a
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
39 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
|
Menimbang |
: a. |
bahwa Program Indonesia
Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan pelindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan; |
|
|
bahwa untuk
melaksanakan Program Indonesia Sehat diperlukan pendekatan keluarga,
yang mengintegrasikan upaya kesehatan
perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara
berkesinambungan, dengan target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari
Profil Kesehatan Keluarga |
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
|
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga;
Mengingat |
: 1. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem |
|
|
Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4421 ); |
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4456); |
|
3. |
Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4700); |
|
4. |
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); |
|
5. |
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9
Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); |
|
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291); |
|
7. |
Peraturan Presiden Nomor 72
Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193); |
|
8. |
Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang |
Gerakan Nasional Perbaikan Gizi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
100);
9. Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional
Tahun 2015-1019 (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 2015 Nomor 3);
10. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor
2269/Menkes/Per/XI/2011 tentang Pedoman
Pembinaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Berita
Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 755);
11. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1318);
12. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi (Berita
Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 967);
13. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak (Berita
Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 825);
14. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
(Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1676);
15. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
(Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1755);
16. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi,
serta Pelayanan
Kesehatan Seksual (Berita Negara Republik
Indonesia
Tahun 2014 Nomor 135);
17. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Lingkungan di Puskesmas (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 403);
18. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1775);
19. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1755);
20. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana
Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa
Pelayanan
Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional
Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik
Pemerintah
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016
Nomor 761);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN
KELUARGA.
Pasal
1
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga bertujuan untuk:
a. meningkatkan
akses keluarga berserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif,
meliputi pelayanan promotif dan
preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar;
b. mendukung
pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota; melalui peningkatan akses
dan skrining kesehatan;
c.
mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional
dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta Jaminan
Kesehatan Nasional; dan
d. mendukung
tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam rencana strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019.
Pasal 2
(1) Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terdiri atas 4 (empat) area
prioritas yang meliputi:
a. penurunan
angka kematian ibu dan bayi;
b. penurunan
prevalensi balita pendek (stunting);
c.
penanggulangan penyakit menular; dan
d. penanggulangan
penyakit tidak menular.
(2) Area
prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pendekatan
upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif
oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya.
(3) Area
prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
standar, pedoman, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Dalam
rangka penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga,
ditetapkan 12 (dua belas) indikator utama sebagai penanda status kesehatan
sebuah keluarga sebagai berikut:
a. keluarga
mengikuti program Keluarga Berencana
(KB);
b. Ibu
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
c.
bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
d. bayi
mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
e.
balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;
f.
penderita tuberkulosis paru mendapatkan
pengobatan sesuai standar;
g.
penderita hipertensi melakukan pengobatan secara
teratur;
h. penderita
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan;
i.
anggota keluarga tidak ada yang merokok;
j.
keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN);
k. keluarga
mempunyai akses sarana air bersih; dan
l.
keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban
sehat.
(2) Pemerintah
Daerah dapat menetapkan indikator tambahan selain indikator utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Pasal
4
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga diatur dalam
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal
5
(1) Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh
Puskesmas.
(2) Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan untuk memperkuat fungsi Puskesmas dalam penyelenggaraan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di
tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Pasal
6
(1) Pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas
dilakukan melalui kegiatan:
a. melakukan
pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga;
b. membuat
dan mengelola pangkalan data Puskesmas;
c.
menganalisis, merumuskan intervensi masalah
kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas;
d. melaksanakan
kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif;
e.
melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar
gedung) melalui pendekatan siklus hidup; dan
f.
melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan
Puskesmas.
(2) Kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan ke dalam langkah-langkah
penguatan manajemen Puskesmas.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Petunjuk Teknis
Penguatan Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal
7
(1) Pembiayaan
penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga dibebankan
pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara (APBN), dan dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2) Pelaksanaan
pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
8
(1) Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan
akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan mencapai
tujuan program Indonesia sehat.
(3) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi
dan sosialisasi;
b. pendidikan
dan pelatihan; dan
c.
pemantauan dan evaluasi.
Pasal
9
Peraturan Menteri
ini mulai
berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Agustus 2016
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta pada
tanggal 19 Agustus 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2016 NOMOR 1223
LAMPIRAN
I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 39 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN
PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA
PEDOMAN
UMUM
PROGRAM
INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA
BAB
I
PENDAHULUAN
Program Indonesia Sehat merupakan
salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas
Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya
yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia
Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama
Pembangunan Kesehatan yang kemudian
direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.
Gambar 1. Penjabaran Visi & Misi Presiden Menjadi Program Indonesia
Sehat
Sasaran dari Program Indonesia Sehat
adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran
pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu: (1)
meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya
pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan,
(5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6)
meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan
dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2)
penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional
(JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan
strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan
peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan
dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya.
Kesemuanya itu ditujukan kepada
tercapainya keluarga-keluarga sehat.
BAB
II
PRIORITAS
PEMBANGUNAN KESEHATAN
TAHUN
2015-2019
A. GAMBARAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN DI INDONESIA
1. Gambaran Umum dan Permasalahan Kesehatan
Kesehatan merupakan investasi
untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada
hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar-upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan
upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya.
Gambaran kondisi umum pembangunan
kesehatan di Indonesia dipaparkan berdasarkan hasil pencapaian program
kesehatan, kondisi lingkungan strategis, kependudukan, pendidikan, kemiskinan,
dan perkembangan baru lainnya.
a. Upaya Kesehatan
1) Kesehatan
Ibu dan Anak
Angka kematian ibu sudah mengalami penurunan, namun
masih jauh dari target Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan
disebabkan antara lain oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum
memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya.
Penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini dapat diminimalkan
apabila kualitas antenatal care
dilaksanakan dengan baik.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu
hamil tidak sehat antara lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil
yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda
< 20 tahun, terlalu tua > 35 tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun, dan
terlalu banyak anaknya > 3 orang). Sebanyak 54,2 per 1000 perempuan di bawah
usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang melahirkan pada usia di
atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Masalah ini diperberat
dengan fakta masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat muda
(< 20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.
2) Kematian
Bayi dan Balita
Angka
Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000 kelahiran dalam 5 tahun
terakhir, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi
penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak
balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab
kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal Death (IUFD), yakni
sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Hal ini
berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi
bayinya. Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar
siap untuk hamil dan melahirkan serta menjaga agar terjamin kesehatan
lingkungan yang mampu melindungi bayi dari infeksi.
Penyebab utama kematian adalah
infeksi khususnya pnemonia dan diare pada usia di atas neonatal sampai 1 tahun.
Hal ini berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi
lingkungan setempat.
b. Gizi
Masyarakat
Perkembangan
masalah gizi di Indonesia semakin kompleks, sebab selain masih menghadapi
masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(2010-2014), perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu prioritas
dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 menunjukkan fakta
yang memprihatinkan di mana underweight
meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting
juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas tahun
2010 dan 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) < 2500 gram menurun dari 11,1% menjadi 10,2%. Tidak hanya terjadi
pada usia balita, prevalensi obesitas yang meningkat juga terjadi di usia
dewasa. Hal ini terbukti dari peningkatan prevalensi obesitas sentral (lingkar
perut > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan) dari tahun
2007 ke tahun 2013. Riskesdas (2013), prevalensi tertinggi di Provinsi DKI Jakarta
(39,7%) yaitu 2,5 kali lipat dibanding prevalensi terendah di Provinsi NTT
(15.2%). Prevalensi obesitas sentral naik di semua provinsi, namun laju
kenaikan juga bervariasi, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta, Maluku, dan
Sumatera Selatan. Mencermati hal tersebut, pendidikan gizi seimbang yang
proaktif serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi suatu kewajiban
yang harus dilaksanakan di masyarakat.
c. Penyakit
Menular
Prioritas
penyakit menular masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria,
demam berdarah, influenza, dan flu burung. Indonesia juga belum sepenuhnya
berhasil mengendalikan penyakit neglected
diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. Angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan
tetanus baik pada maternal maupun neonatal sudah sangat menurun. Indonesia
telah dinyatakan bebas polio pada tahun 2014.
Kecenderungan
prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 – 49 tahun meningkat. Prevalensi
kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya 0,16% pada awal tahun 2009 dan
meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada
tahun 2012, dan terus meningkat menjadi 0,43% pada tahun 2013. Angka Case
Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari 13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 %
pada tahun 2013.
d. Penyakit
Tidak Menular
Penyakit
tidak menular cenderung terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda.
Transisi epidemiologis telah terjadi secara signifikan selama 2 dekade
terakhir, yakni penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, sementara
beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double
burdendiseases, yaitu beban penyakit tidak menular dan penyakit menular
sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus,
kanker dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jumlah kematian akibat rokok
terus meningkat dari 41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di tahun 2007.
Selain itu
dalam survei ekonomi nasional 2006 disebutkan penduduk miskin menghabiskan
12,6% penghasilannya untuk konsumsi rokok. Oleh karena itu, deteksi dini harus
dilakukan secara proaktif mendatangi sasaran, karena sebagian besar tidak
mengetahui bahwa
dirinya menderita penyakit tidak menular. Pengendalian
Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain dilakukan melalui pelaksanaan
Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor
risiko penyakit tidak menular di masyarakat. Sejak mulai dikembangkan pada
tahun 2011 Posbindu-PTM pada tahun 2013 telah bertambah jumlahnya menjadi 7.225
Posbindu di seluruh Indonesia.
e. Kesehatan Jiwa
Permasalahan
kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang signifikan.
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional
(gejala-gejala depresi dan ansietas) sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas.
Hal ini berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di
Indonesia. Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis,
prevalensinya adalah 1,7 per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000
orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis). Angka pemasungan pada orang
dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus.
Gangguan
jiwa dan penyalahgunaan NAPZA juga berkaitan dengan masalah perilaku yang
membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri
pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000
populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam
satu tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa adalah mengembangkan Upaya Kesehatan
Jiwa Berbasis Masyarakat (UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmas dan
bekerja bersama masyarakat dalam mencegah meningkatnya gangguan jiwa
masyarakat.
Selain
permasalahan kesehatan di atas terdapat juga berbagai permasalahan yang masih
perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya masalah kesehatan lingkungan,
penyakit tropis yang terabaikan, sumber daya manusia kesehatan (SDM-K),
pembiayaan di bidang kesehatan dan lain sebagainya. Permasalahan kesehatan tersebut
telah diatasi dengan berbagai upaya pendekatan program, misalkan dengan program
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, program pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan, aksesibilitas serta mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, penelitian dan pengembangan, manajemen, regulasi dan sistem
informasi kesehatan, dan program-program kesehatan lainnya.
Upaya
pendukung program yang saat ini dirasakan kurang maka perlu dilakukan penetapan
area prioritas yang dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya
peningkatan kesehatan masyarakat tanpa meninggalkan program diluar area
prioritas. Uraian secara garis besar kegiatan yang dilakukan dalam
masing-masing area prioritas adalah sebagai berikut:
1) Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Dalam rangka menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), kegiatan intervensi dilakukan
mengikuti siklus hidup manusia sebagai berikut:
a) Ibu Hamil dan Bersalin:
(1) Mengupayakan
jaminan mutu Ante Natal Care (ANC)
terpadu.
(2) Meningkatkan
jumlah Rumah Tunggu Kelahiran
(RTK).
(3) Meningkatkan
persalinan di fasilitas kesehatan.
(4) Menyelenggarakan
konseling Inisiasi Menyusui Dini dan KB pasca persalinan.
(5) Meningkatkan
penyediaan dan pemanfaatan buku KIA.
b) Bayi
dan Ibu Menyusui:
(1) Mengupayakan
jaminan mutu kunjungan neonatal lengkap.
(2) Menyelenggarakan
konseling Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
(3) Menyelenggarakan
pelayanan KB pasca persalinan.
(4) Menyelenggarakan
kegiatan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI).
c)
Balita:
(1) Melakukan
revitalisasi Posyandu.
(2) Menguatkan
kelembagaan Pokjanal Posyandu.
(3) Meningkatkan
transformasi KMS ke dalam Buku KIA.
(4) Menguatkan
kader Posyandu.
(5) Menyelenggarakan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita.
d) Anak
Usia Sekolah:
(1) Melakukan
revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
(2) Menguatkan
kelembagaan Tim Pembina UKS.
(3) Menyelenggarakan
Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
(4) Mengembangkan
penggunaan rapor kesehatan.
(5) Menguatkan
SDM Puskesmas.
e)
Remaja:
(1) Menyelenggarakan
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD).
(2) Menyelenggarakan
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah.
(3) Menambah
jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja
(PKPR).
(4) Mengupayakan
penundaan usia perkawinan.
f)
Dewasa Muda:
(1) Menyelenggarakan
konseling pranikah.
(2) Menyelenggarakan
gerakan pekerja perempuan sehat produktif (GP2SP) untuk wanita bekerja.
(3) Menyelenggarakan
pemberian imunisasi dan TTD.
(4) Menyelenggarakan
konseling KB pranikah.
(5) Menyelenggarakan
konseling gizi seimbang.
2) Upaya
Penurunan Prevalensi Balita Pendek (Stunting)
Dalam rangka menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), dilakukan kegiatan sebagai berikut.
a)
Ibu Hamil dan Bersalin:
(1) Intervensi
pada 1000 hari pertama kehidupan anak.
(2) Mengupayakan
jaminan mutu ante natal care (ANC)
terpadu.
(3) Meningkatkan
persalinan di fasilitas kesehatan.
(4) Menyelenggarakan
program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM).
(5) Deteksi
dini penyakit (menular dan tidak menular).
(6) Pemberantasan
kecacingan.
(7) Meningkatkan
transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA.
(8) Menyelenggarakan
konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif.
(9) Penyuluhan
dan pelayanan KB.
b)
Balita:
(1) Pemantauan
pertumbuhan balita.
(2) Menyelenggarakan
kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita.
(3) Menyelenggarakan
simulasi dini perkembangan anak.
(4) Memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal.
c)
Anak Usia Sekolah:
(1) Melakukan
revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
(2) Menguatkan
kelembagaan Tim Pembina UKS.
(3) Menyelenggarakan
Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).
(4) Memberlakukan
sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
d)
Remaja:
(1) Meningkatkan
penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang,
tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba.
(2) Pendidikan
kesehatan reproduksi.
e)
Dewasa Muda:
(1) Penyuluhan
dan pelayanan keluarga berencana
(KB).
(2) Deteksi
dini penyakit (menular dan tidak menular).
(3) Meningkatkan
penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengonsumsi narkoba.
3) Upaya
Pengendalian Penyakit Menular (PM)
Dalam rangka mengendalikan penyakit
menular, khususnya HIV-AIDS,
Tuberkulosis, dan Malaria, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a)
HIV-AIDS:
(1) Peningkatan
konseling dan tes pada ibu hamil.
(2) Diagnosis
dini pada bayi dan balita.
(3) Konseling
dan tes pada populasi kunci, pasien infeksi menular seksual (IMS), dan pasien
Tuberkulosis (Tb) anak usia sekolah, usia kerja, dan usia lanjut.
(4) Terapi
anti-retro viral (ARV) pada anak dan
orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dewasa.
(5) Intervensi
pada kelompok berisiko.
(6) Pemberian
profilaksis kotrimoksasol pada anak dan ODHA dewasa.
b)
Tuberkulosis:
(1) Identifikasi
terduga TB di antara anggota keluarga, termasuk anak dan ibu hamil.
(2) Memfasilitasi
terduga TB atau pasien TB untuk mengakses pelayanan TB yang sesuai standar.
(3) Pemberian
informasi terkait pengendalian infeksi TB kepada anggota keluarga, untuk
mencegah penularan TB di dalam keluarga dan masyarakat
(4) Pengawasan
kepatuhan pengobatan TB melalui Pengawas Menelan Obat (PMO).
c) Malaria:
(1) Skrining
ibu hamil pada daerah berisiko.
(2) Pembagian
kelambu untuk ibu hamil dan balita.
(3) Pemeriksaan
balita sakit di wilayah timur Indonesia.
4) Upaya
Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Dalam rangka mengendalikan penyakit
tidak menular, khususnya Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Obesitas, dan Kanker, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut.
a)
Peningkatan deteksi dini faktor risiko PTM
melalui Posbindu.
b) Peningkatan
akses pelayanan terpadu PTM di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
c)
Penyuluhan tentang dampak buruk merokok.
d) Menyelenggarakan
layanan upaya berhenti merokok.
B. TANTANGAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN
Tujuan pembangunan kesehatan
adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dapat terwujud. Hal itu berarti terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia yang penduduknya, di seluruh wilayah Republik lndonesia, hidup dengan
perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sasaran pembangunan kesehatan
yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat, dengan indikator meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka
kematian bayi, menurunnya angka kematian ibu, dan menurunnya prevalensi gizi
kurang pada balita. Tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan ini dapat dicapai
dengan melakukan lima strategi pembangunan kesehatan 2005-2025, yaitu:
1. Pembangunan
nasional berwawasan kesehatan.
2. Pemberdayaan
masyarakat dan daerah.
3. Pengembangan
upaya dan pembiayaan kesehatan.
4. Pengembangan
dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan
5. Penanggulangan
keadaan darurat kesehatan.
Tantangan pembangunan kesehatan
dalam mencapai kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat diatasi dengan
pendekatan program melalui empat kegiatan prioritas melalui pendekatan siklus
hidup yang telah dilakukan selama ini belum dapat mengetahui secara pasti
sumber penyebab permasalahan ditingkatan usia, untuk itu diperlukan pendekatan
keluarga yang diinisiasi dengan pemetaan atas permasalahan secara mendalam dari
pendekatan siklus hidup melalui kunjungan rumah.
C. KEBIJAKAN
DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Kebijakan pembangunan kesehatan
tahun 2015-2019 difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas
terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem
kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi
salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam
mencapai pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif
dan preventif.
Adapun strategi pembangunan kesehatan
tahun 2015-2019 meliputi 12 (duabelas) pokok strategi berikut:
1. Akselerasi
Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang
Berkualitas.
2. Mempercepat
Perbaikan Gizi Masyarakat.
3. Meningkatkan
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Meningkatkan
Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas.
5. Meningkatkan
Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas.
6. Meningkatkan
Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat
Kesehatan.
7. Meningkatkan
Pengawasan Obat dan Makanan.
8. Meningkatkan
Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan.
9. Meningkatkan
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
10. Menguatkan
Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, serta Sistem Informasi Kesehatan.
11. Memantapkan
Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Bidang Kesehatan atau JKN
12. Mengembangkan
dan Meningkatkan
Efektivitas Pembiayaan Kesehatan.
Dalam mendukung keberhasilan
pencapaian sasaran pembangunan kesehatan sesuai Renstra Tahun 2015-2019,
Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan operasional, antara lain
sebagai berikut:
1. Pembangunan
kesehatan dalam periode 2015-2019 akan difokuskan pada empat area prioritas,
yakni:
a. Penurunan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
b. Perbaikan
Gizi Masyarakat, khususnya untuk Pengendalian Prevalensi Balita Pendek (Stunting).
c.
Pengendalian Penyakit
Menular, khususnya Human
Immunodeficiency
Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), Tuberkulosis (TB), dan
Malaria.
d. Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, khususnya Hipertensi, Diabetes Mellitus, Obesitas, dan
Kanker (khususnya Leher Rahim dan Payudara) dan Gangguan jiwa.
2. Peningkatan
jangkauan sasaran terutama pada keluarga, tanpa mengabaikan
pendekatan-pendekatan lain yang selama ini sudah berhasil dilaksanakan yaitu
menjangkau sasaran berbasis Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat(UKBM),
menjangkau sasaran berbasis UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), menjangkau sasaran
berbasis Upaya Kesehatan Usia Kerja(UKUK), dan untuk sasaran kelompok usia
lanjut dengan pendekatan Posbindu Usila.
3. Prioritas
perencanaan dan penganggarandiarahkan pada pemenuhan kebutuhan
kegiatan-kegiatan promotif dan preventif. Pemenuhan kebutuhan kegiatan-kegiatan
kuratif dan rehabilitatif dilakukan setelah kebutuhan kegiatan-kegiatan
promotif dan preventif dipenuhi.
4. Sumber
daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena
itu, kualitas SDM perlu terus ditingkatkan sehingga memiliki daya saing tinggi,
yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Kesetaraan Gender (IKG).
Peningkatan tersebut dilaksanakan melalui pengendalian jumlah penduduk,
peningkatan taraf pendidikan, serta peningkatan derajat kesehatan. Untuk itu
harus diantisipasi berbagai tantangan yang ada. Tantangan dalam pembangunan
kesehatan dan gizi masyarakat berupa peningkatan upaya promotif dan preventif,
peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi, pengendalian
penyakit menular dan tidak menular, peningkatan pengawasan obat dan makanan,
serta peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Di samping itu juga
penurunan disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan, pemenuhan sarana dan
prasarana, serta pemenuhan tenaga kesehatan. Secara khusus tantangan utama
dalam lima tahun ke depan adalah berupa peningkatan kepesertaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), penyiapan penyedia pelayanan kesehatan, dan
pengelolaan jaminan kesehatan yang efektif dan efisien.
Kebijakan operasional tersebut
diharapkan akan mampu mewujudkan Keluarga Sehat
sebagaimana cita-cita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, maka
Program Indonesia Sehat akan dilaksanakan
melalui Pendekatan Keluarga.
Program kesehatan yang termasuk
ke dalam area prioritas tersebut di atas dilaksanakan secara bertahap di daerah
terpilih (lokus dan fokus) termasuk daerah tertinggal, perbatasan, dan
kepulauan (DTPK) dari program Nusantara Sehat. Pentahapan pelaksanaan di luar
daerah Nusantara Sehat dijelaskan pada gambar 2, dan tidak menutup kemungkinan
daerah lain yang juga akan melaksanakan atas inisiatif sendiri.
Gambar 2. Pentahapan Pelaksanaan Program Indonesia
Sehat
BAB
III
PENDEKATAN
KELUARGA DALAM PENCAPAIAN
PRIORITAS
PEMBANGUNAN KESEHATAN
Upaya pencapaian prioritas
pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat
dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan
kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Pembangunan
keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga serta
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya
mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan
fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat undang-undang
tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan
kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
A. KONSEP
PENDEKATAN KELUARGA
Pendekatan keluarga adalah salah
satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan
mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di
wilayah kerjanya.
Keluarga sebagai fokus dalam
pelaksanaan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga. Keluarga
memiliki lima fungsi, yaitu:
1. Fungsi
afektif (The Affective Function)
adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi
sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi
pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi
reproduksi (The Reproduction Function)
adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi
ekonomi (The Economic Function) yaitu
keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
dalam mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi
kebutuhan keluarga.
5. Fungsi
perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The
Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan
menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.Tugastugas
keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota
keluarganya.
b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.
c.
Memberikan perawatan
kepada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya.
e.
Mempertahankan
hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.
Pendekatan keluarga yang
dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan pengembangan dari kunjungan rumah
oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut:
1. Kunjungan
keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan keluarga dan
peremajaan (updating) pangkalan
datanya.
2. Kunjungan
keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.
3. Kunjungan
keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
4. Pemanfaatan
data dan informasi dari profil kesehatan keluarga untuk
pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
Kunjungan rumah (keluarga)
dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi
dari profil kesehatan keluarga (family
folder). Dengan demikian,pelaksanaan upaya Perkesmas harus diintengrasikan
ke dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas
tidak hanya mengandalkan UKBM yang ada sebagaimana selama ini dilaksanakan,
melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa
pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan
UKBM-UKBM yang ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini
dirasakan masih kurang efektif.
Gambar 3. Konsep Pendekatan Keluarga
Puskesmas akan dapat mengenali
masalah-masalah kesehatan dan PHBS yang dihadapi keluarga secara lebih
menyeluruh (holistik) melalui kunjungan keluarga dirumah. Anggota keluarga yang
perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan
UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi
untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan danberbagai faktor risiko lain
yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader
kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional Puskesmas (gambar 3). Untuk itu,
diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim
Pembina Keluarga.
1. Setiap
keluarga memiliki Tim Pembina Keluarga
2. Setiap Tim
Pembina memiliki Profil Kesehatan Keluarga dan Rencana Pembinaan
3. Terdapat
interaksi antara Tim Pembina dan Keluarga
Gambar 4. Mekanisme interaksi Puskesmas-Keluarga-UKBM
Pendekatan keluarga adalah
pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang mengintegrasikan upaya kesehatan
perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan,
dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari profil kesehatan
keluarga (gambar 4). Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan
akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan komprehensif,
meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan
rehabilitatif dasar.
2. Mendukung
pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/kota dan provinsi, melalui
peningkatan akses dan skrining kesehatan.
3. Mendukung
pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta
JKN.
4. Mendukung
tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra Kementerian Kesehatan
Tahun 2015 – 2019.
B. KELUARGA
SEBAGAI FOKUS PEMBERDAYAAN
Keluarga adalah suatu lembaga
yang merupakan satuan (unit) terkecil dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu,
dan anak. Keluarga yang seperti ini disebut rumah tangga atau keluarga inti
(keluarga batih),sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek dan
atau nenek atau individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak
memiliki hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas
(extended family). Keluarga merupakan
unit terkecil dari masyarakat, maka derajat kesehatan rumah tangga atau
keluarga menentukan derajat kesehatan masyarakatnya.
Derajat kesehatan keluarga
sangat ditentukan oleh PHBS dari keluarga tersebut. Inti dari pengembangan desa
dan kelurahan adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan
PHBS. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat. Penerapan PHBS dapat dipraktikan dalam segala bidang, yaitu:
1. Bidang
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit serta Penyehatan Lingkungan harus
mempraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih,
menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam
ruangan, dan lain-lain.
2. Bidang
Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana harus mempraktikkan perilaku
meminta pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan
memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain.
3. Bidang
Gizi dan Farmasi harus mempraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbang, minum
TTD selama hamil, memberi bayi ASI eksklusif, dan lain-lain.
4. Bidang
Pemeliharaan Kesehatan harus mempraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan
pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan UKBM, memanfaatkan
Puskesmas dan sarana kesehatan lain, dan lain-lain.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat karena pada hakikatnya
setiap masalah kesehatan merupakan hasil perilaku, yaitu interaksi manusia (host) dengan bibit penyakit atau
pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan
(environment).
Pemberdayaan masyarakat adalah bagian
dari fungsi UKM dari Puskesmas. Keluarga merupakan lembaga terkecil dari
masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan
keluarga. Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan di bidang
kesehatan dipandu dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman
Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pedoman umum ini
menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan merupakan kelanjutan
dari pemberdayaan keluarga melalui pengembangan PHBS tatanan rumah tangga.
Pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif itu tidak lain bertujuan untuk terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat.
Kegiatan Puskesmas dalam
melaksanakan UKP tingkat pertama memang dapat menghasilkan individu sehat, yang
diukur dengan Indikator Individu Sehat (IIS). Tetapi dengan cara ini saja,
Kecamatan Sehat akan sulit dicapai. Pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan
yang dilakukan di wilayah kerjanya, Puskesmas akan lebih cepat mencapai
Kecamatan Sehat. Puskesmas melaksanakan pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan
masyarakat melalui pengembangan serta pembinaan desa dan kelurahan.
Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluargakeluarga sehat yang diukur
dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS), sedangkan pemberdayaan masyarakat desa dan
kelurahan akan menghasilkan peranserta masyarakat berupa UKBM seperti Posyandu,
Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-lain.
Kegiatan Puskesmas dalam
pelaksanaan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan akan menghasilkan
tatanan-tatanan sehat, seperti sekolah sehat, pasar sehat, kantor sehat, masjid
dan mushola sehat, dan lain-lain yang diukur dengan Indikator Tatanan Sehat
(ITS), dan masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat Sehat
(IMS). Kesemua upaya Puskesmas tersebut akhirnya akan bermuara pada terciptanya
Kecamatan Sehat, seperti pada skema gambar 5.
|
|
|
|
||||
|
|
||||||
|
|||||||
|
Gambar 5. Upaya Puskesmas Untuk Mencapai
Kecamatan Sehat
Pentingnya pendekatan keluarga
juga diamanatkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Dalam
Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian
Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan
berkesinambungan (continuum of care). Hal
ini berarti bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan
siklus hidup manusia (life cycle), sejak
masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita,
anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi
dewasa tua ata usia lanjut (lihat gambar 6). Untuk dapat melaksanakan pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia,
maka fokus pelayanan kesehatan harus pada keluarga. Pemberian pelayanan
kesehatan pada individu harus dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari
keluarganya.
