PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG
KESELAMATAN PASIEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: a. |
bahwa dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dibutuhkan tindakan yang
komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di fasilitas
pelayanan kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang kembali; |
|
b. |
bahwa Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di
fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan; |
|
c. |
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana |
dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Keselamatan
Pasien;
Mengingat |
: 1. |
Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3441); |
|
2. |
Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); |
|
3. |
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679); |
|
4. |
Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); |
|
5. |
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1438/MENKES/PER/X/2010
tentang Standar Pelayanan
Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464); |
|
6. |
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413); |
|
7. |
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 |
tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1049);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1508);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG
KESELAMATAN PASIEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan
Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Insiden
Keselamatan Pasien yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
3. Pemerintah
Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
4. Pemerintah
Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom.
5. Direktur
Jenderal adalah direktur jenderal yang membidangi pelayanan kesehatan.
6. Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui
penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB II
KOMITE NASIONAL
KESELAMATAN PASIEN
Pasal 3
(1) Dalam
rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, Menteri membentuk Komite Nasional
Keselamatan Pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan.
(2) Komite
Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
organisasi fungsional dibawah koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung
jawab kepada Menteri.
(3) Keanggotaan
Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri atas usulan Direktur Jenderal.
(4) Keanggotaan
Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, kementerian/lembaga terkait, asosiasi
fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi profesi terkait.
Pasal 4
(1) Komite
Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki tugas
memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka penyusunan
kebijakan nasional dan peraturan Keselamatan Pasien.
(2) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Nasional
Keselamatan Pasien menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan
standar dan pedoman Keselamatan
Pasien;
b. penyusunan
dan pelaksanaan
program
Keselamatan Pasien;
c.
pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan
Insiden, analisis, dan penyusunan rekomendasi
Keselamatan Pasien;
d.
kerja sama dengan berbagai institusi terkait
baik dalam maupun luar negeri; dan
e.
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program
Keselamatan Pasien.
BAB III
PENYELENGGARAAN
KESELAMATAN PASIEN
Bagian Kesatu
Standar, Tujuh Langkah Menuju, dan Sasaran Keselamatan Pasien
Pasal 5
(1) Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien.
(2) Penyelenggaraan
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan:
a. standar
Keselamatan Pasien;
b. sasaran
Keselamatan Pasien; dan
c.
tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.
(3) Sistem
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menjamin pelaksanaan:
a. asuhan
pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien;
b. pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya; dan
c. implementasi
solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
(4) Standar
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi standar:
a. hak
pasien;
b. pendidikan
bagi pasien dan keluarga;
c.
Keselamatan Pasien
dalam kesinambungan
pelayanan;
d. penggunaan
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan
Keselamatan Pasien;
e.
peran kepemimpinan
dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien;
f.
pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien;
dan
g.
komunikasi merupakan
kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien.
(5) Sasaran
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
huruf b meliputi tercapainya
hal-hal:
a. mengidentifikasi
pasien dengan benar;
b. meningkatkan
komunikasi yang efektif;
c.
meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai;
d. memastikan
lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasienyang
benar;
e.
mengurangi risiko infeksi akibat perawatan
kesehatan; dan
f.
mengurangi risiko cedera pasien akibat
terjatuh.
(6) Tujuh
langkah menuju Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atas:
a. membangun
kesadaran akan nilai Keselamatan
Pasien;
b.
memimpin dan mendukung staf;
c.
mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
d.
mengembangkan sistem pelaporan;
e.
melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
f.
belajar dan
berbagi pengalaman tentang
Keselamatan
Pasien; dan
g.
mencegah cedera melalui implementasi sistem
Keselamatan Pasien.
Pasal 6
(1) Standar
hak pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf a merupakan hak
pasien dan keluarganya untuk mendapatkan
informasi tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, dan perkiraan biaya pengobatan.
(2) Kriteria
standar hak pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. harus
ada dokter penanggung jawab pelayanan;
b. rencana
pelayanan dibuat oleh dokter penanggung jawab pelayanan; dan
c.
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien
dan keluarganya dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan.
Pasal 7
(1) Standar
pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(4) huruf b berupa kegiatan mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
(2) Kriteria
Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap,
dan jujur;
b.
mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien
dan keluarga;
c.
mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti;
d. memahami
konsekuensi pelayanan;
e.
mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata
tertib fasilitas pelayanan kesehatan;
f.
memperlihatkan sikap saling menghormati dan
tenggang rasa; dan
g.
memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Pasal 8
(1) Standar
Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (4) huruf c merupakan upaya
fasilitas pelayanan kesehatan di bidang Keselamatan Pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
(2) Kriteria
standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pelayanan
secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan,
diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan pasien,
rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan;
b. koordinasi
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ketersediaan sumber daya
fasilitas pelayanan kesehatan;
c.
koordinasi pelayanan dalam meningkatkan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya; dan
d. komunikasi
dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai proses
koordinasi yang efektif.
Pasal 9
(1) Standar
penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
huruf d merupakan kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
telah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
Keselamatan Pasien.
(2) Kriteria
standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik;
b. setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan;
c.
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
melakukan evaluasi semua insiden dan secara proaktif melakukan evaluasi 1
(satu) proses kasus risiko tinggi setiap tahun; dan
d. setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasil evaluasi
dan analisis untuk menentukan perubahan sistem (redesain) atau membuat sistem
baru yang diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien terjamin.
