Tuesday, March 7, 2023

Kepmenkes No. HK.01.07-MENKES-1983-2022 ttg Standar Akreditasi Klinik

 

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.01.07/MENKES/1983/2022

TENTANG

STANDAR AKREDITASI KLINIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (3)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang

Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium

Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar

Akreditasi Klinik;

Mengingat

: 1.  Undang-Undang        Nomor    36    Tahun    2009     tentang

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2.       Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

3.       Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang

Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942);

4.       Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang

Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);

5.       Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 316) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar

Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 317);

6.       Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);

7.       Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat

Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri

Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2022 Nomor 1207);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR AKREDITASI KLINIK.

KESATU         :  Menetapkan     Standar     Akreditasi                             Klinik        sebagaimana

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

KEDUA

:  Standar Akreditasi Klinik sebagimana dimaksud dalam Diktum KESATU menjadi acuan bagi Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, klinik, lembaga penyelenggara akreditasi, dan pemangku kepentingan terkait dalam menyelenggarakan akreditasi klinik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KETIGA

: Standar akreditasi klinik sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU terdiri atas kelompok:

a.       Tata Kelola Klinik;

b.       Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien; dan

c.        Penyelenggaraan Kesehatan Perseorangan.

KEEMPAT

: Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Standar Akreditasi Klinik berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

KELIMA

: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2022

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA,

        ttd.

BUDI G. SADIKIN

LAMPIRAN 

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.01.07/MENKES/1983/2022

TENTANG

STANDAR AKREDITASI KLINIK 

 

 

STANDAR AKREDITASI KLINIK

 

BAB I

                                                                        PENDAHULUAN             

 

A.     Latar Belakang

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik secara komprehensif, yaitu:

1.       Pelayanan sesuai standar pelayanan kedokteran

Pelayanan yang disediakan dokter merupakan pelayanan medis yang melaksanakan pelayanan kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengacu pada standar pelayanan kedokteran yang ditetapkan. Pengobatan yang diberikan sesuai kebutuhan, sadar biaya, sadar mutu, berbasis bukti ilmiah (evidence based).

2.       Pelayanan Paripurna (comprehensive care)

Pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (comprehensive), yaitu termasuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific protection), pengobatan (curative) termasuk di dalamnya pelayanan kegawatdaruratan (emergency), pencegahan kecacatan (disability limitation), dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal dan etika kedokteran.

3.       Pelayanan berkesinambungan (continuum of care)

Pelayanan berkesinambungan adalah pelayanan yang tidak terputus, dilaksanakan secara proaktif untuk tercapainya pelayanan yang efektif dan efisien. 

Klinik pratama merupakan klinik yang hanya menyelenggarakan pelayanan medik dasar, sesuai dengan kompetensi dokter atau dokter gigi. Upaya pelayanan kesehatan di klinik pratama meliputi aspek pelayanan medik dasar rawat jalan dan rawat inap.

Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik, atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Upaya pelayanan kesehatan di klinik utama meliputi aspek pelayanan medik spesialistik, atau pelayanan dasar dan spesialistik. Klinik utama dapat menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

Pelayanan kesehatan pada klinik dilaksanakan dalam bentuk:

1.       Pelayanan rawat jalan

Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap.

2.       Pelayanan rawat inap

Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan/atau upaya kesehatan lainnya dengan menginap.

3.       Pelayanan Rawat Inap paling lama 5 (lima) hari untuk penyakit penyakit yang sesuai standar pelayanan kedokteran.

4.       Pelayanan One day care

Pelayanan Rawat Sehari (One Day Care) adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan atau upaya pelayanan kesehatan lain dan menempati tempat tidur kurang dari 24 (dua puluh empat) jam

5.       Pelayanan Home care

Pelayanan Rawat Rumah (Home Care) adalah pelayanan pasien dengan kondisi tertentu di rumah (mobilisasi pasien sulit, pasien lansia dengan penyakit kronis dan lain sebagainya) untuk observasi, pengobatan, rehabilitasi medis pasca rawat inap. Pasien yang dilayani harus memiliki rekam medis di klinik yang memberikan pelayanan home care. Pelayanan medis dasar yang dilakukan pada pelayanan home care sesuai indikasi medis dan standar pelayanan kedokteran. Pelayanan home care hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja di klinik dan menjadi tanggungjawab penanggung jawab klinik bersangkutan.

Berdasarkan data pada tahun 2021 terdapat 11.347 klinik (klinik pratama dan klinik utama) di Indonesia. Sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan fasilitas kesehatan maka setiap fasilitas kesehatan melaksanakan akreditasi termasuk klinik pratama dan klinik utama.

 

B.       Tujuan

1.       Mendorong klinik untuk menerapkan standar akreditasi dalam rangka meningkatkan dan menjaga kesinambungan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di klinik.

2.       Memberikan acuan bagi klinik dan pemangku kepentingan terkait dalam penyelenggaraan akreditasi klinik.

 

C.       Ruang Lingkup

Standar akreditasi klinik meliputi gambaran umum, maksud dan tujuan, serta elemen penilaian pada setiap kelompok standar akreditasi klinik.

 

D.      Struktur Standar Akreditasi

1.       Bab

Bab merupakan pengelompokkan standar-standar yang sejenis dan saling berkaitan antara satu dengan standar lainnya.

2.       Standar

Standar di dalam standar akreditasi klinik mendefinisikan struktur, atau fungsi- fungsi kinerja yang harus ada agar dapat diakreditasi yang ditetapkan sesuai dengan referensi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama proses survei akreditasi, dilakukan penilaian terhadap standar ini.

3.       Maksud dan Tujuan

Maksud dan Tujuan menjabarkan makna sepenuhnya dari standar. Maksud dan tujuan akan mendeskripsikan tujuan dari sebuah standar, memberikan penjelasan isi standar secara umum serta upaya pemenuhan standar.

4.       Elemen Penilaian

Elemen Penilaian (EP) adalah standar yang mengindikasikan apa yang akan dinilai dan diberi nilai (score) selama proses survei di tempat. Elemen penilaian untuk masing-masing standar mengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan untuk memenuhi kepatuhan terhadap standar. Elemen penilaian dimaksudkan untuk memperjelas standar dan membantu klinik memahami standar, serta memberikan arahan untuk persiapan akreditasi.

 

E.       Kelompok Standar Akreditasi Klinik

Standar Akreditasi Klinik dikelompokkan menurut fungsi-fungsi penting yang umum dalam organisasi klinik. Standar dikelompokkan menurut fungsi yang terkait dengan penyediaan pelayanan bagi pasien (good clinical governance) dan upaya menciptakan organisasi klinik yang aman, efektif, dan dikelola dengan baik (good corporate governance).

Standar Akreditasi klinik terdiri atas 3 (tiga) Bab meliputi:

Bab I. 