Gambar 6. Pendekatan Siklus Hidup Untuk
Mencapai Keluarga Sehat
Gambar 7. pelayanan puskesmas terintegrasi danmengikuti siklus hidup
Puskesmas diharapkan dapat menangani
masalah-masalah kesehatan dengan pendekatan siklus hidup (life cycle)melalui pendekatan keluarga dengan mengunjungi setiap
keluarga di wilayah kerja. Upaya
mewujudkan Keluarga Sehat menjadi titik awal terwujudnya masyarakat sehat
(lihat gambar 7). Upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi
keberhasilan upaya menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Indikator
Keluarga Sehat sebaiknya dapat sekaligus digunakan sebagai indikator PHBS.
C. PELAKSANAAN
PENDEKATAN KELUARGA
Satu keluarga adalah satu
kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana dinyatakan dalam kartu
keluarga. Keluarga yang terdapat kakek dan atau nenek atau individu laindalam
satu rumah tangga, maka rumah tangga
tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga.Suatu keluarga dinyatakan sehat atau tidak digunakan beberapa
penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah
disepakati adanya dua belas indikator
utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator
utama tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keluarga
mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi
mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi
mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
5. Balita
mendapatkan pematauan pertumbuhan
6. Penderita
tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita
hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota
keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga
sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga
mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga
mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Berdasarkan indikator tersebut,
dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga,
sedangkan keadaan masingmasing indikator mencerminkan kondisi PHBS dari
keluarga yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendekatan keluarga ini
memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:
1. Instrumen
yang digunakan di tingkat keluarga.
2. Forum
komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
3. Keterlibatan
tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.
Instrumen yang diperlukan di
tingkat keluarga adalah sebagai berikut:
1. Profil
Kesehatan Keluarga (selanjutnya
disebut Prokesga), berupa family folder, yang
merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota
keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ketersediaan air
bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga
mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan, seperti mengidap penyakit
(hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) dan perilakunya (merokok, ikut
KB, memantau pertumbuhan dan perkembanganbalita, pemberian ASI eksklusif, dan
lain-lain).
2. Paket
Informasi Keluarga (selanjutnya
disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang
diberikan kepada keluarga sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya, misalnya:
Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil,
Flyer tentang Pertumbuhan Balita
untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer
tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain.
Forum komunikasi
yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa forum-forum berikut.
1. Kunjungan
rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
2. Diskusi
kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group discussion (FGD) melalui Dasawisma dari PKK.
3. Kesempatan
konseling di UKBM-UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos
UKK, dan lain-lain).
4. Forum-forum
yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug desa, selapanan,
dan lain-lain.
Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat
diupayakan dengan menggunakan tenaga-tenaga berikut:
1. Kader-kader
kesehatan, seperti kader Posyandu, Posbindu,
Poskestren, PKK, dan lain-lain.
2. Pengurus
organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK, pengurus Karang
Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.
Gambar 8. Siklus Pendekatan Keluarga
D. PENDEKATAN
KELUARGA SEBAGAI KUNCI KEBERHASILAN
Banyak bukti yang menunjukkan
bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan untuk melengkapi dan
memperkuat pemberdayaan masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan hal itu. Sebagai
contoh berikut ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga dalam
penanggulangan stunting dan
pengendalian penyakit tidak menular.
1. Pendekatan
Keluarga dalam Penanggulangan Stunting
Riskesdas tahun 2013 menemukan bahwa proporsi bayi
yang lahir stunting (panjang badan
<48 cm) adalah sebesar 20,2%, sementara pada kelompok balita terdapat 37,2%
yang menderita stunting. Ini
menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita, terjadi
pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting justru bertambah. Penanggulanganstunting harus dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin
dengan melakukan pemantauan pertumbuhan secara ketat, melalui penimbangan
bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Data Riskesdas ternyata menunjukkan bahwa
proporsi balita yang tidak pernah ditimbang selama 6 bulan terakhir cenderung
meningkat, yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada tahun 2013. Ada
sepertiga jumlah bayibalita yang tidak terpantau, jika kita hanya mengandalkan
Posyandu. Oleh karena itu, mereka yang tidak datang ke Posyandu harus
dikunjungi ke rumahnya. Pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan, bila kita
ingin deteksi dini stunting
terlaksana dengan baik.
2. Pendekatan Keluarga dalam Pengendalian Penyakit
Tidak Menular Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting adalah
hipertensi (tekanan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang dewasa
menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari
sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas kesehatan, sementara
sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini
menunjukkan bahwa bila tidak menggunakan pendekatan keluarga, 2/3 bagian atau
sekitar 28 juta penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal
ini menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan bila kita
ingin pengendalian penyakit hipertensi berhasil.
BAB
IV
PERAN
PUSKESMAS DALAM
PENDEKATAN
KELUARGA
A. PENGUATAN
SUBSISTEM DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 bertujuan
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen
bangsa, baik pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
termasuk badan hukum, badan
usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.
Pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan pembangunan kesehatan adalah
kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis melalui
pengelompokan subsistem dari SKN yang terdiri dari tujuh subsistem berikut.
1. Subsistem
Upaya Kesehatan.
2. Subsistem
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
3. Subsistem
Pembiayaan Kesehatan.
4. Subsistem
Sumber Daya Manusia Kesehatan.
5. Subsistem
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan.
6. Subsistem
Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan.
7. Subsistem
Pemberdayaan Masyarakat.
Percepatan pembangunan kesehatan untuk
mencapai Indonesia Sehat dilakukan dengan melakukan penguatan
subsistem-subsistem dari SKN. Dengan diterapkannya pendekatan keluarga, maka
penguatan subsistem upaya kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, dan subsistem
pemberdayaan masyarakat menjadi penting untuk dilakukan.
Penguatan subsistem upaya
kesehatan dilakukan dengan menciptakan keseimbangan pelaksanaan UKP dan UKM
melalui pengutamaan kegiatan promotif dan preventif. Puskesmas harus
dikondisikan tidak terfokus hanya melaksanakan UKP, melainkan juga UKM secara
seimbang. Sasaran upaya kesehatan harus ditegaskan bukan sekedar
individu/perorangan, melainkan juga keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap
program kesehatan hendaknya mengarahkan
kegiatannya kepada keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penguatan subsistem pembiayaan
kesehatan untuk UKP dan UKM dilakukan, salah satunya, melalui pemberian JKN
berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Untuk itu, sejak 1 Januari 2014 telah diberlakukan SJSN bidang
kesehatan atau JKN dan pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas
oleh pemerintah pusat.
Sistem Kesehatan Nasional akan
berfungsi optimal apabila ditunjang oleh subsistem pemberdayaan masyarakat yang
tidak hanya memberdayakan perorangan, melainkan juga keluarga dan masyarakat.
Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan
kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku
pembangunan kesehatan. Pendekatan keluarga yang diimplementasikan, maka
subsistem pemberdayaan masyarakat harus diperkuat dengan mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang menjangkau keluarga, kelompok, dan masyarakat.
B. PERAN
PUSKESMAS DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat). Puskesmas bertanggung jawab atas satu wilayah administrasi
pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian dari kecamatan. Di setiap kecamatan
harus terdapat minimal satu Puskesmas. Untuk membangun dan menentukan wilayah
kerja Puskesmas, faktor wilayah, kondisi geografis, dan kepadatan/jumlah
penduduk merupakan dasar pertimbangan.
Penyelenggaraan Puskesmas terdapat 6 (enam) prinsip
berikut yang harus ditaati:
1.
Prinsip Paradigma Sehat
Berdasarkan prinsip paradigma sehat, Puskesmas wajib
mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah
dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan
lingkungannya, yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (psikomotorik). Paradigma juga dapat berarti
seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang
realitas di sebuah komunitas. Dengan demikian, Paradigma Sehat dapat
didefinisikan sebagai cara pandang, asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang
mengutamakan upaya menjaga dan memelihara kesehatan, tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Dengan Paradigma Sehat maka orang-orang yang sehat
akan diupayakan agar tetap sehat dengan menerapkan pendekatan yang holistik.
Selama ini cara pandang, asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang berlaku
tampaknya masih menitikberatkan pada penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan – Paradigma Sakit. Apalagi dengan dilaksanakannya JKN yang saat ini
masih lebih memperhatikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan bagi
perorangan. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu lima tahun ke depan harus
dilakukan perubahan, agar Paradigma Sehat benar-benar diterapkan dalam
membangun kesehatan masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan JKN. Perubahan yang
dimaksud mencakup perubahan pada penentu kebijakan (lintas sektor), tenaga
kesehatan, institusi kesehatan, dan masyarakat sebagaimana disajikan dalam
tabel 1 berikut.
Tabel
1. Perubahan Paradigma ke arah Paradigma Sehat
No. |
Kelompok
Sasaran |
Perubahan Yang
Diharapkan |
Dampak Dari Perubahan |
1. |
Penentu kebijakan (lintas sektor) |
Pemangku kepentingan memperhatikan dampak kesehatan dari
kebijakan yang diambil baik di hulu maupun di hilir |
1. Menjadikan
kesehatan sebagai arus utama pembangunan
2. Meningkatkan
peran lintas sektor dalam pembangunan kesehatan |
2. |
Tenaga kesehatan |
Tenaga kesehatan di setiap lini pelayanan kesehatan mengupa-yakan agar: 1.Orang sehat tetap sehat dan |
1. Promotif
dan preventif merupakan aspek utama dalam setiap upaya kesehatan 2. Meningkatnya
kemampuan tenaga kesehatan dalam promotif & preventif |
No. |
Kelompok
Sasaran |
Perubahan Yang
Diharapkan |
Dampak Dari Perubahan |
|
|
tidak menjadi sakit 2.Orang sakit menjadi sehat 3.Orang sakit tidak menjadi lebih sakit |
|
3. |
Institusi kesehatan |
Setiap institusi kesehatan menerapkan standar mutu dan
tarif dalam pelayanan kepada masyarakat. |
1. Peningkatan
mutu pelayanan kesehatan 2. Pelayanan
kesehatan berkompetisi lebih “fair” dalam hal mutu dan tarif di dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat
|
4. |
Masyarakat |
Masyarakat merasa bahwa kesehatan adalah harta berharga
yang harus diupayakan dan dijaga |
1. Terlaksananya
PPHBS) di keluarga dan masyarakat 2. Masyarakat
aktif seba-gai kader, sehingga terlaksana kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui UKBM |
2.
Prinsip Pertanggungjawaban Wilayah.
Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah,
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan
upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Penanggung jawab utama penyelenggaraan
seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sedangkan Puskesmas bertanggung jawab untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai dengan kemampuannya. Puskesmas sebagai penanggung jawab wilayah bertugas
untuk melaksanakan pembangunan kesehatan guna mewujudkan Kecamatan Sehat, yaitu
masyarakat yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempraktikkan
perilaku hidup bersih dan sehat, yang meliputi kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat.
b. Mampu
menjangkau pelayanan kesehatan bermutu secara adil dan merata.
c.
Hidup dalam lingkungan yang sehat.
d. Memiliki
derajat kesehatan yang optimal, baik individu maupun keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
3. Prinsip
Kemandirian Masyarakat.
Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat, Puskesmas
mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, dan
kelompok/masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan adalah segala
upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan individu, keluarga, dan kelompok/masyarakat agar dapat
mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki, serta
merencanakan dan melakukan pemecahan masalah tersebut dengan memanfaatkan
potensi yang ada.
Pemberdayaan mencakup pemberdayaan
perorangan, keluarga, dan kelompok/masyarakat. Pemberdayaan perorangan
merupakan upaya memfasilitasi proses pemecahan masalah guna meningkatkan peran,
fungsi, dan kemampuan perorangan dalam membuat keputusan untuk memelihara
kesehatannya. Pemberdayaan keluarga merupakan upaya memfasilitasi proses
pemecahan masalah guna meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan keluarga dalam
membuat keputusan untuk memelihara kesehatan keluarga tersebut. Pemberdayaan
kelompok/masyarakat merupakan upaya memfasilitasi proses pemecahan masalah guna
meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan kelompok/masyarakat dalam membuat
keputusan untuk memelihara kesehatan kelompok/masyarakat tersebut.
Pemberdayaan dilaksanakan dengan
berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan kelompok/masyarakat sesuai
dengan kebutuhan, potensi, dan sosial budaya setempat. Pemberdayaan dilakukan
melalui pendekatan edukatif untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat, serta kepedulian dan peran aktif dalam berbagai upaya
kesehatan.
4. Prinsip
Pemerataan
Berdasarkan prinsip pemerataan, Puskesmas
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh
seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status
sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. Puskesmas harus dapat membina
jejaring/kerjasama dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya seperti
klinik, dokter layanan primer (DLP), dan lainlain yang ada di wilayah kerjanya.
5. Prinsip
Teknologi Tepat Guna
Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna
yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
6. Prinsip
Keterpaduan dan Kesinambungan
Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan,
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP
lintas program dan sektor serta
melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
Berkaitan dengan pelaksanaan
prinsip-prinsip tersebut, Puskesmas tetap melakukan upaya kesehatan lainnya
diluar dua belas indikator keluarga sehat di wilayah kerjanya. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, Puskesmas mengoordinasikan dan
membina desa-desa dan/atau kelurahan-kelurahan di wilayah kerjanya untuk
menjadi Desa/Kelurahan Siaga Aktif.
Sebagai pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
telah ditetapkan Peraturan Presiden R.I. Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres)
tersebut, maka sejak 1 Januari
2014 telah diberlakukan JKN sebagai
bagian dari SJSN. Jaminan
Kesehatan Nasional merupakan salah satu
dari tiga pilar dalam Program
Indonesia Sehat. Cakupan kepesertaan JKN dicapai secara
bertahap dan ditargetkan pada tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia sudah
tercakup oleh JKN. Manfaat yang didapat dari kepesertaan dalam JKN adalah
pelayanan kesehatan yang diperoleh secara berjenjang–pelayanan kesehatan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan (FKRTL).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN menegaskan bahwa
“pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama.” Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dimaksud
adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh FKTP, yaitu Puskesmas,
klinik, dan praktik perorangan, termasuk dokter layanan primer (DLP). Pelayanan
kesehatan tingkat pertama ini meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik
yang mencakup:
1. Administrasi
pelayanan
2. Pelayanan
promotif dan preventif (perorangan, berupa: penyuluhan kesehatan perorangan,
imunisasi dasar, keluarga berencana, dan skrining kesehatan)
3. Pemeriksaan,
pengobatan, dan konsultasi medis
4. Tindakan
medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif
5. Pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai
6. Transfusi
darah sesuai dengan kebutuhan medis
7. Pemeriksaan
penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
8. Rawat
inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya berdasarkan
kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP bersangkutan. Keberhasilan
JKN juga ditentukan oleh ketersediaan (availability)
dan kesiapan (readiness) pelayanan
kesehatan. Pilar JKN harus diperkuat oleh pilar penguatan pelayanan kesehatan,
yang mencakup:
1. Peningkatan
akses, terutama untuk FKTP
2. Optimalisasi
sistem rujukan, dan
3. Peningkatan
mutu.
Puskesmas akan semakin disibukkan
oleh UKP saat JKN harus dilaksanakan di Puskesmas. Betapapun Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa Puskesmas harus melaksanakan
prinsip keterpaduan dan kesinambungan, dengan mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP.
C. FUNGSI
PUSKESMAS DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
75 Tahun 2014 menegaskan adanya dua
fungsi Puskesmas sebagai berikut.
1. Penyelenggaraan
UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
2. Penyelenggaraan
UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Fungsi UKM dan UKP harus
seimbang, agar upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai.
UKP saja dengan program JKN yang diikuti oleh seluruh rakyatpun belum cukup
untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat. Memang rakyat merasa senang
karena setiap kali sakit mendapat pelayanan kesehatan gratis, tetapi derajat
kesehatan tidak akan naik selama UKM tidak dikerjakan.
Penguatan UKM di Puskesmas mutlak
diperlukan, yang mencakup dua macam UKM, yaitu UKM esensial dan UKM
pengembangan. Puskesmas wajib melaksanakan UKM esensial yang meliputi:
1. Pelayanan
promosi kesehatan.
2. Pelayanan
kesehatan lingkungan.
3. Pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
4. Pelayanan
gizi.
5. Pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit (baik penyakit menular maupun penyakit
tidak menular).
Puskesmas dapat menambah pelayanannya dengan melaksanakan
UKM pengembangan bila UKM esensial telah dapat dilaksanakan.
Pelaksanaan UKM tidaklah mudah, karena
terdapat tiga kegiatan utama berikut yang harus dilakukan:
1. Mengupayakan
agar pembangunan semua sektor berwawasan kesehatan. Pembangunan di sektor lain
harus memperhitungkan kesehatan, yakni mendukung atau minimal tidak merugikan
kesehatan. Wujud kegiatannya adalah dengan mengembangkan konsep institusi sehat
seperti sekolah sehat, pesantren sehat, masjid sehat, pasar sehat, warung
sehat, kantor sehat, dan lain-lain.
2. Memberdayakan
masyarakat, yakni mengorganisasikan gerakan atau peran serta masyarakat untuk
pembangunan kesehatan, yang berupa berbagai bentuk UKBM seperti Posyandu,
Posbindu Penyakit Tidak Menular, UKS, Saka Bhakti Husada (SBH), Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren), dan lain-lain.
3. Memberdayakan
keluarga, yakni menggugah partisipasi segenap keluarga (sebagai kelompok
masyarakat terkecil) untuk berperilaku hidup sehat, mencegah jangan sampai
sakit, bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Pendekatan keluarga inilah
yang diuraikan dalam pedoman ini, karena memberdayakan masyarakat saja tidaklah
cukup.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam menjalankan perannya sebagai penanggung jawab wilayah, Puskesmas
memiliki dua upaya yang harus dilaksanakan secara seimbang, yakni UKP dengan pendekatan JKN dan Penguatan
Pelayanan Kesehatan, serta UKM dengan pendekatan Pemberdayaan Keluarga,
Pemberdayaan Masyarakat, dan Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Kedua upaya
tersebut secara sinergis akan menuju kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat
di wilayah kerja Puskesmas. Kesimpulan tersebut dapat disajikan dalam gambar 9
berikut.
Gambar 9. UKM dan UKP di Puskesmas menuju
Keluarga Sehat
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan,
Puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan. Jaringan pelayanan Puskesmas mencakup fasilitas berikut:
1. Puskesmas pembantu yang memberikan pelayanan kesehatan
secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas.
2. Puskesmas keliling yang memberikan pelayanan kesehatan
yang sifatnya bergerak
(mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan bagi masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan
dalam gedung Puskesmas.
3. Bidan
desa yang ditempatkan dan bertempat tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja
Puskesmas.
Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan adalah klinik,
rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Puskesmas dapat berkoordinasi dan
memberikan instruksi langsung kepada jaringannya dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Puskesmas menjalankan peran
dan fungsinya agar dapat melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
dalam mencapai tujuan menuju Indonesia Sehat.
D. PELAKSANAAN
PENDEKATAN KELUARGA OLEH PUSKESMAS
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1. Melakukan
pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga menggunakan Prokesga oleh Pembina
Keluarga (dapat dibantu oleh kader kesehatan).
2. Membuat
dan mengelola pangkalan data Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.
3. Menganalisis,
merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas oleh
Pimpinan Puskesmas.
4. Melaksanakan
kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
oleh Pembina Keluarga.
5. Melaksanakan
pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui pendekatan siklus hidup
oleh tenaga kesehatan Puskesmas.
6. Melaksanakan
Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.
Kegiatan-kegiatan tersebut harus diintegrasikan ke dalam
langkah-langkah manajemen Puskesmas yang mencakup P1 (Perencanaan), P2
(Penggerakan-Pelaksanaan),
dan P3 (Pengawasan-Pengendalian-Penilaian).
BAB
V
PERAN
PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENDEKATAN
KELUARGA
A. PERAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA
Peran Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sebagai pemilik Unit Pelaksana Teknis/Puskesmas adalah
mengupayakan dengan sungguhsungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 terpenuhi untuk semua Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam rangka
pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
memiliki tiga peran utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan
bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian.
1. Pengembangan
Sumber Daya
Sumber daya merupakan salah satu
hal terpenting dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas adalah
tenaga kesehatan. Pendekatan keluarga di bidang kesehatan bukan merupakan hal
baru, namun karena sudah lama tidak diterapkan, dapat dikatakan semua tenaga
kesehatan Puskesmas yang ada saat ini kurang memahaminya.
Sebagaimana disebutkan di atas,
untuk pelaksanaan pendekatan keluarga, selain tenaga manajemen Puskesmas
(Kepala Puskesmas), diperlukan kelompok tenaga untuk fungsi lainnya.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
berperan mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga tersebut di Puskesmas. Jika
hal itu belum dapat dilakukan, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkewajiban
membantu Puskesmas mengatur penugasan tenagatenaga yang ada, agar ketiga fungsi
di atas dapat berjalan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan pembekalan/pelatihan
tenaga Puskesmas sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan jika
diperlukan pembekalan/pelatihan.
2. Koordinasi
dan Bimbingan
Koordinasi dan bimbingan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sangat penting dilakukan, di wilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Bimbingan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilaksanakan
dengan mengirim petugas ke Puskesmas, guna membantu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi Puskesmas. Bimbingan juga dapat dilakukan dengan mempersilakan
Puskesmas yang menghadapi masalah penting untuk berkonsultasi ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota di luar jadwal yang telah ditetapkan.
3. Pemantauan
dan Pengendalian
Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan
mengembangkan sistem pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengetahui IKS
tingkat kecamatan dari masing-masing kecamatan di wilayah kerjanya, dan
menghitung IKS tingkatkabupaten/kota.
B. PERAN
DINAS KESEHATAN PROVINSI
Peran Dinas Kesehatan Provinsi
dalam penyelenggaraan Puskesmas secara umum adalah memfasilitasi dan
mengoordinasikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk
berupaya dengan sungguhsungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 terpenuhi di semua Puskesmas. Dalam rangka pelaksanaan pendekatan
keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki tiga peran utama, yakni:
pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan
pengendalian.
1. Pengembangan
Sumber Daya
Dalam rangka pengembangan sumber
daya, peran Dinas Kesehatan Provinsi terutama adalah dalam pengembangan
pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan melalui penyelenggaraan pelatihan
untuk pelatih (training of trainers –
TOT). Dinas Kesehatan Provinsi meminta kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk mengirimkan calon-calon pelatih untuk
melatih tenaga-tenaga kesehatan Puskesmas. Sesuai dengan arahan dan bekerjasama
dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi kemudian menyelenggarakan
pelatihan untuk pelatih(training of
trainers – TOT), dengan memanfaatkan Balai Pelatihan Kesehatan yang ada di
provinsi bersangkutan.
2. Koordinasi
dan Bimbingan
Dinas Kesehatan Provinsi dapat
mengundang Kepala-kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk
membahas dan menetapkan hal-hal apa yang dapat dilaksanakan secara
terkoordinasi (misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain-lain) dan bagaimana
mekanisme koordinasinya. Selain itu juga untuk menentukan jadwal kunjungan
Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinasdinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayahnya
dalam rangka bimbingan. Bimbingan terutama dilakukan untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga oleh Puskesmas.
3. Pemantauan
dan Pengendalian
Pemantauan dan pengendalian
dilaksanakan dengan mengembangkan sistem pelaporan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga Dinas Kesehatan Provinsi
dapat mengetahui IKS tingkat kabupaten/kota dari masing-masing kabupaten dan
kota di wilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkat provinsi.
C. PERAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
Kementerian Kesehatan sebagai
Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren
sebagaimana di maksud di dalam Undang-Undang No. 23 Tentang Pemerintahan Daerah
berwenang untuk: (a) menetapkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintahan; (b) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, selain juga
pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan evaluasi.
Bentuk dan isi dari Prokesga, baik
dalam bentuk manual maupun elektronik, harus ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan sebagai contoh (prototype).
Pengadaan/penggandaannya dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian pula isi dari Pinkesga, serta kurikulum dan modul untuk pembekalan tenaga Pembina
Keluarga. Secara lebih terinci hal-hal yang perlu disiapkan oleh Kementerian
Kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Kebijakan
dan Pedoman
Kebijakan dan pedoman yang harus disiapkan oleh
Kementerian Kesehatan meliputi, hal-hal berikut:
a. Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Umum Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga.
b. Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Terpadu Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Peta Jalan (Road Map) Menuju Keluarga Sehat.
d. Buku
(Petunjuk Teknis) untuk sosialisasi kepada para pemangku kepentingan.
e.
Buku (Petunjuk Teknis) untuk para petugas
Puskesmas pelaksana kunjungan rumah (Pembina Keluarga), kader, dan petugas
Nusantara Sehat.
f.
Buku (Petunjuk Teknis) untuk Petugas Puskesmas
Pengolah dan Penganalisis Profil Kesehatan Keluarga.
g.
Buku Saku (Panduan Hidup Sehat) untuk
Keluarga.
h. Kurikulum
Pembekalan Petugas Pembina Keluarga.
i.
Modul-modul untuk Pembekalan Petugas Pembina
Keluarga.
j.
Kurikulum Pelatihan Petugas Pengolah dan
Penganalisis Profil Kesehatan Keluarga.
k. Blanko
atau Prototipe Blanko Profil Kesehatan Keluarga (cetakan dan elektronik).
l.
Paket Informasi Kesehatan Keluarga atau
Prototipenya.
m. Media
penyuluhan/lembar balik untuk petugas Pembina
Keluarga atau prototipenya.
n. Aplikasi
(perangkat lunak) pemantauan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
yang terintegrasi dengan Sistem Informasi yang ada.
2. Pengembangan
Sumber Daya
Adanya peningkatan alokasi anggaran untuk sektor
kesehatan, Kementerian Kesehatan dapat menyediakan dana untuk pelaksanaan
program kesehatan prioritas dengan pendekatan keluarga. Penyediaan dana
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program
prioritas, dan terutama diperuntukkan bagi:
a. Kelengkapan
sarana dan prasarana Puskesmas.
b. Penyelenggaraan
pelatihan tenaga kesehatan.
c.
Biaya operasional.
Khusus untuk pelatihan, Kementerian Kesehatan
berkewajiban untuk menetapkan kurikulum dan modul-modulnya. Pelaksanaannya
tentu bekerjasama dengan dinas kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Provinsi.
3. Koordinasi
dan Bimbingan
Koordinasi dinas kesehatan yang
selama ini sudah berjalan dengan
Kementerian Kesehatan yaitu menyelenggarakan Rapat Kerja
Kesehatan Nasional (Rakerkesnas). Bimbingan ke Dinas
Kesehatan Provinsi dilakukan dengan pembagian wilayah dan penugasan terhadap
pejabat-pejabat Kementerian Kesehatan untuk bertanggung jawab terhadap wilayah
binaan tertentu. Bimbingan atau pembinaan tidak dilakukan secara
sendiri-sendiri oleh setiap program kesehatan, melainkan secara terpadu secara
tim. Untuk itu, setiap tim yang hendak melakukan kunjungan ke provinsi
binaannya, harus terlebih dulu mempelajari IKS tingkat kecamatan,
kabupaten/kota, dan provinsi dari provinsi yang bersangkutan. Selain itu juga
mengkaji profil kesehatan dari provinsi yang bersangkutan. Tim yang akan
melakukan kunjungan sebaiknya sudah memiliki agenda permasalahan yang akan dibantu pemecahannya di provinsi yang
dikunjunginya sebelum datang berkunjung.
4. Pemantauan
dan Pengendalian
Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan
mengembangkan sistem pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian
Kesehatan, sehingga Kementerian Kesehatan dapat mengetahui IKS tingkat provinsi
dari masing-masing provinsi di Indonesia, dan menghitung IKS tingkat nasional.
Rumus-rumus yang digunakan serupa dengan yang digunakan di tingkat
kecamatan/kabupaten/kota/provinsi untuk menghasilkan gambaran tingkat nasional.
Gambaran yang diperoleh digunakan sebagai pembanding (benchmarking) guna memacu kompetisi sehat antarprovinsi dalam
mencapai Provinsi Sehat. Kementerian Kesehatan juga dapat melakukan
pemeringkatan/pemetaan.
D. PERAN
DAN TANGGUNG JAWAB LINTAS SEKTOR
Masalah kesehatan adalah masalah
yang multi dimensi, yakni banyak sekali faktor penentu (determinan)nya.
