PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2022
TENTANG
INDIKATOR NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT, LABORATORIUM KESEHATAN,
DAN UNIT TRANSFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
setiap orang berhak
untuk
mendapatkan pelayanan
yang aman dan bermutu sesuai
dengan standar pelayanan;
b.
bahwa untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang aman dan bermutu, setiap tempat praktik
mandiri dokter dan dokter
gigi, klinik, pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan
unit transfusi darah sebagai bagian
dari fasilitas pelayanan kesehatan wajib memenuhi
indikator nasional mutu pelayanan kesehatan;
c.
bahwa indikator nasional mutu pelayanan kesehatan merupakan salah satu perangkat untuk
menilai dan mengevaluasi tempat praktik mandiri dokter
dan dokter gigi, klinik,
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi
darah dalam mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Indikator Nasional
Mutu Pelayanan Kesehatan
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan Unit Transfusi Darah;
Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
4.
Undang-Undang 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5942);
6.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 83);
7.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
KESEHATAN TENTANG INDIKATOR
NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI,
KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT,
LABORATORIUM KESEHATAN, DAN UNIT TRANSFUSI DARAH.
Pasal 1
Dalam peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Indikator Mutu adalah tolok ukur yang digunakan untuk menilai tingkat
capaian target mutu pelayanan kesehatan di praktik
mandiri dokter dan dokter gigi,
klinik, pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi
darah.
2.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat layanan
kesehatan untuk individu
dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang
optimal, diberikan sesuai dengan standar pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini,
serta untuk memenuhi
hak dan kewajiban pasien.
3.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
4.
Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
5.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
6.
Laboratorium Kesehatan
adalah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal
dari manusia dan/atau bahan
bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab
penyakit, kondisi kesehatan
atau faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kesehatan
perseorangan dan/atau masyarakat.
7.
Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat
UTD adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pendonor
darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
8.
Klinik adalah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar
dan/atau spesialistik secara komprehensif.
9.
Tempat Praktik Mandiri Dokter
dan Dokter Gigi adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh
dokter dan dokter gigi untuk memberikan pelayanan
langsung kepada pasien.
10.
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan
Indikator Mutu digunakan
sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD
dalam pelaksanaan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan
sesuai dengan Indikator
Mutu yang ditetapkan.
Pasal 3
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan UTD harus melakukan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan
sesuai dengan Indikator
Mutu.
Pasal 4
(1)
Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepuasan pasien;
b.
kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan tangan;
c.
kepatuhan kunjungan pasien hipertensi sesuai jadwal kontrol,
untuk tempat praktik
mandiri dokter; dan
d.
penurunan skor Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) pasien,
untuk tempat praktik mandiri dokter gigi.
(2)
Indikator Mutu di Klinik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien; dan
d.
kepuasan pasien.
(3)
Indikator Mutu di Puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
keberhasilan
pengobatan pasien Tuberkulosis semua kasus sensitif
obat;
e.
ibu hamil
yang mendapatkan pelayanan ante natal care sesuai
standar; dan
f.
kepuasan pasien.
(4)
Indikator Mutu di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri
atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
waktu tanggap operasi seksio
sesarea emergensi;
e.
waktu tunggu rawat jalan;
f.
penundaan operasi elektif;
g.
kepatuhan waktu visite dokter;
h.
pelaporan hasil kritis laboratorium;
i.
kepatuhan penggunaan formularium nasional;
j.
kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway);
k.
kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh;
l.
kecepatan waktu tanggap komplain;
dan
m.
kepuasan pasien.
(5)
Indikator Mutu di Laboratorium Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
kepatuhan identifikasi pasien;
d.
kepatuhan pelaporan hasil kritis;
e.
kejadian sampel/spesimen yang hilang;
f.
pengulangan hasil pemeriksaan; dan
g.
kepuasan pasien.
(6)
Indikator Mutu di UTD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri atas:
a.
kepatuhan kebersihan tangan;
b.
kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri;
c.
pemenuhan kebutuhan darah oleh UTD;
d.
donasi dari pendonor darah sukarela;
e.
hasil pemeriksaan golongan darah pendonor yang berbeda dengan uji konfirmasi
golongan darah;
f.
suhu penyimpanan produk darah; dan
g.
kepuasan pasien.
(7)
Indikator Mutu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai
dengan ayat (6) merupakan indikator yang harus
diukur oleh Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD sesuai dengan jenis layanan
yang diberikan.
(8)
Selain Indikator Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (6), pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dapat menetapkan indikator
tambahan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Pasal 5
(1)
Pengukuran Indikator
Mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dilakukan dengan menggunakan profil Indikator Mutu.
(2)
Pengukuran Indikator Mutu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan kegiatan:
a.
pengumpulan data;
b.
validasi data;
c.
analisis data; dan
d.
pelaporan dan komunikasi.
(3)
Data yang digunakan pada
tahapan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
diperoleh
dari setiap ruang dan/atau
unit pelayanan di Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter
Gigi,
Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD yang bertanggung jawab terhadap Indikator
Mutu.
(4)
Pengukuran Indikator Mutu
sebagaimana dimakud pada ayat (1) dilakukan melalui
sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan.
Pasal 6
(1)
Dalam rangka menyelenggarakan
dan mengoordinasikan upaya pemenuhan
Indikator Mutu dapat dibentuk penanggung jawab mutu.
(2)
Penanggung jawab mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa komite,
tim, atau petugas
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pimpinan Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan,
dan UTD.
(3)
Pembentukan komite atau tim sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan dan beban kerja Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi,
Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD.
Pasal 7
Pengukuran
Indikator Mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilaksanakan sesuai dengan Pedoman
Pengukuran Indikator Nasional
Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan UTD sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1)
Menteri, gubernur, bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengaturan
Indikator Mutu sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing.