Tata Kelola Klinik (TKK) 

Standar 1.1  :  Pengorganisasian Klinik (TKK 1)

Standar 1.2  :  Tata Kelola Sumber Daya Manusia (TKK 2)

Standar 1.3  :  Tata Kelola Fasilitas dan Keselamatan (TKK 3)  

Standar 1.4  :  Tata Kelola Kerja Sama (TKK 4) 

Bab II. 

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) 

Standar 2.1  :  Upaya Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien (PMKP 1)

Standar 2.2  :  Sasaran Keselamatan Pasien (PMKP 2)

Standar 2.3  :  Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PMKP 3)

Bab III.  Penyelenggaraan Kesehatan Perseorangan (PKP) 

Standar 3.1  :  Hak Pasien dan Keluarga (PKP 1) 

Standar 3.2  :  Pasien dan Keluarga Dalam Proses Asuhan (PKP

2) 

Standar 3.3  :  Akses Pasien Klinik (PKP 3)

Standar 3.4  :  Pengkajian Pasien (PKP 4)

Standar 3.5  :  Rencana dan Pemberian Asuhan (PKP 5)

Standar 3.6  :  Pelayanan Promotif dan Preventif (PKP 6);

                                  Standar 3.7        : Pelayanan Pasien Resiko Tinggi dan Penyediaan

Pelayanan Resiko Tinggi (PKP 7)

Standar 3.8  :  Pelayanan Anestesi dan Bedah (PKP 8)

Standar 3.9  :  Pelayanan Gizi (PKP 9)

Standar 3.10 :  Pemulangan dan Tindak Lanjut Perawatan (PKP 10)

Standar 3.11 :  Pelayanan Rujukan (PKP 11)

Standar 3.12 :  Penyelenggaraan Rekam Medis (PKP 12)

Standar 3.13 :  Pelayanan Laboratorium (PKP 13)

Standar 3.14 :  Pelayanan Radiologi (PKP 14)

Standar 3.15 :  Pelayanan Kefarmasian (PKP 15)

Secara umum standar akreditasi klinik ini telah mengakomodir regulasi-regulasi yang ditetapkan pemerintah dalam pelayanan klinik baik klinik pratama maupun klinik utama.

BAB II

STANDAR AKREDITASI KLINIK

 

A.     BAB I. TATA KELOLA KLINIK (TKK)

Gambaran Umum

Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik secara komprehensif. Pelayanan kesehatan di klinik dapat berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan kegawatdaruratan dan pertolongan persalinan normal sesuai standar.

Klinik Pemerintah adalah adalah klinik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pemerintah, TNI, dan POLRI. Klinik Swasta adalah klinik yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik perorangan, badan usaha maupun badan hukum. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar. Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik, atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien klinik harus memiliki kepemimpinan yang efektif. Salah satu indikator kepemimpinan yang efektif adalah adanya kejelasan pembagian tugas dan peran dari masingmasing pemangku kepentingan di klinik yaitu pemilik, penanggung jawab, dan pemberi pelayanan tertuang dalam sebuah tata kelola klinik. Tata Kelola Klinik memuat:

a.       Visi misi klinik;

b.       Tata kelola dan struktur organisasi;

c.        Uraian tugas dan fungsi masing masing pemangku kepentingan;

d.       Tata kelola sumber daya manusia;

e.        Tata kelola fasilitas dan keselamatan

Tata kelola klinik yang baik akan menghasilkan pelayanan yang baik terutama dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. 

           1.     Standar 1.1 Pengorganisasian Klinik (TKK 1)

Dalam mengemban tugas, tanggung jawab dan wewenang, klinik perlu menyusun pengorganisasian yang jelas. Pengorganisasian klinik disesuaikan dengan visi, misi dan tujuan klinik. Struktur organisasi klinik ditetapkan dengan kejelasan tugas dan tanggung jawab, alur kewenangan dan komunikasi, kerja sama, dan keterkaitan antar petugas.

a.       Maksud dan Tujuan

Klinik menetapkan visi, misi dan tujuan sebagai landasan operasional. Penetapan visi, misi dan tujuan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik atau pihak yang memiliki wewenang sesuai dengan peraturan perundangan. Klinik dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenang menyusun struktur organisasi yang menggambarkan mekanisme alur tugas dan wewenang.  Struktur organisasi klinik paling sedikit terdiri dari pemilik, penanggung jawab dan petugas, struktur organisasi dilengkapi dengan uraian tugas dan kewenangan.

b.       Elemen Penilaian

1)       Tersedia visi, misi, dan tujuan klinik yang ditetapkan pihak yang berwenang.

2)       Tersedia struktur organisasi klinik yang ditetapkan oleh pemilik/pejabat berwenang.

3)       Tersedia uraian tugas, tanggung jawab, wewenang yang ditetapkan. 

2.       Standar 1.2 Tata Kelola Sumber Daya Manusia (TKK2)

Klinik memiliki tata kelola Sumber Daya Manusia (SDM) yang meliputi perencanaan, pemetaan kebutuhan, perekrutan, evaluasi dan pengembangan sumber daya manusia. Kebutuhan mempertimbangkan jumlah, jenis dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang disediakan klinik. Jenis dan jumlah ketenagaan pada klinik pratama dan utama disesuaikan dengan aturan perundangan yang berlaku.

a.       Maksud dan Tujuan

Jumlah dan kualifikasi ketenagaan klinik disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja serta jenis pelayanan yang disediakan. Penanggung jawab, tenaga medis, tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan harus memiliki kompetensi sesuai dengan aturan perundangan. Penanggung jawab klinik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1)       Penanggung jawab klinik pratama adalah seorang dokter, dokter spesialis di bidang layanan primer, atau dokter gigi.

2)       Penanggung jawab klinik utama adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis.

3)       Penanggung jawab klinik harus memiliki SIP di klinik tersebut dan dapat merangkap sebagai pemberi pelayanan.

4)       Penanggung jawab hanya dapat menjadi penanggung jawab satu klinik.

Jenis dan jumlah ketenagaan pada Klinik Pratama dan Klinik Utama disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Secara berkala dilakukan evaluasi kinerja pada seluruh SDM klinik. SDM klinik memiliki file kepegawaian yang paling sedikit terdiri dari:

1)       Kualifikasi, pendidikan, pelatihan dan kompetensi;

2)       STR dan SIP bagi tenaga kesehatan;

3)       Uraian tugas;

4)       Sertifikat pelatihan;

5)       Penilaian kinerja; dan 6)          Uraian kompetensi.

b.       Elemen Penilaian

1)       Pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan tenaga dilakukan sesuai dengan jumlah dan jenis kebutuhan layanan yang mengacu kepada ketentuan peraturan perundangundangan.

2)       Tersedia file kepegawaian seluruh SDM yang diperbaharui secara berkala.

3)       Kinerja SDM dievaluasi secara berkala.