Sebagian besar faktor penentu tersebut bahkan berada di luar jangkauan (tugas
dan wewenang) sektor kesehatan. Misalnya, salah satu faktor yang cukup besar
pengaruhnya terhadap angka kematian ibu melahirkan adalah karena banyaknya
terjadi pernikahan dan kehamilan dalam usia yang masih sangat muda.
Peraturan diperlukan agar tidak terjadi
pernikahan dalam usia yang terlalu muda. Penyusunan dan penerbitan peraturan
tentang hal ini jelas berada di luar tugas dan wewenang sektor kesehatan.
Sebagaimana telah dikemukakan,
keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diukur dengan
IKS, yang merupakan komposit dari dua belas indikator. Semakin banyak indikator
yang dapat dipenuhi oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan
mengarah kepada Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang
mencapai status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia
Sehat.
Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga juga sangat ditentukan oleh peran dan tanggung jawab dari lintas
sektor terkait. Apabila ditinjau dari segi pencapaian masing-masing Indeks
Keluarga Sehat, dapat diidentifikasi peran dan tanggung jawab lintas sektor
yang disajikan pada tabel.2.
Tabel
2. Peran dan Tanggung Jawab Lintas Sektor
NO |
INDIKATOR KELUARGA SEHAT |
PENDUKUNG KEBERHASILAN |
PIHAK YANG TERKAIT |
|
1 |
Keluarga mengikuti program Keluarga
Berencana (KB) |
1. Tersedianya pelayanan KB sampai ditingkat
Desa/Kelurahan |
- BKKBN & jajarannya - Kemendes DTT |
|
2. Promosi KB oleh NAKES/di
FASKES |
Kemenkes & jajarannya |
|||
|
|
|||
3. Promosi KB oleh pemuka2
agama |
Kemenag & jajarannya |
|||
|
|
|||
4. Pendidikan Kespro/KB
di SLTA & Perguruan Tinggi |
- Kemendikbud & jajarannya - Kemenristekdikti |
|||
5. PNS, anggota POLRI & anggota TNI sebagai panutan ber KB |
- Kemenpan & PB - POLRI - TNI |
|||
6. Kampanye Nasional KB |
- BKKBN & jajarannya - Kemenkominfo |
|||
7. Tersedianya
pelayanan medis & KB sampai di
PUSKESMAS |
- Kemenkes & jajarannya - Kemendes DTT |
|||
2 |
Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan |
1. Tersedianya pelayanan PUSKESMAS berkualitas |
Kemenkes & jajarannya |
|
2. Tersedianya rumah
tunggu kelahiran & “Ambulan”/alat transportasi untuk bumil di tempat2
yang memerlukan |
- Kemendagri/Pemda &
jajarannya - Kemendes DTT |
|||
3. Tersedianya pelayanan ANC & senam bumil di PUSKESMAS |
Kemenkes & jajarannya |
|||
4. Promosi oleh NAKES & kader PKK tentang persalinan di
fasilitas kesehatan |
- Kemenkes & jajarannya - Kemendagri/Pemda &
jajarannya |
|||
|
||||
3 |
Bayi mendapat imunisasi dasar
lengkap |
1. Tersedianya pelayanan imunisasi dasar di PUSKESMAS & FKTP
lain |
Kemenkes & jajarannya - Kemendes DTT |
|
2. Promosi oleh
NAKES/di FASKES tentang imunisasi dasar |
- Kemenkes & jajarannya
|
|||
|
||||
|
||||
3. Promosi oleh pemuka2 agama & kader imunisasi dasar |
Kemenag & jajarannya |
|||
|
||||
4. Promosi oleh kader
PKK tentang |
- Kemendagri/Pemda & jajarannya |
|||
|
||||
5. Kampanye nasional
imunisasi lengkap |
- Kemenkes & jajarannya - Kemenkominfo - Kemendes DTT |
|||
|
||||
4 |
Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan |
1. Tersedianya pelayanan konseling ASI di PUSKESMAS & FKTP |
Kemenkes & jajarannya lain |
|
2. Tersedianya ruang menyusui/ memerah & menyimpan ASI di
tempat2 umum & perkantoran/ perusahaan |
- Kemendagri/Pemda &
jajarannya - Kemenpan & PB - Kemenaker & jajarannya |
|||
|
||||
3. Promosi oleh
NAKES/di FASKES tentang ASI eksklusif |
Kemenkes & jajarannya |
|||
|
||||
|
||||
4. Promosi oleh Kader PKK tentang ASI eksklusif |
Kemendagri/Pemda & jajarannya |
|||
|
||||
|
||||
5. Kampanye Nasional pemberian ASI eksklusif |
- Kemenkes & jajarannya - Kemenkominfo |
|||
5 |
BALITA mendapatkan pemantauan
pertumbuhan |
1. Posyandu yang
berfungsi dengan baik reguler (minimal 1 bulan sekali) |
- Kemendagri/Pemda &
jajarannya - Kemendes DTT |
|
2. Supervisi & bimbingan yang reguler dari PUSKESMAS ke posyandu
|
Kemenkes & jajarannya |
|||
|
||||
|
||||
3. Pemantauan pertumbuhan
murid play group & taman kanak2 |
Kemendikbud & jajarannya |
|||
|
||||
|
||||
4. Promosi oleh kader PKK tentang pemantauan pertumbuhan BALITA |
Kemendagri/Pemda & jajarannya |
|||
|
NO |
INDIKATOR KELUARGA SEHAT |
PENDUKUNG KEBERHASILAN |
PIHAK YANG TERKAIT |
|
|
|
2. Tersedianya sarana air bersih di sekolah/madrasah |
- Kemendikbud & jajarannya - Kemenag & jajarannya - Kemendagri/Pemda &
jajarannya |
|
|
|
3. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air
bersih |
Kemenkes & jajarannya |
|
|
||||
|
|
4. Promosi oleh Kader
kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan air bersih |
Kemendagri/Pemda & jajarannya |
|
|
||||
|
||||
11 |
Keluarga mempunyai akses/ menggunakan jamban sehat |
1. Tersedianya jamban sehat disetiap keluarga |
- Kemenpu & jajarannya - Kemendagri/Pemda &
jajarannya - Kemendes DTT |
|
|
|
2. Tersedianya jamban sehat disekolah/ madrasah & perguruan tinggi |
- Kemendikbud & jajarannya - Kemenag & jajarannya - Kemenristekdikti |
|
|
|
|||
3. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air
bersih |
Kemenkes & jajarannya |
|||
4. Promosi oleh kader
kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan jamban sehat |
Kemendagri/Pemda & jajarannya |
|||
|
||||
|
||||
12 |
Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) |
1. Tersedianya pelayanan kepersertaan JKN yang mudah & efisien |
BPJS kesehatannya & jajarannya |
|
2. Tersedianya pelayanan kepersertaan FKTP & RS yang bermutu
& merata serta rujukan yang nyaman |
- Kemenkes & jajarannya - Kemendes DTT |
|||
3. Promosi tentang
kepersertaan JKN tentang pengobatan TB Paru |
BPJS kesehatannya & jajarannya |
|||
4. Kampanye nasional
tentang kepersertaan JKN |
Kemenkominfo |
|||
|
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
LAMPIRAN
II
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 39 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN
PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN PENDEKATAN KELUARGA
PETUNJUK
TEKNIS
PENGUATAN MANAJEMEN PUSKESMAS DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam rangka melaksanakan Program
Indonesia Sehat, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
Pedoman tersebut menyatakan bahwa pelaksana terdepan dari Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Oleh karena itu, penerbitan Pedoman Umum
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga harus segera diikuti
dengan penerbitan petunjuk teknisnya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas bertanggung
jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian
dari kecamatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 juga menegaskan
adanya dua fungsi Puskesmas berikut:
1. Penyelenggaraan
UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
2. Penyelenggaraan
UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Fungsi UKM dan UKP harus seimbang,
agar upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai. Upaya
kesehatan perorangan saja dengan program JKN yang diikuti oleh seluruh rakyat
pun belum cukup untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat.
Pendekatan keluarga adalah salah satu
cara kerja Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan
mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan
di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi
keluarga-keluarga di wilayah kerjanya. Kunjungan rumah dilakukan secara
terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari Profil
Kesehatan Keluarga
(Prokesga).
Puskesmas tidak hanya mengandalkan
upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang selama ini dilakukan, melainkan
juga langsung berkunjung ke keluarga dalam menjangkau keluarga. Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah
tidak mematikan UKBM-UKBM yang ada, tetapi justru memperkuat UKBM-UKBM yang
selama ini dirasakan masih kurang efektif. Puskesmas akan dapat mengenali
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga secara menyeluruh (holistik)
dengan mengunjungi keluarga di rumahnya. Anggota keluarga yang perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan
UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi
untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sehat dan faktor-faktor risiko lain
yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader
kesehatan UKBM dan/atau petugas kesehatan Puskesmas. Pelaksanaan pendekatan
keluarga di Puskesmas mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
a. pendataan
kesehatan keluarga menggunakan formulir Prokesga oleh Pembina Keluarga (dapat
dibantu Kader Kesehatan).
b. pembuatan,
pengelolaan pangkalan data, pengolahan data, dan pelaksanaan sistem informasi
Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.
c.
analisis, perumusan intervensi masalah
kesehatan, dan penyusunan rencana Puskesmas oleh tim manajemen Puskesmas.
d. pelaksanaan
penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah oleh Pembina Keluarga.
e.
pelaksanaan pengorganisasian masyarakat dan
pembinaan UKBM oleh tim Puskesmas.
f.
pelaksanaan pelayanan kesehatan (dalam dan luar
gedung) oleh tenaga kesehatan Puskesmas.
Menyimak uraian tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas akan
memperkuat manajemen Puskesmas. Manajemen Puskesmas mengintegrasikan seluruh
manajemen yang ada (program/pelayanan kesehatan, sumber daya, pemberdayaan
masyarakat, sarana dan prasarana, sistem informasi Puskesmas dan mutu) dalam
menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di wilayah kerjanya.
Gambar 1. Hubungan Penguatan Manajemen Pelayanan Kesehatan dan Manajemen Puskesmas
Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga dimulai dengan integrasi ke dalam Manajemen
Program/Pelayanan Kesehatan. Integrasi ini dengan sendirinya akan mendorong
manajemen aspek-aspek lain untuk mendukung pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga.
Manajemen Program/Pelayanan Kesehatan Puskesmas dilaksanakan melalui
tiga tahapan, yaitu Perencanaan (P1), Penggerakan-Pelaksanaan (P2), dan
Pengawasan-Pengendalian-Penilaian (P3). Perencanaan (P1) adalah tahap menyusun
rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) yang
didasari oleh fakta dan data. Penggerakan-Pelaksanaan (P2) adalah tahap
melaksanakan hal-hal yang sudah tercantum dalam RPK dan mendorong pencapaiannya
melalui lokakarya mini (lokmin) secara berkala.
Pengawasan-Pengendalian-Penilaian (P3) adalah tahap memantau perkembangan
pencapaian (yang juga dilakukan melalui lokmin berkala), melakukan koreksi
pelaksanaan kegiatan, dan menilai pencapaian kegiatan pada pertengahan dan
akhir tahun. Penguatan manajemen Puskesmas melalui pendekatan keluarga akan
terjadi baik dalam tahap P1, tahap P2, maupun tahap P3.
Perencanaan (P1) akan diperkuat
dengan bertambahnya data seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang
berasal dari Prokesga. PenggerakanPelaksanaan (P2) akan diperkuat karena
Puskesmas dapat melaksanakan pelayanan yang benar-benar sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi keluarga-keluarga (masyarakat). Pelayanan tersebut
bukan hanya terintegrasi untuk setiap golongan umur, melainkan juga mengikuti
siklus hidup manusia, karena fokus perhatiannya adalah pada keluarga, selain
individu-individu anggota keluarga. Lokakarya mini dapat dimanfaatkan untuk
menggerakkan kegiatan-kegiatan yang lebih efektif dan efisien, serta
meningkatkan koordinasi lintas program dan kerjasama lintas sektor. Lokakarya
Mini dapat juga dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang lebih efektif dan efisien, serta penilaian
secara lebih tepat (P3). Penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota akan dapat memacu kompetisi sehat antar-Puskesmas.
Petunjuk teknis ini berisi uraian tentang persiapan
pelaksanaan langkahlangkah pelaksanaan pendekatan keluarga yang diintegrasikan
ke dalam langkah-langkah pelaksanaan manajemen Puskesmas (P1, P2, dan P3),
penguatan manajemen sumber daya dan pemberdayaan, dan langkah-langkah teknis
manajerial.
BAB
II
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga oleh Puskesmas akan berjalan dengan baik, bila
dilaksanakan langkah-langkah persiapan yang meliputi (A) sosialisasi, (B)
pengorganisasian, (C) pembiayaan, dan (D) persiapan pendataan.
Gambar 2. Penguatan Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga
A. SOSIALISASI
Keberhasilan pelaksanaan pendekatan
keluarga oleh Puskesmas dalam rangka Program Indonesia Sehat memerlukan
pemahaman dan komitmen yang kuat dari seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas.
Selain itu, diperlukan dukungan yang kuat dari para pengambil keputusan dan
kerjasama dari berbagai sektor di luar kesehatan di tingkat kecamatan.
Puskesmas perlu melakukan sosialisasi tentang Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga secara terencana dan tepat sasaran.
Sosialiasi penguatan puskemas dengan
pendekatan keluarga dilaksanakan pada dua bagian yaitu sosialisasi internal dan
sosialisasi eksternal.
1. Sosialisasi
Internal
Pendekatan keluarga bukan hanya
tugas pekerjaan dari para Pembina Keluarga. Masalah kesehatan yang dijumpai di
keluarga, bantuan teknis profesional yang diperlukan dalam pemecahannya
merupakan tanggung jawab para petugas profesional di Puskesmas, termasuk masalah-masalah
kesehatan serupa yang ditemukan pada saat Puskesmas menyelenggarakan
pengorganisasian masyarakat. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab
pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas wajib mensosialisasikan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga kepada semua tenaga kesehatan di
Puskesmas, termasuk yang ada di jejaring seperti Puskesmas pembantu (Pustu),
Puskesmas keliling (Pusling), bidan di desa, dan lain-lain.
Sosialisasi pertama dapat
memanfaatkan forum lokmin bulan ke-1, sedangkan sosialisasi selanjutnya dapat
menggunakan rapat-rapat khusus yang bersifat teknis. Kepala Puskesmas menjadi
narasumber bagi petugas puskesmas, secara formal dan informal melalui
komunikasi pribadi.
2. Sosialisasi
Eksternal
Petugas Puskesmas perlu melakukan sosialisasi
tentang pendekatan keluarga kepada camat, Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa,
ketua-ketua organisasi kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat
agar pelaksanaan pendekatan keluarga mendapat dukungan dari masyarakat.
a. Sosialisasi
di Kantor Kecamatan
Camat adalah pengambil keputusan pertama yang harus
menjadi sasaran sosialisasi di luar Puskesmas. Kepala Puskesmas meminta waktu
khusus untuk menghadap Camat guna mensosialisasikan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga kepada Camat. Sosialisasi kepada Camat tidak
berbentuk ceramah, tetapi lebih berupa dialog dan advokasi. Kepala Puskesmas
menyiapkan bahan dialog dan advokasi dengan baik (termasuk data dan alat peraga
yang diperlukan), disesuaikan dengan waktu yang diberikan oleh Camat. Sosialisasi
ini tidak perlu harus selesai dalam sekali temu-muka, sehingga Kepala Puskesmas
dapat merancang sosialisasi berkelanjutan kepada Camat.
Kepala Puskesmas mengajukan
permintaan untuk diadakannya sosialisasi kepada para pejabat di kantor
kecamatan, setelah dilakukan sosialisasi dan pemahaman Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga kepada Camat. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Camat
dan sekaligus menjadi pembicara. Kepala Puskesmas sebagai pendamping untuk
menambah informasi yang disampaikan oleh Camat.
b. Sosialisasi
untuk Lintas Sektor Tingkat Kecamatan
Peserta dari sosialisasi untuk
lintas sektor tingkat kecamatan adalah para pejabat lintas sektor di tingkat
kecamatan. Sosialisasi untuk pejabat-pejabat lintas sektor tingkat kecamatan
ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dan komitmen kerjasama lintas sektor
dalam pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas. Sebagaimana pada
sosialiasi ke pejabat-pejabat kantor kecamatan, dalam sosialisasi diupayakan
agar Camatlah yang mengundang dan Camat tidak sekedar membuka pertemuan, tetapi
berperan sebagai penyaji dan aktif mengawal sosialisasi sampai selesai. Hal ini
penting dilakukan guna menciptakan pemahaman bahwa pendekatan keluarga bukan
hanya urusan sektor kesehatan. Sosialisasi juga berguna untuk menaikkan
kredibilitas pendekatan keluarga oleh Puskesmas sebagai bagian dari arus utama
(mainstream).
c.
Sosialisasi untuk Unsur-Unsur Masyarakat
Peserta dari sosialisasi untuk unsur-unsur masyarakat
mencakup para Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa, ketua-ketua organisasi
kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat. Sebagaimana pada
sosialisasi untuk lintas sektor, sosialisasi ini pun sebaiknya Camat ikut
berperan aktif dan penuh. Sosialisasi
ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman dari unsur-unsur masyarakat, sehingga
muncul komitmen untuk membantu pelaksanaannya.
B. PENGATURAN
TUGAS TERINTEGRASI
Pengaturan tugas terintegrasi
dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diharapkan
akan terbentuk di tingkat kecamatan dengan kedua jenis sosialisasi tersebut di
atas. Pengaturan tugas tidak harus terbentuk secara formal, melainkan dapat
berupa jejaring koordinasi dan kerjasama antara internal Puskesmas dengan
pihak-pihak eksternal yang diharapkan mendukungnya. Pengaturan tugas yang
terintegrasi dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut.
Gambar 3. Pengaturan Tugas Terintegrasi Pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas
C. PEMBIAYAAN
Pelaksanaan pendekatan keluarga
ini dapat dibiayai dari beberapa sumber pembiayaan, di antaranya adalah sebagai
berikut: 1. Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD),
2. Anggaran
Belanja dan Pendapatan Negara (APBN)
a. dana
dekonsentrasi
Dana dekonsentrasi diberikan kepada provinsi. Dana
tersebut dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan program di
Puskesmas.
b. dana
alokasi khusus (DAK) fisik dan non fisik (BOK)
c.
dana dari pemanfaatan dana kapitasi jaminan
kesehatan nasional.
Mengacu
pada Peraturan
Menteri Kesehatan tentang
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional
untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah.
d. alokasi
dana desa (ADD)
3. dana
lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, seperti:
Sumber dana lainnya yang berasal dari masyarakat seperti donator, Corporate Social Responsibility (CSR).
D. PERSIAPAN
PENDATAAN
Persiapan pendataan meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. melakukan
inventarisasi data jumlah keluarga di wilayah kerja Puskesmas berkoordinasi
dengan kelurahan, kecamatan, serta data kependudukan dan catatan sipil
(berpedoman pada definisi keluarga menurut Petunjuk Teknis ini)
2. menyiapkan
instrumen pendataan
Instrumen yang perlu disiapkan dalam proses
pengumpulan data kesehatan keluarga adalah:
1. formulir Prokesga, yang dapat berbentuk
tercetak (lihat Bab VIII) atau elektronik. Instrumen ini merupakan sarana untuk
merekam dan menyimpan data-data sebagai berikut:
a. data
anggota keluarga berupa umur, jenis kelamin, status perkawinan, status
kehamilan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
b. data
kesehatan keluarga terkait penyakit hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan
jiwa.
c.
perilaku individu anggota keluarga terkait
merokok, mengikuti program KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita,
memberikan ASI eksklusif, buang air besar (BAB), dan penggunaan air bersih.
d. data
lingkungan rumah (sarana air bersih dan jamban sehat)
3. Paket
Informasi Kesehatan Keluarga (Pinkesga) yang berupa flyer untuk diberikan kepada keluarga yang dikunjungi sebagai media
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Flyer
yang dimaksud adalah flyer tentang
Keluarga Berencana (KB), Pemeriksaan Kehamilan, Imunisasi, ASI Eksklusif,
Penimbangan Balita,
Tuberkolosis, Hipertensi, Kesehatan Jiwa, Bahaya
Merokok, Sarana Air Bersih, Jamban Sehat, dan Jaminan Kesehatan Nasional.
Gambar 4. Paket Informasi Kesehatan
Keluarga
Menggandakan formulir Prokesga (jika pengumpulan data
menggunakan formulir tercetak) atau mengunduh aplikasi Keluarga Sehat (jika
pengumpulan data menggunakan formulir elektronik). Di samping itu, perlu juga
digandakan Pinkesga (bila jumlah yang ada belum mencukupi).
Perekrutan petugas pendataan dilaksanakan oleh pihak
Puskesmas berdasarkan pada analisis kebutuhan tenaga pendataan dengan
mempertimbangkan aspek ketersediaan tenaga di Puskesmas, jumlah keluarga di
wilayah kerja Puskesmas, luas wilayah kerja, kondisi geografis wilayah kerja,
dan pendanaan. Perekrutan petugas pendataan dapat dilaksanakan apabila hasil
dari analisis kebutuhan tenaga menyatakan bahwa membutuhkan tenaga tambahan.
Petugas pendataan yang direkrut adalah tenaga kesehatan maupun tenaga non
kesehatan.
3. melakukan
pembagian wilayah binaan
Puskesmas harus membagi wilayah kerjanya menjadi
beberapa wilayah binaan berdasarkan desa yang disesuaikan dengan luas wilayah,
jumlah keluarga, jumlah tenaga pendata, kondisi geografis, dan pendanaan.
Setiap desa sebagai suatu wilayah binaan memiliki seorang penanggung jawab
wilayah yang disebut Pembina Keluarga. Pendataan harus dilakukan kepada seluruh
keluarga di wilayah kerja Puskesmas (total
coverage). Pendataan dilakukan secara utuh. Bila ada keterbatasan sumber
daya baik tenaga ataupun biaya maka pendataan dilakukan untuk seluruh keluarga
dalam satu desa terlebih dahulu baru dilanjutkan ke desa berikutnya).
4. menetapkan
pembina keluarga.
Setiap tenaga kesehatan Puskesmas dapat diajukan
sebagai Pembina Keluarga. Pembina Keluarga bertanggung jawab mengumpulkan data
kesehatan keluarga, melakukan analisis Prokesga di wilayah binaannya, melakukan
koordinasi lintas program untuk intervensi permasalahan keluarga di wilayah
binaannya, serta melakukan pemantauan kesehatan keluarga. Pembina Keluarga
harus memahami secara makro/garis besar dan menyeluruh tentang kesehatan.
Pelatihan (pembekalan) Pembina Keluarga perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Puskesmas dapat menjalin kerjasama
dengan institusi/LSM yang sudah berpengalaman atau dianggap mampu melakukan
survei, mengumpulkan data dan menyusunnya ke dalam bentuk database keluarga,
misalnya: lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan. Kerjasama dapat
juga dilakukan dengan pegawai kelurahan/desa, pengurus RT/RW atau Tim Penggerak
PKK setempat. Keuntungan dari kerjasama ini adalah terbangun rasa memiliki
karena mereka (pengurus RT/RW atau TP PKK) juga bertugas untuk melakukan
pembinaan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah, bahwa Puskesmas tetap harus
melakukan bimbingan dan pemantauan selama pengumpulan data dan pembuatan
database, karena tenaga pendata tersebut belum tentu paham akan istilah-istilah
pada bidang kesehatan.
BAB
III
MEKANISME
PERENCANAAN TINGKAT PUSKESMAS (P1)
Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
dilaksanakan melalui langkahlangkah: (A) mengumpulkan dan mengolah data, (B)
mengidentifikasi masalah kesehatan dan potensi pemecahannya, (C) menentukan
prioritas masalah kesehatan, (D) membuat rumusan masalah kesehatan, (E) mencari
penyebab masalah kesehatan, (F) menetapkan cara pemecahan masalah, (G)
memasukkan pemecahan masalah kesehatan ke dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK),
dan (H) menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Perencanaan kegiatan dalam
rangka keluarga sehat, terintegrasi dalam RUK/RPK Puskesmas.
Gambar 5. Mekanisme Perencanaan Tingkat Puskesmas
A. MENGUMPULKAN
DAN MENGOLAH DATA
Penyusunan rencana Puskesmas
perlu dikumpulkan data umum dan khusus. Data umum mencakup: peta wilayah kerja
Puskesmas, data sumber daya, data peranserta masyarakat, serta data penduduk
dan sasaran program. Data khusus mencakup: status kesehatan, kejadian luar
biasa, cakupan program pelayanan kesehatan, dan hasil survei. Pada pendekatan
keluarga perlu ditambahkan satu kategori data lagi, yaitu data keluarga
yang mencakup data tiap keluarga dari semua keluarga yang ada di wilayah kerja
Puskesmas (total coverage).
1. Pengumpulan Data Keluarga
Pendataan keluarga secara
menyeluruh dapat dilakukan sendiri oleh Puskesmas, karena jumlah indikator
keluarga hanya dua belas dan hanya menggunakan tiga jenis formulir.
Keuntungannya bila dilakukan oleh tenaga Puskesmas adalah pada saat pendataan,
sudah bisa langsung dilakukan intervensi minimal berupa pemberian lembar
informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan masalah
kesehatan yang ditemui di keluarga tersebut. Keuntungan lain dari segi pembiayaan,
tentu saja akan lebih hemat. Puskesmas harus menunjuk beberapa tenaga kesehatan
Puskesmas yang ditugasi sebagai Pembina Keluarga.
Pembina Keluarga dan/atau petugas
pendataan berkoordinasi dengan ketua RT dan RW, kepala desa berkaitan dengan
jadwal pelaksanaan, pembagian keluarga yang akan dikunjungi, dan jumlah
instrumen Prokesga, sebelum memulai pendataan. Guna memperlancar proses,
pendataan sebaiknya didampingi oleh pihak RT/RW atau kader Posyandu.
Wawancara ditunda dan buatlah janji
kunjungan kembali ke keluarga tersebut untuk melengkapi pengisian kuesioner
dari responden yang belum diwawancarai bila responden tidak ada ditempat saat
pengumpulan data. Batas waktu kembalinya petugas untuk pengumpulan data
ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing daerah. Hal tersebut akan
sangat tergantung kepada frekuensi dan rentang waktu intervensi yang
direncanakan oleh masing-masing wilayah. Pengumpul data juga harus menghormati
norma sosial setempat. Kunjungan rumah diupayakan dapat diatur sedemikian rupa
agar tidak mengganggu kegiatan seluruh anggota keluarga.
Petugas terlebih dahulu harus
menjelaskan tujuan wawancara dan pengamatan sebelum melakukan pendataan karena
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan lingkungan
rumah. Upayakan agar seluruh rumah
tangga dan anggota keluarga di dalamnya dapat didata. Petugas dapat berkoordinasi dengan kader
Posyandu/RT/RW setempat bila ada kesulitan dalam pengumpulan data. Kadangkala probing, yakni menggali atau memancing,
dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
jawaban responden perlu dilakukan. Petugas sebaiknya memotong dan mengulang
pertanyaannya dengan kalimat yang lebih mudah dipahami oleh responden bila
responden menjawab dengan panjang lebar tetapi tidak relevan dengan pertanyaan.
Responden diberi waktu sejenak untuk berpikir bila terlihat bingung dan tidak
dapat menjawab pertanyaan.
Berikut sejumlah pengertian dan penjelasan terkait
keluarga dan anggota keluarga, yang beberapa di antaranya mengacu kepada
Pedoman Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Litbangkes Tahun 2013. Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat, di bawah satu atap
dalam keadaan saling bergantung. Pada pendataan ini, keluarga dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar
(extended family).
a. keluarga
inti, adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan
yang terdiri dari suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural)
maupun adopsi.
b. keluarga
besar, adalah keluarga inti ditambah orang lain yang memiliki hubungan darah
(misalnya kakek, nenek, bibi, paman, dan lain-lain) dan juga yang tidak
memiliki hubungan darah tetapi ikut tinggal atau bermaksud tinggal selama
minimal 6 bulan dan makan dalam keluarga tersebut (pembantu, supir, dan
lain-lain). keluarga besar dapat terdiri atas beberapa keluarga inti.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada saat melakukan
pendataan terdapat beberapa hal yang perlu dicermati, yakni:
a. jika
dalam satu bangunan rumah terdiri dari satu atau lebih keluarga inti/keluarga
besar, maka nama kepala keluarga tidak secara langsung diambil dari kartu
keluarga melainkan diambil berdasarkan status kepala keluarga di setiap
keluarga inti/keluarga besar.
b. anggota
keluarga (AK) adalah semua orang yang menjadi bagian dari keluarga dan tinggal
di keluarga tersebut, yang dijumpai pada waktu periode pendataan di setiap
wilayah. Kepala keluarga sekaligus adalah juga AK. Orang yang telah tinggal di
suatu keluarga selama 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di keluarga
kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di keluarga tersebut selama 6 bulan
atau lebih, dianggap sebagai AK. Anggota
keluarga yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih dan AK yang bepergian
kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan keluarga
selama 6 bulan atau lebih, dianggap bukan AK.
c.
pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang
tinggal dan atau makan di rumah majikannya dianggap sebagai AK majikannya.