(3) Proses
perancangan (desain) yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilakukan dengan mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan
kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi
risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.
Pasal 10
(1) Standar
peran kepemimpinan dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf e merupakan kegiatan pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam:
a.
mendorong dan
menjamin implementasi
Keselamatan Pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju
Keselamatan Pasien;
b. menjamin
berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan menekan atau
mengurangi insiden secara proaktif;
c.
menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien;
d. mengalokasikan
sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan Keselamatan Pasien; dan
e.
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi
setiap unsur dalam meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
Keselamatan Pasien.
(2) Kriteria
standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
terdapat tim antar disiplin untuk mengelola
Keselamatan Pasien;
b. tersedia
kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan Insiden;
c.
tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa
semua komponen dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan
berpartisipasi dalam
Keselamatan Pasien;
d. tersedia
prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko, dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis;
e.
tersedia mekanisme pelaporan internal dan
eksternal berkaitan dengan Insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang analisis akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD, dan
kejadian sentinel pada saat Keselamatan Pasien mulai dilaksanakan;
f.
tersedia mekanisme untuk menangani berbagai
jenis Insiden, atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel;
g.
terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka
secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan dengan pendekatan antar disiplin;
h. tersedia
sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan Keselamatan Pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut; dan
i.
tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan
informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Pasal 11
(1) Standar
pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (4) huruf f merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
(2) Kriteria
Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki:
a. setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik Keselamatan Pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing;
b. setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik Keselamatan Pasien
dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan
Insiden; dan
c.
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
Pasal 12
(1) Standar
komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf g merupakan
kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal yang tepat waktu dan akurat.
(2) Kriteria
standar komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki:
a. tersedianya
anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh
data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
Keselamatan Pasien; dan
b. tersedianya
mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.
Pasal 13
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Standar Keselamatan
Pasien, Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien, dan
Sasaran Keselamatan
Pasien sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 sampai dengan Pasal 12
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Bagian Kedua
Insiden
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
(1) Insiden
di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:
a. Kondisi
Potensial Cedera (KPC);
b. Kejadian
Nyaris Cedera (KNC);
c.
Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan
d. Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD).
(2) Kondisi
Potensial Cedera (KPC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
(3) Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
(4) Kejadian
Tidak Cedera (KTC) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan insiden
yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
(5) Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
Paragraf 2
Penanganan Insiden
Pasal 15
(1)
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
melakukan penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14.
(2)
Selain penanganan Insiden sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan penanganan
kejadian sentinel.
(3)
Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
(4)
Kejadian sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat disebabkan oleh hal lain selain Insiden.
Pasal 16
(1)
Penanganan Insiden sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan
Keselamatan
Pasien.
(2)
Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan tim
Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
sebagai pelaksana kegiatan penanganan Insiden.
(3)
Dalam melakukan Penanganan Insiden, tim keselamatan
pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kegiatan berupa pelaporan,
verifikasi, investigasi, dan analisis penyebab Insiden tanpa menyalahkan,
menghukum, dan mempermalukan seseorang.
Pasal 17
(1) Tim
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) bertanggung
jawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Keanggotaan
Tim Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri atas unsur manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan unsur klinisi di
fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Tim
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melaksanakan tugas:
a. menyusun
kebijakan dan pengaturan di bidang
Keselamatan Pasien untuk ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan;
b. mengembangkan
program Keselamatan Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
c.
melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,
pemantauan dan penilaian tentang penerapan program Keselamatan Pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan;
d. melakukan
pelatihan Keselamatan Pasien bagi fasilitas pelayanan kesehatan;
e.
melakukan pencatatan, pelaporan Insiden,
analisis insiden termasuk melakukan RCA, dan mengembangkan solusi untuk
meningkatkan
Keselamatan Pasien;
f.
memberikan masukan dan pertimbangan kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pengambilan kebijakan
Keselamatan
Pasien;
g.
membuat laporan kegiatan kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan; dan
h. mengirim
laporan Insiden secara kontinu melalui e-reporting
sesuai dengan pedoman pelaporan Insiden.
(4) Tim
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan
menjadi Komite Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Dalam
hal tim Keselamatan Pasien belum dapat dibentuk karena keterbatasan tenaga,
fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki
petugas yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan.
Pasal 18
(1) Setiap
Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan Pasien dalam
waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan
format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 1.
(2) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diverifikasi oleh tim Keselamatan Pasien
untuk memastikan kebenaran adanya Insiden.
(3) Setelah
melakukan verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim
Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam bentuk wawancara dan pemeriksaan
dokumen.
(4) Berdasarkan
hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim Keselamatan Pasien
menentukan derajat insiden (grading)
dan melakukan Root Cause Analysis
(RCA) dengan metode baku untuk menemukan akar masalah.
(5) Tim
keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA) sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Root Cause Analysis
(RCA) diatur dalam pedoman yang
disusun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien.
Pasal 19
(1) Fasilitas
pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan Insiden, secara online atau
tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan format laporan
tercantum pada Formulir 2 dan
Formulir 3
Peraturan Menteri ini.
(2) Pelaporan
Insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah dilakukan
analisis, serta mendapatkan rekomendasi dan solusi dari tim
Keselamatan Pasien fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Pelaporan
insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menurunkan insiden
dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan Keselamatan Pasien dan tidak
untuk menyalahkan orang (non blaming).