3.       Standar 1.3 Tata Kelola Fasilitas dan Keselamatan (TKK 3) 

Klinik harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan suportif bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung. Klinik juga harus menyediakan peralatan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

a.       Maksud dan Tujuan 

Dalam upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan fasilitas maka klinik menyusun manajemen resiko fasilitas yang mencakup: 

 

 

                                  1)     Keselamatan dan keamanan 

Keselamatan adalah kondisi fasilitas, sarana dan prasarana klinik tidak menimbulkan bahaya atau resiko bagi pasien, staf dan pengunjung.  Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, ancaman serta gangguan kenyamanan bagi pasien, staf dan pengunjung. Keselamatan dan keamanan yang baik didukung dengan menjaga kualitas lingkungan seperti pencahayaan, kelembapan, suhu, dan kebisingan sesuai dengan standar. 2) Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah B3 Klinik menggunakan bahan yang dikategorikan sebagai B3 dan menghasilkan limbah B3 termasuk limbah medis.  Klinik harus memiliki prosedur dan sarana dalam penggunaan B3 dan pengelolaan limbah B3 juga prosedur pencegahan dan pengurangan timbulan limbah B3, serta memiliki kemampuan atau bekerja sama dalam melakukan pengelolaan limbah B3.

3)       Penanggulangan Bencana

Klinik wajib memberikan upaya perlindungan keselamatan dan keamanan kepada pasien, keluarga, pengunjung dan staf. Untuk itu, klinik perlu menetapkan kebijakan dan prosedur respon emergensi dalam menghadapi kondisi bencana (alam maupun bencana non alam) mencakup identifikasi resiko, koordinasi respon dan evakuasi.

4)       Sistem proteksi kebakaran 

Perlindungan terhadap fasilitas dan penghuni dari bahaya kebakaran merupakan hal wajib yang harus dilakukan oleh klinik 

5)       Peralatan medis 

Dalam memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas klinik menyediakan peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan pemeliharaan secara berkala, kalibrasi dan uji kesesuaian oleh lembaga yang berwenang.

6)       Sistem utilitas meliputi listrik, air dan gas medis serta sarana sanitasi

Klinik menjamin keberlangsungan sistem utilitas yang vital seperti listrik yang memadai, air dengan kuantitas yang cukup dan kualitas sesuai standar, dan gas medis selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu atau selama jam operasional. 

7)       Sampah domestik dan limbah 

Kegiatan operasional dan pelayanan kesehatan menghasilkan sampah domestik dan air limbah yang harus dikelola. Klinik harus memiliki prosedur dan sarana dalam melakukan pengelolaan sampah domestik dan limbah. Klinik menyediakan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) sampah domestik sebelum sampah dimanfaatkan/didaur ulang atau dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

                       b.     Elemen Penilaian 

1)       Tersedia bukti perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

2)       Ada program manajemen risiko fasilitas sebagaimana diuraikan dalam maksud dan tujuan angka 1) sampai dengan angka 7). 

3)       Tersedia daftar inventaris dan bukti pemeliharaan sarana yang tersedia di klinik.

4)       Tersedia bukti pelaksanaan pengamanan dan pengawasan akses keluar masuk fasyankes.

5)       Tersedia bukti pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah B3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6)       Tersedia bukti pengelolaan sampah domestik serta pengelolaan air limbah sesuai peraturan perundangundangan.

7)       Tersedia Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan bukti pemeliharaan APAR. 

8)       Tersedia penanda jalur dan jalur evakuasi yang jelas.

9)       Tersedia bukti larangan merokok.

10)    Tersedia daftar inventaris, bukti pemeliharaan dan bukti kalibrasi peralatan medis dan bukti izin Bapeten untuk yang memiliki pelayanan radiologi.

 

 

           4.     Standar 1.4 Tata Kelola Kerja Sama (TKK 4)

Klinik dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan pelayanan. Dasar pelaksanaan kerja sama tersebut dituangkan dalam bentuk dokumen kontrak yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kontrak dapat berupa kontrak klinis dan kontrak manajemen. 

a.       Maksud dan Tujuan

Dalam upaya pemenuhan pelayanan, klinik dapat melakukan kerja sama dengan melakukan kontrak klinis dan kontrak manajemen. Kontrak klinis adalah perjanjian kerja sama antara klinik dengan individu staf medis dalam bentuk pakta integritas. Atau dengan fasilitas kesehatan lainnya.  Kontrak manajemen adalah perjanjian kerja sama antara klinik dengan badan hukum dalam penyediaan alat kesehatan dan pelayanan non klinis. Dokumen kontrak secara berkala dievaluasi oleh pemilik dan penanggungjawab klinik dengan mengukur pemenuhan standar kinerja yang disepakati.

b.       Elemen Penilaian 

1)       Ada dokumen kontrak atau perjanjian kerja sama yang jelas. 

2)       Dokumen kontrak memiliki indikator kinerja pihak yang melakukan kerjasama. 

3)       Ada bukti monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut terhadap pemenuhan indikator kinerja yang tercantum di dalam kontrak.

 

B.       BAB II. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Gambaran Umum

Dalam memberikan pelayanan dan asuhan pada pasien, klinik melaksanakan program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.  Klinik menjalankan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara komprehensif sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kompleksitas pelayanan yang diberikan. Ruang lingkup Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien pada klinik adalah:

a.       Pemilik, penanggungjawab dan seluruh staf dan bagian terlibat dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien;

b.       Ada penetapan, pengukuran, evaluasi dan analisa dari indikator mutu klinik;

c.        Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan prosedur yang ditetapkan;

d.       Pengendalian dan Pencegahan Infeksi; dan

e.        Penerapan Standar Sasaran Keselamatan Pasien.

Klinik memiliki penanggung jawab dalam pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

1.       Standar 2.1 Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

(PMKP 1)

Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien maka klinik mempunyai program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) yang menjangkau seluruh bagian dan seluruh tenaga yang bekerja di klinik. Penanggung jawab klinik menunjuk koordinator program PMKP untuk melaksanakan program PMKP di klinik.

                       a.     Maksud dan Tujuan

Klinik memiliki upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang meliputi:

1)       Penentuan dan evaluasi capaian indikator mutu klinik;

2)       Pelaporan insiden keselamatan pasien;

3)       Pelaporan indikator mutu klinik; dan

4)       Penerapan manajemen risiko terintegrasi mencakup pelaksanaan proses manajemen risiko yang dibuktikan dengan membuat daftar risiko dan melakukan mitigasi resiko.