Tetapi jika hanya makan saja (tidak tinggal), dianggap bukan AK majikannya.
d. bangunan
sensus atau rumah tangga yang bukan rumah tangga biasa (RS, lembaga
pemasyarakatan, panti sosial, asrama, pasar, dan lain-lain sesuai definisi
BPS), tidak diambil datanya.
e.
penghuni rumah kost yang ≤ 15 orang (termasuk AK
pemilik kost), dimasukkan ke dalam satu Prokesga.
f.
dalam kasus pemilik kost tinggal di bangunan
yang sama dengan penghuni kost, maka apabila satu kamar diisi lebih dari satu
orang dengan hubungan keluarga baik suami / isteri / anak / sepupu / kakak /
adik, semuanya dimasukkan ke dalam satu Prokesga.
g.
apabila penghuni kost tinggal di bangunan yang
terpisah dari pemilik kost, maka mereka didata sebagai keluarga tersendiri.
Data keluarga dikumpulkan dengan menggunakan formulir
Prokesga, yang berbentuk tercetak atau elektronik (aplikasi). Bentuk formulir
Prokesga dan cara pengisiannya dapat dilihat dalam Bab VIII.
Profil Kesehatan Keluarga mengacu kepada indikator
keluarga sehat, yang untuk saat ini ditetapkan sebanyak dua belas indikator
sebagai berikut :
a. keluarga
mengikuti program keluarga berencana (KB)
b. ibu
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
c.
bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
d. bayi
mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
e.
balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
f.
penderita tuberkulosis paru mendapatkan
pengobatan sesuai standar
g.
penderita hipertensi melakukan pengobatan secara
teratur
h. penderita
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
i.
anggota keluarga tidak ada yang merokok
j.
keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan
Nasional
(JKN)
k. keluarga
mempunyai akses sarana air bersih
l.
keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban
sehat.
Adapun pengertian atau definisi operasional dari
masing-masing indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. keluarga
mengikuti program KB adalah jika keluarga merupakan pasangan usia subur, suami
atau isteri atau keduanya, terdaftar secara resmi sebagai peserta/akseptor KB
dan atau menggunakan alat kontrasepsi.
b. ibu
melakukan persalinan di fasilitas kesehatan adalah jika di keluarga terdapat
ibu pasca bersalin (usia bayi 0-11 bulan) dan persalinan ibu tersebut,
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik,
bidan praktek swasta).
c.
bayi mendapat imunisasi dasar lengkap adalah
jika di keluarga terdapat bayi (usia 12-23 bulan), bayi tersebut telah
mendapatkan imunisasi HB0, BCG, DPT-HB1, DPT-HB2, DPTHB3, Polio1, Polio2, Polio3,
Polio4, Campak.
d. bayi
mendapat ASI eksklusif adalah jika di keluarga terdapat bayi usia 7–23 bulan
dan bayi tersebut selama 6 bulan (usia 0-6 bulan) hanya diberi ASI saja (ASI
eksklusif).
e.
balita mendapatkan pematauan pertumbuhan adalah
jika di keluarga terdapat balita (usia 2–59 bulan 29 hari) dan bulan yang lalu
ditimbang berat badannya di Posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya dan
dicatat pada KMS/buku KIA.
f.
penderita tuberkulosis paru mendapatkan
pengobatan sesuai standar adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga berusia
≥ 15 tahun yang menderita batuk dan sudah 2 minggu berturut-turut belum sembuh
atau didiagnogsis sebagai penderita tuberkulosis (TB) paru dan penderita
tersebut berobat sesuai dengan petunjuk dokter/petugas kesehatan.
g.
penderita hipertensi melakukan pengobatan secara
teratur adalah jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥15
tahun yang didiagnogsis sebagai penderita tekanan darah tinggi (hipertensi) dan
berobat teratur sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan.
h. penderita
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan adalah jika di
keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat dan
penderita tersebut tidak ditelantarkan dan/atau dipasung serta diupayakan
kesembuhannya.
i.
anggota keluarga tidak ada yang merokok adalah
jika tidak ada seorang pun dari anggota keluarga tersebut yang sering atau
kadang-kadang menghisap rokok atau produk lain dari tembakau. Termasuk di sini
adalah jika anggota keluarga tidak pernah atau sudah berhenti dari kebiasaan
menghisap rokok atau produk lain dari tembakau.
j.
keluarga sudah menjadi anggota JKN adalah jika
seluruh anggota keluarga tersebut memiliki kartu keanggotaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan/atau kartu kepesertaan
asuransi kesehatan lainnya.
k. keluarga
mempunyai akses sarana air bersih adalah jika keluarga tersebut memiliki akses
dan menggunakan air leding PDAM atau sumur pompa, atau sumur gali, atau mata
air terlindung untuk keperluan sehari-hari.
l.
keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban
sehat adalah jika keluarga tersebut memiliki akses dan menggunakan sarana untuk
buang air besar berupa kloset leher angsa atau kloset plengsengan.
Data keluarga yang telah dikumpulkan, selanjutnya
disimpan dalam pangkalan data keluarga, yang selalu harus diremajakan (updated) sesuai dengan perubahan yang
terjadi di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan rumah (misalnya
adanya kelahiran bayi, telah berubahnya bayi menjadi balita, sudah diberikannya
imunisasi dasar lengkap kepada bayi, dan lain-lain).
2. Penyimpanan Data
Data keluarga yang telah
dikumpulkan dengan menggunakan aplikasi program
entry selanjutnya disimpan dalam pangkalan data keluarga yang merupakan
subsistem dari sistem pelaporan Puskesmas. Data-data tersebut, harus selalu
diremajakan (updated) sesuai dengan
perubahan yang terjadi di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan
rumah ulang (misalnya adanya kelahiran bayi, telah berubahnya bayi menjadi
balita, sudah diberikannya imunisasi dasar lengkap kepada bayi, dan lain-lain).
Data keluarga ini juga dimanfaatkan untuk mengisi data pelaporan Puskesmas yang
selanjutnya akan masuk ke dalam pangkalan data di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dari sistem pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, data
mengalir ke pangkalan data di
Dinas Kesehatan Provinsi dan
akhirnya dengan sistem pelaporan
Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke pangkalan data di
Kementerian Kesehatan.
Data dalam pangkalan-pangkalan data
tersebut diolah dan dianalisis, akan keluar Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada
tingkat desa atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional. Bersamaan dengan itu, melalui mekanisme
serupa, tentunya akan dilaporkan pula (oleh program-program kesehatan) kemajuan
Indikator Individu Sehat (IIS), Indikator Tatanan Sehat (ITS), dan Indikator
Masyarakat Sehat (IMS), sehingga akan diketahui pula IIS, ITS dan IMS tingkat
desa atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional. IKS, IIS,
ITS, dan IMS, secara bersama-sama akan menjadi indikator Desa/Kelurahan Sehat,
Kabupaten/Kota Sehat, Provinsi Sehat, dan Indonesia Sehat.
Gambar 6. Pangkalan Data Keluarga
3. Pengolahan Data Keluarga
Data umum dan khusus diolah dengan
mengikuti kaidah-kaidah pengolahan data, yaitu misalnya dengan menghitung
rerata, moda, cakupan, dan lain-lain. Data keluarga diolah untuk menghitung IKS
masing-masing keluarga, IKS tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa dan cakupan tiap
indikator dalam lingkup RT/RW/Kelurahan/Desa, serta IKS tingkat kecamatan dan
cakupan tiap indikator dalam lingkup kecamatan.
a. Menghitung Indeks Keluarga Sehat
(IKS)
Formulir-formulir untuk setiap anggota keluarga dari
satu keluarga yang telah diisi, kemudian dimasukkan ke dalam formulir
rekapitulasi (jika digunakan formulir dalam bentuk aplikasi, maka rekapitulasi
ini akan terjadi secara otomatis). Contoh formulir rekapitulasi yang sudah
diisi dari suatu keluarga (contohnya Keluarga A) adalah sebagaimana tampak pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan Keluarga dari Keluarga A
No |
Indikator |
Keluarga A
|
Ayah |
Ibu |
Anak ke-1 (>15 th) |
Anak Ke-2 (>11
bln - <5th) |
Anak Ke-3 (11 bln) |
Nilai Keluarga |
A |
B |
C |
D |
E |
F |
G |
H |
I |
1 |
Keluarga mengikuti program KB*) |
|
N*) |
Y |
|
|
|
1 |
2 |
Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan |
|
|
Y |
|
|
|
1 |
3 |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap*) |
|
|
|
|
T*) |
|
0 |
4 |
Bayi mendapat ASI eksklusif
|
|
|
|
|
|
Y |
1 |
5 |
Balita dipantau pertumbuhannya |
|
|
|
|
Y |
T |
0 |
6 |
Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar |
|
N |
N |
N |
|
|
N |
7 |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur |
|
T |
N |
N |
|
|
0 |
8 |
Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan |
Y |
|
|
|
|
|
1 |
9 |
Anggota keluarga tidak ada yang merokok*) |
|
T |
Y |
Y |
N |
|
0 |
1 |
Keluarga sudah menjadi anggota JKN |
|
Y |
Y |
Y |
Y |
Y |
1 |
1 |
Keluarga mempunyai akses sarana air bersih |
Y |
Y |
Y |
Y |
Y |
Y |
1 |
1 |
Keluarga mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat |
Y |
Y |
Y |
Y |
N |
N |
1 |
|
∑ indikator bernilai 1 / (12-∑ N) |
|
|
|
|
|
|
7/(12-1) |
Indeks Keluarga Sehat (IKS) |
|
|
|
|
|
|
0,636 |
Keterangan:
= = Not
applicablel yang berarti indikator tersebut tidak mungkin
ada pada anggota keluarga.
N = indikator tersebut TIDAK BERLAKU untuk
anggota keluarga
atau keluarga yang bersangkutan (misal: karena salah
satu sudah mengikuti KB, atau tidak dijumpai adanya penderita TB paru).
Y = kondisi/keadaan anggota keluarga atau
keluarga SESUAI
dengan indikator (misal: ibu memang melakukan
persalinan di fasilitas kesehatan)
T = kondisi/keadaan anggota
keluarga atau keluarga TIDAK SESUAI
dengan indikator (misal: ayah ternyata merokok)
*) =
Untuk indikator keluarga mengikuti KB jika salah satu
pasangan
sudah mengikuti program KB (misalnya Ibu) maka penilaian terhadap pasangannya
(Ayah) Menjadi “N”, demikian sebaliknya.
*)
= Untuk indikator bayi mendapatkan imunisasi
dasar lengkap,
jika
ada salah satu anggota keluarga berusia 12-23 bulan maka jawabannya diletakkan
pada kolom anak yang berusia 5 tahun
*) = Untuk indikator anggota keluarga tidak ada
yang merokok jika jawabannya “Ya merokok” maka dalam merekap statusnya “T”,
sebaliknya jika jawabannya “Tidak merokok” maka dalam rekapan statusnya “Y”.
Penilaian
terhadap hasil rekapitulasi anggota keluarga pada satu indikator,
mengikuti persyaratan di bawah ini:
1) Jika
dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status Y, maka indikator
tersebut dalam satu keluarga bernilai
1
2) Jika
dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status T, maka indikator
tersebut dalam suatu keluarga bernilai 0
3) Jika
dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status N maka indikator
tersebut dalam satu keluarga tetap dengan status N (tidak dihitung)
4) Jika
dalam satu indikator ada salah satu anggota keluarga dengan status T, maka
indikator tersebut dalam satu keluarga akan bernilai 0 meskipun didalamnya
terdapat status Y ataupun N
Hasil perhitungan rekapitulasi dari semua anggota
keluarga menjadi kesimpulan keluarga, seperti terlihat pada tabel 1 kolom (L).
Pada kolom ini terlihat kesimpulan setiap indikator menjadi berkode “1”, “0”
atau “N”. Dengan menggunakan formula {1 / (12-∑ N)}, artinya indeks KS dihitung
berdasarkan jumlah indikator bernilai ‘1’ dibagi jumlah indikator yang ada di
keluarga (12-∑N). Pada perhitungan diatas didapatkan skor IKS dari
keluarga tersebut adalah {1 / 12-1} =
0,636.
Selanjutnya IKS masing-masing keluarga dihitung
dengan rumus:
Jumlah
indikator keluarga sehat yang bernilai 1
IKS =
------------------------------------------------------------- 12 – Jumlah
indikator yang tidak ada di keluarga
Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat
ditentukan kategori kesehatan masing-masing keluarga dengan mengacu pada
ketentuan berikut:
1) Nilai
indeks > 0,800 :
keluarga sehat
2) Nilai
indeks 0,500 – 0,800 :
pra-sehat
3) Nilai
indeks < 0,500 :
tidak sehat
Pada contoh di atas, karena IKS
Keluarga A bernilai 0,636, maka
Keluarga A termasuk kategori Keluarga Pra Sehat (IKS
= 0,500 – 0,800).
b. Menghitung IKS
Tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa
IKS tingkat RT/RW/kelurahan/desa
dihitung dengan rumus:
Jumlah keluarga dengan IKS>0,800
IKS RT/RW/Kelurahan/Desa =
-------------------------------------------------------
Jumlah seluruh keluarga di wilayah tsb
Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat
ditentukan kategori masing-masing RT/RW/kelurahan/desa dengan mengacu pada
ketentuan berikut:
1) Nilai
IKS tingkat RT/RW/ Kelurahan/Desa > 0,800 :
RT/RW/Kelurahan/Desa Sehat,
2) Nilai
IKS tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa = 0,500–0,800:
RT/RW/Kelurahan/Desa Pra Sehat
3) Nilai
IKS tingkat RT/RW/ Kelurahan/Desa < 0,500 :
RT/RW/Kelurahan/Desa Tidak Sehat
Cakupan masing-masing indikator
dihitung dengan rumus:
Jumlah keluarga
bernilai 1 utk indikator ybs Cakupan indikator =
--------------------------------------------------------------------- x 100% Jumlah seluruh
keluarga yg memiliki indikator ybs*) |
*) Jumlah
seluruh keluarga yang yang memiliki indikator yang bersangkutan sama artinya
dengan jumlah seluruh keluarga yang ada di RT/RW/kelurahan/desa dikurangi
dengan jumlah seluruh keluarga yang tidak memiliki indikator yang bersangkutan
(N).
Berikut ini disajikan contoh rekapitulasi data
Prokesga tingkat desa (yaitu Desa P) dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan
Keluarga dari Desa P
NO |
INDIKATOR |
KEL A |
KEL B |
KEL C |
Dst |
∑ KLG BERNILAI “1” |
TOTAL KLG-
∑“N” |
% CAKUPAN
DESA P |
A |
B |
C |
D |
E |
F |
G |
H |
I |
1 |
Keluarga mengikuti program KB |
N |
1 |
1 |
Dst |
125 |
222 |
56,3% |
2 |
Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan |
N |
1 |
1 |
Dst |
89 |
162 |
54,9% |
3 |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap |
N |
0 |
1 |
Dst |
43 |
100 |
43,0% |
4 |
Bayi mendapat ASI eksklusif
|
N |
N |
1 |
Dst |
91 |
281 |
32,4% |
5 |
Balita yang dipantau pertumbuhannya |
N |
0 |
N |
Dst |
45 |
100 |
45,0% |
6 |
Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar |
N |
1 |
N |
Dst |
52 |
199 |
26,1%
|
7 |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur |
0 |
0 |
1 |
Dst |
70 |
300 |
23,3%
|
8 |
Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan |
N |
1 |
N |
Dst |
71 |
149 |
47,7% |
9 |
Anggota keluarga tidak ada yang merokok |
1 |
0 |
1 |
Dst |
97 |
199 |
48,7% |
10 |
Keluarga sudah menjadi anggota JKN |
1 |
1 |
1 |
Dst |
213 |
249 |
85,5% |
11 |
Keluarga mempunyai akses sarana air bersih |
1 |
1 |
1 |
Dst |
209 |
299 |
69,9% |
12 |
Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat |
1 |
1 |
1 |
Dst |
|
|
49,2% |
Indeks Keluarga Sehat (IKS) |
0,800 |
0.636 |
1,0 |
Dst |
|
|
0,539 |
Dalam contoh di atas, dimisalkan jumlah keluarga yang
memiliki IKS > 0,800 ada 117 keluarga, sedangkan jumlah seluruh keluarga di
Desa P adalah 217 keluarga. Dengan demikian, IKS Desa P = 117/217 = 0,539,
sehinga Desa P disebut desa dengan Keluarga Pra Sehat.
Cakupan masing-masing indikator keluarga sehat
adalah sebagai berikut.
1) keluarga
yang mengikuti program KB baru 56,3%.
2) ibu
yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan baru 54,9%.
3) bayi
yang mendapat imunisasi dasar lengkap baru 43,0%.
4) bayi
yang mendapat ASI eksklusif baru 32,4%.
5) balita
yang dipantau pertumbuhannya baru 45,0%
6) penderita
TB paru yang berobat sesuai standar baru 26,1%.
7) penderita
hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur baru 23,3%.
8) penderita
gangguan jiwa yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan baru 47,7%
9) anggota
keluarga yang tidak merokok baru 48,7%.
10) keluarga
yang sudah menjadi anggota JKN cukup banyak, yakni 85,5%.
11) keluarga
yang mempunyai akses sarana air bersih baru 69,9%.
12) keluarga
yang mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat baru 49,2%.
c. Menghitung IKS Tingkat Kecamatan
IKS tingkat kecamatan dihitung
dengan rumus:
Jumlah keluarga dengan IKS>0,800 IKS kecamatan =
--------------------------------------------------- Jumlah seluruh keluarga di kecamatan |
Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat
ditentukan kategori kecamatan dengan mengacu pada ketentuan berikut:
1) kecamatan
dengan Keluarga Sehat, bila IKS tingkat kecamatan > 0,800
2) kecamatandengan
Keluarga Pra Sehat, bila IKS tingkat kecamatan= 0,500–0,800
-81-
3) kecamatandengan
Keluarga Tidak Sehat, bila IKS tingkat kecamatan < 0,500
Berikut ini disajikan contoh rekapitulasi data Prokesga
tingkat kecamatan (yaitu Kecamatan X) dalam Tabel 3.
-82-
Tabel 3. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan Keluarga
dari Kecamatan X
NO. |
INDIKATOR |
DESA P |
DESA R |
DESA S |
DESA T |
DESA W |
DESA Y |
DESA K |
DESA N |
DST |
∑ KLG BERNILAI “1” |
TOTAL KLG- ∑ “N” |
PUSK /KEC. X |
1 |
Keluarga mengikuti program KB |
56,3 % |
62,7 % |
74,2 % |
70,6 % |
80,8 % |
60,9 % |
45,7 % |
26,2 % |
Dst |
1250 |
1753 |
71,3 % |
2 |
Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan |
54,9 % |
98,7 % |
89,6 % |
82,7 % |
46,3 % |
31,1 % |
25,6 % |
43,7 % |
Dst |
890 |
1264 |
70,4 % |
3 |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap |
43,0 % |
17,8 % |
23,4 % |
30,9 % |
17,3 % |
34,3 % |
30,3 % |
39,3 % |
Dst |
430 |
1280 |
33,6 % |
4 |
Bayi mendapat ASI eksklusif
|
32,4 % |
58,2 % |
52,9 % |
48,8 % |
27,3 % |
18,3 % |
15,1 % |
25,8 % |
Dst |
910 |
2193 |
41,5 % |
5 |
Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan |
45,0 % |
93,7 % |
78,9 % |
84,9 % |
52,3 % |
62,1 % |
56,3 % |
41,4 % |
Dst |
450 |
651 |
69,1 % |
6 |
Penderita TB Paru yang berobat sesuai standar |
26,1 % |
64,5 % |
35,9 % |
29,5 % |
21,0 % |
47,7 % |
21,8 % |
35,4 % |
Dst |
520 |
1212 |
42,9 % |
7 |
Penderita hipertensi yang berobat teratur |
23,3 % |
34,0 % |
30,5 % |
23,4 % |
27,8 % |
21,7 % |
24,0 % |
12,8 % |
Dst |
700 |
2389 |
29,3 % |
8 |
Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan |
47,7 % |
49,0 % |
47,3 % |
43,3 % |
49,5 % |
48,3 % |
45,3 % |
38,5 % |
Dst |
710 |
1485 |
47,8 % |
9 |
Anggota keluarga tidak ada yang merokok |
48,7 % |
51,9 % |
51,0 % |
48,5 % |
27,3 % |
41,7 % |
45,5 % |
32,0 % |
Dst |
970 |
2021 |
48,0 % |
10 |
Keluarga sudah menjadi anggota JKN |
85,5 % |
91,0 % |
89,4 % |
85,0 % |
47,9 % |
73,2 % |
79,8 % |
56,2 % |
Dst |
2130 |
2530 |
84,2 % |
11 |
Keluarga mempunyai akses sarana air bersih |
69,9 % |
81,9 % |
60,3 % |
48,0 % |
58,9 % |
52,4 % |
63,1 % |
29,6 % |
Dst |
2090 |
3276 |
63,8 % |
12 |
Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat |
49,2 % |
75,3 % |
48,5 % |
58,6 % |
50,0 % |
67,8 % |
66,8 % |
68,3 % |
Dst |
980 |
1716 |
57,7 % |
Indeks
Keluarga Sehat (IKS) |
0,539 |
0,761 |
0,573 |
0,531 |
0,38 5 |
0,51 1 |
0,54 0 |
0,32 2 |
|
|
|
0,58 3 |
Dalam contoh di atas, dimisalkan jumlah keluarga
yang memiliki IKS > 0,800 ada 987 keluarga, sedangkan jumlah seluruh
keluarga di Kecamatan X adalah 1693 keluarga. Dengan demikian, IKS Kecamatan X
= 987/1693 = 0,583, sehinga Kecamatan X disebut Kecamatan dengan Keluarga Pra
Sehat.
Cakupan masing-masing indikator
dihitung dengan rumus:
Jumlah keluarga bernilai 1 utk indikator ybs Cakupan indikator =
--------------------------------------------------------------- x 100% Jumlah seluruh
keluarga memiliki indikator ybs*) |
*) Jumlah
seluruh keluarga yang yang memiliki indikator yang bersangkutan sama artinya
dengan jumlah seluruh keluarga yang ada di kecamatan dikurangi dengan jumlah
seluruh keluarga yang tidak memiliki indikator yang bersangkutan (N).
Cakupan masing-masing indikator keluarga sehat
adalah sebagai berikut :
1) Keluarga
yang mengikuti program KB baru 71,3%.
2) Ibu
yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan baru 0,4%.
3) Bayi
yang mendapat imunisasi dasar lengkap baru 33,6%.
4) Bayi
yang mendapat ASI eksklusif baru 41,5%.
5) Balita
yang dipantau pertumbuhannya baru 69,1%.
6) Penderita
TB paru yang berobat sesuai standar baru 42,9%.
7) Penderita
hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur baru 29,3%.
8) Penderita
gangguan jiwa yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan baru 47,8%
9) Anggota
keluarga yang tidak merokok baru 48,0%.
10) Keluarga
yang sudah menjadi anggota JKN cukup banyak, yakni 84,2%.
11) Keluarga
yang mempunyai akses sarana air bersih baru 63,8%.
12) Keluarga
yang mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat baru 57,7%.
B. MENGIDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN
DAN POTENSI
PEMECAHANNYA
Data yang sudah diolah
selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan, masalah sumber
daya, dan masalah-masalah lain yang berkaitan.
1. Di tingkat Keluarga
Puskesmas dapat mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan apa yang dihadapi oleh masing-masing keluarga di wilayah kerjanya
melalui analisis data masing-masing keluarga dari Prokesga dengan mencari
indikator-indikator keluarga sehat yang bernilai 0. Puskesmas juga dapat
mengidentifikasi potensi masing-masing keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi dengan menganalisis data masing-masing keluarga dari
Prokesga. Misalnya dari segi usia kepala keluarga, tingkat pendidikannya,
pekerjaannya, dan lain-lain. Keluarga A pada contoh di atas dapat
diidentifikasi masalah-masalah kesehatan sebagai berikut:
a. bayi
tidak mendapat ASI eksklusif.
b. pertumbuhan
balita tidak dipatau.
c.
penderita hipertensi (ayah) berobat tidak
teratur.
d. ada
anggota keluarga yang merokok (ayah).
2. Di tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa
Masalah-masalah kesehatan prioritas yang dihadapi
oleh masingmasing RT/RW/kelurahan/desa di wilayah kerja Puskesmas dapat
diidentifikasi dari hasil olahan data keluarga dalam satu
RT/RW/kelurahan/desa. Rukun tetangga/rukun
warga/kelurahan/desamana yang memerlukan perhatian khusus dengan mencari
indikator-indikator yang cakupannya rendah. Pada contoh di atas dapat
diidentifikasi masalah-masalah kesehatan di masing-masing desa sebagai berikut:
a. Desa P:
1) bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif ada 67,6%.
2) penderita
TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 73,9%.
3) penderita
hipertensi yang berobat tidak teratur ada 76,7%.
c.
Desa R:
1) bayi
yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 82,2%.
2) penderita
hipertensi yang berobat tidak teratur ada 66%.
d. Desa
S:
1) bayi
yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 76,6%.
2) penderita
TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 64,1%.
3) penderita
hipertensi yang berobat tidak teratur ada 69,5%.
e.
Dan seterusnya
Desa yang memerlukan perhatian khusus dalam contoh
di atas adalah Desa W dan Desa N, karena keduanya memiliki IKS terendah.
Selanjutnya dari hasil olahan data umum, khusus, dan potensi desa/kelurahan,
Puskesmas dapat mengidentifikasi potensi masing-masing desa/kelurahan untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.
3. Di tingkat Kecamatan
Di tingkat kecamatan, identifikasi masalah kesehatan
dan masalahmasalah lain serta potensi mengatasi masalah kesehatan dilakukan
berdasar pada hasil pengolahan data dari Prokesga, data khusus, dan data umum.
Puskesmas akan dapat mengetahui masalahmasalah kesehatan prioritas yang
dihadapi keluarga di tingkat kecamatandari hasil olahan data Prokesga seluruh
keluarga di kecamatan dengan mencari indikator-indikator yang cakupannya
rendah.
Pada contoh di atas, dapat diidentifikasi
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi Kecamatan X sebagai berikut:
a. bayi
yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 66,4%.
b. penderita
hipertensi yang berobat tidak teratur ada 70,7%.
Jika indikator yang cakupannya 40%-an dimasukkan
sebagai masalah kesehatan, maka di Kecamatan X juga dapat diidentifikasi
masalah kesehatan tambahan, yakni:
a. bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif ada 58,5%.
b. penderita
TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 57,1%.
c.
Penderita gangguan jiwa yang tidak mendapatkan
pengobatan dan ditelantarkan ada 52,2%
d. anggota
keluarga yang merokok ada 52%.
Selanjutnya dari hasil olahan data umum dan khusus
serta data Profil kecamatan, Puskesmas dapat mengidentifikasi masalahmasalah
kesehatan tambahan, masalah-masalah kesehatan lain, dan potensi kecamatan untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.
C. MENENTUKAN
PRIORITAS MASALAH KESEHATAN
Puskesmas dapat menentukan
prioritas masalah kesehatan, baik yang dihadapi oleh masing-masing keluarga,
desa/kelurahan, maupun kecamatan dengan memperhatikan masalah-masalah kesehatan
yang telah diidentifikasi. Penentuan prioritas masalah dengan mempertimbangkan
faktor-faktor berikut:
1. tingkat
urgensinya (U), yakni apakah masalah tersebut penting untuk segera diatasi
2. keseriusannya
(S), yakni apakah masalah tersebut cukup parah
3. potensi
perkembangannya (G), yakni apakah masalah tersebut akan segera menjadi besar
dan/atau menjalar
4. kemudahan
mengatasinya (F), yakni apakah masalah tersebut mudah diatasi mengacu kepada kemampuan
keluarga/RT/RW/Kelurahan/Desa/Kecamatan/Puskesmas.