(2)
Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana maksud pada ayat (1), dilaksanakan sebagai
upaya untuk kepatuhan
dalam pelaksanaan pengukuran Indikator Mutu dan peningkatan pencapaian target Indikator Mutu.
(3)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, gubernur, bupati/wali kota dapat melibatkan asosiasi dan/atau organisasi profesi.
(4)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui:
a.
advokasi dan sosialisasi;
b.
bimbingan teknis; dan/atau
c.
monitoring dan evaluasi.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2022
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1054
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2022 TENTANG
INDIKATOR NASIONAL MUTU
PELAYANAN KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK MANDIRI
DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK,
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT,
LABORATORIUM KESEHATAN, DAN UNIT TRANSFUSI DARAH
PEDOMAN PENGUKURAN
INDIKATOR NASIONAL MUTU PELAYANAN
KESEHATAN TEMPAT PRAKTIK
MANDIRI DOKTER DAN DOKTER GIGI, KLINIK, PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, RUMAH SAKIT, LABORATORIUM KESEHATAN DAN UNIT TRANSFUSI DARAH
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi
ini akan tercapai
apabila penduduknya hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta didukung sistem kesehatan
yang kuat dan tangguh.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020- 2024, Kementerian Kesehatan telah menetapkan 6 (enam) Tujuan
Strategis, yang salah satunya adalah peningkatan cakupan
kesehatan semesta yang bermutu. Untuk
mencapai tujuan strategis tersebut, ditetapkan sasaran
strategis yaitu meningkatnya ketersediaan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Secara umum pembangunan
kesehatan telah menunjukkan berbagai kemajuan penting
dalam peningkatan status kesehatan. Dalam hal ini dapat
dilihat dari beberapa indikator, di antaranya Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia telah naik mengikuti
tren kenaikan UHH global. Tahun 2017, UHH orang Indonesia telah mencapai 71.5 tahun. Angka Kematian Ibu (AKI) telah menurun dari 346 kematian
per 100.000 KH pada tahun 2010 (Sensus
Penduduk 2010) menjadi
305 kematian per
100.000 KH pada tahun 2015 (SUPAS 2015).
Angka Kematian Bayi (AKB) juga menurun
dari 32 kematian
per 1.000 KH pada tahun
2012 menjadi 24 kematian per 1.000 KH pada tahun 2017
(SDKI). Prevalensi stunting pada balita dari 37,2% (2013) turun
menjadi 30,8% (Riskesdas 2018) dan 27,7% (SSGBI 2019).
Pencapaian target indikator
tersebut meskipun sudah menunjukkan tren positif
namun belum memenuhi
target yang diharapkan. Hal ini digambarkan dengan AKI di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di
Asia Tenggara serta masih jauh dari target
global SDG untuk menurunkan AKI menjadi 183 per 100.000 KH pada tahun 2024 dan kurang dari 70 per
100.000
KH pada tahun
2030. Angka kematian
neonatus, kendati mengalami penurunan menjadi 15 per 1000 KH
pada tahun 2017 tetapi masih cukup
jauh dari target tahun 2024, 11 per 1000 KH. Di sisi lain, penyakit menular juga masih tetap menjadi
salah satu penyebab kematian di seluruh
dunia. Hal ini dihubungkan dengan
munculnya penyakit infeksi
baru (new emerging diseases) dan munculnya kembali
penyakit menular lama (re-emerging
diseases). New Emerging Diseases
dapat meluas dengan cepat,
sehingga sangat diperlukan kewaspadaan dini serta sensitivitas terhadap adanya potensi kejadian
yang diperkirakan meluas.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagai tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat sekaligus juga menjadi tempat yang memiliki risiko
infeksi atau penyebaran penyakit bagi tenaga
kesehatan, pasien, keluarga
pasien, pengunjung maupun
masyarakat. Oleh karena itu, setiap Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus menjamin
kesehatan dan keselamatan baik terhadap sumber daya manusia
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan dari berbagai potensi bahaya tersebut.
Dalam rangka mengatasi
berbagai permasalahan pelayanan kesehatan diperlukan suatu upaya evaluasi, perbaikan, dan
peningkatan terhadap mutu pelayanan kesehatan yang salah satunya
dilakukan melalui pengukuran Indikator Mutu. Pengukuran Indikator Mutu bertujuan untuk menilai apakah upaya yang
telah dilakukan benar-benar dapat
meningkatkan mutu layanan secara berkesinambungan, juga untuk memberikan umpan balik, transparansi publik, dan dapat digunakan sebagai
pembanding (benchmark) dalam mengidentifikasi best practice
untuk pembelajaran. Selain itu pengukuran Indikator Mutu digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas
kesehatan daerah provinsi, dan Kementerian Kesehatan
dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Berdasarkan
hal tersebut, untuk melaksanakan pengukuran dan evaluasi terhadap Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah
Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD, diperlukan pedoman sebagai acuan
bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
B.
Tujuan dan sasaran
Pengaturan Indikator
Mutu digunakan sebagai
acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,
Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Dokter Gigi, Klinik,
Puskesmas, Rumah Sakit,
Laboratorium Kesehatan, dan
UTD dalam pelaksanaan pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan Indikator
Mutu yang ditetapkan.
Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan, berkoordinasi dengan
Kementerian Dalam Negeri
dan/atau kementerian/lembaga terkait
lainnya. Selanjutnya sasaran
di lingkup pemerintah daerah ditujukan kepada dinas kesehatan
daerah provinsi/ dinas kesehatan kabupaten/kota.
BAB II
KONSEP MUTU PELAYANAN
KESEHATAN DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
Mutu pelayanan kesehatan mempunyai
keunikan mengingat dari kompleksitas
pelayanan kesehatan, tidak hanya karena pelayanan kesehatan merupakan bundle antara barang dan jasa, akan tetapi juga karena perbedaan hubungan
antara pasien dan pemberi pelayanan,
perbedaan persepsi sehat dan sakit antara pasien dan dokter,
di samping adanya asimetri dalam hubungan pelayanan
kesehatan.