Penanggung jawab klinik menunjuk seorang atau lebih staf klinik sebagai penanggung jawab atau koordinator program PMKP yang bertanggung jawab terhadap penyusunan, pengukuran, evaluasi dan  pelaporan indikator mutu klinik dan insiden keselamatan pasien. Terdapat tiga jenis indikator mutu di klinik yaitu Indikator Nasional Mutu (INM) klinik, indikator mutu prioritas klinik, dan indikator mutu prioritas unit/bagian di klinik.  Pemilik dan penanggung jawab klinik terlibat dalam Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di klinik dan menerima laporan capaian indikator mutu klinik dan laporan insiden keselamatan pasien. 

                       b.     Elemen Penilaian

1)       Penanggung Jawab klinik menetapkan penanggung jawab program mutu. 

2)       Ada indikator mutu layanan yang diukur, dievaluasi, analisa dan tindak lanjut serta dilaporkan sesuai dengan ketentuan.

3)       Insiden keselamatan pasien dilaporkan dan dilakukan investigasi sesuai dengan ketentuan.

4)       Ada daftar risiko klinik yang dibuat sekali dalam setahun dan dilakukan mitigasi resiko

5)       Ada bukti tindak lanjut dari mitigasi resiko

2.       Standar 2.2 Sasaran Keselamatan Pasien (PMKP 2)

Klinik menerapkan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) dalam pelayanan dan asuhan pasien.  Penerapan SKP melalui pengukuran, evaluasi, dan pelaporan indikator SKP.

                       a.     Maksud dan Tujuan

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan bagian utama dari upaya keselamatan pasien. Penerapan SKP dan pelayanan dan asuhan pasien di klinik bertujuan agar klinik memperhatikan aspek-aspek strategis dalam pelayanan yang bisa memberikan pengaruh kepada keselamatan pasien.  Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien di klinik sesuai dengan cakupan pelayanan yang dilakukan sehingga penanggung jawab klinik harus menetapkan pedoman pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).  Adapun Sasaran Keselamatan Pasien di klinik meliputi:

1)       Identifikasi pasien

Identifikasi pasien dengan benar bertujuan untuk memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan dan menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan pasien. Identifikasi harus dilakukan minimal menggunakan dua identitas yang ada misalnya nama pasien, nomor rekam medik, tanggal lahir dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Identifikasi dilakukan setiap keadaan terkait intervensi kepada pasien misalnya sebelum memberikan pelayanan, prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, pemberian diit dan identifikasi terhadap pasien koma

2)       Pelaksanaan Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, tidak membingungkan dan dipahami antar tenaga kesehatan yang malakukan pelayanan.  Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik atau tertulis. Klinik harus menetapkan dan menerapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif. 

3)       Meningkatnya Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert Medication) 

Pemberian dan penggunaan obat terutama obat obat yang perlu diwaspadai (high alert) pada pasien perlu dikelola dengan baik. Obat yang perlu diwaspadai antara lain obat resiko tinggi, LASA dan elektrolit konsentrat.

4)       Terlaksananya proses tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien yang menjalani tindakan dan prosedur.

Salah lokasi, salah prosedur, dan salah pasien yang menjalani tindakan merupakan kejadian yang bisa terjadi pada proses pelayanan pasien di klinik. Klinik menetapkan prosedur yang seragam untuk: pemberian tanda di tempat operasi, proses verifikasi praoperasi dan pelaksanaan Surgical Safety Checklist. Prosedur Surgical Safety Checklist meliputi:

a)        Fase Sign In

Fase Sign In adalah fase sebelum induksi anestesi, secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai dan persetujuan untuk operasi telah diberikan.

b)       Fase Time Out. 

Fase Time Out adalah fase sebelum dilakukan insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan diberi kesempatan memberikan konfirmasi tentang Tindakan bedah yang akan dilakukan. 

 

c)        Fase Sign Out

Fase Sign Out adalah fase meninjau operasi yang telah dilakukan dan sebelum dilakukan penutupan atau penjahitan akhir pada pasien. Pada fase sign out dipastikan tidak ada instrument, kasa, spon ataupun bahan medis lain yang tertinggal dalam tubuh pasien. Dilakukan penghitungan seluruhnya sesuai kondisi awal

 Seluruh proses tersebut didokumentasikan di rekam medik pasien dengan menggunakan format Surgical Safety Checklist seperti yang diterbitkan WHO.

5) Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan Klinik menetapkan prosedur cuci tangan dengan berpedoman pada WHO yaitu cuci tangan 6 (enam) langkah dan 5 (lima) saat (momen).  Publikasi secara jelas langkah langkah dan saat harus dilakukan kebersihan tangan (hand hygiene) menjadi penting bagi pengunjung, pasien dan staf klinik. Pemberian pelatihan cuci tangan yang benar pada staf, pasien dan pengunjung menjadi salah satu program kerja dalam upaya pengurangan resiko infeksi di klinik. 6) Mengurangi resiko cedera karena pasien jatuh

Kejadian cedera karena pasien jatuh pada fasilitas kesehatan dapat terjadi pada rawat jalan maupun rawat inap. Klinik menetapkan prosedur untuk mengurangi resiko jatuh selama proses pelayanan dan asuhan pasien.  Klinik bertanggung jawab untuk mengidentifikasi faktorfaktor resiko jatuh yang ada pada pasien dan melakukan evaluasi secara berkala terhadap resiko jatuh.  Klinik dapat menggunakan instrument dalam pencegahan dan assesmen resiko jatuh seperti skala Morse untuk pasien dewasa dan Humpty Dumpty untuk pasien anak.

                       b.     Elemen Penilaian

1)       Tersedia bukti identifikasi pasien sebelum intervensi kepada pasien sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. 

2)       Tersedia bukti pelaksanaan komunikasi efektif yang didokumentasikan di rekam medik pasien.

3)       Tersedia bukti pengelolaan keamanan obat resiko tinggi.

4)       Penandaan sisi operasi/tindakan medis secara konsisten oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan yang didokumentasikan di rekam medik pasien.

5)       Tersedia bukti pelaksanaan Surgical Safety Checklist yang didokumentasikan di rekam medis pasien.

6)       Ada media informasi penerapan kebersihan tangan sesuai ketentuan WHO.

7)       Ada prosedur yang ditetapkan klinik dalam mencegah pasien cedera karena jatuh.

8)       Ada bukti implementasi langkah-langkah pencegahan pasien jatuh.

3. Standar 2.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PMKP 3) Klinik melakukan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). PPI dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan. Penanggung jawab klinik menunjuk koordinator atau penanggungjawab PPI untuk penerapan PPI sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Klinik membuat identifikasi resiko setiap tahun di akhir tahun sebagai dasar rencana penerapan pencegahan dan pengendalian risiko infeksi di tahun berikutnya. 

                       a.     Maksud dan Tujuan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan faktor penting dalam mendukung upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien klinik.  Klinik Menyusun dan melaksanakan program PPI sesuai dengan pelayanan dan resiko infeksi yang ada. Penanggung jawab klinik menetapkan dan melaksanakan program PPI sesuai dengan pelayanan dan resiko yang ada di klinik yang meliputi:

                                  1) Kewaspadaan standar yang terdiri atas:

a)       kebersihan tangan;

b)       penggunaan apd;

c)        dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien;

d)       pengendalian lingkungan;

e)        pengelolaan limbah;

f)         penatalaksanaan linen;

g)        perlindungan kesehatan petugas;

h)       penempatan pasien;

i)         etika batuk dan bersin;

j)         praktik menyuntik yang aman

2)       Kewaspadaan berdasarkan transmisi yaitu: 

a)       kewaspadaan transmisi kontak; 

b)       kewaspadaan transmisi droplet; dan 

c)        kewaspadaan transmisi udara  (airbone).