Masing-masing faktor diberi nilai 1–5 berdasarkan
skala likert (5=sangat besar, 4=besar, 3=sedang, 2=kecil, 1=sangat kecil), dan
nilai total tiap masalah kesehatan diperoleh dari rumus:
T = U + S + G +
F
Nilai total (T) digunakan untuk mengurutkan masalah
kesehatan berdasar prioritasnya, sehingga diperoleh:
1. Masalah
kesehatan prioritas untuk masing-masing keluarga
2. Masalah
kesehatan prioritas untuk masing-masing desa/kelurahan
3. Masalah
kesehatan prioritas untuk kecamatan
Nilai total tertinggi akan menjadi masalah utama
dalam pemberian intervensi.
Contoh di atas dapat disajikan dalam contoh
penentuan prioritas masalah kesehatan sebagai berikut. Mengacu pada tabel.1,
Semua indikator keluarga sehat dalam keluarga A yang bernilai 0, dapat
ditentukan skala prioritas masalah dengan menggunakan rumus tersebut.
Tabel 4. Contoh Penentuan Masalah Kesehatan Tingkat Keluarga
NO. |
INDIKATOR |
NILAI KELUARGA |
NILAI U |
NILAI S |
NILAI G |
NILAI F |
NILAI TOTAL |
PRIORITAS |
1. |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap |
0 |
4 |
3 |
5 |
5 |
17 |
1 |
2. |
Bayi dipantau pertumbuhannya |
0 |
4 |
3 |
4 |
5 |
16 |
2 |
3. |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur. |
0 |
4 |
2 |
4 |
4 |
14 |
3 |
4. |
Anggota keluarga tidak ada yang merokok. |
0 |
4 |
3 |
4 |
2 |
13 |
4 |
Maka masalah utama untuk keluarga A adalah Bayi
tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap berdasarkan hasil nilai total
tertinggi yaitu 17.
Berdasarkan hasil dari Tabel 2 maka persentase
cakupan indikator terkecil yang sebelumnya menjadi prioritas masalah dapat
berubah urutan prioritasnya dengan menggunakan rumus tersebut.
Tabel 5. Contoh Penentuan
Masalah Tingkat Desa P
NO |
INDIKATOR |
% CAKUPAN |
NILAI U |
NILAI S |
NILAI G |
NILAI F |
NILAI TOTAL |
PRIORITAS |
1. |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur |
23,3% |
4 |
3 |
5 |
5 |
17 |
2 |
2. |
Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar |
26,1% |
4 |
4 |
5 |
5 |
18 |
1 |
3. |
Bayi mendapat ASI eksklusif |
32.4% |
4 |
2 |
4 |
4 |
14 |
3 |
Maka terjadi perubahan atas masalah utama untuk desa
P yang sebelumnya hipertensi yang tidak melakukan pengobatan secara teratur
menjadi penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar berdasarkan
hasil nilai total tertinggi yaitu 18
D. MEMBUAT
RUMUSAN MASALAH
Rumusan setiap masalah (masalah
kesehatan atau masalah lain) mencakup pernyataan tentang apa masalahnya, siapa
yang terkena masalah, besarnya masalah, di mana terjadinya, dan bilamana
terjadinya. Rumusan masalah dibuat untuk tingkat keluarga, tingkat
desa/kelurahan, dan tingkat kecamatan.
1. untuk
tingkat keluarga, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai
berikut:
Ayah di Keluarga A sudah sekitar 2 tahun menderita
hipertensi dan melakukan pengobatan secara tidak teratur.
2. untuk
tingkat desa, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai
berikut:
Di Desa P terdapat 67,6% keluarga yang bayinya belum
mendapat ASI eksklusif, yaitu keluarga A, keluarga D, keluarga F, keluarga H,
dst.
3. untuk
tingkat kecamatan, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai
berikut:
Di Kecamatan X terdapat 66,4% keluarga yang bayinya
belum mendapat imunisasi dasar lengkap, yaitu yang terbanyak di Desa W, dan
disusul oleh Desa R, Desa S, Desa K, Desa T, Desa Y, dan Desa N.
E. MENCARI
PENYEBAB MASALAH KESEHATAN
Akar penyebab setiap masalah
kesehatan prioritas dicari dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah dan
potensi (baik dari data keluarga, data umum, maupun data khusus), dengan
menggunakan alat
1. diagram
Ishikawa (diagram tulang ikan) atau (2) pohon masalah.
Gambar 7. Contoh Format Diagram Tulang Ikan
Gambar 8. Contoh Format Pohon Masalah
Pada langkah ini, Puskesmas akan dapat menetapkan
penyebab masalah kesehatan prioritas sebagai berikut:
1. Penyebab
masalah kesehatan prioritas yang dihadapi tiap keluarga.
2. Penyebab
masalah kesehatan prioritas yang dihadapi
tiap desa/kelurahan.
3. Penyebab
masalah kesehatan prioritas yang dihadapi kecamatan.
Diagram tulang ikan atau pohon masalah akan tampak
penyebabpenyebab masalah kesehatan dari segi-segi berikut:
1. sumber
daya manusia, baik kualitas (pengetahuan, sikap, keterampilan) maupun
kuantitas.
2. peralatan,
baik kuantitas maupun kualitas.
3. sarana-prasarana,
baik kuantitas maupun kualitas.
4. pembiayaan/dana/keuangan.
F. MENETAPKAN
CARA PEMECAHAN MASALAH
Penetapan cara untuk memecahkan
masing-masing masalah dengan memperhatikan penyebab dari masing-masing masalah
dan potensi/peluang untuk mengatasi masalah tersebut.
1. cara
memecahkan masalah kesehatan keluarga adalah melalui kunjungan rumah dalam
rangka konseling dan pemberdayaan keluarga. Konseling dan pemberdayaan keluarga
dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga,
dengan terlebih dahulu memanfaatkan potensi yang ada di keluarga tersebut.
Hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dalam kunjungan rumah, dirujuk ke UKBM
dan/atau Puskesmas.
2. cara
memecahkan masalah kesehatan RT/RW/kelurahan/desa adalah melalui
pengorganisasian masyarakat, yakni dengan mengembangkan desa/kelurahan/RW
menjadi desa/kelurahan/RW
Siaga Aktif.
3. cara
memecahkan masalah kesehatan kecamatan adalah melalui rapat Tim Manajemen
Puskesmas untuk (a) merumuskan alternatif pemecahan masalah kesehatan, serta
(b) memilih dan menetapkan pemecahan masalah kesehatan yang paling sesuai
(misalnya melalui metode pembobotan dan penilaian).
Pemecahan masalah dapat mencakup
aspek-aspek sebagai berikut:
1. pengembangan
sumber daya manusia, baik peningkatan pengetahuan/keterampilan (penyuluhan,
pelatihan, dan lain-lain) maupun penambahan jumlah.
2. pengembangan
peralatan, baik pengadaan, penambahan jumlah, perbaikan, kalibrasi maupun
pemeliharaannya.
3. pengembangan
sarana-prasarana, baik penambahan jumlah, perbaikan/renovasi, maupun
pemeliharaannya.
4. pengembangan
pembiayaan/dana/keuangan, baik dari sumber keluarga/ masyarakat, APBD, APBN
maupun sumber-sumber lain seperti dana desa, dana kapitasi JKN.
G. MEMASUKKAN
PEMECAHAN MASALAH KE DALAM RENCANA USULAN KEGIATAN (RUK)
Langkah ini berupa menuangkan
kegiatan-kegiatan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan (masalah kesehatan
keluarga, desa/kelurahan, dan kecamatan) ke dalam bentuk matriks RUK manajemen
Puskesmas. Kegiatan yang akan dilakukan perlu ditetapkan target sasaran dan
indikator kinerja untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian.
Target sasaran dan indikator kinerja dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kegiatan yang dilakukan dengan memperhatikan berbagai kebijakan
yang berlaku, baik kebijakan daerah (kabupaten/kota dan provinsi), kebijakan
nasional, maupun kesepakatan global.
Penyusunan RUK dilakukan dengan
memperhatikan siklus pelaksanaan manajemen Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan
pelaksanaan Pendekatan Keluarga yang telah disusun akan dibahas selanjutnya
pada pembahasan RUK tahunan Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas yang
telah disusun, akan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
pembahasan lebih lanjut.
Pembahasan di tingkat
kabupaten/kota yang diikuti dengan pembahasan kembali di tingkat
kecamatan/Puskesmas, akan menentukan paket anggaran yang dapat dipenuhi untuk
mendukung RUK. Adapun kemungkinannya adalah sebagai berikut:
1. bila
paket anggaran dapat membiayai seluruh (100%) RUK, maka semua rencana kegiatan
akan dapat dilaksanakan, sehingga tidak perlu ada perubahan rencana.
2. bila
paket anggaran hanya dapat membiayai sebagian (misalnya 70%) RUK, maka perlu
dilakukan perubahan rencana. Skala prioritas harus dilakukan untuk memilih
kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai dan menunda kegiatan-kegiatan lainnya.
H. MENYUSUN
RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)
Rencana pelaksanaan kegiatan
Puskesmas disusun setelah RUK Puskesmas ditetapkan. Rencana pelaksanaan
kegiatan Puskesmas telah disusun yang selanjutnya akan disusun RPK Puskesmas
dengan Pendekatan Keluarga sesuai dengan format pada pelaksanaan manajemen Puskesmas.
Tabel 6. Formulir Rencana
Pelaksanaan Kegiatan Bulanan Puskesmas
Keterangan:
1.
Matriks tersebut diatas dibuat dan diisi oleh
masing-masing penanggungjawab program/kegiatan berdasarkan RPK Puskesmas yang
telah disusun.
2.
Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan
dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3.
Kolom (2). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan
dari masing-masing upaya yang ada pada RPK Puskesmas
4.
Kolom (3). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap
kegiatan yang dilaksanakan.
5.
Kolom (4). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di
wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.
6.
Kolom (5). Target sasaran adalah jumlah dari
sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan
faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumberdaya, target indikator kinerja,
dan pencapaian terdahulu.
7.
Kolom (6). Penanggung jawab diisi Penanggung jawab
kegiatan di Puskesmas.
8.
Kolom (7). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan
kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.
9.
Kolom (8). Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan
kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.
10. Kolom (9).
Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan tanggal dan bulan pelaksanaannya
dalam 1 tahun yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan.
11. Kolom (10).
Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.
12. Kolom (11).
Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dirumuskan.
Tabel 7. Formulir Rencana
Pelaksanaan Kegiatan Tahunan Puskesmas
Keterangan:
1.
Matriks tersebut diatas merupakan kegiatan yang
dilakukan Puskesmas. Target Indikator kegiatan pada contoh formulir diatas
selanjutnya dapat ditambah berdasarkan dengan masalah prioritas kesehatan
diwilayah kerja Puskesmas sesuai RUK Puskesmas yang telah disetujui.
2.
Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan
dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.
3.
Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKPa,
pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan
laboratorium yang dilaksanakan di Puskesmas.
4.
Kolom (3). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan
dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target
yang telah ditetapkan.
5.
Kolom (4). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap
kegiatan yang dilaksanakan.
6.
Kolom (5). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di
wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.
7.
Kolom (6). Target sasaran adalah jumlah dari
sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan
faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumberdaya, target indikator kinerja,
dan pencapaian terdahulu.
8.
Kolom (7). Penanggung jawab diisi Penanggung jawab
kegiatan di Puskesmas.
9.
Kolom (8). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan
kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.
10. Kolom (9).
Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.
11. Kolom (10).
Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan dalam 1 tahun yang disesuaikan
dengan jadwal kegiatan.
12. Kolom (11).
Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.
13. Kolom (12).
Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dirumuskan.
BAB
IV
PENGUATAN
PENGGERAKAN-PELAKSANAAN (P2)
Penggerakan–Pelaksanaan (P2) dari
RPK puskesmas yang telah disusun dan disepakati bersama dalam berbagai bentuk
kegiatan di Puskesmas, diantaranya adalah rapat
dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, dan kunjungan
rumah untuk melakukan intervensi atas segala permasalahan kesehatan ditingkat
keluarga sehingga indikator keluarga sehat dapat dipertahankan/ditingkatkan.
Pelaksanaan kegiatan dari setiap program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan,
tribulanan dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus dinamakan Forum
Lokakarya Mini Puskesmas. Penggerakan melalui
lokmin dan upaya lain juga dapat ditingkatkan dengan adanya penggerakan UKM
yang lebih tepat sasaran dan efektif, termasuk penggerakan secara lintas
sektor.
Kepala puskesmas akan menyusun
strategi atas pelaksanaan RPK untuk menanggulangi segala permasalahan kesehatan
prioritas dengan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya yang ada di dalam dan
luar lingkungan kerjanya, membagi habis tugas kepada seluruh petugas puskesmas
sesuai dengan kapasitasnya, mengatur waktu pelaksanaan kunjungan rumah,
berkoordinasi dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kunjungan rumah.
Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah di Puskesmas,
dimaksudkan Puskesmas tidak hanya melakukan pelayanan UKP secara terintegrasi
untuk semua golongan umur, tetapi juga pelayanan UKM agar benar-benar
memberikan pelayanan yang mengikuti siklus hidup (life cycle). Kunjungan rumah dimaksudkan untuk melakukan
pemberdayaan keluarga guna dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
dihadapi. Beberapa masalah kesehatan tertentu tidak mungkin dapat diatasi
secara tuntas oleh sebuah keluarga. Hal ini karena masalah kesehatan tersebut
terkait dengan penyebab-penyebab yang berada di luar kemampuan keluarga untuk
mengatasinya. Misalnya lingkungan RT/RW/kelurahan/desa yang tidak sehat,
sulitnya mengakses air bersih, sulitnya menjangkau pelayanan kesehatan, dan
lain-lain. Puskesmas harus melaksanakan pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam menemukan
masalah kesehatan, baik pada tingkatan
RT/RW atau kelurahan/desa. Masalah kesehatan keluarga lingkup kecamatan juga
harus ditangani melalui pelaksanaan program-program kesehatan di Puskesmas,
yang beberapa di antaranya dapat pula diintegrasikan ke dalam proses
pengorganisasian masyarakat.
A. PELAKSANAAN
KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilakukan oleh
petugas Puskesmas yang ditunjuk sebagai Pembina Keluarga, secara berkala
(misalnya seminggu sekali) atau sesuai kesepakatan dengan keluarga. Pembina
Keluarga harus membuat jadwal kunjungan rumah, agar tidak terjadi tumpang-tindih
atau adanya keluarga yang tidak mendapat giliran kunjungan. Pelaksanaan
kunjungan rumah memerlukan langkah-langkah seperti persiapan dan pelaksanaan.
1. Persiapan
Pembina Keluarga/Pembina Wilayah
membuat persiapan sebelum melakukan kunjungan rumah. Persiapan terpenting
adalah identifikasi masalah kesehatan yang dihadapi setiap keluarga dan potensi
pemecahannya, serta melakukan analisis sampai ditetapkannya cara pemecahan
masalah, sebagaimana telah diuraikan di Bab III.
Indeks keluarga sehat yang telah
diketahui dan ditetapkannya cara memecahkan masalah yang dihadapi setiap
keluarga, maka Pembina Keluarga terlebih dulu harus menetapkan tujuan akhir
dari kunjungan rumahnya untuk masing-masing keluarga, yang harus dicapai dalam
setahun. Untuk itu dapat digunakan format berikut.
Tabel 8. Format Tujuan Akhir Kunjungan Rumah
Tahun: ……………
NO |
NAMA KEPALA KELUARGA |
ALAMAT RUMAH |
MASALAH KES UTAMA |
TUJUAN AKHIR*) |
PETUGAS |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
*) Tujuan Akhir berorientasi pada peningkatan IKS dari
masing-masing keluarga.
Misalnya:
Menaikkan IKS dari 0,563 menjadi 0,700 pada akhir tahun 2016
Selain itu, ia juga perlu
menetapkan maksud kunjungan dan menyiapkan materi yang akan disampaikan/dibahas
dengan keluarga, lengkap dengan alat peraga yang dibutuhkan. Setelah semua
keluarga yang hendak dikunjungi pada kurun waktu tertentu (misalnya 1 minggu)
didaftar, kemudian disusunlah rencana kunjungan rumah. Untuk membuat rencana
kunjungan ini dapat digunakan format berikut.
Tabel 9. Format Rencana Kunjungan Rumah
Minggu ke …….. bulan ………………………..
NO |
NAMA KEPALA KELUARGA |
ALAMAT RUMAH |
WAKTU KUNJUNGAN |
MAKSUD KUNJUNGAN |
PETUGAS |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Pelaksanaan
Terdapat empat langkah yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan kunjungan rumah yang dapat disingkat menjadi SAJI, yaitu: (a) Salam (S), (b) Ajak Bicara (A), (c) Jelaskan dan
bantu (J), dan (d) Ingatkan (I). Berikut ini disampaikan cara menerapkan
SAJI.
a. Salam
Begitu sampai di rumah yang
hendak dikunjungi, sebaiknya ketuklah pintu dan ucapkan salam. Misalnya:
“Selamat Pagi” atau “Assalamu’alaikum” atau ucapan salam dalam bahasa setempat.
Salam ini harus diucapkan dengan suara yang ceria disertai wajah yang cerah dan
tersenyum.
Gambar 9. Ucapan Salam Sebagai Langkah
Pertama
Penghuni rumah disapa dengan baik
jika sudah muncul, perkenalkanlah diri (dan teman/tim), dan sampaikan maksud
kedatangan. Beritahukan maksud kunjungan sebagai petugas Puskesmas yang ditugasi
dalam membantu keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas untuk mengupayakan
dan menjaga kesehatannya. Katakan bahwa jika mungkin ingin dilakukan
perbincangan dengan seluruh keluarga.
Pengembangan pembicaraan dimulai
dengan mengajak keluarga membicarakan hal-hal yang bersifat umum saat anggota
keluarga sudah berkumpul. Misalnya tentang kemajuan yang dicapai desa setempat,
persiapan menyambut Idul Fitri, kemeriahan menyambut perayaan Natal, atau
kegembiraan menyambut musim panen. Keluarga dapat juga diajak membicarakan
kegiatan sehari-hari anggota-anggota keluarga.
Perihal masalah yang dihadapi
keluarga tersebut barulah disampaikan saat suasana dirasa sudah cukup akrab dan
hangat. Mulailah dengan masalah yang paling ringan tetapi prioritas. Pada kasus
Keluarga B misalnya, maka dapat dimulai dengan menyampaikan tentang bayi di
keluarga tersebut yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap. Ingat bahwa ini
adalah tahap yang sangat menentukan keberhasilan, karena yang dianggap sebagai
masalah oleh Pembina Keluarga, belum tentu dianggap masalah juga oleh keluarga
tersebut. Pembina Keluarga harus berhasil menyamakan pendapat dengan keluarga
bahwa “bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap” adalah masalah, jika tidak,
maka apa pun yang akan dibicarakan dengan keluarga tersebut tidak akan didengar
atau dituruti.
b. Ajak Bicara
Tujuan berkunjung ke rumah
keluarga bukanlah untuk berbicara sendiri, melainkan berdialog atau berdiskusi
dengan keluarga. Pembina Keluarga mulai masuk ke permasalahan yang dihadapi
keluarga, ia harus pandai-pandai memancing diskusi dengan mereka.
Gambar 10. Ajak Bicara Sebagai Langkah
Kedua
Pembina Keluarga tidak perlu
langsung menyampaikan masalah yang dihadapi keluarga tersebut menurut versi
kita (misalnya tentang “bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap”).
Perbincangan dapat dimulai dengan menanyakan apa masalah yang dihadapi keluarga
berkaitan dengan bayinya. Dengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh
keluarga, dengan sesekali bertanya untuk memperjelas atau menggali lebih dalam
penjelasan keluarga. Penggunaan cara ini, akan diperoleh informasi tentang
hal-hal berikut (menggunakan Keluarga B sebagai contoh).
1) bagaimana
perilaku Keluarga B berkaitan dengan imunisasi, khususnya imunisasi bayi:
apakah melakukannya atau tidak sama sekali? bagaimana sikapnya–apakah setuju
atau tidak setuju dengan imunisasi?
2) apa
yang menyebabkan Keluarga B tidak melakukan imunisasi lengkap untuk
bayinya:
a)
apakah karena tidak mengetahui manfaat imunisasi
pada bayi?
b) apakah
karena tidak mengetahui di mana saja bisa mendapatkan imunisasi untuk bayi?
c)
apakah karena tidak memiliki cukup biaya untuk
melakukan imunisasi lengkap bayinya (misalnya biaya untuk transportasi)?
d) apakah
karena tidak memiliki waktu untuk melakukan imunisasi lengkap bayinya?
e)
apakah karena faktor-faktor lain?
3) Jika
keluarga tidak setuju dengan imunisasi, apa yang melatarbelakangi
ketidaksetujuan tersebut.
4) Dan
informasi lain yang mungkin dibutuhkan.
Dengan bermodalkan informasi yang diperoleh, maka Pembina
Keluarga dapat beranjak ke langkah berikutnya, yaitu “Jelaskan dan Bantu”.
c. Jelaskan dan Bantu
Dalam langkah ini, bertitik tolak
dari perilaku, sikap, dan pemahaman keluarga terhadap masalah yang dihadapi
(contohnya: imunisasi bayi), Pembina Keluarga mulai memberikan penjelasan dan
membantu. Pertama kali yang harus dijelaskan adalah pengertian dan jenis-jenis
imunisasi untuk bayi dan bahaya apa saja yang akan terjadi jika hal itu
diabaikan. Penjelasan ini disampaikan sambil menjajagi perkembangan pemahaman
dan perubahan sikap keluarga, sampai diyakini bahwa mereka telah menyadari
adanya masalah.
Gambar 11. Jelaskan dan Bantu Sebagai
Langkah Ketiga
Pembina Keluarga dapat mulai
memberikan pengetahuan lebih banyak tentang masalah yang dihadapibila kesamaan
pandangan tentang masalah yang dihadapi sudah tercapai. Pembina Keluarga dapat
menyampaikan perihal manfaat imunisasi misalnya, di mana dapat memperoleh
pelayanan imunisasi, dan lain sebagainya. Pembina Keluarga dapat menjelaskan
perihal manfaat jika mengikuti JKN untuk mengatasi hambatan berupa ketiadaan
biaya. Biaya untuk imunisasi dasar misalnya merupakan biaya yang ditanggung
oleh JKN.
Pembina Keluarga banyak
membutuhkan alat peraga dan bahkan dapat memberikan lembar informasi dari
Pinkesga yang sesuai dengan materi pembahasan kepada keluarga.
d. Ingatkan
Pembina Keluarga dapat mengakhiri pembicaraan ketika
dirasa sudah cukup untuk kunjungan kali itu. Pembina Keluarga sebelum
mengakhiri perbincangan, jangan lupa untuk mengingatkan kembali pokok-pokok
pesan yang telah disampaikandan tentang apa yang harus dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah yang bersangkutan. Pembicaraan tentang imunisasi bayi
misalnya, dapat diingatkan pesan berikut:
“Jangan lupa membawa bayi Ibu/Bapak ke Puskesmas
untuk melengkapi imunisasi dasarnya.”
Gambar 12. Ingatkan Pokok-pokok Pesan
Pembina Keluarga tetap harus memberikan kesan bahwa
ia sangat memperhatikan keluarga yang bersangkutan dan ingin membantu mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya sampai akhir pembicaraan. Pembina
Keluarga jangan lupa untuk membuat perjanjian kapan dapat berkunjung lagi ke
keluarga tersebut.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan
bahwa SAJI tak ubahnya sebagai siklus yang harus diulang-ulang dari rumah
(keluarga) ke rumah (keluarga) lain saat Pembina Keluarga melakukan kunjungan
rumah.
Gambar 13. SAJI Sebagai Sebuah Siklus
Berkaitan dengan pelaksanaan kunjungan rumah, dapat
disampaikan beberapa hal tentang komunikasi efektif. Komunikasi efektif adalah
komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang
yang diajak berkomunikasi. Komunikasi haruslah merupakan ajang bertukar
informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap. Hal tersebut akan memudahkan
orang yang diajak berkomunikasi untuk memahami pesan yang akan disampaikan.
Komunikasi efektif dapat berbentuk komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
Komunikasi verbal yang efektif adalah yang memiliki ciri-ciri berikut:
a. berlangsung
secara timbal balik.
b. makna
pesannya ringkas dan jelas.
c.
bahasa yang digunakan mudah dipahami.
d. cara
penyampaiannya mudah diterima.
e.
disampaikan secara tulus.
f.
mempunyai tujuan yang jelas.
g.
memperhatikan norma yang berlaku.
h. disertai
dengan humor.
i.
yang mengajak berkomunikasi mampu mendengar
dengan aktif, yakni:
1) menunjukkan
minat mendengar
2) memandang
lawan bicara
3) tidak
memotong pembicaraan
4) menunjukkan
perhatian dengan cara bertanya
5) mendorong
orang untuk terus bicara baik dengan komentar kecil ( misal: mm…., ya…) atau
ekspresi wajah tertentu (misalnya menganggukan kepala).
6) empati:
mampu merasakan dan memahami keadaan emosi orang lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut:
a. penampilan
fisik.
b. sikap
tubuh dan cara berjalan.
c.
ekspresi wajah yang tersenyum.
d. sentuhan.
Berkaitan dengan komunikasi non-verbal, dalam
membangun komunikasi efektif, sebaiknya Pembina Keluarga: (a) berhadapan dengan
orang yang diajak berkomunikasi, (b) mempertahankan kontak mata, (c) membungkuk
ke arah klien, (d) mempertahankan sikap terbuka, dan (e) tetap rileks sepanjang
proses komunikasi.
Berkaitan dengan cara mengajukan pertanyaan,
khususnya bila berkomunikasi dengan beberapa orang dalam keluarga, terdapat
sejumlah hal yang sebaiknya dilakukan, dan sejumlah hal lain yang sebaiknya
tidak lakukan. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. sampaikan
pertanyaan secara merata, jangan hanya kepada satu atau dua orang.
b. gunakan
teknik bertanya langsung pada orang yang kurang perhatiannya dalam percakapan.
c.
gunakan pertanyaan yang mudah pada bagian awal,
kemudian naikkan tingkat kesulitan pertanyaan setelah interaksi terjalin dengan
baik.
d. ulangi
pertanyaan bila pertanyaan tidak dimengerti. Pilihan lain, dapat digunakan
teknik bertanya pantul.
e.
tuliskan pertanyaan (tertulis lengkap) dalam
rencana kegiatan.
Hal-hal berikut sebaiknya tidak
lakukan, seperti:
a. memerintah/menyuruh.
b. menyalahkan.
c.
meremehkan/memberi label.
d. membandingkan.
e.
mengklaim.
f.
mengancam.
g.
membohongi.
h. memotong
pembicaraan.
i.
menyindir.
j.
mencecar.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan pelaksanaan kunjungan rumah adalah:
a. semua
data dan informasi yang diperoleh dari keluarga dalam kunjungan rumah bukanlah
untuk disebarluaskan atau disampaikan kepada keluarga atau orang lain. Jika pun
kasusnya harus dibicarakan dengan keluarga atau orang lain hendaknya dilakukan
tanpa menyebut nama (anonym). Atau
sesudah mendapat ijin dari keluarga yang bersangkutan.
b. pembicaraan
tentang masalah kesehatan suatu keluarga kepada pihak-pihak lain hanya dilakukan
apabila masalah tersebut tidak dapat diatasi sendiri, sehingga memerlukan
dukungan/bantuan dari komunitas (misalnya Dasawisma) atau pemuka masyarakat.
c.
pada kunjungan berikutnya, tetap tunjukkan
perhatian dan berikan penghargaan berupa pujian atau ungkapan rasa senang
terhadap upaya yang telah dilakukan keluarga, meskipun belum sesuai benar
dengan saran/harapan. Perhatian dan pujian akan meningkatkan semangat mereka.
d. kalaupun
keluarga melakukan saran Pembina Keluarga secara kurang benar atau bahkan
salah/keliru, hendaknya tidak dimarahi atau ditegur dengan keras. Tunjukkan
sikap dapat memahami kesalahan/kekurangsempurnaan, dan teruslah dengan sabar
membimbing keluarga tersebut. Jika perlu ulangilah penjelasan yang pernah
disampaikan dengan menggunakan bahasa atau cara lain yang mungkin lebih mudah
dipahami oleh keluarga.
e.
satu keluarga pasti berbeda dengan keluarga lain
dalam berbagai hal kondisi sosial
ekonomi, suku bangsa, agama, sikap dan perilaku, dan lain-lain. Oleh sebab itu,
Pembina Keluarga hendaknya bersikap luwes dan berupaya menyesuaikan diri dengan
setiap situasi dan kondisi yang dijumpai.