(4) Pelaporan
insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijamin keamanannya, bersifat
rahasia, anonim (tanpa identitas), dan tidak mudah diakses oleh orang yang
tidak berhak.
Pasal 20
Setelah menerima pelaporan Insiden
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
Komite Nasional Keselamatan Pasien melakukan pengkajian dan memberikan umpan
balik (feedback) berupa rekomendasi
Keselamatan Pasien dalam rangka mencegah berulangnya kejadian yang sama di
fasilitas pelayanan kesehatan lain secara nasional.
Pasal 21
Setiap dokumen pelaporan dan analisis
Insiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 tidak diperuntukkan sebagai alat bukti hukum
dalam proses peradilan.
BAB IV
PENANGANAN KEJADIAN SENTINEL YANG BERDAMPAK
LUAS/NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Kejadian
sentinel yang berdampak luas/nasional meliputi kejadian sentinel yang memiliki
potensi berdampak luas dan/atau kejadian sentinel yang melibatkan berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan lain.
(2) Kejadian
sentinel yang berdampak luas/nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(3) Ketentuan
melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk kejadian
sentinel yang disebabkan oleh hal lain selain Insiden sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (4).
Pasal 23
(1) Kejadian
sentinel yang berdampak luas/nasional dilaporkan sesegera mungkin paling lama 1
(satu) jam setelah diketahuinya kejadian sentinel.
(2) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara lisan melalui media telepon
kemudian dilengkapi dengan laporan tertulis.
(3) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia tanpa menyebutkan identitas
pasien dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
(4) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.
lokasi kejadian;
b.
kronologis kejadian;
c.
waktu kejadian;
d.
akibat kejadian; dan
e.
jumlah pasien yang mengalami kematian atau
cedera berat akibat kejadian sentinel.
Bagian Kedua Investigasi
Pasal 24
(1) Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (2) melalui kegiatan:
a.
mencegah kejadian sentinel tidak meluas;
b. menyelamatkan
barang bukti;
c.
mengendalikan situasi; dan
d. berkoordinasi
dengan Komite Nasional
Keselamatan
Pasien dan/atau instansi terkait.
(2) Mencegah
kejadian sentinel tidak meluas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan paling sedikit berupa kegiatan membatasi/melokalisir dan mengurangi
dampak kejadian sentinel.
(3) Menyelamatkan
barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit berupa
tindakan mengidentifikasi, memastikan keamanan dan keutuhan barang bukti, serta
membuat berita acara.
(4) Mengendalikan
situasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit berupa
mengamankan lokasi kejadian, mengendalikan informasi dan media massa, dan
menenangkan pasien, keluarga pengunjung, dan tenaga kesehatan.
Pasal 25
(1) Direktur
Jenderal menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)
dengan melakukan investigasi
(2) Investigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tim investigasi yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal.
(3) Tim
investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Kementerian
Kesehatan, Komite Nasional Keselamatan
Pasien, organisasi profesi, tenaga pengawas, dan instansi lain terkait.
(4) Tim
investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penanganan
kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional wajib berkoordinasi dengan tim
keselamatan pasien dan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 26
(1) Tim
investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 bertugas mengumpulkan informasi
dan barang bukti, menganalisis penyebab, solusi pencegahan perluasan dan/atau
pengulangan kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional, dan melaporkannya
kepada Direktur Jenderal.
(2) Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tim investigasi memiliki
fungsi:
a. mendalami
informasi dengan melakukan wawancara kepada semua pihak yang terlibat atau yang
mengetahui kejadian;
b.
mengamankan barang bukti;
c.
mendata korban;
d. mendokumentasikan
hasil investigasi dalam bentuk dokumen, gambar, atau foto;
e.
melakukan uji laboratorium;
f.
membuat analisis dari seluruh informasi dan
temuan, menyimpulkan penyebabnya serta merekomendasikan solusi pencegahan
perluasan dan/ atau pengulaangan kejadian; dan/atau
g.
menyusun laporan.
(3) Fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diperoleh
dari:
a.
pengkajian Komite Nasional Keselamatan Pasien;
b.
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c.
tenaga kesehatan yang terlibat atau mengetahui
kejadian;
d. pasien/keluarga
sebagai penerima pelayanan kesehatan;
e.
fasilitas pelayanan kesehatan lain atau
institusi lain yang berhubungan secara langsung dengan kejadian;
f.
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota
setempat; dan/atau
g.
sumber lainnya yang berhubungan secara langsung
dengan kejadian.
Pasal 27
(1) Setiap
orang dilarang merusak, mengubah, atau menghilangkan barang bukti kecuali untuk
penyelamatan korban.
(2) Dalam
rangka mengamankan dan menjaga keutuhan barang bukti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tim investigasi dapat memindahkan barang bukti dengan membuat berita
acara.
(3) Mengamankan
dan menjaga keutuhan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sampai dengan berakhirnya pelaksanaan investigasi kejadian sentinel oleh tim
investigasi.
Pasal 28
(1) Fasilitas
pelayanan kesehatan setempat wajib melakukan pengamanan sarana prasarana dan
perbekalan kesehatan serta lokasi kejadian.
(2) Pengamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan guna:
a. melindungi
setiap orang dan fasilitas di lokasi kejadian; dan
b. mencegah
terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak, merusak, dan menghilangkan
barang bukti.