3)       Bundles

4)       Survailans

5)       Pendidikan dan pelatihan

6)       Penggunaan anti mikroba yang bijak

Beberapa program PPI tersebut dapat dijadikan indikator mutu klinik yang diukur, dievaluasi dan dilaporkan secara berkala kepada pemilik dan penanggungjawab klinik. Petugas yang melakukan monitoring dan evaluasi implementasi PPI di klinik minimal telah mendapatkan pelatihan PPI dasar. 

                       b.     Elemen Penilaian

1)       Klinik menetapkan kebijakan dan prosedur PPI di klinik.

2)       Ditetapkan program PPI di klinik.

3)       Ada petugas yang kompeten yang bertanggung jawab melaksanakan, monitoring, mengevaluasi implementasi PPI di klinik serta melakukan edukasi dan sosialisasi secara berkala dan terdokumentasi.

4)       Tersedia bukti sarana kebersihan tangan dan staf klinik mampu mempraktekkan langkah langkah kebersihan tangan.

5)       Tersedia bukti pelaksanaan program PPI di klinik.

 

C.        BAB III. Penyelenggaraan Kesehatan Perseorangan (PKP)

Gambaran Umum

Pelayanan yang dilakukan di klinik meliputi pelayanan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan pasien memperhatikan hak pasien dan keluarga serta mutu dan keselamatan pasien. Klinik pratama menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar sedangkan klinik utama menyelengggarakan pelayanan spesialistik.  Pelaksanaan asuhan dan pelayanan dilakukan secara terintegrasi oleh semua Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Asuhan pasien terintegrasi merupakan konsep pelayanan berfokus pada pasien dilaksanakan sehari hari dengan implementasi dapat terlihat sebagai berikut:

a.       Pelayanan memperhatikan hak pasien dan keluarga dan mendukung keterlibatan pasien/keluarga dalam asuhan pasien

b.       Dokter melakukan integrasi seluruh asuhan dari PPA lainnya

c.        Implementasi pelayanan terintegrasi dengan adanya Panduan Praktek Klinis (PPK), Alur Klinis, SPO, dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).

1.       Standar 3.1 Hak Pasien dan Keluarga (PKP 1)

Pelayanan klinik didasarkan pada nilai-nilai keunikan pada diri pasien dan keluarganya. Dalam memberikan asuhan, klinik melibatkan pasien dan keluarga dalam menetukan keputusan keputusan dalam pemberian asuhan. Kerahasiaan pasien menjadi hal penting yang harus di pahami oleh penanggung jawab dan seluruh staf. Pasien dan keluarga berhak menyampaikan keluhan tentang pelayanan yang mereka terima. Klinik menyediakan media untuk pasien, keluarga dan seluruh pengguna layanan yang ingin menyampaikan keluhan, konflik atau masalah lain dan klinik menindaklanjuti keluhan atau pendapat yang disampaikan.

a.         Maksud dan Tujuan

Dalam penyelenggaraan pelayanan klinik mendukung pasien untuk mengetahui hak dan kewajibannya.  Klinik harus memastikan bahwa pelayanan yang diberikan bertanggung jawab dan mendukung hak pasien dan keluarga selama menjalani asuhan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan pasien secara khusus seperti pasien dengan keterbatasan, pasien lansia, ibu hamil dan menyusui. Klinik menyediakan media untuk pasien, keluarga dan seluruh pengguna layanan yang ingin menyampaikan keluhan, konflik atau dilema lain. Penyampaian keluhan atau pengaduan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengaduan langsung kepada petugas, mengisi kotak saran, mendatangi pojok pengaduan, ruang pengaduan ataupun bentuk layanan keluhan lainnya. Klinik memiliki proses penanganan keluhan keluhan tersebut secara sistematis dan terdokumentasi sehingga dipastikan semua keluhan dan pengaduan akan ditindak lanjuti dan disampaikan kepada pasien penanganan keluhan yang telah dilakukan. Penanganan keluhan dilakukan berdasarkan prioritas dari efek keselamatan pasien.

b.        Elemen Penilaian

1)       Tersedia bukti klinik mensosialisasikan hak dan kewajiban pasien.

2)       Tersedia bukti petugas menjelaskan tentang hak dan kewajiban pasien beserta keluarganya. 

3)       Pasien mengerti dan memahami hak dan kewajibannya.

4)       Ada pemenuhan hak pasien berkebutuhan khusus atau dalam kondisi khusus.

5)       Tersedia petugas, media atau tempat untuk menyampaikan keluhan pelayanan bagi pasien atau keluarga.

6)       Ada tindak lanjut keluhan oleh klinik dan dikomunikasikan dengan pasien atau keluarga.

7)       Ada dokumentasi pengaduan dan tindak lanjut yang telah dilakukan.

2.       Standar 3.2 Pasien dan Keluarga Dalam Proses Asuhan (PKP 2) Dalam pendukung pemberian asuhan terintegrasi maka PPA melibatkan pasien dan keluarga dalam proses asuhan pasien.

a.         Maksud dan Tujuan

Pasien dan keluarga mengetahui dan menyetujui asuhan dan pelayanan yang mereka terima di klinik. Persetujuan khusus untuk tindakan medik khusus dan resiko tinggi (informed consent). Informed consent sedikitnya memuat informasi dan penjelasan: nama, tindakan, resiko tindakan, kemungkinan komplikasi, tindakan alternative dan hal-hal lain yang perlu dipersiapkan oleh pasien dan keluarga.

Pasien dan keluarga diberitahu oleh PPA informasi tentang rencana asuhan, proses asuhan dan kemungkinan hasil asuhan yang diberikan.

 

 

b.        Elemen Penilaian

1)       Ada bukti pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran dan terdokumentasi di rekam medik pasien. 

2)       Pasien atau keluarga mengetahui rencana asuhan, diagnostik dan kemungkinan hasil asuhan yang diberikan.

3.       Standar 3.3 Akses Pasien Klinik (PKP 3)

Dalam Proses penerimaan pasien, klinik melakukan pendaftaran dan skrining. Pendaftaran dan skrining bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan menilai kemampuan klinik dalam memberikan pelayanan.

a.         Maksud dan Tujuan

Klinik menetapkan prosedur skrining. Skrining bertujuan:

1)       Mengetahui kebutuhan pasien.

