengumpul data,
dengan panduan kamus,
dan formulir pengumpulan data
yang sama dengan yang digunakan oleh pengumpul
data. Besar sampel dapat dilihat pada Tabel 3 Penentuan Besar Sampel untuk Petugas Validasi.
Petugas validasi data
tidak perlu mengumpulkan semua data yang
dikumpulkan pengumpul data.
Tabel 3. Besar Sampel Validasi
Petugas Pengumpul Data |
Petugas Validasi Data |
||
Populasi |
Sampel |
Populasi |
Sampel |
≥ 640 |
128 sampel |
≥ 480 |
48 sampel |
320 – 639 |
20% dari total populasi |
161 – 480 |
48 sampel |
64 – 319 |
64 sampel |
17 – 160 |
Minimal 16 atau 10% populasi |
< 64 |
100% populasi |
1 - 16 |
100% populasi |
3.
Hitung kesesuaian antara hasil
petugas pengumpul data dan petugas validasi data.
Jumlah Kesesuaian Data dibagi Jumlah
Sampel x 100%.
Kesesuaian
hasil pengukuran dapat
dipercaya atau valid
jika mencapai 90%.
4.
Hasil penghitungan validitas tersebut
terdapat dua kemungkinan antara lain:
a.
Jika mencapai 90% maka hasil pengukuran
dapat dipercaya atau valid.
b.
Jika hasilnya <90% dan terdapat perbedaan atau ketidakcocokan, maka pengumpul data dan validator
mencari penyebab perbedaan
data dan melakukan
perbaikan. Setelah dilakukan
perbaikan, kemudian dilakukan
pengumpulan data ulang menggunakan sampel yang baru dengan
langkah-langkah yang sama sejak awal.
Faktor-faktor penyebab data tidak valid adalah sebagai
berikut:
1.
Pemahaman pengumpul data dan petugas validasi data belum memadai.
2.
Kamus indikator tidak jelas sehingga menimbulkan salah interpretasi.
3.
Perbedaan pemahaman tentang definisi
operasional.
4.
Keterbatasan waktu pengumpulan data.
5.
Kesalahan dalam melakukan penginputan data.
6.
Penggunaan sumber data yang berbeda.
7.
Kelalaian.
8.
Formulir pengumpulan data belum terdesain dengan baik.
Untuk mengurangi kesalahan, meningkatkan validitas dan mengurangi random
error dalam pengumpulan data, dapat dilakukan berbagai upaya antara lain:
1.
Standarisasi pengukuran (menggunakan definisi operasional yang sama, menggunakan elemen data yang sama).
2.
Pelatihan pengumpul data dan validator (dilatih
dengan cara yang sama seperti pengumpul data).
3.
Standarisasi instrumen/alat ukur (menggunakan instrumen/alat
yang sama misalnya form atau kuesioner).
4.
Mengulang pengukuran (mengumpulkan data ulang oleh orang yang berbeda dengan sampel yang sama).
C.
Analisis Data
Analisis data adalah suatu poses atau upaya
untuk menggabungkan dan mengubah data menjadi informasi
yang dapat dipahami
dan berguna dalam membuat kesimpulan atau membuat keputusan. Unit yang bertanggung jawab, dapat dibantu
oleh komite/tim mutu untuk melakukan
analisis data tersebut.
Data juga perlu
disajikan dalam bentuk
yang mudah dibaca
dan dimengerti, untuk
memudahkan interpretasi hasil pengukuran indikator mutu.
Secara garis besar ada tiga cara yang
sering dipakai untuk penyajian data yaitu:
1.
Narasi
Ciri dari penyajian secara tulisan adalah:
a.
Dibuat dalam bentuk narasi mulai
dari pengambilan data hingga kesimpulan.
b.
Kelemahan:
kurang menggambarkan bentuk statistik bila terlalu banyak datanya.
2.
Tabel
Penyajian data dalam bentuk angka yang
disusun dalam kolom dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi
kejadian dalam kategori
yang berbeda.
3.
Diagram
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dapat menggunakan beberapa
jenis diagram untuk membantu analisis.
Ketepatan pemilihan alat tergantung pada sifat data.
Beberapa alat yang paling umum digunakan:
a.
Diagram Run Chart
Diagram run chart digunakan untuk mengevaluasi data dari waktu ke waktu. Diagram run chart dapat menunjukkan:
1)
Gambaran umum sebuah proses
2)
Garis yang menunjukkan nilai sepanjang waktu
3)
Trend naik dan turun
Diagram run chart dapat mendeteksi:
1)
Pergeseran atau Shifts adalah jika 8 titik
atau lebih berturut-turut jatuh pada satu sisi dari
garis tengah. Titik pada garis rata-rata tidak masuk hitungan.