Bagian Ketiga
Pelaporan Hasil Investigasi
Pasal 29
(1) Hasil
kerja tim investigasi dibuat dalam bentuk laporan hasil investigasi yang
ditujukan kepada Direktur Jenderal.
(2) Laporan
hasil investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.
laporan awal; dan
b. laporan
akhir.
(3) Laporan
awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat paling sedikit berupa
kesimpulan awal tentang kejadian sentinel dan rekomendasi pencegahan perluasan
kejadian sentinel dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh emapat) jam
sejak kejadian sentinel dilaporkan.
(4) Laporan
akhir sebagaimana dimaksud pada (2) huruf b memuat:
a.
informasi fakta;
b.
analisis fakta penyebab kejadian sentinel;
c.
kesimpulan penyebab yang paling memungkinkan
terjadinya kejadian sentinel;
d. saran
tindak lanjut untuk pencegahan pengulangan dan perbaikan; dan
e.
lampiran hasil investigasi dan dokumen pendukung
lainnya.
(5) Laporan
akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ketua tim investigasi
kepada Direktur Jenderal paling lama 4 (empat) bulan setelah laporan awal
disampaikan.
(6) Dalam
kondisi tertentu, waktu laporan akhir investigasi Kejadian Sentinel sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dapat diperpanjang dengan cara melakukan permohonan
perpanjangan kepada
Direktur Jenderal.
Pasal 30
(1) Kejadian
sentinel yang mengandung dugaan tindak pidana harus dilaporan tim investigasi
kepada Direktur Jenderal dengan rekomendasi untuk dilakukan penyidikan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
(2) Barang
bukti kejadian sentinel yang mengandung dugaan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan tim investigasi kepada Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 31
Dalam hal tim investigasi telah
selesai melakukan tugasnya namun ditemukan informasi baru yang memperjelas
penyebab terjadinya Kejadian Sentinel, pelaksanaan investigasi dilakukan
kembali oleh tim investigasi atau tim investigasi lanjutan yang dibentuk oleh
Direktur Jenderal.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penanganan kejadian sentinel yang berdampak luas/nasional diatur dalam pedoman
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 33
(1) Menteri,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara
berjenjang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Keselamatan
Pasien di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mengikutsertakan asosiasi fasilitas kesehatan, Badan
Pengawas Rumah Sakit, dan organisasi profesi.
(3) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk peningkatan
mutu pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien.
Pasal 34
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
secara berkala wajib melakukan evaluasi terhadap kegiatan Keselamatan Pasien
yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatannya.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
(1) Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada masih tetap melaksanakan
tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien belum terbentuk.
(2) Komite
Nasional Keselamatan Pasien harus dibentuk dalam waktu paling lambat 6 (enam)
bulan sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 541), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peratuan Menteri
ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5
Februari 2017
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20
Februari 2017
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 308
Telah diperiksa dan disetujui
Plt.
Kepala Biro Hukum dan Direktur Jenderal Pelayanan Sekretaris Jenderal
Orgaisasi Kesehatan
tanggal tanggal tanggal
Paraf Paraf
Paraf
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN
2017
TENTANG
KESELAMATAN
PASIEN
STANDAR KESELAMATAN PASIEN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah
yang perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka
diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan yang
merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya.
Standar
Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh
standar yaitu:
1.
hak pasien.
2.
mendidik pasien dan
keluarga.
3.
keselamatan pasien
dan kesinambungan pelayanan.
4.
penggunaan
metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien.
5.
peran kepemimpinan
dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6.
mendidik staf
tentang keselamatan pasien.
7.
komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai
berikut:
STANDAR I. HAK
PASIEN
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.1.
Harus ada dokter
penanggung jawab pelayanan.
1.2.
Dokter penanggung
jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3.
Dokter penanggung
jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada
pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
STANDAR II.
MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga
dapat:
1.
Memberikan informasi
yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2.
Mengetahui kewajiban
dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3.
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4.
Memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan.
5.
Mematuhi instruksi
dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan.
6.
Memperlihatkan sikap
menghormati dan tenggang rasa.
7.
Memenuhi kewajiban
finansial yang disepakati.
STANDAR III.
KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNGAN
PELAYANAN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan
pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1.
Terdapat koordinasi
pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan,
diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien
keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.
3.2.
Terdapat koordinasi
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar
unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3.
Terdapat koordinasi
pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4.
Terdapat komunikasi
dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya
proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN KINERJA
UNTUK MELAKUKAN
EVALUASI DAN PROGRAM
PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktorfaktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien
sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
4.2. Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.
4.4. Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
STANDAR V. PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN
KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1.
Pimpinan mendorong
dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam
organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
2.
Pimpinan menjamin
berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien
dan program menekan atau mengurangi insiden.
3.
Pimpinan mendorong
dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4.
Pimpinan mengalokasikan
sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien.
5.
Pimpinan mengukur
dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja fasilitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1.
Terdapat tim antar
disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2.
Tersedia program
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden.
Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian
Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Selain
Insiden diatas, terdapat KTD yang mengakibatkan kematian, cedera
permanen, atau cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan
perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal dengan kejadian sentinel
Contoh Kejadian sentinel antara lain Tindakan
invasif/pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan invasif/ pembedahan pada
bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam
tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan, Bunuh diri pada pasien rawat inap,
Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan kematian/kerusakan neurologis,
Reaksi Haemolitis transfusi darah akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu
melahirkan, Kematian bayi “Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan
bayi, Bayi tertukar, Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf,
maupun pengunjung.
Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian
sentinel yang berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah
terlanjur di “ blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut
pejabat, selebriti dan publik figure lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai
institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang sama yang
timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu yang relatif
bersamaan, Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau tindakan
kekerasaan.
5.3. Tersedia
mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas pelayanan
kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
5.4. Tersedia
prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia
mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
“Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss)
dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
5.6. Tersedia
mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian
Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat
kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan
antar disiplin.
5.8. Tersedia
sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia
sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
STANDAR VI. MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1.
Fasilitas pelayanan
kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
2.
Fasilitas pelayanan
kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1.
Setiap fasilitas
pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
6.2.
Setiap fasilitas
pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus mengintegrasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
6.3.
Setiap fasilitas
pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
STANDAR VII. KOMUNIKASI SEBAGAI
KUNCI BAGI
STAFF UNTUK
MENCAPAI KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1.
Fasilitas pelayanan
kesehatan merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2.
Transmisi data dan
informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1.
Perlu disediakan anggaran
untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan
informasi tentang halhal terkait dengan keselamatan pasien.
7.2.
Tersedia mekanisme
identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada.
SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN)
Tujuan SKP adalah untuk
menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran
sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan
kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat
para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan
yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran
biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan
sistem.
SASARAN KESELAMATAN
PASIEN NASIONAL
Di Indonesia secara nasional
untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,diberlakukan
Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari :
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang
Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang
Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada
PasienYang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat
Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi
Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh
SASARAN 1:
MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki
ketepatan identifikasi pasien
MAKSUD DAN
TUJUAN
Kesalahan karena keliru-pasien
sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat
mengarahkan terjadinya error/kesalahan
dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius /
tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin
bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat
situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah
: pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan
untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang
secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,
khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian
obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan
dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi
menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan
bar-code, atau cara lain. Nomor kamar
atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau
prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda
pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan
ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar
operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk
diidentifikasi.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN:
1. Pasien
diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien
diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien
diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /
prosedur.
4. Kebijakan
dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.
SASARAN 2:
MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Fasilitas pelayanan kesehatan
menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas pemberi perawatan
semakin efektif.
MAKSUD DAN
TUJUAN
Komunikasi efektif, yang tepat
waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan
mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan
yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan.
Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien
untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke
komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
informasi; penerima membacakan kembali (read
back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang
sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang
termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur
mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti
di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN:
1. Perintah
lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah
lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah
atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan
dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi
terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.
SASARAN 3:
MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS DIWASPADAI
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
MAKSUD DAN
TUJUAN
Bila obat-obatan adalah bagian
dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar
penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications)
adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan
mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu
diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat
adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)],
kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)],
natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama
dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak
diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada
keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan
obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari
unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan
dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit
konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional,
seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang
jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga
membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN:
1. Kebijakan
dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi,
pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan
dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit
konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area
tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit
konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
SASARAN4: MEMASTIKAN
LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,
PROSEDUR YANG BENAR,
PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
MAKSUD DAN
TUJUAN
Salah-lokasi, salah-prosedur,
salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di
fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang
tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan
ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep
yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif
di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk
definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang
menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,
mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku
atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini
dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person
Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan
tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan
melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi
operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud
dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
− memverifikasi lokasi, prosedur, dan
pasien yang benar;
− memastikan
bahwa semua dokumen, foto (images),
dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
− Memverifikasi
keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant
yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan
yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
dilakukan tindakan.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN:
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan
suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan/pemberi tanda.
1. Fasilitas
pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist
atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim
operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
3. Kebijakan
dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
SASARAN 5: MENGURANGI
RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN
KESEHATAN
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan
untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
MAKSUD DAN
TUJUAN
Pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan
kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi
aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara
internasional bisa diperoleh dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai
proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand
hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di
Fasilitas pelayanan Kesehatan.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN:
1. Fasilitas
pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Fasilitas
pelayanan Kesehatan menerapkan program hand
hygiene yang efektif.
3. Kebijakan
dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
SASARAN 6 : MENGURANGI
RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH
Fasilitas pelayanan kesehatan
mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
MAKSUD DAN
TUJUAN.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian
yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks
populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya,
fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi
alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi
yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat
penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi
yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut
harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
1. Fasilitas
pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan
melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah
diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen
dianggap berisiko
TUJUH LANGKAH
MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Sangat penting bagi staf fasilitas
pelayanan kesehatan untuk dapat menilai kemajuan yang telah dicapai
dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan
dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan
pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan membantu memastikan
bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang
tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga
bisa membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan
mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan
Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah
menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. membangun
kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan
budaya adil dan terbuka
2. memimpin
dan mendukung staf.
Tegakkan fokus
yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
3. mengintegrasikan
aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem
dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya
kesalahan
4. mengembangkan
sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk
melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun eksternal (nasional).
5. melibatkan
dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan
cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. belajar
dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf
untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan
mengapa terjadi insiden.