2)       Mengetahui         kemampuan         klinik          dalam         memberikan pelayanan.

Berbagai metode skrining dapat diterapkan di klinik sesuai kebutuhan antara lain skrining cepat dengan instrument sederhana, pengamatan atau visual, pemeriksaan fisik dan menggunakan metode triase pada klinik yang memiliki UGD dan SDM yang kompeten.

b.        Elemen Penilaian

1)       Ada prosedur pendaftaran yang ditetapkan.

2)       Ada bukti pelaksanaan pendaftaran sesuai regulasi yang ditetapkan.

3)       Ada prosedur skrining yang ditetapkan.

4)       Ada bukti pelaksanaan skrining sesuai regulasi yang ditetapkan.

4.       Standar 3.4 Pengkajian Pasien (PKP 4)

Proses pengkajian dilakukan secara komprehensif mencakup berbagai kebutuhan dan harapan pasien dan keluarga.

a.         Maksud dan Tujuan

Proses kajian pasien menentukan efektifitas asuhan yang akan dilakukan. Ketika pasien diterima di klinik untuk memperoleh pelayanan klinis perlu dilakukan kajian awal oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan dan tenaga pemberi asuhan lainnya.  

Isi minimal kajian awal:

1)       Status fisik;

2)       Psikososial-spiritual; 

3)       Riwayat kesehatan pasien; 4)          Riwayat penggunaan obat; dan 5)         Screening gizi pasien.

Kajian ulang berisikan perkembangan pasien dan dievaluasi secara berkala dengan menggunakan form Catatan

Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).  

b.        Elemen Penilaian

1)       Ada bukti dilakukan kajian pasien oleh PPA dalam penetapan diagnosis yang dituangkan ke dalam rekam medis. 

2)       Kajian awal sekurang kurangnya memuat data angka 1) sampai angka 5) 

3)       Kajian ulang dibuat dalam bentuk CPPT dan terdokumentasi di rekam medik.

5.       Standar 3.5 Rencana dan Pemberian Asuhan (PKP 5)

Pelaksanaan asuhan sesuai dengan rencana asuhan. Rencana asuhan menjelaskan asuhan dan pengobatan/tindakan yang diberikan kepada seorang pasien. 

a.         Maksud dan Tujuan

Rencana asuhan menjelaskan asuhan dan pengobatan/tindakan yang diberikan kepada seorang pasien. Rencana asuhan memuat satu paket tindakan yang dilakukan oleh pelaksana asuhan untuk mendukung diagnosis yang ditegakkan melalui pengkajian. Tujuan utama rencana asuhan adalah memperoleh hasil klinis yang optimal. Rencana asuhan terdokumentasi dengan baik di rekam medis pasien. Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan diperoleh. Pasien berhak menolak atau menyetujui rencana asuhan setelah mendapat penjelasan dari Pemberi asuhan. 

b.        Elemen Penilaian 

1)       Ada bukti rencana asuhan oleh PPA dan terdokumentasi di rekam medik pasien.

2)       Ada bukti pelaksanaan asuhan dan terdokumentasi di rekam medik pasien.

3)       Ada bukti rencana asuhan dievaluasi secara berkala oleh pemberi asuhan.

6.       Standar 3.6 Pelayanan Promotif dan Preventif (PKP 6)

Klinik menyediakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penyelenggaraan pelayanan promotif dan preventif di klinik sesuai dengan kebutuhan pasien dan masyarakat serta mendukung program prioritas nasional maka dilakukan pemantauan secara berkesinambungan.

a.         Maksud dan Tujuan

Klinik menyelenggarakan pelayanan promotif dan preventif sesuai dengan kebutuhan pasien dan masyarakat serta mendukung program prioritas nasional seperti pemberian edukasi baik secara langsung ataupun menggunakan media komunikasi seperti banner, leafleat, dan multi media.  Kegiatan promotif dan preventif dilakukan pemantauan secara kesinambungan.

b.        Elemen Penilaian 

1)       Ada pelayanan promotif dan preventif yang dilakukan secara berkala.

2)       Ada bukti pelaksanaan dan laporan pelaksanaan program promotif dan preventif.

7.       Standar 3.7 Pelayanan Pasien Risiko Tinggi dan Penyediaan

Pelayanan Risiko Tinggi (PKP 7)

Klinik menetapkan regulasi pelayanan pasien risiko tinggi dan penyediaan pelayanan risiko  tinggi berdasarkan Panduan Praktik Klinis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

a.         Maksud dan Tujuan

Klinik menetapkan regulasi tentang pasien risiko tinggi yang mampu dilayani. Pelayanan pasien resiko tinggi antara lain antara lain:

1)       Pasien emergensi;

2)       Pasien dengan penyakit menular;

3)       Pasien dialisis;

4)       Pasien dengan risiko bunuh diri; dan

5)       Populasi pasien rentan, lansia, anak-anak dan pasien berisiko tindak kekerasan atau ditelantarkan.

Pelayanan risiko tinggi antara lain:

1)       Pelayanan pasien dengan penyakit menular;

2)       Pelayanan pasien yang menerima dialisis; dan 3)          Pelayanan pasien yang menerima kemoterapi.

b.        Elemen Penilaian 

1)       Ada penetapan pelayanan pasien risiko tinggi pada klinik.

2)       Ada bukti pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai SPO yang ada.

8.       Standar 3.8 Pelayanan Anestesi dan Bedah (PKP 8)

Pelayanan anestesi dan bedah dilaksanakan sesuai standar, sesuai dengan perencanaan dan kajian secara komprehensif dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

a.         Maksud dan Tujuan

Pelayanan anestesi di klinik dilaksanakan sesuai standar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Klinik pratama hanya melakukan anestesi lokal, sedangkan untuk klinik utama selain anestesi lokal dapat melakukan anestesi sedasi intravena. Dalam memberikan pelayanan anestesi, klinik menetapkan program mutu dan keselamatan pasien meliputi:

1)       Kajian pra anestesi;

2)       Pemantauan intra anestesi; dan 3)          Pemantauan paska anestesi.

Pelayanan bedah diberikan sesuai dengan perencanaan berdasarkan hasil kajian dan dicatat dalam rekam medis pasien. Klinik pratama hanya melakukan bedah kecil (minor) tanpa anestesi umum dan/ atau spinal.  Klinik utama dapat melakukan tindakan bedah kecuali bedah yang menggunakan anestesi umum dengan inhalasi/ spinal, operasi sedang berisiko tinggi dan operasi besar. Dalam memberikan pelayanan bedah, klinik menetapkan program mutu dan keselamatan pasien meliputi:

1)       Kajian pra bedah;

2)       Penandaan lokasi operasi; dan

3)       Pelaksanaan surgical safety check list.