Sampai dengan saat ini terdapat beragam
definisi mengenai mutu pelayanan kesehatan. Salah satu definisi
yang digunakan, mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat layanan kesehatan
untuk individu dan masyarakat yang dapat meningkatkan luaran kesehatan yang optimal, diberikan
sesuai dengan standar
pelayanan, dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini, serta untuk memenuhi hak dan kewajiban
pasien.
WHO mengembangkan kerangka
kerja mutu pelayanan kesehatan melalui pendekatan
dimensi mutu pelayanan kesehatan, yaitu layanan kesehatan yang efektif, efisien, mudah diakses, dapat
diterima/fokus kepada pasien, adil serta aman.
Dimensi mutu pelayanan kesehatan ini kemudian berkembang menjadi tujuh dimensi, yaitu efektif (effective), keselamatan (safe), berorientasi kepada pasien/pengguna layanan (people-centred), tepat waktu (timely), efisien
(efficient), adil (equitable) dan terintegrasi (integrated).
Dimensi mutu pelayanan kesehatan
di Indonesia disepakati
mengacu pada tujuh dimensi
yang digunakan oleh WHO dan lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut:
1.
Efektif: menyediakan pelayanan kesehatan
yang berbasis bukti kepada masyarakat.
2.
Keselamatan: meminimalkan
terjadinya kerugian (harm), termasuk
cedera dan kesalahan medis yang
dapat dicegah, pada pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
3.
Berorientasi pada pasien/pengguna layanan
(people-centred): menyediakan pelayanan yang sesuai dengan preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai individu.
4.
Tepat waktu: mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian
pelayanan kesehatan.
5.
Efisien: mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan mencegah pemborosan
termasuk alat kesehatan, obat, energi dan ide.
6.
Adil: menyediakan pelayanan yang seragam tanpa membedakan jenis kelamin, suku,
etnik, tempat tinggal,
agama, dan status
sosial ekonomi.
7.
Terintegrasi: menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi
pelayanan, serta menyediakan pelayanan kesehatan pada seluruh siklus kehidupan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan dilakukan melalui
pendekatan sistem di mana hasil pelayanan kesehatan
merupakan keluaran (outcome)
dari struktur (input) yang
dikelola melalui sebuah proses. Berbagai metode
perbaikan dan intervensi mutu perlu memperhatikan tiga parameter pendekatan tersebut, yaitu:
1.
Struktur (input) adalah karakteristik pelayanan
yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia fasilitas
pelayanan kesehatan, meliputi antara lain perlengkapan,
sumber daya dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja.
2.
Proses pada dasarnya adalah
berbagai aktifitas/proses yang merupakan interaksi
antara penyedia fasilitas pelayanan kesehatan dengan penerima pelayanan
kesehatan. Kegiatan ini antara lain meliputi asesmen,
diagnosis, perawatan, konseling,
pengobatan, tindakan, penatalaksanaan, dan follow up.
3.
Keluaran (outcome) merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan
yang didapatkan oleh penerima pelayanan
(pasien) setelah terakses
dan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan. Komponen
outcome tersebut antara lain
meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.
BAB III
INDIKATOR
NASIONAL MUTU PELAYANAN KESEHATAN
A.
Kriteria Pemilihan Indikator
Untuk mengukur upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
telah ditetapkan Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Kesehatan. Pemilihan indikator
dilakukan berdasarkan hasil konsensus dengan memperhatikan beberapa
kriteria berdasarkan Handbook for National Quality
Policy and Strategy
(2018) sebagai berikut:
1.
Sejalan dengan program prioritas nasional
Indikator untuk mengukur program prioritas nasional tertentu.
2.
Besaran dampak
Ruang lingkup dampak dari indikator yang diukur.
3.
Berbasis bukti
Adanya bukti yang kredibel dari indikator yang
dipilih.
4.
Defensibility
Indikator
yang terpilih dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan dan juga merupakan indikator
yang penting bagi pemerintah.
5.
Feasibilitas
Indikator
yang terpilih dapat diakses oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
6.
Akurasi
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan indikator
tersebut harus akurat.
7.
Actionability
Perubahan perilaku maupun sistem dapat
memperbaiki pencapaian indikator.
8.
Dapat diperbandingkan
Indikator
harus dapat diperbandingkan dengan standar atau antar wilayah.
9.
Kredibel
Indikator
harus kredibel bagi pemangku kebijakan
maupun bagi fasilitas
yang melakukan pengukuran.
10.
Kejelasan indikator
Indikator
harus jelas dan mudah dipahami.
B.
Proses Penetapan Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Dalam menetapkan indikator
nasional mutu pelayanan
kesehatan, proses yang dilakukan meliputi:
1.
Brainstorming dengan melibatkan pakar dan praktisi
mutu untuk menetapkan kandidat indikator.
2.
Melakukan pemilihan indikator berdasarkan kriteria dan masukan-
masukan pakar.
3.
Melakukan uji coba indikator
yang ditetapkan.
4.
Menetapkan indikator
yang akan digunakan
untuk pengukuran.
C.
Indikator Nasional Mutu Pelayanan
Kesehatan
Berdasarkan proses penetapan indikator yang telah
dilakukan, maka ditetapkan Indikator Mutu pelayanan
kesehatan sebagai berikut:
1.
Indikator Mutu di Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
a.
Kepuasan pasien
b.
Kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan
tangan
c.
Kepatuhan kunjungan pasien hipertensi
sesuai jadwal kontrol
d.
Penurunan skor Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) pasien
2.
Indikator Mutu di Klinik
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Kepuasan pasien
3.
Indikator Mutu di Puskesmas
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus Sensitif
Obat (SO)
e.
Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan ANC sesuai standar
f.
Kepuasan pasien
4.
Indikator Mutu di Rumah Sakit
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Waktu tanggap operasi seksio
sesarea emergensi
e.
Waktu tunggu rawat jalan
f.
Penundaan operasi elektif
g.
Kepatuhan waktu visite dokter
h.
Pelaporan hasil kritis laboratorium
i.
Kepatuhan penggunaan formularium nasional
j.
Kepatuhan terhadap alur klinis (clinical pathway)
k.
Kepatuhan upaya pencegahan risiko pasien jatuh
l.
Kecepatan waktu tanggap komplain
m.
Kepuasan pasien
5.
Indikator Mutu di Laboratorium Kesehatan
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Kepatuhan identifikasi pasien
d.
Kepatuhan pelaporan hasil kritis
e.
Kejadian sampel/spesimen hilang
f.
Pengulangan hasil pemeriksaan
g.
Kepuasan pasien
6.
Indikator Mutu di UTD
a.
Kepatuhan kebersihan tangan
b.
Kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
c.
Pemenuhan kebutuhan darah oleh UTD
d.
Donasi dari pendonor darah sukarela
e.
Hasil pemeriksaan golongan darah pendonor yang berbeda dengan uji konfirmasi golongan
darah
f.
Suhu penyimpanan produk darah
g.
Kepuasan pasien.
D.
Format Profil Indikator
Setiap pengukuran Indikator
Mutu dilakukan dengan menggunakan profil
Indikator Mutu dengan format profil Indikator Mutu sebagai berikut:
Tabel 1. Format
Profil Indikator Mutu
Judul Indikator |
Judul singkat yang spesifik mengenai indikator apa yang akan diukur |
Dasar Pemikiran |
Dasar pemilihan indikator yang dapat berasal
dari: 1. Ketentuan/peraturan 2. Data 3. Literatur 4. Analisis situasi |
Dimensi Mutu |
1.
Prinsip atau tujuan prioritas dalam memberikan pelayanan meliputi efektif (effective), keselamatan (safe), berorientasi kepada pasien/pengguna layanan
(people-centred), tepat
waktu (timely), efisien (efficient), adil (equitable) dan
terintegrasi (integrated). 2. Setiap indikator mewakili 1 sampai 3 dimensi mutu. |
Tujuan |
Suatu hasil yang ingin
dicapai dengan melakukan pengukuran indikator. |
Definisi Operasional |
Batasan pengertian yang dijadikan pedoman dalam melakukan pengukuran indikator untuk
menghindari kerancuan. |
Jenis Indikator |
Input : untuk menilai apakah fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki kemampuan sumber daya
yang cukup untuk
memberikan pelayanan. Proses : untuk
menilai apa yang dikerjakan staf fasilitas pelayanan kesehatan dan bagaimana pelaksanaan pekerjaannya. Output : untuk
menilai hasil dari
proses yang dilaksanakan. Outcome : untuk menilai dampak layanan yang
diberikan terhadap pengguna layanan. |
Satuan Pengukuran |
Standar atau dasar ukuran
yang digunakan Antara lain: jumlah, persentase, dan satuan
waktu. |
Numerator (pembilang) |
Jumlah subjek atau kondisi
yang ingin diukur
dalam populasi atau sampel yang memiliki karakteristik tertentu. |
Denominator (penyebut) |
Semua peluang yang
ingin diukur dalam
populasi atau sampel. |
Target Pencapaian |
Sasaran yang telah ditetapkan untuk dicapai |
Kriteria |
Kriteria inklusi: karakteristik subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan Kriteria eksklusi: batasan yang mengakibatkan subjek tidak dapat
diikutkan dalam pengukuran |
Formula |
Rumus untuk menghasilkan nilai
indikator |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif, observasi |
Sumber Data |
Asal data
yang diukur. (contoh: rekam medis dan formulir observasi). Jenis Sumber Data: 1.
Data Primer (mengumpulkan langsung menggunakan lembar pencatatan hasil observasi, kuesioner) 2.
Data sekunder (rekam medis, buku catatan komplain) |
Instrumen Pengambilan Data |
Alat atau tools atau formulir yang digunakan untuk mengumpulkan data. |
Besar Sampel |
Jumlah data yang harus dikumpulkan agar mewakili populasi. Besar sampel
disesuaikan dengan kaidah-
kaidah statistik. |
Cara Pengambilan Sampel |
Cara memilih sampel
dari populasi untuk
mengumpulkan informasi/data yang menggambarkan sifat atau ciri yang dimiliki
populasi. Secara umum ada 2 cara: 1.
probability Sampling 2.
Non Probability Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan pengumpulan data, contohnya setiap
bulan |
Penyajian Data |
Cara menampilkan data, contoh tabel, run chart, grafik |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Kurun waktu yang ditetapkan untuk melakukan analisis dan melaporkan data, contohnya
setiap bulan, setiap triwulan |
Penanggung Jawab |
Petugas yang bertangggung jawab untuk mengkoordinir upaya pencapaian target yang ditetapkan |
E.
Profil Indikator Mutu di Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD
Tata cara pengukuran mutu dengan menggunakan Indikator Mutu dilakukan sesuai dengan yang tertuang
dalam profil Indikator Mutu. Profil Indikator Mutu pada setiap jenis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dapat berbeda
karena disesuaikan dengan Indikator Mutu yang telah ditetapkan dan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Profil
Indikator Mutu untuk Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan UTD sebagai berikut:
1.
Profil Indikator Mutu Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi
a.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua unit yang mampu
memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan
menggunakan sampel dari
Morgan dan Krejcie. 4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas layanan yang
diberikan oleh penyelenggara |
|
pelayanan kepada pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang
terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk mengetahui kinerja
unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a.
Persyaratan. b.
Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian d.
Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g.
Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan pengaduan, Saran dan
Masukan. i.
Sarana dan prasarana. 7.
Indeks Kepuasan adalah hasil pengukuran dari kegiatan Survei
Kepuasan berupa angka |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kompeten dalam mengisi
kuesioner dan/atau tidak
ada keluarga yang
mendampingi. |
Formula |
Total Nilai Persepsi Seluruh
Respoden x 25 Total Unsur yang Terisi
dari Seluruh Responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuesioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara Pengambilan Sample |
Stratified Random Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
Tabel Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Dokter atau Dokter
Gigi di Tempat
Praktik Mandiri Dokter
atau Dokter Gigi (TPMD) |
b. Kepatuhan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kebersihan Tangan |
|
Judul Indikator |
Kepatuhan Penyediaan Sarana dan Prasarana Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Dokter harus memperhatikan kepatuhan dalam melakukan kebersihan tangan sesuai dengan
ketentuan WHO. 4.
Dokter harus melakukan penilaian terhadap sarana dan prasarana kebersihan tangan sesuai dengan
ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan penyediaan sarana prasarana kebersihan tangan oleh pemberi layanan kesehatan sebagai
dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat menjamin keselamatan petugas dan
pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan
dilakukan dengan mencuci
tangan menggunakan sabun
dan air mengalir
bila tangan tampak
kotor atau terkena
cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol- based handrubs) dengan kandungan
alkohol 60- 80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Ketersediaan sarana
dan prasarana kebersihan tangan adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk
melakukan kebersihan tangan
yang meliputi alkohol
(alcohol-based handrubs), tempat cuci tangan dengan air mengalir, sabun cair,
pengering tangan sekali
pakai dan media
edukasi tata cara
melakukan kebersihan tangan. 3.
Tempat kebersihan tangan
adalah media untuk melakukan cuci
tangan yang dapat
berupa wastafel, atau bentuk lain. 4. Pengering tangan sekali
pakai adalah tissue, handuk sekali pakai,
atau alat pengering tangan |
|
sekali pakai lainnya. 5. Observer adalah
Pasien yang akan melakukan pengukuran terhadap kepatuhan dokter/dokter gigi dalam penyediaan sarana
dan prasarana kebersihan tangan. |
Jenis Indikator |
Input |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Total Skor |
Denominator (penyebut) |
100 |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Tidak ada Kriteria Eksklusi: Pasien dengan gangguan indra penglihatan |
Formula |
Jumlah total skor X25 100 |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir kepatuhan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan tangan |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter atau Dokter
Gigi di TPMD |
c.
Kepatuhan Kunjungan Pasien Hipertensi
Sesuai jadwal Kontrol
Judul Indikator |
Kepatuhan Kunjungan Pasien Hipertensi Sesuai Jadwal Kontrol |
Dasar Pemikiran |
1. Hipertensi telah
menjadi masalah utama,
karena hipertensi merupakan salah satu pintu
masuk atau faktor
risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, dan stroke. |
|
2. Riskesdas tahun
2018 menyatakan prevalensi hipertensi pada penduduk usia ≥18 tahun
sebesar 34,1%, estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mendorong TPMD memberikan pelayanan sesuai dengan standar. 2.
Meningkatkan jumlah pasien hipertensi terkendali, sehingga dapat
mencegah komplikasi, dan menurunkan risiko
kematian. |
Definisi Operasional |
1.
Hipertensi adalah tekanan
darah yang melebihi batas normal. 2.
Tepat sesuai dengan jadwal
kunjungan/kontrol pasien adalah
waktu kunjungan pasien kembali ke dokter, baik langsung maupun
melalui telemedicine, sesuai dengan
waktu yang telah
ditentukan pada kunjungan sebelumnya, dan dipastikan pasien tidak putus obat. 3.
Dikategorikan patuh
adalah apabila dalam
1 periode analisis
data (3 bulan),
pasien berkunjung selalu tepat sesuai
jadwal kontrol. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Pasien Patuh Terhadap Jadwal Kontrol |
Denominator (penyebut) |
Jumlah Total Pasien Hipertensi |
Target Pencapaian |
90% |
Kriteria: |
Inklusi; Seluruh pasien hipertensi Eksklusi Pasien hipertensi yang
berkunjung pertama kali |
Formula |
Jumlah Pasien Patuh Terhadap Jadwal
Kontrol X 100% Jumlah Total
Pasien Hipertensi |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Rekam medik |
Instrumen Pengambilan Data |
Daftar tilik |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30 pasien) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30 pasien) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling_Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □ Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter di Tempat
Praktik Mandiri Dokter |
d.
Penurunan Skor Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)
Pasien
Judul Indikator |
Penurunan Skor Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Riskesdas tahun 2013, masalah
gigi dan mulut mencapai 25,9%,
dengan karies di atas 12 tahun
mencapai 72,9%. Perilaku menyikat gigi pada anak di atas umur 10 tahun mencapai 93,8%, namun yang
menyikat gigi dengan
benar hanya 2,3%, inilah penyebab dari karies dentis yang masih
tinggi prevalensinya. 2.
Dalam Riskesdas tahun 2018
perilaku menyikat gigi setiap
hari pada umur
diatas 3 tahun
mencapai 94,7%, namun menyikat gigi dengan benar pada umur di atas 3 tahun hanya 2.8%. |
Dimensi Mutu |
Efektif |
Tujuan |
Meningkatkan jumlah pasien
dengan oral hygiene yang baik sesuai kategori OHIS sebagai tolok ukur kinerja
dokter gigi dalam
memberikan pelayanan kepada pasiennya. |
Definisi Operasional |
1.
Oral Hygiene Index
Simplified (OHIS) adalah angka
yang menyatakan keadaan
klinis atau kebersihan gigi dan mulut
seseorang yang didapat
pada waktu dilakukan pemeriksaan. 2.