Dalam rangka pelaksanaan kunjungan rumah juga perlu
diantisipasi adanya penolakan dari keluarga yang hendak dikunjungi.
a. jika ditolak. Jika ditolak oleh suatu keluarga pada kunjungan pertama, hendaknya
tidak berkecil hati. Jangan memaksakan untuk diterima pada hari itu atau
menunjukkan sikap kecewa/marah. Tetaplah bersikap ramah dan katakan bahwa
kunjungan hari itu sekedar untuk silaturahim dan membuat perjanjian/kesepakatan
waktu kunjungan yang sebenarnya. Jika dengan berbagai alasan keluarga tersebut
tetap menolak kunjungan, maka berkonsultasilah dengan orang yang dihormati oleh
keluarga tersebut. Jika perlu datangilah lagi keluarga itu bersama orang yang
dihormati tadi.
Gambar 14. Jangan Paksakan Untuk Diterima
b. jika diterima, tapi dengan terpaksa.
Penerimaan secara terpaksa (basa-basi) sebenarnya serupa dengan penolakan. Oleh
sebab itu, sebaiknya tidak dilanjutkan perbincangan tentang masalah keluarga
tersebut. Ajaklah keluarga itu sedikit berbincang mengenai hal yang sekiranya
menjadi perhatiannya, dan kemudian sampaikan bahwa sebaiknya perbincangan lebih
lanjut ditunda sampai kunjungan berikutnya. Setelah itu buatlah
perjanjian/kesepakatan waktu yang nyaman untuk keluarga tersebut menerima
kunjungan Pembina Keluarga berikutnya.
B. PELAKSANAAN
PROGRAM KESEHATAN
Masalah kesehatan lingkup
kecamatan telah dimasukkan ke dalam perencanaan program kesehatan di Puskesmas
(dalam RUK dan RPK). Pelaksanaan program-program kesehatan tersebut dengan
sendirinya telah menerapkan pendekatan keluarga. Pelaksanaan program-program
kesehatan di Puskesmas (lingkup kecamatan) tersebut pada akhirnya akan
mendukung dan mempercepat pula peningkatan IKS, termasuk IKS tingkat
RT/RW/kelurahan/desa/kecamatan. Sebagai contoh pada program imunisasi akan
meningkatkan jumlah keluarga yang memberikan imunisasi dasar lengkap kepada
bayinya. Program pengobatan penderita TB paru akan mendukung peningkatan jumlah
penderita TB paru yang berobat sesuai standar.
Sejumlah pedoman telah tersedia sebagai
acuan dalam pelaksanaan program-program kesehatan di Puskesmas. Berikut adalah
contoh dukungan program kesehatan terhadap peningkatan IKS (dua belas
indikator).
Tabel
10. Contoh Dukungan Program Kesehatan Terhadap Peningkatan IKS
NO |
INDIKATOR
KELUARGA SEHAT |
PROGRAM
KESEHATAN |
ACUAN/
PEDOMAN |
1. |
Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) |
-
Program KIA -
Program KB |
- Modul 2
Pelayanan KIA di Keluarga (Kemenkes, 2016) - Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan KB dalam JKN (BKKBN, 2014) |
2. |
Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan |
- Program
KIA |
- Buku KIA - Modul 2
Pelayanan KIA di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
3. |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap |
- Program KIA - Program Imunisasi |
- Modul 2 Pelayanan KIA di Keluarga (Kemenkes, 2016) - Panduan
Praktis Pelayanan Imunisasi (BPJS, 2015) |
4. |
Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif |
-
Program KIA -
Program Gizi |
- Buku KIA - Modul 1
Pelayanan Gizi di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
5. |
Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan |
-
Program KIA -
Program Gizi |
- Buku KIA - Modul 1
Pelayanan Gizi di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
6. |
Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar |
- Program
TB |
- Modul 3
Pelayanan Penyakit Menular di Keluarga (Kemen kes, 2016) - Program
Nasional Pengenda-lian TB (Kemenkes, 2014) |
7. |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur |
- Program Pengendalian PTM |
- Modul 4
Pelayanan PTM di Keluarga (Kemenkes, 2016) - Juknis
Penemuan dan Tatalak-sana Penyakit Hipertensi (Kemenkes, 2015) |
8. |
Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan |
- Program Pengendalian PTM |
- Modul 4 Pelayanan PTM di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
9. |
Anggota keluarga tidak ada yang merokok |
- Program Pengendalian PTM |
- Modul 4 Pelayanan PTM di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
10. |
Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) |
- Program
JKN |
- Buku Pegangan Sosialisasi JKN dlm SJSN |
11. |
Keluarga mempunyai akses sarana air bersih |
- Program Penye-hatan Lingkungan |
- Modul 5 Sanitasi Lingkungan di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
12. |
Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat |
- Program Penyehatan Lingkungan |
- Modul 5 Sanitasi Lingkungan di Keluarga (Kemenkes, 2016) |
C. PENGGERAKAN
MELALUI LOKAKARYA MINI
Penggerakan untuk pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam RPK (termasuk Kunjungan Rumah dan
Pengorganisasian Masyarakat) dilakukan melalui penyelenggaraan lokmin.
Lokakarya Mini dilaksanakan sebulan sekali sebagai pertemuan internal Puskesmas
(lokmin bulanan). Peserta lokmin diperluas dengan mengundang pihakpihak lintas
sektor terkait setiap tiga bulan (lokmin tribulanan).
Gambar 15. Lokakarya Mini Sebagai Sarana P2
Lokakarya mini bulanan
dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk halhal
berikut:
1. menyusun
secara lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama bulan
berjalan, khususnya dalam hal target perorangan, target Tim/unit kerja, dan
target Puskesmas, serta dukungan (lintas program dan sektor) yang diperlukan.
2. menggalang
kerjasama dan koordinasi antar-petugas Puskesmas (lintas program), termasuk
yang bertugas di Pustu, di desa/kelurahan, dan UKBM.
3. meningkatkan
motivasi petugas-petugas Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan.
Lokakarya mini tribulanan dimanfaatkan Puskesmas
untuk hal-hal berikut:
1. menetapkan
secara konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama bulan
berjalan, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi)
dan kesatupaduan tujuan.
2. menggalang
kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan.
3. meningkatkan
motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat
kecamatan.
BAB
V
PENGAWASAN-PENGENDALIAN-PENILAIAN
(P3)
Lokakarya mini juga dimanfaatkan
untuk Pengawasan-Pengendalian
(Wasdal) dan Penilaian selain untuk
Penggerakan-Pelaksanaan. PengawasanPengendalian-Penilaian melalui lokmin dan
upaya lain pun dapat ditingkatkan, termasuk Pengawasan-Pengendalian-Penilaian
secara lintas sektor.
A. PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN (WASDAL) MELALUI LOKAKARYA
MINI
Lokakarya mini dapat digunakan
sebagai sarana wasdal baik melalui lokmin bulanan maupun triwulanan.
Gambar 16. Lokakarya Mini Sebagai Sarana P3
Pengawasan Puskesmas dibedakan menjadi dua, yaitu
pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang
dilakukan oleh Puskesmas sendiri, baik oleh Kepala Puskesmas, tim audit
internal maupun setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun
pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Puskesmas antara lain
dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat. Pengawasan dan pengendalian lintas program
melalui lokmin bulanan pada dasarnya dimaksudkan untuk:
1. meninjau
proses kegiatan yang sudah berjalan serta hasil kegiatan dalam mengidentifikasi
hambatan dan penyimpangan dari yang sudah direncanakan. Hal-hal berikut perlu
mendapat perhatian saat kunjungan rumah, seperti:
a. penerimaan
keluarga, yakni apakah keluarga-keluarga yang dikunjungi dapat menerima
langsung (tanpa kesulitan) Pembina Keluarga yang berkunjung dan dengan senang
hati.
b. kesadaran
keluarga, yakni apakah keluarga-keluarga berhasil mengenali masalah kesehatan
yang dihadapinya (menyepakati masalah yang diusulkan/disarankan Pembina
Keluarga).
c.
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) keluarga,
yakni apakah keluarga-keluarga menuruti/melaksanakan saran-saran Pembina
Keluarga, sehingga PHBS-nya berkembang.
2. menetapkan
tindakan-tindakan koreksi yang akan diambil, jika ada hambatan/kesulitan dan
penyimpangan, guna menjamin berjalannya kegiatan dan tercapainya target sesuai
yang direncanakan.
Pengawasan dan pengendalian lintas sektor melalui
lokmin tribulanan dimaksudkan untuk:
1. meninjau
proses kerjasama lintas sektor yang sudah berjalan untuk mengidentifikasi
ada/tidaknya hambatan dan penyimpangan dari apa yang telah menjadi kesepakatan.
2. memperbarui
dan/atau memperkuat komitmen kerjasama lintas sektor, guna menjamin
terlaksananya dukungan lintas sektor untuk setiap indikator keluarga
sehat.
B. PENILAIAN
MELALUI LOKAKARYA MINI
Penilaian terhadap keberhasilan pelaksanaan RPK,
termasuk kegiatankegiatan yang berkaitan dengan pendekatan keluarga,
dilaksanakan sebanyak dua kali dalam setahun. Penilaian pertama dilakukan pada
pertengahan tahun berupa tinjauan tengah tahun (midterm review). Tinjauan tengah tahun ini sebaiknya sekaligus
mencakup kerjasama lintas sektornya, dan dilaksanakan dalam lokmin bulan ke-6.
Tinjauan tengah tahun bertujuan untuk:
1. menilai
seberapa banyak pencapaian sampai saat itu (dalam hal ini orientasinya adalah
IKS, yaitu IKS setiap keluarga, IKS tingkat RT/RW/kelurahan/desa, dan IKS
tingkat kecamatan). Sudah seberapa dekat yang sudah dicapai tersebut dengan
target yang telah ditetapkan dalam RPK.
2. mengidentifikasi
peluang, ancaman, kelemahan, dan kekuatan yang ada (baik internal Puskesmas
maupun lintas sektor), dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPK.
3. menetapkan
langkah-langkah untuk menangkap peluang, menghadapi ancaman, mengatasi
kelemahan, dan memaksimalkan pemanfaatan kekuatan.
Penilaian kedua dilakukan pada akhir tahun, dengan
memanfaatkan lokmin bulan ke-12. Penilaian akhir tahun bertujuan untuk:
1. mengetahui
apakah IKS Kecamatan yang sudah ditetapkan dalam perencanaan dapat dicapai.
2. mengetahui
keluarga, RT, RW, kelurahan/desa mana saja yang sudah mencapai target IKS sesuai yang direncanakan, dan menetapkan
target yang harus dicapai di tahun berikutnya atau langkah-langkah untuk
memelihara pencapaian target tersebut.
3. mengetahui
keluarga, RT, RW, kelurahan/desa mana saja yang belum mencapai target IKS sesuai yang direncanakan, masalahmasalah
yang menjadi hambatan, dan menetapkan target yang harus dicapai di tahun
berikutnya beserta langkah-langkah untuk mengatasi hambatan yang ada.
C. PENILAIAN
KINERJA PUSKESMAS
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat memacu kinerja Puskesmas melalui hasil penilaian kinerja Puskesmas.
Laporan-laporan dari Puskesmas sebagai masukan untuk aplikasi dash board di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Gambaran dari dash board ini
sebaiknya ditampilkan dalam situs (website)
Dinas Kesehatan Kabupaten. Tampilan tersebut dapat berbentuk “Peta
Pencapaian IKS Kecamatan”, dengan diberi warna berbeda – misalnya MERAH untuk
kecamatan dengan Keluarga Tidak Sehat, KUNING untuk kecamatan dengan Keluarga
Pra Sehat, dan HIJAU untuk kecamatan dengan Keluarga Sehat. Hasil penilaian
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ini sebaiknya juga dibahas/didiskusikan
dalam rapat koordinasi dengan PuskesmasPuskesmas dan rapat koordinasi dengan
lintas sektor di tingkat kabupaten/kota.
BAB
VI
PELATIHAN
PENDEKATAN KELUARGA
Pendekatan
keluarga, walaupun bukan merupakan hal baru bagi
Puskesmas, tetapi jelas merupakan hal yang baru bagi
sebagian besar petugas Puskesmas saat ini, karena pendekatan tersebut sudah
cukup lama tidak dipraktikkan. Peningkatan kualitas pelaksanaan pendekatan
keluarga diperlukan untuk memberikan pelatihan bagi tenaga pelaksana yakni
pelatihan teknis program (tekpro), bina keluarga (bika) dan manajemen Puskesmas
termasuk pendukungnya seperti pengelolaan data dan informasi, perencanaan
kesehatan, dan lain-lain.
Pelatihan Teknis Program adalah
pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan
di bidang programnya (misalnya pelatihan bagi tenaga gizi tentang program gizi
tertentu). Tenaga gizi tersebut akan menjadi semakin profesional dalam
melaksanakan program gizi setelah diberi pelatihan.
Pelatihan Bina Keluarga adalah
pelatihan yang diselenggarakan untuk para Pembina Keluarga, yakni tenaga kesehatan
Puskesmas dengan profesi apa pun (bidan, perawat, tenaga gizi, sanitarian, dan
lain-lain). Pelatihan yang diberikan berupa:
Gambar 17. Pelatihan Teknis Program dan Pelatihan Pembina Keluarga
1. Pembekalan
tentang pendataan dan kunjungan rumah dan pemberdayaan keluarga untuk para
Pembina Keluarga. Pembekalan
dilakukan dengan pelatihan singkat (3–4 hari) di Dinas Kesehatan Provinsi.
Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi
petugas atau widyaiswara provinsi.
2. Pelatihan
pengelolaan pangkalan data, pengolahan data keluarga, serta sistem informasi
dan pelaporan untuk tenaga pengelola data Puskesmas. Data yang terkumpul dari Prokesga harus dikelola dalam bentuk
pangkalan data (database) di Puskesmas dan diolah. Paling sedikit seorang
tenaga Puskesmas harus mendapat pelatihan tentang pengelolaan pangkalan data
(termasuk pemeliharaan dan peremajaan datanya) dan pengolahan data. Pelatihan
sebaiknya juga dilaksanakan di Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga dengan
demikian Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi
petugas atau widyaiswara provinsi.
3. Pelatihan
analisis, perumusan intervensi masalah kesehatan dan penyusunan rencana
Puskesmas untuk tenaga manajemen Puskesmas.
Data yang sudah diolah harus digunakan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis masalah-masalah kesehatan di tingkat keluarga, tingkat
desa/kelurahan dan tingkat kecamatan dan atau Puskesmas. Setelah itu, terhadap
masalah-masalah kesehatan yang sudah teridentifikasi harus dirumuskan
intervensinya, baik dengan kunjungan rumah (tingkat keluarga), pengembangan
Desa Siaga/UKBM (tingkat desa/kelurahan), maupun dengan pelaksanaan program
kegiatan Puskesmas (tingkat kecamatan). Akhirnya, rumusan intervensi harus
dituangkan ke dalam bentuk RUK dan RPK. Pelatihan ini pun sebaiknya
diselenggarakan di Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga dengan demikian
Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi
petugas atau widyaiswara provinsi.
4. Pelatihan
teknis program untuk tenaga kesehatan di Puskesmas. Keberhasilan pendekatan keluarga sangat ditentukan oleh kemampuan
para petugas di Puskesmas, yang meliputi dokter, perawat, bidan, tenaga gizi,
dan tenaga kesehatan lingkungan. Pelatihan bagi mereka menjadi penting, karena
mereka harus memahami konsep dan pelaksanaan pendekatan keluarga dalam mencapai
Indonesia Sehat. Pelatihan ini pun sebaiknya diselenggarakan di Dinas Kesehatan
Provinsi, sehingga dengan demikian Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan
pelatihan untuk pelatih (training of
trainers – TOT) bagi petugas atau widyaiswara provinsi.
BAB
VII
LANGKAH
TEKNIS MANAJERIAL
A. PUSKESMAS
DALAM KEMANDIRIAN KESEHATAN KELUARGA
Pelaksanaan Pendekatan keluarga
bertujuan untuk meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai derajat kesehatan
yang optimal. Upaya dalam membina kesehatan masyarakat, diharapkan seluruh
keluarga memperoleh kunjungan rumah dan pembinaan kesehatan oleh tenaga
kesehatan dengan kegiatan pendekatan keluarga.
Salah satu dari lima fungsi
keluarga diantaranya adalah fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan dimana
keluarga bersama Tim Pembina Keluarga dari Puskesmas bersama-sama menyelesaikan
seluruh permasalahan kesehatan di dalam keluarganya. Pendekatan keluarga adalah
salah satu cara untuk memberikan UKM dan UKP pada keluarga sebagai unit
terkecil dalam masyarakat untuk mewujudkan keluarga yang sehat dengan cara
mengunjunginya. Puskesmas dengan Tim Pembina Keluarga, membantu keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kemampuan keluarga
dalam melakukan fungsi dan tugas perawatan/pemeliharaan kesehatan keluarga
secara bertahap hingga mencapai tingkat kemandirian dengan kegiatan promotif
dan preventif. Puskesmas dalam mewujudkan kemandirian keluarga harus dapat
berperan sebagai berikut:
1. Pendidik
Puskesmas menjadi pusat
pembelajaran dengan memberikan pengetahuan atau informasi kesehatan kepada
keluarga. Tujuannya agar keluarga, dapat
melaksanakan hidup sehat secara mandiri dan bertanggung jawab serta responsif
terhadap masalah kesehatan di dalam keluarganya, sehingga keluarga mampu
mengatasi masalah kesehatannya sendiri.
2. Koordinator
Puskesmas sebagai koordinator
sangat diperlukan untuk mengatur kegiatan intervensi dari berbagai program
kesehatan, agar pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan dapat tercapai.
3. Pelaksana
Puskesmas sebagai tempat
berkumpulnya pelaksana, memberi kegiatan intervensi kepada klien dan keluarga.
Puskesmas bertanggung jawab dalam memberikan intervensi kesehatan secara
langsung. Puskemas merupakan kontak pertama, pelaksana pemberi intervensi kepada
keluarga dengan anggota keluarga yang sakit.
4. Pengawas
Kesehatan
Puskesmas sebagai pengawas
kesehatan, harus melakukan kegiatan kunjungan rumah yang teratur untuk
mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Tenaga
Puskesmas tidak hanya melakukan kunjungan, tetapi diharapkan ada tindak lanjut
dari kunjungan ini.
5. Konsultasi
Puskesmas sebagai narasumber bagi
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga secara aktif meminta
nasehat, saran dan solusi atas permasalahan kesehatan yang dihadapi keluarga.
6. Kolaborasi
Puskesmas harus bekerjasama dengan
jejaring, UKBM dan jaringannya dalam melakukan pendekatan keluarga untuk
mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal.
7. Fasilitator
Puskesmas membantu keluarga dalam
menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
8. Penemu
Kasus
Peran penting Puskesmas sangat
penting dalam mengidentifikasi kesehatan secara dini (Case Finding), sehingga
tidak terjadi ledakan atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kunjungan rumah.
9. Modifikasi
Lingkungan
Puskesmas sebagai agen perubahan
terutama dalam memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah, lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
Kedekatan hubungan antara keluarga
dan Puskesmas harus dapat dijalin dengan baik sehingga Puskesmas dapat
memastikan kemandirian keluarga untuk menjalankan tugasnya dalam memelihara
kesehatan anggota keluarganya dengan memastikan seluruh anggota keluarga
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat. Kepala keluarga dapat mengenali
segala bentuk gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya, dapat
mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, dapat memberikan
perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dapat mempertahankan suasana
rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota
keluarganya, dan dapat mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
fasilitas kesehatan.
B. PERAN
PUSKESMAS DALAM KEMANDIRIAN KESEHATAN PADA
MASYARAKAT
Dalam rangka meningkatkan cakupan
pelayanan kesehatan masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan
potensi dan sumberdaya yang ada, termasuk yang ada di masyarakat. Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat adalah salah satu wujud nyata peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan diantaranya adalah Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Desa Siaga, Pos Obat Desa (POD),
Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK), Taman Obat Keluarga (TOGA), Dana sehat, dan
lain-lain.
Pemberdayaan kemandirian
masyarakat terus diupayakan dengan pengembangan dan pembinaan UKBM yang ada di
desa. Puskesmas mempunyai peranan penting dalam pembinaan UKBM untuk
menyelaraskan seluruh upaya di dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan agar
dapat berjalan selaras, terintegrasi dan berkesinambungan sehingga upaya
pencapaian Indonesia sehat dapat segera terwujud.
Puskesmas harus dapat
menciptakan suasana yang kondusif untuk mengoptimalkan peran serta UKBM agar
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pendekatan keluarga dengan berbagai
upaya sebagai berikut:
1. melibatkan
UKBM dalam pelaksanaan pendekatan keluarga, sebagai upaya untuk meningkatkan
derajat masyarakat di wilayah kerjanya mulai dari proses persiapan,
pengorganisasian, pendataan, penentuan permasalahan prioritas, pelaksanaan
kunjungan rumah, pemantauan, penilaian, dan pengawasan atas pelaksanaan
pendekatan keluarga.
2. melakukan
pembinaan UKBM dengan peningkatan kapasitas UKBM dalam melaksanakan peran dan
fungsinya untuk menciptakan kemandirian masyarakat di dalam menjaga diri dan
lingkunganya untuk tetap menjadi sehat.
3. melakukan
advokasi kesehatan secara bersama sama kepada pemangku kepentingan (tokoh
masyarakat, tokoh agama, pimpinan organisasi kemasyarakatan, Kepala Desa,
Camat, Ketua RT dan RW) agar dapat melakukan pembangunan wilayah yang
berwawasan kesehatan yang terintegrasi dan selaras dengan rencana kerja
Puskesmas sebagai pembina wilayah menuju tercapainya Indonesia Sehat.
Penguatan manajemen Puskesmas
dengan pendekatan keluarga adalah sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
kemandirian keluarga dan masyarakat agar dapat menjaga kesehatan diri,
keluarga, dan lingkungannya dengan berperilaku hidup bersih dan sehat secara
berkelanjutan dan berkesinambungan agar pembangunan kesehatan dapat terwujud
menuju Indonesia Sehat.
BAB
VIII
FORMULIR PROKESGA, PANDUAN PENGISIAN
PROKESGA,
DAN
APLIKASI KELUARGA SEHAT
Pengisian prokesga dilakukan melalui mekanisme manual dan
aplikasi online. Pengisian prokesga yang akan diimplementasikan dilapangan
adalah sebagai berikut:
A.
FORMULIR PROKESGA
Formulir Data Profil Kesehatan
Keluarga
KELUARGA SEHAT
KS |
DATA KELUARGA DAN ANGGOTA KELUARGA
|
|
|
I. PENGENALAN
TEMPAT |
|
||
1 |
Provinsi |
:
|
|
|
££ |
|
2 |
Kabupaten/Kota*) |
:
|
|
|
££ |
|
3 |
Kecamatan |
:
|
|
|
£££ |
|
4 |
Nama
Puskesmas |
:
|
|
Kode
Puskesmas : ££ |
|
|
5 |
Desa/Kelurahan*) |
:
|
|
|
£££ |
|
6 |
RT
/ RW |
:
|
|
RT ££ |
|
RW ££ |
7 |
Nomor
Urut Bangunan/Rumah |
: |
|
|
£££ |
|
8 |
Nomor
Urut Keluarga |
:
|
|
|
£££ |
|
9 |
Alamat
rumah |
:
|
|
|
||
|
II. KETERANGAN
KELUARGA |
|
||
1 |
Nama
kepala keluarga |
: |
|
|
2 |
• Jumlah Anggota Keluarga |
££ |
• Jumlah anggota keluarga diwawancara |
££ |
|
• Jumlah anggota keluarga dewasa ( 15 tahun) |
££ |
• Jumlah anggota keluarga usia 10-54 tahun |
££ |
|
• Jumlah anggota keluarga usia 12-59 bulan |
££ |
• Jumlah anggota keluarga usia 0-11 bulan |
£ |
3 |
Apakah
tersedia sarana air bersih di lingkungan rumah? |
£ |
||
|
1. Ya
2. Tidak P.5 |
|||
4 |
Bila
ya, apa jenis sumber airnya terlindung? (PDAM, sumur pompa, sumur gali
terlindung, mata air terlindung) |
£ |
||
|
1. Ya
2. Tidak (sumur terbuka, air sungai, danau/telaga,
dll) |
|||
5 |
Apakah
tersedia jamban keluarga? |
£ |
||
|
1. Ya
2. Tidak P.7 |
|||
6 |
Bila
ya, apakah jenis jambannya saniter? (kloset/leher angsa/plengsengan) |
£ |
||
|
1. Ya
2. Tidak (cemplung) |
|||
7 |
Apakah
ada anggota keluarga yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat
(Schizoprenia)? 1. Ya
2. Tidak P.9 |
£ |
||
8 |
Bila ya, apakah
selama ini anggota keluarga tersebut meminum obat gangguan jiwa berat secara
teratur? 1. Ya BLOK III 2. Tidak
BLOK III |
£ |
9 |
Apakah
ada anggota keluarga yang dipasung? 1. Ya
2. Tidak |
£ |
||
|
III. KETERANGAN
PENGUMPUL DATA |
|
||
1 |
Nama
Pengumpul Data |
|
|
|
2 |
Nama
Supervisor |
|
|
|
3 |
Tanggal
pengumpulan data |
………………(Tgl/bln/tahun) |
££-££-££££ |
|
|
|
IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA |
||||||||||||||||
No
|
Nama |
|
Hubungan
Anggota
Keluarga
|
Tanggal, bulan,
tahun lahir |
Umur
|
Jenis
kelamin 1. Pria 2. Wanita |
Status Perkawinan |
(kuhusus wanita
usia 10-54 tahun) Sedang hamil? 1.
Ya 2.Tidak |
Agama
|
ART
usia >
5 tahun Pendidikan
|
ART
usia > 10 tahun Pekerjaan
|
|||||||
(1)
|
(2)
|
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
(11)
|
|||||||
1
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
2
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
3
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
4
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
5
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
6
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||
Kode kolom 3 Hubungan dengan kepala
keluarga |
Kode Kolom 7 Status
Perkawinan |
|
Kode Kolom 9 Agama |
Kode kolom 10 Pendidikan
Tertinggi |
Kode kolom 11 Status
Pekerjaan Utama |
|||||||||||||
1
= Kepala RT 2=Istri/suami
3 = Anak 4 = Menantu 5 = Cucu |
6 = Orang tua 7 = Famili lain 8 = Pembantu 9 = Lainnya |
1=
Kawin 2=
Belum kawin 3=
Cerai hidup 4=
Cerai mati |
1 = Islam 2 = Kristen 3 = Khatolik |
|
4 = Hindu 5 = budha 6 = Konghucu |
1 = Tidak pernah sekolah 2 = Tidak tamat SD/MI 3 = Tamat SD/MI 4 = Tamat SLTP/MTS |
5 = Tamat SLTA/MA 6 = Tamat D1/D2/D3 7 = Tamat PT |
1 = Tidak kerja 2 = Sekolah 3 = TNI/Polri 4 = PNS/ Peg 5 = Wiraswasta /Swasta/ jasa |
6
= Petani 7=
Nelayan 8=
Buruh 9=Lainnya |
|||||||||
|
IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA (Lanjutan) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
No
|
Nama |
|
Hubungan
Anggota
Keluarga
|
Tanggal, bulan, tahun lahir |
Umur
|
Jenis
kelamin 1. Pria 2. Wanita |
Status Perkawinan |
(kuhusus
wanita usia 10-54
tahun) Sedang
hamil? 1.
Ya 2.Tidak |
Agama
|
ART
usia >
5 tahun Pendidikan
|
ART
usia > 10 tahun Pekerjaan
|
|
||||||||||||||||||||||||
(1)
|
(2)
|
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
(11)
|
|
||||||||||||||||||||||||
7
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
8
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
9
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
10
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
11
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
12
|
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|
||||||||||||||||||||||||
Kode kolom 3 Hubungan dengan kepala
keluarga |
Kode Kolom 7 Status
Perkawinan |
Kode Kolom 9 Agama |
Kode kolom 10 Pendidikan
Tertinggi |
Kode kolom 11 Status
Pekerjaan Utama |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
1 = Kepala RT 2 = Istri/suami 3 = Anak 4 = Menantu 5 = Cucu |
6 = Orang tua 7 = Famili lain 8 = Pembantu 9 = Lainnya |
1=
Kawin 2=
Belum kawin 3=
Cerai hidup 4=
Cerai mati |
1 = Islam 2 = Kristen 3 = Khatolik |
4 = Hindu 5 = budha 6 = Konghucu |
1 = Tidak pernah sekolah 2 = Tidak tamat SD/MI 3 = Tamat SD/MI 4 = Tamat SLTP/MTS |
5 = Tamat SLTA/MA 6 = Tamat D1/D2/D3 7 = Tamat PT |
1 = Tidak kerja 2 = Sekolah 3 = TNI/Polri 4 = PNS/ Peg 5 = Wiraswasta/ jasa/ |
6
= Petani 7=
Nelayan 8=
Buruh 9=Lainnya |
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA (Lanjutan) |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
No
|
Nama |
|
Hubungan
Anggota
Keluarga
|
Tanggal, bulan, tahun lahir |
Umur
|
Jenis
kelamin 1. Pria 2.