Pelayanan anestesi dan bedah dilaksanakan pada fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat salah satunya adalah ruang bedah yang sesuai dengan standar.

b.        Elemen Penilaian

1)       Klinik menetapkan prosedur pelayanan anestesi dan bedah sesuai kebutuhan. 

2)       Pelayanan anestesi dan bedah dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

3)       Jenis, dosis dan teknik anestesi dan pemantauan status fisiologi pasien selama pemberian anestesi oleh petugas dicatat dalam rekam medis pasien. 

4)       Ada bukti pelaksanaan kajian pra bedah. 

5)       Ada bukti pelaksanaan kajian pra anestesi.

6)       Ada bukti pemantauan dan evaluasi paska anestesi dan bedah.

9.       Standar 3.9 Pelayanan Gizi (PKP 9)

Pelayanan gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.

a.         Maksud dan Tujuan

Pemberian terapi gizi sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinis. Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya. Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.

1)       Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan status gizi dan kebutuhan pasien.

2)       Setiap pasien harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar angka kecukupan gizi.

3)       Terapi gizi pada pasien rawat inap harus dicatat dan didokumentasikan dengan baik.

4)       Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten dan disimpan dalam kondisi yang baik untuk mencegah kontaminasi.

b.        Elemen Penilaian

1)       Asuhan gizi dilakukan oleh petugas yang berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2)       Disusun rencana asuhan gizi berdasarkan kajian kebutuhan gizi pada pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien.

3)       Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan pemesanan dan di dokumentasikan. 

4)       Pasien dan/atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diet pasien dan keamanan atau kebersihan makanan. 

10.    Standar 3.10 Pemulangan dan Tindak Lanjut Perawatan (PKP 10) Pemulangan dan tindak lanjut pasien bertujuan untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku dan jelas. Rujukan dilaksanakan apabila klinik tidak memiliki kompetensi penanganan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. 

a.         Maksud dan Tujuan

Klinik dapat memberikan pelayanan rawat inap paling lama 5 (lima) hari, apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 hari maka pasien harus secara terencana dirujuk ke rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemulangan pasien dilakukan berdasarkan kriteria pulang yang ditetapkan oleh penanggung jawab klinik dan didokumentasikan pada resume pasien pulang. Informasi yang diberikan kepada pasien/keluarga pada saat pemulangan atau rujukan diperlukan agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.

b.        Elemen Penilaian

1)       Dokter melaksanakan pemulangan dan menyusun rencana tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun dan kriteria pemulangan.

2)       Ada bukti ringkasan pulang pasien dalam rekam medis. 

3)       Ada bukti pemberian informasi kepada pasien saat pulang.

11.    Standar 3.11 Pelayanan Rujukan (PKP 11) 

Pelayanan Rujukan dilaksanakan apabila klinik tidak memiliki kompetensi penanganan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

a.         Maksud dan Tujuan

Jika kebutuhan pasien terhadap pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh klinik, maka pasien harus di rujuk ke fasyankes yang mampu menyediakan pelayanan yang berdasarkan kebutuhan pasien dan telah bekerja sama dengan klinik.  Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.

Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang rencana rujukan.  Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi tentang kondisi pasien (kondisi klinis pasien, prosedur dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut) dituangkan dalam surat rujukan dikirim bersama pasien.  Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap menyediakan sarana transportasi rujukan pasien (ambulance) yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundangan. Dalam hal klinik belum memiliki ambulans, dapat dipenuhi melalui kerja sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan lain. 

b.        Elemen Penilaian

1)       Ada tata cara dan prosedur rujukan pasien.

2)       Klinik yang merujuk pasien memastikan bahwa fasyankes yang dituju dapat memenuhi kebutuhan pasien.

3)       Pasien/keluarga memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan rujukan berdasarkan kebutuhan pasien.

4)       Ada sarana transportasi rujukan yang memenuhi syarat (khusus klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap).

5)       Ada daftar jejaring rujukan klinik.

 

 

 

12.    Standar 3.12 Penyelenggaraan Rekam Medis (PKP 12)

Klinik melakukan penyelenggaran pelayanan rekam medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Rekam medis di klinik dipelihara dan terdokumentasi dengan baik

a.         Maksud dan Tujuan

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.  Rekam medis elektronik adalah rekam medis yang dibuat dan disimpan dalam bentuk elektronik. Penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Isi rekam medis pada klinik disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu:

1)       Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan dan untuk pasien home care yang dilayani oleh klinik sekurang-kurangnya memuat:

a)       Identitas pasien;

b)       Tanggal dan waktu;

c)        Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

d)       Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e)        Diagnosis;

f)         Rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan;

g)        Pengobatan dan/atau tindakan;

h)       Pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien;

i)         Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram

klinik; 

j)         Persetujuan tindakan bila diperlukan; dan

k)       Nama dan tanda tangan Tenaga Kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. 

2)       Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari memuat catatan dan dokumen yang sama dengan rekam medis rawat jalan dan ditambahkan:

a)       Catatan observasi klinis;

b)       Hasil pengobatan; dan

c)        Ringkasan pulang. 

 

3)       Isi rekam medis untuk pelayanan gawat darurat meliputi:

a)       Identitas pasien;

b)       Kondisi saat pasien tiba di fasilitas pelayanan kesehatan;

c)        Identitas pengantar pasien;

d)       Tanggal dan waktu;

e)        Hasil anamnesis;

f)         Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

g)        Diagnosis;

h)       Pengobatan dan/atau tindakan; dan

i)         Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut.

4)       Isi ringkasan pulang sekurang-kurangnya memuat:

a)       Identitas pasien;

b)       Diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;

c)        Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak lanjut; dan

d)       Nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.

Dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat dilakukan pembetulan. Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.  Efek obat, efek samping obat dan kejadian alergi didokumentasikan dalam rekam medis. Dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu bertanggung jawab atas catatan dan/atau dokumen yang dibuat pada rekam medis.  Klinik menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis dengan mempertimbangkan kerahasiaan pasien.

Rekam medis pada klinik wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Setelah batas waktu dilampaui, rekam medis dapat dimusnahkan. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan penanggung jawab klinik.  Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penanggung jawab klinik dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.  Penanggung jawab klinik bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.

                       b.     Elemen Penilaian

1)       Ada bukti penyelenggaraan rekam medis.

2)       Ada bukti rekam medis diisi secara lengkap oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA).

3)       Ada tata cara penyimpanan, peminjaman dan pemusnahan rekam medis.

4)       Ada bukti klinik menjaga kerahasiaan rekam medis pasien.

13.    Standar 3.13 Pelayanan Laboratorium (PKP 13)

Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium. Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pelayanan laboratorium. Pelayanan laboratorium dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Klinik menetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia. Pelayanan laboratorium merupakan penunjang untuk penyelenggaraan pelayanan medik di Klinik dan hanya untuk kebutuhan pelayanan di Klinik.

a.       Maksud dan Tujuan

Klinik yang menyelenggarakan pelayanan laboratorium menetapkan jenis-jenis pelayanan dan pemeriksaan laboratorium yang tersedia.  Regulasi pelayanan laboratorium disusun sebagai acuan yang meliputi kebijakan dan pedoman serta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium. 