7. mencegah
cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran
lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem
yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai
hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi
seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
LANGKAH 1 BANGUN
BUDAYA KESELAMATAN
Segala upaya harus dikerahkan di
Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk
menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman untuk
melakukan pelaporan.
Ciptakan budaya adil
dan terbuka.
Dimasa lalu sangat sering terjadi
reaksi pertama terhadap insiden di Fasilitas pelayanan
Kesehatan adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan
tindakan-tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila
terjadi insiden. Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik
melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang dalam lingkungan
Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena
itu, diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani
melapor dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil
dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh banyak
manfaat.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan
ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh staf apabila
terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan apa yang harus
diberikan kepada pasien, keluarga, dan staf.
b. Pastikan
dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu dan
akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
c.
Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai
budaya pelaporan dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana
:
a. Pastikan
teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan membuat laporan
apabila terjadi insiden.
b. Tunjukkan
kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan tersebut
secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan yang tepat.
LANGKAH 2 PIMPIN DAN
DUKUNG STAF ANDA
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan
Kesehatan anda.
Keselamatan pasien melibatkan setiap
orang dalam Fasilitas pelayanan Kesehatan
anda. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang
kuat dan kemapuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan
ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang keselamatan pasien.
Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran direksi rumah sakit yang
meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan pimpinan unsur-unsur yang ada
dalam struktur organisasi rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Tunjuk
penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c.
Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda
pertemuan-pertemuan pada tingkat manajemen dan unit.
d. Masukkan
keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi staf dan pastikan
ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihanpelatihan tersebut. Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Calonkan
penggerak/champion untuk keselamatan pasien.
b. Jelaskan
pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c.
Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda
sehingga staf merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka
berpendapat bahwa insiden bisa terjadi.
LANGKAH 3 INTEGRASIKAN
KEGIATAN MANAJEMEN RISIKO ANDA
Bangun sistem dan proses untuk
mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan.
Sistem manajemen risiko akan
membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan
mengelola insiden secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali.
Keselamatan pasien adalah komponen kunci dari manajemen risiko, dan harus di
integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen komplain, penanganan litigasi
dan klaim serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem manajemen risiko ini
harus di dukung oleh strategi manajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan, yang mencakup progamprogram
asesmen risiko secara pro-aktif dan risk register.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Pelajari
kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non klinis, dan
pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf komplain
dan risiko keuangan serta lingkungan.
b. Kembangkan
indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko anda sehingga dapat di
monitor oleh pimpinan.
c.
Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari
sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien
secara pro-aktif.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana
:
a. Giatkan
forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan keselamatan pasien,
berikan feedback kepada manajemen.
b. Lakukan
asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan tindakan
c.
Lakukan proses asesmen risiko secara reguler
untuk tiap jenis risiko dan lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk
meminimalisasinya.
d. Pastikan
asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses asesmen risiko di
tingkat organisasi dan risk register.
LANGKAH 4 BANGUN
SISTEM PELAPORAN
Sistem pelaporan sangat vital di
dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa dan penyampaikan rekomendasi.
Pastikan staf anda mudah untuk
melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun eksternal (nasional).
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan:
Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan
bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan insiden secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien
(KNKP).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana
:
Dorong kolega anda untuk secara
aktif melaporkan insiden-insiden keselamatan pasien baik yang sudah terjadi
maupun yang sudah di cegah tetapi bisa berdampak penting unutk pembelajaran.
Panduan secara detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan
di susun oleh Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
LANGKAH 5 LIBATKAN DAN
BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN MASYARAKAT
Peran aktif pasien dalam proses
asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong. Pasien memainkan peranan kunci dalam
membantu penegakan diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan
yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam
mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang
tepat.
Kembangkan cara-cara
berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Kembangkan
kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan pasien dan keluarganya
tentang insiden yang terjadi
b. Pastikan
pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan pasien
mengalami cidera sebagai akibatnya.
c.
Berikan dukungan kepada staf, lakukan
pelatihan-pelatihan dan dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan
kepada pasien dan keluarganya . Untuk tingkat
Unit/Pelaksana :
a. Pastikan
anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluargannya
secara aktif waktu terjadi insiden.
b. Prioritaskan
kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya waktu
terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat dan tepat waktu
c.
Pastikan pasien dan keluarganya menerima
pernyataan ”maaf” atau rasa keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat
dan simpatik.
LANGKAH 6 BELAJAR DAN BERBAGI TENTANG PEMBELAJARAN
KESELAMATAN
Jika terjadi insiden keselamatan
pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus disalahkan tetapi bagaimana dan
mengapa insiden itu terjadi.
Salah satu hal yang terpenting yang
harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya terjadi dengan sistem kita
ini.
Dorong staf untuk menggunakan
analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi
insiden.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Yakinkan
staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga
bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
b. Kembangkan
kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas pelayanan kesehatan harus
melakukan Root Cause Analysis (RCA).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana
:
a. Lakukan
pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden keselamatan
pasien.
b. Identifikasi
unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah proses pembelajaran
anda secara luas.
LANGKAH 7
IMPLEMENTASIKAN SOLUSI-SOLUSI UNTUK MENCEGAH CIDERA
Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan
Kesehatan di masa lalu adalah ketidakmampuan dalam mengenali bahwa
penyebab kegagalan yang terjadi di satu Fasilitas pelayanan
Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah risiko terjadinya kegagalan
di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain.