2)
Tren atau Trend adalah jika 6 titik atau lebih berturut-turut bergerak
ke arah yang sama. Titik
garis datar tidak termasuk dalam hitungan.
3)
Zigzag adalah jika 14 titik atau lebih turun naik.
b.
Diagram kontrol atau Control Chart
Diagram kontrol ini digunakan untuk menilai stabilitas suatu proses melalui
analisis variasi kinerja
dari waktu ke waktu. Diagram
kontrol lebih spesifik
daripada diagram run chart
karena dapat menilai apakah proses berada dalam kontrol
atau terkendali dengan adanya
garis kontrol atas (Upper control limit/ UCL) dan garis kontrol bawah (Lower control limit /LCL).
c.
Diagram batang atau Bar chart
Diagram batang sangat membantu saat data
terdiri dari kategori yang berbeda. Sumbu
x mendefinisikan suatu
variabel dan sumbu y mendefinisikan suatu
karakteristik misalnya frekuensi atau persentase. Diagram batang dimanfaatkan untuk membandingkan hasil
pengukuran dari dua sampel atau populasi yang berbeda.
d.
Pie chart
Pie chart merupakan
lingkaran yang dibagi-bagi berdasarkan proporsi subpopulasi data yang diperoleh. Pie chart menunjukkan proporsi
subpopulasi dalam sebuah populasi.
Setelah disajikan dalam bentuk yang mudah
dipahami (narasi, tabel dan grafik), informasi tersebut perlu dilakukan analisis. Analisis dapat dilakukan dengan cara:
1.
Pencapaian dibandingkan secara serial (dari waktu ke waktu) Pencapaian indikator dibandingkan antara periode berjalan
dengan periode sebelumnya/berikutnya sehingga
dapat diketahui adanya
kesenjangan/kenaikan maupun penurunan
capaian kinerja, analisis
dilakukan dengan cara melihat trend.
2.
Pencapaian dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.
3.
Pencapaian dibandingkan dengan pencapaian Fasilitas Pelayanana Kesehatan sejenis lainnya.
Pencapaian
indikator dibandingkan dengan
pencapaian Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sejenis lainnya
sebagai bentuk benchmark. Perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan pencapaian dengan trend pencapaian. Trend pencapaian dikatakan bagus bila grafik menunjukkan peningkatan yang lebih baik daripada
trend peningkatan lain.
4.
Pencapaian dibandingkan dengan standar dan referensi yang digolongkan sebagai
best practice/better practice
maupun practice guidelines.
D.
Pelaporan dan Komunikasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melaporkan dan mengkomunikasikan hasil
capaian Indikator Mutu secara berkala. Pelaporan dan komunikasi tersebut diperlukan dalam perencanaan,
pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk peningkatan pelayanan kesehatan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Kegiatan
ini harus dilakukan dengan cermat dan
teliti karena kesalahan dalam pelaporan akan mengakibatkan kesalahan
dalam pengambilan keputusan.
Penyampaian hasil pencapaian Indikator Mutu
dikomunikasikan kepada seluruh stake holder terkait. Penyampaian hasil
dilakukan secara berkala sesuai profil Indikator Mutu.
Mekanisme pelaporan dan komunikasi
Indikator Mutu dilakukan secara online dengan menggunakan aplikasi,
namun dalam hal kondisi tidak dapat mengakses
aplikasi, mekanisme pelaporan
dan komunikasi dilakukan sebagai berikut:
1.
Pelaporan Internal
a.
Bulanan
1)
Laporan dari unit pelayanan
ke Komite/Tim Mutu.
2)
Laporan Komite/Tim Mutu ke
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b.
Triwulan
Laporan pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan ke Dewan Pengawas
RS atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/ Provinsi.
2.
Pelaporan Eksternal
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan melaporkan hasil pengukuran indikator mutu kepada Kementerian
Kesehatan secara berkala sesuai dengan profil indikator melalui
aplikasi web-based (http://mutufasyankes.kemkes.go.id).
BAB V PENUTUP
Dengan disusunnya Indikator Nasional
Mutu Pelayanan Kesehatan, diharapkan dapat menjadi
acuan pelaksanaan pengukuran
Indikator Mutu bagi pengelola mutu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pengukuran Indikator Mutu
ini dilakukan untuk menilai apakah upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan
Kesehatan benar-benar dapat meningkatkan mutu pelayanan secara
signifikan, juga untuk
memberikan umpan balik
pada penyedia layanan
kesehatan dan manajemen
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, untuk mempromosikan transparansi publik, dan dapat menjadi tolok ukur pembanding untuk mengidentifikasi best practice untuk pembelajaran. Dengan demikian, pengukuran mutu pelayanan yang
diikuti dengan upaya perbaikan lainnya diharapkan dapat mendorong peningkatan budaya mutu yang berkesinambungan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
No comments:
Post a Comment