Laboratorium di dalam klinik tersebut wajib melakukan Pemantapan Mutu Internal (PMI) dalam setiap siklus pemeriksaan laboratorium dan mengikuti program Pemantapan Mutu Eksternal (PME) secara periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah. Penanggung jawab klinik perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium.  Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat diberikan perhatian khusus. Reagensia dan bahan-bahan lain yang harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi pengguna layanan harus diidentifikasi dan ditetapkan. Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi penyimpanan yang ada pada kemasan.  Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.

Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium di luar klinik, maka laporan hasil pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan. Ada prosedur rujukan         spesimen         dan/ atau pengguna    layanan,         jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan oleh klinik.

b.       Elemen Penilain 

1)       Ada penetapan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan.

2)       Terdapat Penanggung Jawab Laboratorium sesuai perundang-undangan yang berlaku.

3)       Klinik menetapkan rentang nilai normal untuk setiap jenis pemeriksaan yang disediakan.

4)       Ada bukti reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis pelayanan yang ditetapkan, pelabelan dan penyimpanannya.

5)       Ada prosedur pelaporan, pencatatan dan tindak lanjut hasil laboratorium kritis.

6)       Ada prosedur rujukan spesimen dan/ atau pengguna layanan, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan oleh klinik.

7)       Ada bukti pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal  (PME) secara berkala.

14.    Standar 3.14 Pelayanan Radiologi (PKP 14) 

Pelayanan radiologi disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan radiologi dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

                       a.     Maksud dan Tujuan 

Pelayanan radiologi di klinik disesuaikan dengan kebutuhan dan sesuai keamanan radiasi. Klinik yang memiliki pelayanan radiologi dipastikan memiliki manajemen keamanan radiasi yang meliputi:

1)       Kepatuhan terhadap standar yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2)       Kepatuhan terhadap standar dari manajemen fasilitas, radiasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi;

3)       Tersedia APD sesuai pekerjaan dan bahaya yang dihadapi; dan

4)       Orientasi bagi semua staf pelayanan radiologi tentang praktik dan prosedur keselamatan.

Semua peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan radiologi diperiksa, dirawat, dan dikalibrasi secara teratur dan disertai catatan memadai yang dipelihara dengan baik meliputi:

1)       Uji berkala;

2)       Inspeksi berkala;

3)       Pemeliharaan berkala;

4)       Kalibrasi berkala; dan 5)          Dokumentasi.

                       b.     Elemen Penilaian

1)       Klinik menerapkan prosedur pelayanan radiologi.

2)       Ada bukti pelayanan radiologi sesuai dengan prosedur yang ada termasuk kepatuhan terhadap manajemen keamanan radiasi.

 

15.    Standar 3.15 Pelayanan Kefarmasian (PKP 15)

Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan Kefarmasian di Klinik diselenggarakan oleh ruang/ instalasi farmasi. Pelayanan Kefarmasian di Klinik terdiri dari pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP, serta pelayanan farmasi klinis. 

a.       Maksud dan Tujuan

Dalam menjalankan praktik kefarmasian di klinik, apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian sehingga pelayanan yang diberikan optimal dan bermutu, mampu melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety), serta menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.

Klinik melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta pelayanan farmasi klinik sesuai standar pelayanan kefarmasian. Klinik secara berkala minimal satu kali dalam setahun menetapkan formularium yang mengacu pada Formularium Nasional. Pengkajian resep dilakukan oleh tenaga kefarmasian, meliputi pengkajian administratif, farmasetik dan klinis. Peresepan hanya dilakukan oleh tenaga medis yaitu dokter, dokter gigi dan dokter spesialis. Untuk klinik rawat inap penggunaan obat oleh pengguna layanan/pengobatan sendiri baik yang dibawa ke klinik atau yang diresepkan atau dipesan di klinik, diketahui dan dicatat dalam rekam medis dan dilakukan rekonsiliasi obat. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila salah menggunakan dan dapat menimbulkan bahaya pada pasien. Penyimpanan dan penggunaan obat narkotik dan psikotropika sesuai dengan aturan perundangan. Klinik memperhatikan penyediaan obat keadaan darurat medis sehingga saat terjadi kegawatdaruratan pasien cepat mendapatkan akses terhadap obat keadaan darurat medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat di klinik dilakukan melalui jalur resmi dengan menggunakan surat pesanan yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan SIPA.

 

b.       Elemen Penilaian

1)       Tersedia bukti pengelolaan dan pelayanan sediaan farmasi BMHP dan alat kesehatan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

2)       Tersedia daftar formularium obat klinik.

3)       Ada kebijakan dan atau prosedur pengadaan obat sesuai dengan regulasi.

4)       Tersedia bukti dilakukan pengkajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap pelayanan pemberian obat. 

5)       Tersedia bukti pemberian informasi obat dan konseling oleh Apoteker.

6)       Tersedia bukti rekonsiliasi obat pada pelayanan rawat inap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7)       Tersedia obat emergensi pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi, dipantau, dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau bila kadaluarsa. 

8)       Tersedia bukti penyimpanan dan pelaporan obat narkotika serta psikotropika sesuai dengan regulasi.

9)       Tersedia bukti penyimpanan obat termasuk obat high alert yang baik, benar dan aman sesuai regulasi.

10)    Tersedia kebijakan dan atau prosedur penanganan obat kadaluarsa/rusak.

11)    Terdapat pencatatan dan pelaporan MESO/Monitoring Efek Samping Obat.

12)    Ada kebijakan dan atau prosedur pemantauan dan pelaporan medication error.

13)    Dalam hal klinik tidak memiliki apoteker, sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian, ada bukti bahwa klinik hanya mengelola obat darurat medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

          

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Penyelenggaraan akreditasi klinik sesuai dengan standar dilaksanakan agar tercapainya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien serta tata kelola klinik yang baik, sehingga terwujudnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di klinik yang bermutu, profesional, dan bertangggung jawab. 

Dengan disusunnya standar akreditasi klinik, diharapkan semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, klinik, lembaga penyelenggara akreditasi, maupun pemangku kepentingan lainnya dapat melaksanakan akreditasi klinik dengan efektif, efisien dan berkelanjutan. 

 

 

MENTERI KESEHATAN 

REPUBLIK INDONESIA, 

  ttd.

 

BUDI G. SADIKIN

 

             

No comments:

Post a Comment

Manajemen Telusur

DOKUMEN TELUSUR POKOK Rencana Strategis ( Renstra )   >>>>>>>>>> View Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dan ...