Pembelajaran lewat
perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk sistem yang
sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan
untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang
tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.
KEGIATAN YANG
DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas
Pelayanan Kesehatan :
a. Gunakan
informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen risiko,
investigasi insiden, audit dan analisa untuk menetapkan solusi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup redesigning
system dan proses, penyelarasan
pelatihan staf dan praktek klinik.
b. Lakukan
asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
c.
Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
d. Implementasikan
solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal ini termasuk solusi yang
dikembangkan oleh KNKP atau Best
Practice yang sudah dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Libatkan
tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien lebih baik dan lebih
aman.
b. Kaji
ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda untuk memastikan
keberlanjutannya
c.
Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup
dalam pelaporan insiden.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Formulir 1
FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN
PASIEN
DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Nama Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lain .................................
LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)
RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2 x 24 JAM
A. DATA PASIEN
Nama :
...............................................................................
No MR : ..................................... Ruangan : .....................
Umur : ….
Bulan …. Tahun
Keompok Umus* : 5 0-1 bulan 5 > 1
bulan - 1 tahun
5 > 1 tahun - 5 tahun 5 > 5 tahun - 15 tahun
5 > 15 tahun - 30 tahun 5 > 30 tahun - 65 tahun
5 > 65 tahun
Jenis kelamin : 5
Laki-laki 5 Perempuan
Penanggung
biaya pasien : 5 Pribadi 5 Asuransi Swasta
5 Pemerintah 5 Perusahaan*
5 BPJS 5 Lain-lain
Tanggal Masuk
Rumah Sakit/
Fasyankes
lain :
....................................... Jam
:
......................
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ...........................................
Jam ......................................
2. Insiden :
.............................................................................................
3. Kronologis Insiden
................................................................................................................
................................................................................................................
...............................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
5 Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near
miss)
5 Kejadian Tidak diharapkan / KTD
(Adverse Event) / Kejadian
Sentinel
(Sentinel Event)
5 Kejadian Tidak Cedera / KTC
5 KPC
5. Orang Pertama Yang Melaporkan
Insiden*
5 Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas
lainnya
5 Pasien
5 Keluarga / Pendamping pasien
5 Pengunjung
5 Lain-lain ..........................................................................
(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
5 Pasien
5 Lain-lain
...........................................................................................
(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung /
Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS/unit K3 Fasyankes lain
7. Insiden menyangkut pasien :
5 Pasien rawat inap 5 Pasien rawat jalan
5 Pasien UGD
5 Lain-lain
..........................................................................................
(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian ................................................................ (sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai
kasus penyakit / spesialisasi)
5 Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
5 Anak dan Subspesialisasinya
5 Bedah dan Subspesialisasinya
5 Obstetri Gynekologi dan
Subspesialisasinya
5 THT dan Subspesialisasinya
5 Mata dan Subspesialisasinya 5 Saraf dan Subspesialisasinya
5 Anastesi dan Subspesialisasinya
5 Kulit dan Kelamin dan Subspesialisasinya
5 Jantung dan Subspesialisasinya
5 Paru dan Subspesialisasinya
5 Jiwa dan Subspesialisasinya
5 Lain-lain
..........................................................................
(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang
menyebabkan insiden
Unit kerja
penyebab ............................................................
(sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
5 Kematian
5 Cedera Irreversibel / Cedera Berat
5 Cedera Reversibel / Cedera Sedang
5 Cedera Ringan
5 Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera
setelah kejadian, dan hasilnya :
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
13. Tindakan dilakukan oleh* :
5 Tim : terdiri dari : ......................................
5 Dokter
5 Perawat
5 Petugas lainnya ................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah
terjadi di Unit Kerja lain?*
5 Ya 5 Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa
yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian
yang sama?
...............................................................................................................
................................................................................................................
Pembuat
Laporan |
: |
............................ |
Penerima
Laporan |
: ........................... |
Paraf |
: |
............................ |
Paraf |
: ........................... |
Tgl Terima |
: |
.............................. |
Tgl Lapor |
: ........................... |
Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :
BIRU HIJAU KUNING MERAH
NB. * = pilih satu jawaban.
Formulir 2
Form data Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lain untuk pelaporan insiden ke
Komite Nasional Keselamatan Pasien melalui Pos
Silahkan Isi User name Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain
UNTUK MELAPORKAN INSIDEN KESELAMATAN
PASIEN KE KOMITE
NASIONAL KESELAMATAN PASIEN
User name Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan
lain:______________
Bagi Rumah Sakit/Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lain yang belum mengetahui user name rumah sakit,
silahkan
melakukan registrasi isi Formulir Data
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dibawah ini, yang dapat diakses lewat : http://www.buk.depkes.go.id
Formulir Laporan Insiden Keselamatan
Pasien ke KNKP Melalui
Pos
RAHASIA
KOMITE NASIONAL KESELAMATAN PASIEN
LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN KNKP
(Patient Safety
Incident Report)
Nomor
........
•
Laporan
ini hanya dibuat jika timbul kejadian yang menyangkut pasien. Laporan bersifat
anonim, tidak mencantumkan nama, hanya diperlukan rincian kejadian, analisa
penyebab dan rekomendasi.
•
Untuk
mengisi laporan ini sebaiknya dibaca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP), bila ada kerancuan persepsi, isilah sesuai dengan pemahaman yang
ada.