Wanita |
Status Perkawinan |
((kuhusus
wanita usia 10-54 tahun) Sedang hamil? 1.
Ya 2.Tidak |
Agama
|
ART
usia >
5 tahun Pendidikan
|
ART
usia > 10 tahun Pekerjaan
|
|||||||||||||||||||||||||
(1)
|
(2)
|
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
(10)
|
(11)
|
|||||||||||||||||||||||||
13 |
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||||||||||||||||||||
14 |
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||||||||||||||||||||
15 |
|
|
£ |
££tgl ££bln ££££thn |
££bln ££thn |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
£ |
|||||||||||||||||||||||||
Kode kolom 3 Hubungan dengan kepala
keluarga |
Kode Kolom 7 Status
Perkawinan |
Kode Kolom 9 Agama |
Kode kolom 10 Pendidikan
Tertinggi |
Kode kolom 11 Status
Pekerjaan Utama |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
1 = Kepala RT 2 = Istri/suami 3 = Anak 4 = Menantu 5 = Cucu |
6 = Orang tua 7 = Famili lain 8 = Pembantu 9 = Lainnya |
1=
Kawin 2=
Belum kawin 3=
Cerai hidup 4=
Cerai mati |
1 = Islam 2 = Kristen 3 = Khatolik |
4 = Hindu 5 = budha 6 = Konghucu |
1 = Tidak pernah sekolah 2 = Tidak tamat SD/MI 3 = Tamat SD/MI 4 = Tamat SLTP/MTS |
5 = Tamat SLTA/MA 6 = Tamat D1/D2/D3 7 = Tamat PT |
1 = Tidak kerja 2 = Sekolah 3 = TNI/Polri 4 = PNS/ Peg 5 = Wiraswasta/ jasa/ |
6 = Petani 7= Nelay 8= Buruh 9=Lainny |
an
a |
|||||||||||||||||||||||||||
|
|
PENGENALAN TEMPAT (Kutip dari Blok I.
PENGENALAN TEMPAT) |
|
|
|||||||||||||||||
PROVINSI |
KAB/ |
KOTA |
KECAMA |
TAN |
KODE PUSKESMAS |
DESA/ KELURAHAN |
RW |
RT |
NO.UR BANGUN RUMAH |
UT AN/ |
NO. URUT KELUARGA |
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V. KETERANGAN INDIVIDU |
||||||
|
IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA |
||||||
1 |
Tuliskan nama
dan nomor urut anggota keluarga |
Nama: ……………………………..….… |
Nomor urut
anggota keluarga |
££ |
|||
2 |
NIK |
: |
££££££££££££££££ |
||||
3 |
Tanggal Puldat |
££-££-££££ |
Usia anggota keluarga (tuliskan dalam bulan jika
usia < 5 tahun atau dalam tahun jika usia 5 tahun) |
££bulan ££tahun |
|||
GANGGUAN KESEHATAN |
|
|
Berlaku untuk semua umur |
|
|
1 |
Apakah Saudara mempunyai
kartu jaminan kesehatan atau JKN? |
£ |
|
||
2 |
Apakah Saudara merokok? |
£ |
|
1. Ya (setiap hari, sering/kadang-kadang) 2.
Tidak (tidak/sudah berhenti) |
|
Berlaku untuk anggota keluarga berumur 15 tahun |
|
|
3 |
Apakah Saudara biasa buang
air besar di jamban? |
£ |
|
||
4 |
Apakah Saudara biasa
menggunakan air bersih? |
£ |
|
||
5 |
Apakah Saudara pernah
didiagnosis menderita tuberkulosis (TB) paru? |
£ |
1. Ya
2. Tidak P.7 |
||
6 |
Bila ya, apakah meminum obat TBC secara teratur (selama 6
bulan)? |
£ |
|
||
7 |
Apakah Saudara pernah
menderita batuk berdahak > 2 minggu disertai satu atau lebih
gejala: dahak bercampur darah/ batuk berdarah, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik, dan demam > 1 bulan? 1. Ya
2. Tidak |
£ |
8 |
Apakah Saudara pernah
didiagnosis menderita tekanan darah tinggi/hipertensi? |
£ |
1. Ya
2. Tidak P.10a |
||
9 |
Bila ya, apakah selama ini Saudara meminum obat tekanan
darah tinggi/hipertensi secara teratur? |
£ |
1. Ya P.11 2. Tidak
P.11 |
||
10 |
a. Apakah saat ini
dilakukan pengukuran tekanan darah? 1. Ya
2. Tidak P.11 |
£ |
|
b. Hasil pengukuran tekanan darah |
£££ |
|
b.1) Sistolik (mm Hg) |
|
|
b.2) Diastolik (mm Hg) |
£££ |
Berlaku untuk anggota keluarga wanita
berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak hamil atau anggota keluarga
laki-laki berstatus menikah (usia 10 tahun) |
||
11 |
Apakah Saudara atau
pasangan Saudara menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga
Berencana? |
£ |
1. Ya
2. Tidak |
||
Berlaku untuk Ibu yang memiliki anggota
keluarga berumur < 12 bulan |
||
12 |
Apakah saat Ibu melahirkan
[NAMA] bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan? |
£ |
1. Ya
2. Tidak |
||
Berlaku untuk anggota keluarga berumur 7-23 bulan |
||
13 |
Apakah bayi ini pada waktu
usia 0-6 bulan hanya diberi ASI eksklusif? |
£ |
1. Ya 2. Tidak
|
||
Berlaku untuk anggota keluarga berumur 12-23 bulan |
||
14 |
Apakah selama bayi usia
0-11 bulan diberikan imunisasi lengkap? (HB0, BCG, DPT-HB1, PT-HB2,DPTHB3,
Polio1, Polio2, Polio3, Polio4, Campak) |
£ |
1. Ya
2. Tidak |
||
Berlaku untuk anggota keluarga berumur 2-59 bulan |
||
15 |
Apakah dalam 1 bulan
terakhir dilakukan pemantauan pertumbuhan balita? |
£ |
1. Ya
2. Tidak |
CATATAN |
|
B.
PANDUAN PENGISIAN PROKESGA
1. Instrumen Survei
Instrumen yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) berupa Formulir
Prokesga yang terdiri dari 5 Blok, yaitu Blok I (Pengenalan Tempat), Blok II
(Keterangan Keluarga), Blok III (Keterangan Pengumpul Data), Blok
IV (Keterangan Anggota Keluarga) dan Blok V
(Keterangan Individu). Masing-masing form terdiri dari sejumlah pertanyaan yang
dibutuhkan untuk menilai indikator Keluarga Sehat.
Pengisian Form Data Individu
dilakukan dengan cara menanyakan item pertanyaan langsung kepada responden.
Jawaban pertanyaan diisikan sesuai jawaban responden pada kotak yang disediakan
dilembar form. Pengisian KKKSD dilakukan dengan cara menanyakan item pertanyaan
langsung kepada responden, pengukuran tekanan darah (AK > 15 tahun) dan ada
juga yang didukung dengan observasi lingkungan rumah.
2. Cara Pengisian Formulir Prokesga Manual
a. PANDUAN UMUM:
1) Tuliskan
terlebih dahulu isian, baru kemudian isikan kodenya pada kotak yang tersedia
2) Untuk
data terkait jumlah, langsung isikan pada kotak yang tersedia, dimulai :
Isikan angka “0” (nol). Misalkan Jumlah AK dewasa (> 15 tahun) yang ada dikeluarga adalah 6
orang, maka dituliskan “06”.
3) Selalu lingkari
terlebih dahulu kode
jawaban yang sesuai
sebelum menuliskan kode pada kotak yang tersedia, contoh:
b. PANDUAN KHUSUS:
1) Blok
I Pengenalan Tempat
a)
Rincian
1. Provinsi
Isikan nama provinsi sesuai lokasi pengambilan data
dan tuliskan kode provinsi di kotak yang disediakan. Kode provinsi terdiri dari
dua digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala BPS.
b)
Rincian
2. Kabupaten/Kota
Isikan nama kabupaten/kota sesuai lokasi
pengambilan data dan tuliskan kode kabupaten/kota di kotak yang disediakan.
Kode kabupaten/kota terdiri dari dua digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala
BPS.
c)
Rincian
3. Kecamatan
Isikan nama kecamatan sesuai lokasi pengambilan
data dan tuliskan kode kecamatan di kotak yang disediakan. Kode kecamatan
terdiri dari tiga digit.
Kode berdasarkan Peraturan Kepala
BPS.
d)
Rincian
4. Nama Puskesmas
Isikan nama Puskesmas yang melakukan pendataan
dengan jelas menggunakan huruf balok.
Kode
Puskesmas adalah nomor/digit urutan Puskesmas yang ada di kecamatan.
Pemberian nomor urutan Puskesmas sesuai kesepakatan di kecamatan, terdiri dari
dua digit.
e)
Rincian
5. Desa/Kelurahan
Isikan nama desa/kelurahan sesuai lokasi
pengambilan data dan tuliskan kode desa/kelurahan di kotak yang disediakan.
Kode desa/kelurahan terdiri dari tiga digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala
BPS.
Kode wilayah (provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
desa/kelurahan) berdasarkan Peraturan Kepala BPS dapat diunduh di website:
http://www.bps.go.id/website/fileMenu/Perka-BPS-
No-5-Tahun-2015--Perubahan-atas-Perka-BPS-No-
f) Rincian
6. RT dan RW
Isikan nomor Rukun Tetangga (RT) dan nomor Rukun
Warga (RW) sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan nomor RT dan RW di kotak
yang disediakan.
RW adalah satuan
wilayah administrasi tepat di bawah desa/kelurahan. Di wilayah tertentu, RW
juga bisa didefinisikan sebagai lingkungan, dusun, banjar atau nama lain sesuai
dengan definisi di wilayah setempat.
RT adalah satuan
wilayah administrasi di bawah RW atau nama lain setingkat RT sesuai dengan
definisi di wilayah setempat.
Jika di daerah tersebut RT dan RW didefinisikan
dengan nama lain yang setingkat dan tidak menggunakan nomor, maka Puskesmas
membuat listing/daftar nomor urut RT dan RW yang ada di wilayah Puskesmas
tersebut.
Contoh
Kasus: Di Provinsi Bali Kabupaten Badung Kecamatan Abiansemal terdapat
wilayah administrasi setingkat RW dengan istilah ‘Lingkungan 1, Lingkungan 2,
Lingkungan 3, dan seterusnya’. Sedangkan wilayah administrasi di bawah RW tidak
ada (tidak ada RT).
Cara
pengisian keterangan RT, RW, dan nomor urut rumah tangga pada kuesioner:
Pengisian RW pada kuesioner sesuai dengan nomor
lingkungan tersebut, misalnya Lingkungan 1 = RW 01. Nomor urut RW di desa
tersebut sesuai nomor lingungan. Sedangkan nomor urut RT diisi dengan kode
“98”.
g)
Rincian
7. Nomor Urut Bangunan/Rumah Bangunan atau rumah yang dimaksud adalah
bangunan/rumah biasa, sedangkan bangunan/rumah seperti (RS, lembaga
pemasyarakatan, panti sosial, asrama, pasar, dan lain-lain sesuai definisi
BPS), tidak diambil datanya. Isikan nomor urut bangunan/rumah sesuai dengan
urutan bangunan/rumah yang didatangi. Nomor urut bangunan/rumah diisikan dengan
nomor 1, 2, 3,….. sampai dengan nomor bangunan/rumah yang terakhir yang ada di
setiap wilayah RW, sesuai dengan urutan bangunan/rumah yang pertama kali
didatangi. Jika diwilayah tersebut tidak ada Rukun Tetangga, maka nomor urut
bangunan/rumah diisikan dengan nomor1, 2, 3,….. sampai dengan nomor
bangunan/rumah yang terakhir yang ada di setiap wilayah RW tersebut.
h) Rincian 8. Nomor Urut Keluarga
Nomor urut
keluarga adalah nomor urut keluarga yang didatangi yang terdapat di dalam
wilayah Rukun Tetangga. Nomor urut keluarga diisikan dengan nomor 1, 2, 3,…..
sampai dengan nomor keluarga yang terakhir yang ada di setiap wilayah RT,
sesuai dengan urutan rumah tangga yang pertama kali didatangi. Jika diwilayah
tersebut tidak ada Rukun Tetangga, maka nomor urut keluarga diisikan dengan
nomor 1, 2, 3,….. sampai dengan nomor keluarga yang terakhir yang ada di setiap
wilayah RW tersebut.
Contoh kasus: Dalam satu bangunan/rumah bisa ada
dua keluarga, maka pada kasus ini nomor urut bangunan/rumah untuk ke-2 keluarga
tersebut mempunyai nomor urut bangunan/rumah sama, sedangkan nomor urut
keluarganya ada dua nomor. Catatan:
a. Nomor
urut keluarga berbeda dengan nomor rumah yang tercantum pada alamat rumah.
b. Jangan
sampai terjadi duplikasi nomor urut bangunan/rumah maupun nomor urut keluarga
satu rukun tetangga (RT). Apabila ada dua petugas yang diterjunkan
secara terpisah dalam satu RT,
maka pastikan terlebih dahulu untuk
membuat nomor urut rumah bangunan/rumah maupun nomor urut keluargasecara
berurutan yang akan didatangi yang ada dalam satu RT.
i)
Rincian
9. Alamat Rumah
Isikan alamat rumah dengan jelas dan lengkap
menggunakan huruf balok
2) Blok II Keterangan Keluarga
a)
Rincian1.
Nama Kepala Keluarga
Isikan nama kepala keluarga sesuai dengan status
perkawinan yang ada pada keluarga tersebut, isikan jelas menggunakan huruf
balok.
Jika ada lebih dari satu keluarga dalam satu
bangunan/rumah yang sama, maka nama kepala keluarga disesuaikan dengan status perkawinan
yang ada dalam rumah tersebut. Anggota keluarga yang berstatus sebagai suami
akan menjadi kepala keluarga.
b)
Rincian
2a. JumlahAnggota Keluarga (AK) Isikan seluruh jumlah AK yang tinggal dan
menetap di keluarga tersebut.
Anggota
Keluarga (AK) adalah semua orang yang mempunyai hubungan dengan kepala
keluarga (istri/suami dan anak). Seseorang selain suami/istri dan anak dapat
dimasukkan sebagai AK jika ikut tinggal dan makan di keluarga tersebut dan pada
periode pencacahan ada di keluarga tersebut. AK yang telah bepergian 6 bulan
atau lebih, dan AK yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan
keluarga 6 bulan atau lebih tidak dianggap sebagai AK. Orang yang telah tinggal
dikeluarga 6 bulan atau lebih atau yang telah tinggal dikeluarga kurang dari 6
bulan tetapi berniat tinggal di keluarga tersebut 6 bulan atau lebih.
Dianggap
sebagai AK: Pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan
makan dirumah majikannya dianggap sebagai AK majikannya, tetapi yang hanya
makan saja dianggap bukan AK majikannya.
c)
Rincian
2b. Jumlah AK diwawancara
Isikan jumlah AK yang diwawancara di masingmasing
keluarga. Apabila tidak semua AK ada di rumah pada saat kunjungan survei
pertama, maka petugas Puskesmas diharuskan mendatangi kembali rumah tangga
tempat AK tinggal setelah sebelumnya melakukan perjanjian kapan akan melakukan
kunjungan ulang. Kunjungan ulang ini harus dilakukan pada periode pendataan
keluarga di wilayah desa/kelurahan. Misalnnya untuk pendataan seluruh keluarga
di suatu desa/kelurahan membutuhkan waktu 1 bulan, maka kunjungan ulang bisa dilakukan
pada periode 1 bulan tersebut.
Kriteria AK yang diwawancara adalah sebagai
berikut:
1. AK
usia >15 tahun yang dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani yang dapat menjawab pertanyaan secara langsung.
2. AK
yang diwakilkan, yaitu AK berusia < 15 tahun.
3. AK
yang didampingi, yaitu AK >15 tahun yang
tidak mampu menjawab pertanyaan/memiliki keterbatasan (sakit parah, tuna rungu,
tuna wicara, sakit gangguan jiwa).
d)
Rincian
2c. Jumlah AK dewasa (> 15 tahun) Isikan jumlah AK dewasa
usia > 15 tahun yang sesuai definisi AK
dalam Rincian 2a.
e)
Rincian
2d. Jumlah AK usia 10-54 tahun
Isikan jumlah ART yang termasuk kedalam kategori usia 10-54 tahun yang sesuai
definisi AK dalam Rincian 2a.
f)
Rincian
2e. Jumlah AK usia 12-59 bulan Isikan jumlah AK yang termasuk ke dalam
kategori usia 12-59 bulan yang sesuai definisi AK dalam Rincian 2a.
g)
Rincian
2f. Jumlah AK usia 0-11 bulan Isikan
jumlah AK yang termasuk ke dalam kategori usia 0-11 bulan yang sesuai definisi
AK dalam Rincian 2a.
h) Rincian 3. Apakah tersedia sarana air
bersih di lingkungan rumah
Ditanyakan tentang ketersediaan sarana air bersih
yang dimiliki oleh keluarga dan digunakan untuk seluruh keperluan keluarga
termasuk untuk keperluan makan, minum, masak, mandi, dan mencuci.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya", atau kode 2
jika "Tidak”.
Jika jawaban “Tidak” maka lanjut ke Pertanyaan 5.
i)
Rincian4.
Apakah jenis sumber airnya terlindung Ditanyakan apakah jenis sumber air
bersih yang digunakan sesuai jawaban Rincian
3 merupakan sumber air terlindung.
Yang termasuk dalam kategori air bersih terlindung
adalah:
1. PDAM
adalah air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke
rumah dengan beberapa titik kran, biasanya menggunakan meteran (termasuk
perusahaan air minum swasta).
2. Sumber
air terlindung adalah sumber air tanah yang secara langsung (tanpa diolah)
digunakan untuk keperluan keluarga (termasuk sumur pompa, sumur gali
terlindung, dan mata air terlindung).
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode1
jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
j) Rincian 5. Apakah tersedia jamban keluarga Ditanyakan tentang ketersediaan jamban yang
digunakan dalam rumah di keluarga. Definisi jamban adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang lazim
disebut kakus atau WC, dengan atau tanpa kloset dan dilengkapi sarana
penampungan kotoran/tinja sehingga tidak menjadi penyebab atau penyebar
penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman.
Yang dimaksud dengan ketersediaan jamban dalam
pertanyaan ini adalah kepemilikan Jamban oleh sebuah keluarga. Jika dalam satu
rumah terdiri dari beberapa keluarga dan menggunakan jamban yang sama, maka
dikatakan seluruh keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut dinyatakan
memiliki jamban keluarga. Jamban komunal (umum) tidak termasuk dalam
ketersediaan jamban keluarga karena biasanya digunakan oleh beberapa keluarga
yang tidak tinggal pada rumah yang sama. Sebagai contoh rumah kontrakan yang
hanya memiliki 1(satu) jamban yang digunakan bersama-sama oleh semua keluarga
yang berada di kontrakan tersebut maka dianggap tidak memiliki jamban keluarga.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode1
jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
Jika jawaban “Tidak” maka lanjut ke
Pertanyaan
7.
k)
Rincian
6. Apakah jenis jambannya saniter
Ditanyakan tentang jenis jamban keluarga yang digunakan.
Saniter adalah kondisi fasilitas sanitasi yang
memenuhi standar kesehatan, yaitu:
1.Tidak
mengakibatkan penyebaran bahanbahan yang berbahaya secara langsung.
2.Dapat
mencegah vektor penyebar penyakit. Termasuk kategori jamban saniter adalah
jamban yang menggunakan kloset (tempat jongkok) leher angsa dan plengsengan. Yang dimaksud dengan kloset leher
angsa adalah jika kloset yang digunakan
menggunakan sistem water seal,
cirinya ada genangan air pada lubang kloset yang berfungsi untuk menahan bau
atau mencegah masuknya serangga sedangkan yang dimaksud dengan kloset
plengsengan adalah jika kloset yang digunakan tanpa sistem water seal, cirinya
tidak ada genangan air pada lubang kloset.
Termasuk kategori jamban tidak saniter adalah jika
tidak memenuhi kriteria diatas. Contohnya adalah Cemplung/cubluk/lubang dengan atau tanpa lantai.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
l)
Rincian
7. Apakah ada AK yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat
(Skizoprenia)
Ditanyakan kepada keluarga apakah ada anggota
keluarga yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat (Skizoprenia)
oleh tenaga kesehatan (dokter/ perawat/bidan).
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang
ditandai ketidakmampuan menilai realitas yang meliputi gangguan pada proses
berpikir, perasaan, persepsi, dan tingkah laku. Ditandai oleh gejalagejala
proses, arus pikir (belajar, logika, perhatian, bicara kacau, dll), perasaan
(mood), persepsi (waham, halusinasi, ilusi, dll), tingkahlaku
(agresivitas, katatonik
(mematung), autistik, dll).
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden
ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
Jika jawaban “Tidak” lanjut ke Pertanyaan 9.
m) Rincian 8. Bila pernah didiagnosis
skizoprenia oleh tenaga kesahatan, apakah selama ini AK tersebut minum obat
gangguan jiwa berat secara teratur.
Skizofrenia ditangani dengan obat-obatan medis
antipsikotik dan terapi sebagai bentuk pengobatan psikologis.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden kedalam kotak yang tersedia.
Kode1
jika "Ya", atau kode 2 jika
"Tidak”.
Untuk
jawaban “Ya” atau “Tidak” lanjut ke Blok
III.
n) Rincian 9. Apakah ada AK yang dipasung?
Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya AK yang
menderita gangguan jiwa namun tidak/belum didiagnosis oleh nakes dan dilakukan
pemasungan oleh keluarga terhadap AK tersebut.
Pemasungan
adalah suatu tindakan yang menggunakan cara pengikatan atau pengisolasian
dan penelantaran. Pengikatan merupakan semua metode manual yang menggunakan
materi atau alat mekanik yang dipasang atau ditempelkan pada tubuh dan membuat
tidak dapat bergerak dengan mudah dengan membatasi kebebasan dalam menggerakkan
tangan, kaki atau kepala.
Pengisolasian
merupakan tindakan mengurung sendirian tanpa persetujuan atau dengan paksa,
dalam suatu ruangan atau area yang secara fisik membatasi untuk keluar atau
meninggalkan ruangan/area tersebut. Tidak ada batasan waktu yang ditentukan.
Pemasungan antara lain:
1.
Memasukkandalamkurungan,kerangkeng.
2. Mengisolasi
orang di ruang tertentu atau area tertentu (kamar, hutan, kebun, ladang, gubuk
dan sebagainya).
3. Penelantaran
yang disertai salah satu metode untuk membatasi kebebasan bergerak.
Tidak
termasuk pasung apabila dilakukan pengekangan sementara pada saat fase
gawat darurat difasilitas kesehatan.
Apabila terdapat 1 (satu) orang atau lebih AK
menderita gangguan jiwa berat, maka pertanyaan ini berlaku dijawab dengan ‘Ya’.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”.
3)
Blok III Keterangan Pengumpul Data
a)
Rincian
1. Nama Pengumpul Data
Isikan nama petugas yang melakukan pengumpulan data
dengan jelas menggunakan huruf balok.
b)
Rincian
2. Nama Supervisor
Isikan nama supervisor yang melakukan supervisi
pengumpulan data dengan jelas menggunakan huruf balok. Nama supervisor
ditentukan dengan kesepakatan di Puskesmas masing-masing.
c)
Rincian
3. Tanggal Pengumpulan Data
Isikan tanggal, bulan, dan tahun saat pengumpulan
data dilakukan.
4) Blok
IV Keterangan Anggota Keluarga
a)
Kolom 1:
Nomor urut AK
Nomor urut AK sudah tertulis dari nomor 1-15 di
Kuesioner Blok IV. Jika banyaknya anggota keluarga lebih dari 15 orang, maka
diprioritaskan AK dengan hubungan kekeluargaan terdekat atau AK yang lebih lama
tinggal. Apabila dimungkinkan sudah teridentifikasi oleh petugas
Puskesmas.
b)
Kolom2:Nama
anggota keluarga
Tanyakan nama AK, usahakan tidak membuat singkatan
yang akan membingungkan. Untuk memudahkan pencatatan, nama AK bisa dilihat dari
status hubungan keluarga dengan kepala keluarga.
Catatan: Urutan
penulisan nama AK disesuaikan dengan kode hubungan dengan kepala keluarga
(kolom3). Misalnya urutan no.1 adalah nama kepala keluarga (suami), no.2 adalah
nama istri, no.3 adalah nama anak, no.4 adalah anggota keluarga yang lain
sesuai dengan kode status hubungan pada kuesioner di Blok IV kolom 3.
c)
Kolom 3:
Hubungan anggota keluarga Tanyakan hubungan setiap AK dengan kepala
keluarga
Isikan satu kode jawaban ke dalam kotak yang disediakan sesuai jawaban
responden
Kode 1 |
Kepala keluarga |
Kode 2 |
Istri/suami |
Kode 3 |
Anak |
Kode 4 |
Menantu |
Kode 5 |
Cucu, yaitu anak dari anak kandung |
Kode 6 |
Orangtua/mertua, yaitu
bapak/ibu dari kepala keluarga atau bapak/ibu dari istri/suami kepala
keluarga |
Kode 7 |
Famili lain, yaitu AK
yang ada hubungan famili dengan kepala keluarga, atau dengan istri/suami
kepala keluarga, misalnya adik, kakak, bibi, paman, kakek/nenek |
Kode 8 |
Pembantu keluarga,
yaitu orang yang bekerja sebagai pembantu yang menginap dikeluarga tersebut
dengan menerima upah/gaji baik berupa uang ataupun barang. |
Kode 9 |
Lainnya, yaitu orang
yang tidak ada hubungan famili dengan kepala keluarga atau istri/suami kepala
keluarga yang berada di keluarga tersebut lebih dari 6 bulan, seperti tamu,
teman, dan orang yang mondok dengan makan (indekost), termasuk anak pembantu
yang juga tinggal dan makan di keluarga majikannya. |
d)
Kolom 4:
Tanggal, bulan, tahun lahir
Diisikan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran
masing-masing AK sesuai yang tercantum dalam KK atau sesuai pengakuan AK.
Apabila responden tidak mempunyai KK dan lupa
tentang tanggal lahirnya, tanyakan apakah mempunyai dokumen yang mendukung,
misalnya akte kelahiran, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, dan lain
sebagainya.
Usahakan untuk mengingat-ingat tentang bulan dan
atau tahun kelahirannya.
e)
Kolom 5:
Umur
Diisikan umur responden pada saat
pendataan.
Untuk
umur dalam bulan dan tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu
ulang bulan atau ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada
kalender Masehi.
Penjelasan:
(1) Jika
umurnya < 5 tahun, dicatat dalam bulan
(2)
2.Jika umurnya ≥ 5 tahun, dicatat dalam tahun
(3)
3.Jika umur > 97 tahun dicatat 97 tahun
(4) 4.Jika
umur responden 27 tahun 9 bulan, dicatat 27 tahun
f)
Kolom 6:
Jenis kelamin
Jangan menduga jenis kelamin seseorang berdasarkan
namanya. Untuk meyakinkan, tanyakan apakah AK tersebut laki-laki atau
perempuan. Misalnya Endang, bisa laki- laki atau perempuan.
Kode 1 jenis kelamin pria
Kode 2 jenis kelamin wanita
g)
Kolom 7:
Status perkawinan
Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia dan isikan satu kode jawaban
sesuai jawaban responden.
Kode 1 |
Kawin adalah mempunyai
istri (bagi laki-laki) atau suami (bagi perempuan) pada saat pencacahan, baik
tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini yang dicakup
adalah mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara, dan
sebagainya). |
Kode 2 |
Belum kawin. |
Kode 3 |
Cerai hidup adalah
berpisah sebagai suami-istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal
ini termasuk mereka yang mengaku cerai walaupun belum resmi secara hukum.