Nilai dari OHIS diperoleh dengan melakukan penilaian debris indeks (DI)
dan kalkulus indeks
(CI). 3.
Penilaian OHIS dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan klinis
pada 6 gigi indeks, yaitu 16 (sisi
bukal), 11 (sisi labial), 26 (sisi bukal), 36 (sisi lingual), 31 (sisi labial) dan 46 (sisi lingual) yang mewakili 6 sekstan dalam rongga mulut. 4.
Syarat gigi indeks untuk
dapat dilakukan pemeriksaan adalah gigi telah erupsi
sempurna dan tidak ada karies
yang menutupi atau
mengurangi ketinggian area permukaan yang akan diperiksa. |
|
5.
Bila gigi indeks tidak
ada/tidak memenuhi syarat,
maka aturan gigi penggantinya adalah
sebagai berikut: a.
Pengganti gigi
11 adalah gigi 21 b.
Pengganti gigi 31 adalah
gigi 41 c.
Pengganti gigi 6 adalah
gigi 7, bila
gigi 7 juga tidak memenuhi
syarat, dapat diganti gigi 8 (bila posisinya menempati area gigi 7) d.
Bila gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada angka
5 huruf a sampai dengan
huruf c tidak
ada/tidak memenuhi syarat,
maka tidak dapat dilakukan
skoring pada sekstan yang bersangkutan. 6.
Penilaian untuk
Debris Indeks (DI)
adalah sebagai berikut: a.
Skor 1: bila terdapat debris pada 1/3 permukaan
servikal gigi atau dijumpai stain ekstrinsik. b.
Skor 2: bila terdapat debris
pada 1/3 – 2/3 permukaan gigi. c.
Skor 3: bila terdapat debris pada > 2/3 permukaan gigi. 7.
Penilaian untuk
Kalkulus Indeks (CI) adalah sebagai
berikut: a.
Skor 1: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada 1/3 permukaan servikal gigi tanpa kalkulus subgingiva. b.
Skor 2: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada 1/3 – 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat kalkulus subgingiva berupa
titik- titik yang tidak melingkari leher gigi. c.
Skor 3: bila terdapat kalkulus
supragingiva pada > 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat kalkulus subgingiva yang melingkari leher
gigi. 8.
Skor total OHIS didapatkan dari
penjumlahan DI dan
CI yang dibagi
dengan jumlah gigi
indeks yang diperiksa. 9.
Kategori OHIS: a.
Baik: jika nilainya antara
0-1,2 b. Sedang: jika nilainya antara 1,3-3,0 c. Buruk: jika nilainya antara 3,1-6,0 |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah Pasien dengan
Penurunan Skor OHIS |
Denominator (penyebut) |
Jumlah Total Pasien |
Target Pencapaian |
20% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: · Pasien dalam periode gigi bercampur (mixed dentition) |
___________________________________
|
· Pasien dalam periode gigi permanen sempurna Kriteria Ekslusi · Pasien tidak bisa membuka mulut · Pasien berkunjung hanya sekali · Pasien yang tidak memiliki gigi indeks OHIS
pada salah satu atau beberapa sekstan |
Formula |
Jumlah Pasien dengan Penurunan Skor OHIS x 100% Jumlah Total Pasien |
Metode Pengumpulan Data |
Retrospektif |
Sumber Data |
Rekam Medik |
Instrumen Pengambilan Data |
Daftar Tilik |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30 pasien) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30 pasien) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling_Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Triwulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □ Run chart |
Periode Analisis dan
Pelaporan Data |
Triwulanan |
Penanggung Jawab |
Dokter Gigi di Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi |
2.
Profil Indikator Mutu di Klinik
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Klinik harus memperhatikan kepatuhan seluruh pemberi pelayanan dalam melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan |
|
sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas
dan pasien/pengguna layanan
dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau terkena
cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol- based
handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai peluang yang diindikasikan. |
|
7.
Penilaian kepatuhan kebersihan
tangan adalah penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar. 8.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 9.
Periode observasi adalah kurun
waktu yang digunakan untuk mendapatkan minimal
200 peluang kebersihan tangan sesuai dengan
waktu yang ditentukan untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 10. Sesi adalah waktu
yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 11. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang dimiliki pemberi pelayanan yang terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama. 6.
Petunjuk Teknis
Alat Pelindung Diri (APD). 7.
Klinik harus memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam menggunakan APD sesuai
dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas dalam menggunakan APD. 2.
Menjamin keselamatan petugas dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari
cedera atau transmisi infeksi atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan tepat
sesuai dengan indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh
atau membran mukosa
terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian petugas dalam
menggunakan APD sesuai
indikasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan APD, contoh dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan
petugas |
|
laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 6. Periode observasi adalah
waktu yang digunakan untuk melakukan pengamatan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam
periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas
yang patuh menggunakan APD sesuai indikasi
dalam periode observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas
yang terindikasi menggunakan APD dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. |
|
2.
Ketepatan identifikasi menjadi
sangat penting untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien. 3.
Untuk menjamin ketepatan
identifikasi pasien maka diperlukan
indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien
dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan. 2.
Identifikasi pasien secara
benar adalah proses identifikasi
yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal dua penanda
identitas seperti: nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medik, NIK sesuai dengan yang ditetapkan di Klinik. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien seperti : a.
Pemberian pengobatan: pemberian obat, pemberian cairan intravena. b.
Prosedur tindakan: pencabutan gigi, imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, persalinan, dan tindakan kegawatdaruratan. c.
Prosedur diagnostik: pengambilan sampel. 5.
