DI
RUANG B2 RSP. SARDJITO
Disusun
oleh :
S
a k i y a n
02/159859/EIK/00218
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
2004
A. Definisi
Peradangan pada appendiks
vermiformis (umbai cacing)
B. Etiologi
Penyebab pasti belum
diketahui, faktor yang berpengaruh adalah obtruksi dan infeksi :
1. Obstruksi : hiperplasi
kelenjar getah bening (60%), fecalith (35%), Corpus alienum (4%), striktur
lumen (1%).
2. Ifeksi : E.coli an
streptococcus.
C. Patogenesis
1. Adanya isi lumen.
2. Derajat sumbatan yang
terus-mene.rus
3. Sekresi mukus yang
terus-menerus.
4. Sifat inelastis (tak
lentur) dari mukosa apendiks.
D. Patofisiologi
Appendicitis akut setelah 24 jam dapat
menjadi :
1. Sembuh.
2. Kronik.
3. Perforasi.
4. Infiltrat
abces
E. Pemeriksaan
diagnosis
1. Anamnesa
a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrium,
kemudian menjalar ke Mc Burney).
b. Muntah (rangsang viseral).
c. Panas (infeksi akut)
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
§
Tampak
kesakitan
§
Demam
§
Perbedaan
suhu rektal >1/2 Celcius
§
Fleksi
ringan art. Coxae dextra
b. Status lokalis
§
Mc.burney
:
Ø Nyeri tekan (+)
Ø Nyeri lepas (+) → rangsang
peritoneum
Ø Nyeri ketok (+)
§
Defens
muskuler (+) →m.rektus abdominis
§
Rovsing
Sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra Mc.Burney (kiri) terasa nyeri di
Mc.Burney karena tekanan tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara
dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakan peritoneum sekitar appendix yang
sedang meradang sehingga terasa nyeri.
§
Psoas
sign (+) → m.Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik
§
Obturator
sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila
nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendix di pelvis.
§
Peritonitis
umum (perforasi) :
Ø Nyeri di seluruh abdomen
Ø Pekak hati hilang
Ø Bising usus hilang
§
Rectal
touche : nyeri tekn pada jam 9 – 12
Digunakan untuk menegakan
diagnosis sebagai appendicitis akut atau bukan, meliputi 3 symtom, 3 sign dan 2
laboratorium :
·
Appendicitis
pain 2 point
·
Lekositosis
(>10 ribu) 2
·
Vomitus 1
·
Anoreksia 1
·
Erbound
Tendeness Fenomen 1
·
Degre
of celcius (>37,5 ºC) 1
·
Obsevation
of hemogram
(segmen > 72%) 1
·
Abdominal
migrate pain 1 +
Total point 10
Dinyatakan sebagai appendicitis
akut bila score > 7 point
3. Pemeriksaan penunjang
§
Laboratorium
:
Ø Hb normal
Ø Leukosit normal atau
meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis)
Ø Hitung jenis : segmen lebih
banyak
Ø LED meningkat (pada
appendicitis infiltrat)
§
Rongent
:appendicogram
Hasil positif berupa :
Ø Non-filling
Ø Partial filling
Ø Mouse tail
Ø Cut off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali
telah terjadi peritonitis.
F. Diagnosa
banding
1. Kehamilan ektopik terganggu
2. Salphingitis akut
(adneksitis)
3. Divertikel Mackeli
4. Batu ureter
5. Enteritis regional,
gastroenteritis
6. Batu empedu
7. Pankretaitis
8. Cystitis
9. infeksi panggul
10. Torsi kista ovarii
11. Endometriosis
G. Penatalaksanaan
1. Appendictomi cito
(app.akut, abses dan perforasi).
2. Appendictomi elektif (app.
kronik).
3. Konservatif kemudian
operasi elektif (app.infiltrat).
H. Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri
fisik, diskontinuitas jaringan
2. Risiko infeksi b.d prosedur
invasif
3. Kurang pengetahuan b.d
kurang informasi
4. Risiko ketidakseimbangan
volume cairan
I. Perencanaan
No |
Diagnosa |
Tujuan |
intervensi |
Rasional |
1 |
Nyeri
akut |
Setelah dilakukan
TP selama 2 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dibuktikan dengan
level nyeri pada scala 2-3, klien dapat melaporkan nyeri pada petugas dan
menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis |
Manajemen
nyeri : 1. Lakukan
pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya. 4. Kaji
kultur yang mempengaruhi nyeri. 5. Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau. 6. Evaluasi
bersama klien dan 7. Bantu
klien dan keluarga untuk mendapatkan dukungan 8. Kontrol
faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan. 9. Kurangi
faktor presipitasi nyeri. 10.Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis) 11.kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi. 12.Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 13.Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 14.Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri. 15.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 16.monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri. Administrasi
analgetik : 1. Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat. 2. Cek
program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 3. Cek
riwayat algi. 4. ilih
analgesik yang dibutuhkan dam kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih
dari satu. 5. Tentukan
pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri. 6. tentukan
analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 7. Monitor
TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 8. Berikan
analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 9.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping. |
Respon nyeri sangat
individual sehingga penangananyapun berbeda untuk masing-masing individu. Komunikasi yang
terapetik mampu meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawatt sehingga
dapat lebih kooperatif dalam program manajemen nyeri. Pengelaman lampau
tentang nyeri dan penenganannya dapat dijadikan bahan evaluatif untuk
intervensi nyeri saat ini. Dukungan sangat
diperlukan ketika nyeri sedang berlangsung dan untuk penanganan. Lingkungan yang
nyaman dapat membantu klien untuk mereduksi nyeri. Pengalihan nyeri
dengan relaksasi dan distraksi dapat mengurangi nyeri yang sedang timbul. Pemberian analgetik
yang tepat dapat membantu klien untuk beradaptasi dan mengatasi nyeri. Tindakan evaluatif
terhadap penanganan nyeri dapat dijadikan rujukan untuk penanganan nyeri yang
mungkin muncul berikutnya atau yang sedang berlangsung. |
2 |
Risiko
infeksi |
Setelah dilakukan
TP selama 2 x 24 jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien
dibuktikan dengan status imune klien adekuat, klien mengetahui cara
mengontrol nyeri dan konsisten meng gambarkan perilaku mendeteksi risiko dan
mengontrol risiko |
Konrol
infeksi : 1. Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain. 2. Pertahankan
teknik isolasi. 3. Batasi
pengunjung bila perlu. 4. Intruksikan
kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya. 5. Gunakan
sabun anti miroba untuk mencuci tangan. 6. Lakukan
cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. 7. Gunakan
baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung. 8. Cukur dan
persiapkan daerah untuk persiapan prosedur infasif dan pembedahan. 9. Pertahankan
lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat. 10.Lakukan perawatan luka dan dresing infus
setiap hari. 11.Tingkatkan intake nutrisi. 12.berikan antibiotik sesuai program. Proteksi
terhadap infeksi 1. Monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. 2. Monitor
hitung granulosit dan WBC. 3. Monitor
kerentanan terhadap infeksi. 4. Batasi
pengunjung. 5. Saring
pengunjung terhadap penyakit menular. 6. Pertahankan
teknik aseptik untuk setiap tindakan. 7. Pertahankan
teknik isolasi bila perlu. 8. Berikan
perawatan kulit pda area oedema. 9. Inspeksi
kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase. 10.Inspeksi kondisi luka, insisi bedah. 11.Ambil kultur. 12.Dorong masukan nutrisi adekuat. 13.Dorong masukan cairan adekuat. 14.Dorong istirahat yang cukup. 15.Monitor perubahan tingkat energi. 16.Dorong peningkattan mobilitas dan latihan. 17.Dorong batuk dan napas dalam. 18.Instruksikan klien untuk minum antibiotik
sesuai program. 19.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi. 20. 21.Batasi buah 22.Jauhkan bunga dan tanaman dari lingkungan
klien. 23.Berikan ruang pribadi. 24.Yakinkan keamanan air dan hiperklorinisasi
dan pemanasan. 25.Laporkan kecurigaan infeksi. 26.Laporkan jika kultur positif. Imunisasi vaksinasi
: 1.
Ajarkan kepada keluarga tentang jadwal
imunisasi, alsan dan manfaatnya serta efek samping. 2.
Ajarkan kepada keluarga tentang jenis
vaksinasi yang sesuai dengan paparan tertentu. 3.
Berikan informasi tertulis jika perlu. 4.
Sediakan catatan tentang tanggal dan jenis
imunisasi. 5.
Identifikasi tentang teknik administrasi
yang tepat. 6.
Identifikasi rekpomendasi terbaru tentang
manfaat imunisasi. 7.
Berikan injeksi pada paha anterolateral. 8.
Informasikan imunisasi untuk turis yang
akan pergi keluar negeri. 9.