•
Isilah
semua data pada Laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan lengkap. Jangan
dikosongkan agar data dapat dianalisa.
•
Segera
kirimkan laporan ini langsung ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP)
KODE RS/Fasyankes Lain : .............. (lewat : ttp://www.buk.depkes.go.id)
A. DATA PASIEN
Umur |
: …. Bulan …. Tahun |
Kelompok
umur |
: 5 0-1
bulan 5> 1 bulan - 1 tahun 5 > 1 tahun - 5 tahun 5> 5 tahun - 15 tahun 5 > 15 tahun - 30 tahun 5> 30 tahun - 65 tahun 5 > 65 tahun |
Jenis
kelamin Penanggung
biaya |
: 5 Laki-laki 5 Perempuan |
pasien |
: 5
Pribadi 5 Asuransi Swasta |
|
5 Pemerintah 5
Perusahaan* 5 BPJS 5
Lain-lain |
Tanggal Masuk
RS/Fasyankes
Lain : .......................................
Jam
.................................
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : .............................................
Jam
................................
2. Insiden
:
.........................................................................................
3. Kronologis Insiden
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
5 Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near
miss)
5 Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel
(Sentinel
Event)
5 Kejadian Tidak Cedera / KTC
5. Orang Pertama Yang Melaporkan
Insiden*
5 Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas
lainnya
5 Pasien
5 Keluarga / Pendamping pasien
5 Pengunjung
5 Lain-lain ..........................................................................
(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
5 Pasien
5 Lain-lain ...........................................................................
(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping /
Keluarga pasien, lapor ke K3 RS/Unit K3 Fasyankes Lain.
7. Insiden menyangkut pasien :
5 Pasien rawat inap D Pasien rawat
jalan D Pasien UGD
5 Lain-lain
...........................................................................
(sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian
.....................................................................
(sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai
kasus penyakit / spesialisasi)
5 Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
5 Anak dan Subspesialisasinya
5 Bedah dan Subspesialisasinya
5 Obstetri Gynekologi dan
Subspesialisasinya
5 THT dan Subspesialisasinya
5 Mata dan Subspesialisasinya
5 Saraf dan Subspesialisasinya
5 Anastesi dan Subspesialisasinya
5 Kulit & Kelamin dan
Subspesialisasinya
5 Jantung dan Subspesialisasinya
5 Paru dan Subspesialisasinya
5 Jiwa dan Subspesialisasinya
5 Lain-lain
...........................................................................
(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang
menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab
............................................................. (sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
5 Kematian
5 Cedera Irreversibel / Cedera
Berat
5 Cedera Reversibel / Cedera Sedang
5 Cedera Ringan
5 Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera
setelah kejadian, dan hasilnya :
..............................................................................................................
................................................................................................................
13. Tindakan dilakukan oleh* :
5 Tim : terdiri dari :
........................................................................
5 Dokter
5 Perawat
5 Petugas lainnya
.................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah
terjadi di Unit Kerja lain?*
5 Ya 5 Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa
yang telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian
yang sama?
...............................................................................................................
...............................................................................................................
C. TIPE INSIDEN
Insiden :
....................................................................................
Tipe Insiden :
....................................................................................
Subtipe Insiden :
....................................................................................
D. ANALISA PENYEBAB INSIDEN
Dalam pengisian penyebab langsung
atau akar penyebab masalah dapat menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih
lebih dari 1)
a.
Faktor
Eksternal / di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
b. Faktor Organisasi dan Manajemen
c.
Faktor
Lingkungan kerja
d. Faktor Tim
e.
Faktor
Petugas / Staf
f.
Faktor
Tugas
g.
Faktor
Pasien
h. Faktor Komunikasi
1. Penyebab langsung (Direct / Proximate/ Immediate Cause)
...............................................................................................................
...............................................................................................................
...............................................................................................................
...............................................................................................................
2. Akar penyebab masalah (underlying
- root cause)
...............................................................................................................
................................................................................................................
...............................................................................................................
...............................................................................................................
3. Rekomendasi / Solusi
No |
Akar
Masalah |
Rekomendasi/Solusi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NB. * :
pilih satu jawaban, kecuali bila berpendapat lain.
Saran
: baca Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP)
Formulir 3
Laporan Insiden Eksternal
(Panduan e- report bagi
Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lain)
•
Akses
Website KKPRS yaitu : http://www.buk.depkes.go.id
•
Klik
Banner Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di sebelah kanan atas.
•
Setelah
tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu :
Bagi Rumah Sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang telah mempunyai kode rumah sakit/Fasilitas pelayanan
kesehatan lain untuk
melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KNKP
Bagi Rumah sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain yang belum mempunyai kode rumah
sakit/Fasilitas pelayanan kesehatan lain diharapkan mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang
dapat digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KNKP.
•
Apabila
masih kurang jelas silahkan hubungi :
SEKRETARIAT KNKP
DIREKTORAT
JENDERAL PELAYANAN
KESEHATAN
d/a Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5
Kavling 4-9 Kotak Pos 3097, 1196 Jakarta 12950
Telepon / fax
: (021) 5274915
Surat
elektronik : subdit.rspendidikan@gmail.com
Formulir 4
Alur
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
*untuk Fasilitas
pelayanan kesehatan lain menyesuaikan
No comments:
Post a Comment