Identifikasi pasien
dianggap benar jika pemberi pelayanan melakukan identifikasi seluruh
tindakan intervensi yang
dilakukan dengan benar. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien
secara benar dalam
periode observasi. |
Denominator (penyebut) |
Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam periode observasi. |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua pemberi pelayanan yang memberikan pelayanan kesehatan. |
|
Kriteria Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah pemberi pelayanan yang melakukan identifikasi pasien secara benar
dalam periode observasi x 100% Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam
periode observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
d.
Kepuasan Pasien
Judul Indikator |
Kepuasan Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Undang-Undang mengenai
pelayanan publik 2.
Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi mengenai Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik. 3. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Klinik. |
Dimensi Mutu |
Berorientasi kepada
pasien |
Tujuan |
Mengukur tingkat kepuasan masyarakat sebagai dasar
upaya-upaya peningkatan mutu dan terselenggaranya pelayanan di semua
unit yang mampu memberikan kepuasan pasien. |
Definisi Operasional |
1.
Kepuasan pasien
adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. 2.
Responden adalah
pasien yang pada
saat survei sedang berada di
lokasi unit pelayanan, atau yang pernah menerima pelayanan. 3.
Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan sampel
dari Krejcie dan Morgan. |
|
4.
Survei Kepuasan Pasien adalah
kegiatan pengukuran secara
komprehensif tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap kualitas layanan
yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada
pasien. 5.
Unsur pelayanan adalah faktor
atau aspek yang terdapat dalam
penyelenggaraan pelayanan
sebagai variabel penyusunan survei kepuasan untuk
mengetahui kinerja unit pelayanan. 6.
Unsur survei kepuasan pasien
dalam peraturan ini meliputi: a. Persyaratan. b.
Sistem, Mekanisme, dan Prosedur. c.
Waktu Penyelesaian. d. Biaya/Tarif. e.
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan. f.
Kompetensi Pelaksana. g.
Perilaku Pelaksana. h.
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. i.
Sarana dan prasarana. 7. Indeks Kepuasan adalah
hasil pengukuran dari
kegiatan Survei Kepuasan berupa angka. |
Jenis Indikator |
Outcome |
Satuan Pengukuran |
Indeks |
Numerator (pembilang) |
Tidak ada |
Denominator (penyebut) |
Tidak ada |
Target Pencapaian |
≥ 76.61 |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh pasien Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kompeten dalam mengisi
kuesioner dan/atau tidak
ada keluarga yang
mendampingi. |
Formula |
Total nilai
persepsi seluruh responden x 25 Total unsur
yang terisi dari seluruh responden |
Metode Pengumpulan Data |
Survei |
Sumber Data |
Hasil survei |
Instrumen Pengambilan Data |
Kuisioner |
Besar Sampel |
Sesuai tabel Sampel Krejcie
dan Morgan |
Cara |
Stratified Random Sampling |
Pengambilan Sampel |
|
Periode Pengumpulan Data |
Semesteran |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Semesteran, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung Jawab Mutu |
3.
Profil Indikator Mutu di Puskesmas
a.
Kepatuhan Kebersihan Tangan
Judul Indikator |
Kepatuhan Kebersihan Tangan |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Puskesmas harus
memperhatikan kepatuhan seluruh
pemberi pelayanan dalam
melakukan kebersihan tangan
sesuai dengan ketentuan WHO. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi layanan kesehatan sebagai dasar untuk
memperbaiki dan meningkatkan kepatuhan agar dapat
menjamin keselamatan petugas dan pasien/pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. |
Definisi Operasional |
1.
Kebersihan tangan dilakukan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan tampak kotor atau terkena
cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol- based
handrubs) dengan kandungan alkohol 60-80% bila tangan tidak tampak kotor. 2.
Kebersihan tangan
yang dilakukan dengan
benar adalah kebersihan tangan sesuai indikasi dan langkah kebersihan tangan
sesuai rekomendasi WHO. 3.
Indikasi adalah
alasan mengapa kebersihan tangan dilakukan pada saat tertentu sebagai upaya untuk
menghentikan penularan mikroba selama perawatan. 4.
Lima indikasi (five moment) kebersihan tangan terdiri
dari: a.
Sebelum kontak dengan pasien
yaitu sebelum menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. b.
Sesudah kontak dengan pasien
yaitu setelah menyentuh tubuh/permukaan tubuh pasien. c.
Sebelum melakukan prosedur aseptik |
|
yaitu kebersihan tangan
yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan steril
atau aseptik, seperti: pemasangan intra vena kateter (infus), perawatan luka, pemasangan kateter urin, suctioning, pemberian suntikan dan lain-lain. d.
Setelah bersentuhan dengan
cairan tubuh pasien seperti muntah,
darah, nanah, urin, feses, produksi drain, setelah melepas sarung tangan steril
dan setelah melepas
APD. e.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien yaitu melakukan kebersihan tangan setelah
tangan petugas menyentuh permukaan, sarana prasarana, dan alat kesehatan yang ada di lingkungan pasien, seperti: menyentuh tempat tidur
pasien, linen yang terpasang
di tempat tidur, alat- alat di sekitar pasien
atau peralatan lain yang digunakan pasien. 5.
Peluang adalah periode di antara indikasi di mana tangan
terpapar kuman setelah menyentuh permukaan (lingkungan atau pasien) atau
tangan menyentuh zat
yang terdapat pada permukaan. 6.
Tindakan kebersihan tangan yang dilakukan adalah kebersihan tangan
yang dilakukan sesuai
peluang yang diindikasikan. 7.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga medis
dan tenaga kesehatan. 8.