Identifikasi tentang kontra indikasi
imunisasi. 10. yakinkan
informed concenst untuk pemberian imunisasi. 11. Bantu
keluarga dengan masalah keuangann untuk pembayaran imunisasi. 12. Observasi
klien setelah pemberian imunisasi. 13. Restrain
anak selama pemberian imunisasi. 14. Jadwalkan
imunisasi dalam selang waktu yang tepat. |
Kondisi lingkungan
memberikan pengaruh yang penting dalam terjadinya infeksi. Penularan infeksi
dapat melalui pengunjung yang mempunyai penyekit menular. Tindakan antiseptik
dapat mengurangi pemaparan klien dari sumber infeksi. Pengunaan alat
pengaman dapat melindungi klien dan petugas dari tertularnya penyakit
infeksi. Perawatan luka
setiap hari dapat mengurangi terjadinya infeksi serta dapat untuk
mengevaluasi kondisi luka. Pnemuan secara dini
tanda-tanda infeksi dapat mempercepat penanganan yang diperlukan sehingga
klien dapat segera terhindar dari resiko infeksi atau terjadinya infeksi
dapat dibatasi. Pengguanan teknik
aseptik dan isolasi klien dapat mengurangi pemaparan dan penyebaran infeksi. Kemerahan, panas
dan produksi dari luka mengidikasikan terjadinya infeksi. Satus nutrisi yang
adekuat, istirahat yang cukup serta mobilisasi dan latihan yang teratur dapat
meningkatkan percepatan proses penyembuhan luka. Konsumsi antibiotik
sesuai program dapat mengurangi resiko resistensi kuman. Dengan pengetahuan
yang cukup maka keluiarga mampu mengambil peran nyang positif dalam program
pencegahan infeksi dan lebih kooperatif dalam program pengobatan. Hasil kultur
positif menunjukan telah terjadi infeksi, dan memerlukan penanganan yang
tepat sesuai dengan kumen penyebab infeksi. Pemberian imunisasi
dapat mencegah/ mengurangi terjadinya/keparahan terhadap infeksi yang
terjadi. Pengetahuan
keluarga tentang imunisasi yang meningkat mampu memotivasi mereka untuk
proaktif dalam program imunisasi. |
3 |
Kurang pengetahuan |
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam keluarga mampu : a. Memahami
tentang penyakit dan perawatan yang diberikan b. Memahami
informasi yang diberikan dan mempertahankan kesehatan yang optimal c. Bekerja
sama dengan tenaga kesehatan secara proaktif dalam program perawatan |
1. Diskusikan
aspek ketidakmampuan dari penyakit, lama penyembuhan dan harapan kesembuhan. 2. Berikan
informasi secara jelas dan sederhana. 3. Jelaskan
setiap prosedur tindakan yang diberikan; maksud dan tujuan serta sikap yang
diharapkan. 4. Jelaskan
istilah-istilah medis yang klien/keluarga belum mengetahuainya. 5. Libatkan
klien/keluarga dalam perencanaan dan program perawatan. |
Untuk mengetahui
tingkat pengetahuan klien/ keluarga tentang penyakit dan perawatan serta
harapan-harapan nya Meningkatkan
pengetahuan klien/ keluarga sehingga dapat lebih kooperatif dalam program
perawatan |
4 |
Risiko ketidak seimbangan volume cairan |
Perawat akan
mengatasi dan meminimalkan faktor-faktor risiko ketidak seimbangan cairan,
klien akan memperlihatkan tanda-tanda
keseim bangan cairan , KH : BJ urine normal,
intake dan output seimbang, tidak terjadi penurunan BB yang mencolok |
1.
Pantau tanda dan gejala dini defisit volume
cairan 2.
Berikan obat antiemetik sesuai program. 3.
Berikan cairan sering dalam jumlah kecil
untuk mendorong urinasi setiap 2 jam. 4.
Monitor respon pasien terhadap pemberian
terapi cairan. 5.
Evaluasi pemberian terapi cairan dari
respon yang muncul 6.
Pantau input dan output cairan, pastikan
input dapat mengkompensasi output. 7.
Timbang BB setiap hari. |
Penurunan volume
yang bersirkulasi menyebabkan kekeringan jaringan dan pemekatan urine,
deteksi dini memungkinkan terapi
penggantian sesegera mungkin. Anti emetik dapat
mencegah kehilangan cairan melalui muntah dengan menghambat rangsang terhadap
pusat muntah. Output dapat
melebihi input sehingga dapat terjadi dehidrasi, hal ini apat meningkatkan
laju filtrasi glomerulus, membuat output tidak adekuat |
Daftar Pustaka
Markum. A.H.1991, Buku Ajar
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC,
Carpenito,LJ, 1999,
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC),
Mosby,
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002,
Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC,
No comments:
Post a Comment