Penilaian kepatuhan kebersihan
tangan adalah penilaian kepatuhan pemberi pelayanan yang
melakukan kebersihan tangan dengan benar. 9.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah ditentukan. 10. Periode observasi adalah
kurun waktu yang digunakan untuk
mendapatkan minimal 200 peluang
kebersihan tangan di setiap unit atau Puskesmas sesuai
dengan waktu yang ditentukan
untuk melakukan observasi dalam satu bulan. 11. Sesi adalah waktu
yang dibutuhkan untuk
melakukan observasi maksimal 20 menit (rerata 10 menit). 12. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi adalah
jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi dalam satu periode
observasi. 13. Jumlah pemberi pelayanan yang diobservasi pada waktu observasi tidak boleh lebih
dari 3 orang
agar dapat mencatat semua indikasi kegiatan yang dilakukan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan |
Denominator (penyebut) |
Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Target Pencapaian |
≥ 85% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Seluruh peluang yang
dimiliki oleh pemberi pelayanan terindikasi harus
melakukan kebersihan tangan Kriteria
Eksklusi: Tidak ada |
Formula |
Jumlah tindakan kebersihan tangan yang dilakukan x 100 % Jumlah total peluang kebersihan tangan yang seharusnya dilakukan dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Kepatuhan Kebersihan
Tangan |
Besar Sampel |
Minimal 200 Peluang |
Cara Pengambilan Sampel |
Non probability Sampling – Consecutive sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□ Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
b.
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Judul Indikator |
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Peraturan Menteri
Kesehatan mengenai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3.
Keputusan Menteri
Kesehatan mengenai penanggulangan penyakit yang dapat
menimbulkan wabah atau
kedaruratan kesehatan masyarakat. 4.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai |
|
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5.
Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama. 6. Petunjuk Teknis Alat
Pelindung Diri (APD). 7.
Puskesmas harus
memperhatikan kepatuhan pemberi pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan prosedur. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
1.
Mengukur kepatuhan petugas Puskesmas
dalam menggunakan APD. 2. Menjamin keselamatan petugas
dan pengguna layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi. |
Definisi Operasional |
1.
Alat pelindung diri (APD)
adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya
dari cedera atau transmisi infeksi
atau penyakit. 2.
Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan petugas dalam menggunakan APD dengan
tepat sesuai dengan
indikasi ketika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran
mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau cairan infeksius lainnya berdasarkan jenis risiko
transmisi (kontak, droplet dan
airborne). 3.
Penilaian kepatuhan penggunaan
APD adalah penilaian terhadap petugas dalam menggunakan APD sesuai
indikasi dengan tepat
saat memberikan pelayanan kesehatan pada periode
observasi. 4.
Petugas adalah seluruh tenaga
yang terindikasi menggunakan
APD, contoh dokter, dokter gigi,
bidan, perawat, petugas laboratorium. 5.
Observer adalah orang yang melakukan observasi atau penilaian kepatuhan dengan metode dan tool yang telah
ditentukan. 6.
Periode observasi adalah waktu yang ditentukan sebagai
periode yang ditetapkan dalam proses observasi penilaian kepatuhan. |
Jenis Indikator |
Proses |
Satuan Pengukuran |
Persentase |
Numerator (pembilang) |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan
APD sesuai indikasi dalam
periode observasi |
Denominator (penyebut) |
Jumlah seluruh petugas yang terindikasi menggunakan APD dalam periode observasi |
Target Pencapaian |
100% |
Kriteria: |
Kriteria Inklusi: Semua petugas yang terindikasi harus menggunakan APD Kriteria Eksklusi: |
|
Tidak ada |
Formula |
Jumlah petugas yang patuh menggunakan APD sesuai indikasi
dalam periode observasi x 100 % Jumlah seluruh petugas
yang terindikasi menggunakan APD dalam periode
observasi |
Metode Pengumpulan Data |
Observasi |
Sumber Data |
Hasil observasi |
Instrumen Pengambilan Data |
Formulir Observasi Kepatuhan Penggunaan APD |
Besar Sampel |
1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30) 2. Rumus Slovin (apabila
jumlah populasi > 30) |
Cara Pengambilan Sampel |
Non Probability Sampling – Consecutive Sampling |
Periode Pengumpulan Data |
Bulanan |
Penyajian Data |
□
Tabel □
Run chart |
Periode Analisis dan Pelaporan Data |
Bulanan, Triwulanan, Tahunan |
Penanggung Jawab |
Penanggung jawab mutu |
c.
Kepatuhan Identifikasi Pasien
Judul Indikator |
Kepatuhan Identifikasi Pasien |
Dasar Pemikiran |
1.
Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien. 2.
Ketepatan identifikasi menjadi
sangat penting untuk menjamin keselamatan pasien selama
proses pelayanan dan mencegah insiden
keselamatan pasien. 3.
Untuk menjamin ketepatan
identifikasi pasien maka diperlukan
indikator yang mengukur dan memonitor tingkat kepatuhan pemberi pelayanan dalam melakukan proses
identifikasi. Dengan adanya indikator tersebut diharapkan pemberi pelayanan akan menjadikan identifikasi sebagai proses rutin
dalam proses pelayanan. |
Dimensi Mutu |
Keselamatan |
Tujuan |
Mengukur kepatuhan pemberi pelayanan
untuk melakukan identifikasi pasien dalam melakukan tindakan pelayanan. |
Definisi Operasional |
1.
Pemberi pelayanan terdiri dari tenaga
medis dan tenaga
kesehatan. 2. Identifikasi pasien secara
benar adalah proses |
|
identifikasi yang dilakukan pemberi pelayanan dengan menggunakan minimal
dua penanda identitas seperti: nama lengkap, tanggal
lahir, nomor rekam medik, NIK
sesuai dengan yang ditetapkan di Puskesmas. 3.
Identifikasi dilakukan dengan cara visual
(melihat) dan atau verbal (lisan). 4.
Pemberi pelayanan melakukan identifikasi pasien secara benar
pada setiap keadaan terkait tindakan intervensi pasien seperti : a.
Pemberian pengobatan: pemberian obat, pemberian cairan intravena. b.
Prosedur tindakan: pencabutan gigi, imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, persalinan, dan tindakan kegawatdaruratan. |