Sebaliknya tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih
berstatus kawin, misalnya suami/istri ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat
lain karena sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau untuk keperluan lain.
Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi pernah hamil, dianggap cerai
hidup. |
Kode 4 |
Cerai mati adalah ditinggal
mati oleh suami atau istrinya dan belum kawin lagi. |
h) Kolom 8: Sedang hamil? (perempuan usia10-54
tahun)
Tanyakan pada responden perempuan usia 1054 tahun sedang hamil/tidak?
Kode1 bila jawaban “Ya”,atau kode 2 bila jawaban “Tidak”
Catatan:
Tanyakan pertanyaan rincian 8 ini pada wanita umur 10 tahun sampai umur 54
tahun tanpa memperhitungkan apakah sudah menikah atau belum, masih sekolah atau
tidak, belum pernah/sudah pernah/tidak lagi menstruasi. Hal ini karena keadaan
tersebut tidak menjamin bahwa wanita tersebut tidak bisa hamil.
Jangan pula hanya melihat keadaan besar perutnya
karena kehamilan tidak bisa dilihat dari besar perutnya saja, terutama pada
hamil muda.
i)
Kolom 9:
Agama
Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia dan isikan satu kode jawaban
sesuai jawaban responden.
Kode 1 Islam
Kode 2 Kristen
Kode 3 Khatolik
Kode 4 Hindu
Kode 5 Budha
Kode 6 Konghucu
j)
Kolom 10:
Pendidikan tertinggi (AK usia > 5tahun)
Pertanyaan ini untuk menanyakan pendidikan formal
AK yang terakhir ditamatkan.
Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia pendidikan tertinggi yang
ditamatkan responden dan isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden.
Kode 1 Tidak pernah sekolah.
Kode
2 Tidak tamat SD/MI. Tidak tamat SD termasuk Madrasah
Ibtidaiyah (MI).
Kode 3 Tamat SD/MI. Tamat SD, termasuk
tamat Madrasah
Ibtidaiyah/Paket dan tidak tamat
SLTP/MTS.
Kode 4 Tamat SLTP/MTS. Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah
Tsanawiyah (MTS)/PaketB dan tidak tamat SLTA/MA.
Kode 5 Tamat
SLTA/MA. Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/Paket C.
Kode
6 Tamat D1, D2, D3, atau mahasiswa strata-1drop-out.
Kode 7 Tamat Perguruan Tinggi. Termasuk tamat Strata-1, Strata-2,
Strata-3.
Catatan: Apabila masih bersekolah pada jenjang
pendidikan tertentu, maka yang diisikan adalah jenjang pendidikan yang sudah
ditamatkan
k) Kolom
11: Status pekerjaan utama ( AK >10
tahun)
Tanyakan
kepada tiap AK berumur 10 tahun atau lebih mengenai pekerjaan utama responden.
Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak
responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar
Kode 1 |
Tidak kerja |
Kode 2 |
Masih sekolah |
Kode 3 |
TNI/Polri, bekerja
dipemerintahan sebagai Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan
Kepolisian. |
Kode 4 |
PNS/Pegawai. Pegawai
adalah pekerja yang mempunyai atasan dan menerima gaji/honor rutin. PNS
bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Yang masuk pada
klasifikasi termasuk pegawai pemerintah yang non PNS misalnya pegawai Telkom,
PLN, PTKA, termasuk pegawai swasta yang bekerja pada BUMN, BUMD. |
Kode 5 |
Wiraswasta/Pegawai
swasta/jasa. Orang yang melakukan usaha dengan modal sendiri atau berdagang
baik sebagai pedagang besar atau eceran.
|
Kode 6 |
Petani, adalah
pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan yang diolah sendiri atau
dibantu oleh buruh tani. |
Kode 7 |
Nelayan,orang yang
melakukan penangkapan dan atau pengumpulan hasil laut (misalnya ikan). |
Kode 8 |
Buruh, pekerja yang
mendapat upah dalam mengolah pekerjaan orang lain dan tidak menerima gaji
tetap dan rutin (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat-angkut, buruh
pekerja). |
Kode 9 |
Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s/d 8. |
5) Blok V Keterangan Individu
a)
Identitas
Anggota Keluarga
(1) Rincian 1. Tuliskan nama dan nomor urut
Anggota Keluarga (AK)
Tulis
nomor urut dan nama AK sesuai dengan yang tercantum di kolom (1) dan (2) Blok
IV Keterangan Anggota Keluarga
(2) Rincian 2. NIK (Nomor Induk Kependudukan)
Salin Nomor Induk Kependudukan (NIK) AK
dari
Kartu Keluarga atau KTP
Bagi
AK yang tidak/belum memiliki NIK, maka isikan digit “9999999999999999” pada
kotak yang disediakan
b)
Gangguan
Kesehatan
Pertanyaan No.1 dan No.2, berlaku untuk semua usia
(1) Rincian 1. Apakah Saudara mempunyai kartu
jaminan kesehatan atau JKN
Ditanyakan kepada seluruh anggota keluarga yang
terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dibuktikan
dengan kartu kepesertaan.
Termasuk dalam jaminan kesehatan dalam survei ini
adalah asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial), asuransi swasta, dan jaminan kesehatan daerah. Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1
jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”
(2) Rincian 2. Apakah Saudara merokok?
Ditanyakan tentang kebiasaan anggota keluarga yang mempunyai perilaku menghisap
rokok/tembakau.
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk
dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, rokok
linting, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana
tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya
mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Kode 1 |
Ya, jika responden
sekarang merokok dengan frekuensi
setiap hari, sering atau kadang-kadang. Disebut merokok setiap hari, jika
responden merokok minimal satu batang dalam satu hari. |
Kode 2 |
Tidak, jika responden
tidak pernah sama sekali merokok atau pernah merokok sebelumnya dan sekarang sudah
berhenti total. |
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
Pertanyaan No.3 s/d No. 10, Berlaku AK yang berusia>15 tahun
(3) Rincian 3. ApakahSaudara biasa buang air
besar dijamban?
Pertanyaan ini untuk mengetahui perilaku
sehari-hari AK dalam penggunaan jamban. Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
(4) Rincian 4. Apakah Saudara biasa menggunakan
air bersih?
Pertanyaan ini untuk mengetahui perilaku
sehari-hari AK dalam penggunaan air bersih. Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
(5) Rincian 5. Apakah Saudara pernah
didiagnosis menderita tuberkulosis (TB) paru?
Ditanyakan tentang anggota keluarga yang pernah
didiagnosis menderita TB paru oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan).
Pertanyaan ini untuk mengetahui prevalensi penduduk yang pernah didiagnosis
menderita TB paru oleh tenaga kesehatan.
Tuberkulosis
paru (TB paru) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB paru (Mycobacterium tuberculosis).
Gejala utamanya adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan
gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan.
Perlu dipertimbangkan ada kelompok masyarakat yang
malu untuk mengakui menderita atau pernah menjadi penderita TB paru, untuk itu
dalam wawancara perlu dilakukan dengan hati-hati dan lakukan probing dengan
baik. Sebagian masyarakat mengenal penyakit ini dengan istilah ”penyakit paru
dengan flek”.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”. Jika jawaban “Tidak” lanjut ke
Pertanyaan
6.
(6) Rincian 6. Bila pernah didiagnosis TB paru
oleh tenaga kesehatan, apakah Saudara minum obat TB paru secara teratur (selama
6 bulan)
Obat medis yang diberikan kepada pasien TB paru
diminum paling sedikit 6 bulan. Salah satu obat medis tersebut (Rifampisin)
bila diminum menyebabkan air kencing berwarna merah.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika
"Tidak”.
Lanjut
ke Pertanyaan 7
(7) Rincian 7. Apakah Saudara pernah menderita
batuk berdahak >2 minggu disertai satu
atau lebih gejala: dahak bercampur darah/batuk berdahak, berat badan menurun,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam > 1bulan?
Pertanyaan ini untuk menjaring suspek TB paru yang
kemungkinan tidak/belum diperiksa dan didiagnosis oleh tenaga kesehatan.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden kedalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika
"Tidak”.
(8) Rincian 8.
Apakah Saudara
pernah didiagnosis menderita tekanan
darah tinggi/hipertensi?
Ditanyakan tentang anggota rumah tangga yang pernah
didiagnosis menderita hipertensi oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan). Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode1
jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”.
Jika
jawaban “Tidak” lanjut ke Pertanyaan
9.a
(9) Rincian 9. Bila pernah didiagnosis
hipertensi oleh tenaga kesehatan, apakah Saudara minum obat hipertensi secara
teratur?
Obat yang dimaksud adalah obat medis modern dan
obat fitofarmaka (telah melewati uji klinis) dan digunakan dipelayanan
kesehatan formal.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya"Ã Lanjut
ke Pertanyaan No.11, atau kode 2
jika "Tidak” Ã Lanjut ke Pertanyaan No.11.
(10) Rincian 10a. Apakah saat ini dilakukan
pengukuran tekanan darah?
Pengukuran tekanan darah pada tiap AK menggunakan
alat tensi meter digital.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika
"Tidak”.
Jika jawaban “Tidak”
à Lanjut ke
Pertanyaan
No.11.
(11) Rincian 10b. Hasil pengukuran tekanan darah
Isikan
hasil pengukuran sistolik dan diastolik pada kotak yang disediakan
Jika hasil pengukuran tekanan
darah sistolik
>140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg maka dinyatakan menderita hipertensi.
(12) Rincian 11. Apakah Saudara atau pasangan Saudara
menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana?
Pertanyaan ditujukan untuk AK wanita berstatus menikah (usia 10-54
tahun) dan tidak sedang hamil atau AK laki-laki berstatus menikah (usia > 10 tahun) Berdasarkan jangka waktu,
alat kontrasepsi terdiri dari:
(a) Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP)
yang terdiri dari:
•
Metode Operasi
Wanita
(MOW)/tubektomi
•
Metode Operasi Pria (MOP) /vasektomi
•
Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim
(AKDR)/IUD
•
Implan
(b) Non-MKJP
yang terdiri dari:
•
Suntik
•
Pil
•
Kondom
•
Metode Amenorea Laktasi(MAL)
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban
responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
(13) Rincian 12. Apakah saat Ibu melahirkan
Saudara bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan?
Pertanyaan
ditujukan untuk AK usia < 12 bulan.
Ditanyakan tentang tempat ibu bersalin, yang
termasuk fasyankes adalah RS, RB, RSIA,
Puskesmas, praktik dokter, praktik bidan, klinik bersalin (PMK NO.6
Tahun 2013) Isikan satu kode jawaban
sesuai jawaban responden kedalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya", atau kode2 jika "Tidak”.
(14) Rincian 13. Apakah bayi ini pada waktu usia
0-6 bulan hanya diberi ASI eksklusif? Pertanyaan
ditujukan untuk AK usia 7-3 bulan.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja selama 6
bulan pertama kehidupan bayi, tanpa diberikan makanan/minuman lain, termasuk air
putih (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga
diperbolehkan). Isikan satu kode jawaban
sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak
(15) Rincian 14. Apakah selama bayi usia 0-11
bulan diberi imunisasi lengkap (HB0, BCG, DPT-HB 1, DPT-HB 2, DPT-HB 3, Polio
1, Polio 2, Polio 3, Polio 4, Campak)?
Pertanyaan
ditujukan untuk ART usia 12-23 bulan.
Imunisasi dasar yang wajib diberikan pada bayi usia
0-11 bulan adalah:
(a) Imunisasi
BCG(BacillusCalmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit
Tuberkulosis. Diberikan segera setelah bayi lahir di
tempat pelayanan kesehatan atau mulai1(satu) bulan di Posyandu.
(b) Imunisasi
Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit HepatitisB yang ditularkan dari ibu
ke bayi saat persalinan.
(c) Imunisasi
DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan),
Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia
2 (dua) bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini
pemberian imunisasi DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT-
HB.
(d) Imunisasi
polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyaki tpolio.
(e) Imunisasi
polio diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.
(f) Imunisasi
campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi
berumur 9 bulan.
Isikan
satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.
(16) Rincian
15. Apakah dalam 1 bulan terakhir dilakukan pemantauan
pertumbuhan balita. Pertanyaan
ditujukan untuk AK usia 2-59 bulan.
Pertumbuhan balita adalahbertambah jumlah dan
besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur.
Deteksi dini tumbuh kembang balita juga ditempuh dengan pemeriksaan fisik
rutin.
Pertumbuhan balita dapat dipantau dengan:
(a) Pertumbuhan Berat Badan
Tujuan
pemantauan pertumbuhan berat badan adalah untuk menilai hasil peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh (tulang, otot, lemak, cairan
tubuh) sehingga akan diketahui status
gizi anak atau tumbuh kembang anak.
(b) Pertumbuhan Tinggi Badan
Tujuan pemantauan pengukuran tinggi badan adalah
untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik dan merupakan
indikator yang baik untuk pertumbuhan fisik. Penilaian TB dapat dilakukan
dengan sangat mudah dalam menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke
dalam kotak yang tersedia.
Kode
1 jika "Ya", atau kode 2 jika
"Tidak”.
C. Definisi
Operasional Indikator.
1. Keluarga
mengikuti program KB. Anggota Keluarga (AK) wanita berstatus menikah (usia
10-54 tahun) dan tidak hamil atau AK laki-laki berstatus menikah (usia ≥ 10
tahun) :
Apakah Saudara atau pasangan
Saudara mengikuti program KB?
1. Ya
2. Tidak
YÃ jika
jawaban Ya
TÃ jika
jawaban Tidak
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas
kesehatan. (Balita <12 bulan)
Apakah saat Ibu melahirkan [NAMA] bersalin di
fasilitas pelayanan kesehatan? 1. Ya 2.
Tidak
YÃ jika
jawaban Ya
TÃ jika
jawaban Tidak
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap: (Balita
12-23 bulan)
1. Ya 2. Tidak
YÃ jika jawaban Ya
TÃ jika
jawaban Tidak
4. Bayi mendapat ASI eksklusif.(Balita
7-23 bulan)
1. Ya 2. Tidak
YÃ jika jawaban Ya
TÃ jika
jawaban Tidak
5.
Balita
mendapatkan pemantauan pertumbuhan. (Balita 2-59 bulan) Dalam 1 bulan
terakhir apakah dilakukan pemantauan pertumbuhan balita? 1. Ya 2. Tidak
YÃ jika
jawaban Ya
TÃ jika
jawaban Tidak
6.
Penderita
TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar.
(AK >
15 tahun )
a. Pernah
didiagnosis menderita TB Paru: 1. Ya
2. Tidak
b. Meminum
obat TB Paru secara standar: 1. Ya 2.
Tidak
c. AK
pernah menderita batuk berdahak > 2
minggu disertai satu atau lebih gejala
Jika
(a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” Ã Y
Jika
(a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” Ã T
Jika
(a) jawabannya “Tidak” dan (c)
jawabannya “Ya” Ã T
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan (c) jawabannya “Tidak” Ã N
7.
Penderita
hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.(AK
>
15 tahun )
Pernah
didiagnosis menderita hipertensi : 1.
Ya 2.
Tidak
Meminum
obat hipertensi secara teratur: 1. Ya 2.
Tidak
Hasil pengukuran tekanan darah responden dinyatakan
normal, jika hasil pengukuran tekanan darah sistole < 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastole < 90 mmHg. Responden dinyatakan menderita darah tinggi/hipertensi,
jika hasil pengukuran tekanan darah sistole ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastole ≥ 90 mmHg.
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Ya” Ã Y
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” Ã T Jika (a) jawabannya “Ya” maka tidak perlu dilakukan
pengukuran tekanan darah
Jika (a) jawabannya “Tidak” maka dilakukan
pengukuran tekanan darah
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan
hasil pengukuran adalah normal
Ã
N
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan hasil pengukuran
adalah darah tinggi à T
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan TIDAK dilakukan
pengukuran tekanan darah à N
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan
pengobatan dan tidak diterlantarkan
a. Pernah
didiagnosis menderita Schizoprenia
1. Ya 2.
Tidak
b. Meminum
obat gangguan jiwa berat secara teratur
1. Ya 2. Tidak
c. Ada
AK dipasung
1. Ya 2. Tidak
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Ya” Ã Y
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Tidak” Ã T
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan (c)
jawabannya “Ya” Ã T
Jika (a) jawabannya “Tidak” dan
(c) jawabannya “Tidak” Ã N
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok.
(Semua umur)
Apakah Saudara
merokok? 1. Ya
2. Tidak
Jawaban
“Ya” Ã T Jawaban
“Tidak” Ã Y
10. Keluarga sudah menjadi anggota JKN. (Semua
umur)
Apakah mempunyai
kartu JKN?: 1. Ya 2. Tidak
Jawaban “Ya” Ã Y Jawaban “Tidak” Ã T
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih.
a. Apa tersedia sarana air bersih
dilingkungan rumah:
1. Ya 2. Tidak
b.
Jenis sumber airnya terlindung?
1. Ya 2. Tidak
Jika (a) jawabannya “Tidak” Ã N
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Ya” Ã Y
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Tidak” Ã T
12. Keluarga memiliki akses atau menggunakan
jamban keluarga.
a. 1).
Tersedia jamban keluarga (rumah tangga)
1. Ya 2. Tidak
2). Jenis jambannya saniter (rumah
tangga) 1. Ya 2. Tidak
Jika
(a) jawabannya “Tidak” Ã N
Jika
(a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” Ã Y
Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b)
jawabannya “Tidak” Ã T
b. 1).
Apakah biasa buang air besar di jamban
(ART > 15 tahun)
Jawaban “Ya” Ã Y Jawaban “Tidak” Ã
T
Maka kesimpulan untuk indikator ke-12 (Keluarga
memiliki akses/menggunakan jamban keluarga) adalah :
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “N” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” Ã Y
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “N” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” Ã T
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “Y” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” Ã Y
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “Y” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” Ã T
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “T” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” Ã T
Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a)
bernilai “T” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” Ã T
D. APLIKASI
KELUARGA SEHAT
1. Gambaran Umum Aplikasi
Aplikasi Keluarga Sehat merupakan
bentuk dukungan teknologi informasi terhadap proses pengambilan data lapangan,
pengolahan dan analisis data, penyajian data agregat Indikator Keluarga Sehat
(IKS) berbasis kewilayahan, dengan memanfaatkan akses Nomor Induk Kependudukan
(NIK) dan Nomor Kartu Keluarga dari Dukcapil, serta membuat Nomor Register
Rumah Tangga untuk kepentingan pendataan kesehatan keluarga di lapangan.
Aplikasi
Keluarga Sehat merupakan submodul dari aplikasi
Sistem
Informasi Puskesmas (Sikda Generik Modul
Puskesmas/SIP), sehingga output dari aplikasi
Keluarga Sehat ini secara otomatis terintegrasi dengan database aplikasi Sistem
Informasi Puskesmas.
Aplikasi Keluarga Sehat merupakan
pengembangan dari aplikasi sebelumnya yang bernama aplikasi Prokesga. Aplikasi
ini merupakan digitalisasi instrumen pendataan dan analisis indikator Keluarga
Sehat.
2. Disain Aplikasi
Aplikasi Keluarga Sehat terdiri
dari
a. Aplikasi Web, terdiri atas modul:
1) administrator,
digunakan untuk pengaturan menu dan pengaturan pengguna
2) dashboard,
digunakan untuk menyajikan output data jumlah keluarga yang telah dilakukan
pendataan menurut wilayah dan output data agregat hasil perhitungan data
lapangan.
3) kuesioner,
digunakan untuk entri data lapangan secara online.
b. Aplikasi Mobile, terdiri atas modul:
1) kuesioner,
digunakan untuk entri data lapangan secara online maupun offline dengan
menggunakan smart phone
Android
2) dashboard,
digunakan untuk menyajikan output data agregat hasil perhitungan data lapangan.
Berikut ini adalah platform yang digunakan dalam
Aplikasi Keluarga Sehat yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan:
1) Aplikasi
Keluarga Sehat versi Web (desktop)
a)
platform berbasis web
b) aplikasi
Keluarga Sehat versi Web ini dapat digunakan dengan
mengunjungi alamat
www.keluargasehat.kemkes.go.id
c)
aplikasi Keluarga Sehat versi web ditujukan
untuk memudahkan proses pendataan Keluarga Sehat oleh petugas pendataan di
Puskesmas dengan kendala infrastruktur teknologi dan jaringan internet
dilapangan.
d) aplikasi
ini merupakan submodul dari aplikasi Sistem Informasi Puskesmas (SIP/SIKDA
Generik Modul Puskesmas) sehingga data yang dihasilkan dari aplikasi Keluarga
Sehat ini secara otomatis terintegrasi dengan aplikasi Sistem Informasi
Puskesmas.
e)
untuk tata cara penggunaan atau pengoperasian
aplikasi akan dijelaskan dalam manual penggunaan aplikasi Keluarga Sehat.
2) Aplikasi
Keluarga Sehat versi Mobile
a)
platform berbasis Android.
b) aplikasi
Keluarga Sehat versi Mobile ini dapat digunakan dengan cara mengunduhnya
melalui google playstore dengan keyword “keluargasehat”
c)
aplikasi Keluarga Sehat versi Mobile ini
ditujukan untuk memudahkan dan mengefisienkan waktu proses pendataan Keluarga
Sehat oleh petugas pendataan di lapangan.
d) aplikasi
ini bersifat on-demand (offline dan online) sehingga bisa digunakan baik dalam
keadaan terkoneksi dengan jaringan internet maupun tidak. Jika digunakan dalam
keadaan ofline, maka data akan terkirim secara otomatis ke server dengan metode
sinkronisasi otomatis saat aplikasi terhubung dengan jaringan internet maupun
dengan metode send server (upload data).
e)
untuk tata cara penggunaan atau pengoperasian
aplikasi akan dijelaskan dalam manual penggunaan aplikasi Keluarga Sehat.
3. Topologi Sistem
Berikut ini adalah gambaran
Topologi Sistem dari Aplikasi Keluarga Sehat yang mana Aplikasi Keluarga Sehat
merupakan salah satu modul Sistem Informasi Puskesmas (SIP). Dari gambar
tersebut dapat dilihat bagaimana topologi sistem yang menggambarkan alur
mekanisme sistem pendataan keluarga sehat melalui Aplikasi Keluarga Sehat baik
dengan Aplikasi Keluarga Sehat versi web maupun versi mobile dari mulai
pendataan hingga menghasilkan output dalam bentuk dashboard data.
Gambar 18. Topologi SistemInformasi
Puskesmas – Modul Kesehatan Keluarga
Dari topologi sistem tersebut
dapat dilihat bahwa ada tiga pilihan metode pendataan di lapangan yaitu: (a)
menggunakan aplikasi keluarga sehat versi web; (b) menggunakan aplikasi keluarga
sehat versi mobile; dan (c) menggunakan form kuesioner manual.
Untuk penggunaan metode dengan
aplikasi baik versi web maupun mobile, dapat dilakukan dalam keadaan terkoneksi
dengan jaringan internet maupun tidak (online dan offline, bersifat on-demand
tergantung dari jaringan operator telekomunikasi yang tersedia).
Untuk penggunaan metode pendataan
dengan form kuesioner manual, dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan sarana
teknologi di lapangan. Pendataan dilakukan secara manual dengan mengisi form
cetak kuesioner untuk kemudian dimasukkan ke dalam aplikasi dilokasi yang sudah
memungkinkan untuk mengakses aplikasi baik di Puskesmas maupun di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Data
hasil input aplikasi akan terhubung melalui Server
Transaksi yang akan menghubungkan aplikasi dengan
Health Information Exchange (HIE) – EnterpriseService Bus (ESB) Kementerian
Kesehatan melalui mekanisme web service untuk
menarik data NIK dan atau NKK dari database kependudukan Ditjen Administrasi
Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri.
Data hasil input aplikasi akan
tersimpan di Gudang Data Kementerian Kesehatan untuk kemudian diolah dan
difilter melalui sistem untuk menghasilkan data yang sudah bersih dan valid
untuk kemudian dikirim ke data warehouse melalui Health Information Exchange
(HIE) – EnterpriseService Bus (ESB) Kementerian Kesehatan dengan mekanisme web
service.
Setelah data tersimpan dalam Data
Warehouse maka distribusi data dalam bentuk dashboard atau penyajian informasi
dapat diakses melalui Aplikasi Keluarga Sehat untuk pemanfaatan sesuai
kebutuhan.
4. Diagram Alir Sistem dan Tahapan untuk Dapat Menggunakan
Aplikasi
Untuk dapat menggunakan Aplikasi
Keluarga Sehat, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui sesuai dengan
diagram alir sistem di bawah ini.
Gambar 19. Cross Functional
Flowchart (CFF) Aplikasi Keluarga Sehat Tahapan-tahapan untuk dapat
menggunakan Aplikasi Keluarga Sehat adalah sebagai berikut:
a. Dinas
Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi daftar Puskesmas fokus pendataan
keluarga sehat untuk kemudian membuat list daftar nama-nama calon pengelola
Aplikasi Keluarga Sehat di Puskesmas yang terdiri dari:
1) 1
orang supervisor (koordinator pengumpul data lapangan)
2) 1
orang administrator Puskesmas 3) kepala Puskesmas.
b. Dinas
Kabupaten/Kota mengirimkan surat permohonan resmi dengan melampirkan daftar
nama-nama calon pengelola tersebut dilengkapi keterangan:
1) nama
dan kode Puskesmas
2) nama
lengkap dan NIK supervisor, administrator, dan kepala Puskesmas
3) jabatan
4) nomor
HP
5) alamat
email.
c.
Data nama calon pengelola tersebut dikirimkan ke
Kementerian Kesehatan, dalam hal ini Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) alamat Jalan HR. Rasuna Said
Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta Selatan, 12950, Lt. 6 R.614, atau via email dengan
alamat email keluargasehat@kemkes.go.id
dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi terlebih dahulu sebagai
laporan.
d. Data
yang diterima oleh Pusat Data dan Informasi akan diverifikasi kelengkapannya
terlebih dahulu untuk kemudian Pusat Data dan Informasi akan membuat akun yang
terdiri dari 1 akun Dinas Kesehatan Provinsi, 1 akun Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan 1 akun administrator Puskesmas dengan dilengkapi panduan
aktifasi akun.
e.
Akun tersebut akan dikirimkan kembali ke Dinas
Kabupaten/Kota pemohon.
f.
Setelah akun tersebut diterima oleh Dinas
Kabupaten/Kota, akun tersebut didistribusikan ke Puskesmas terkait untuk dapat
segera diaktifasi dan digunakan.
g. Adapun
hak akses dari masing-masing akun yang telah diberikan adalah sebagai berkut:
1) akun
Dinas Kesehatan Provinsi,adalah akses view
dashboard data nasional (umum) dan download
data khusus kabupaten/kota sampai dengan data individu dalam wilayah
provinsinya
2) akun
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, adalah akses view dashboard data nasional (umum) dan download data khusus kabupaten/kota sampai dengan data individu
dalam wilayah kabupaten/kotanya
3) akun
kepala Puskesmas, adalah akses view
dashboard data nasional (umum) dan download
data khusus wilayah Puskesmas nya
4) akun
administrator Puskesmas, adalah akses untuk membuat, mengedit, dan menghapus
akun kepala puskesmas, akun supervisor, dan akun surveyor di Puskesmas nya,
sebagai default, hanya disediakan kuota untuk 10 orang surveyor, jika
dibutuhkan tambahan akun maka bisa mengirimkan permohonan resmi kembali melalui
kab/kota dengan disertai penjelasan alasan penambahan kuota akun surveyor
5) akun
supervisor, adalah akses view dashboard dan download data khusus wilayah
Puskesmas nya.
6) akun
surveyor, adalah akses entri data kuesioner keluarga sehat, view dashboard, dan
download data khusus untuk data rumah tangga/keluarga yang sudah dilakukan
pendataan.
5. Spesifikasi Perangkat
Spesifikasi minimum perangkat yang digunakan untuk
menjalankan Aplikasi Keluarga Sehat adalah sebagai berikut:
a. Perangkat
untuk Aplikasi Keluarga Sehat versi web 1) PC/Laptop
dengan ketentuan:
a)
Minimal processor intel pentium 4
b) Memori
(RAM) minimal 4 Gb
2) Modem dan koneksi internet
b. Perangkat
untuk Aplikasi Keluarga Sehat versi mobile 1) Smartphone
dengan ketentuan:
a)
OS Android minimal 4.4 (kiktat) atau lebih
b)
Memori (RAM) minimal 2 Gb
c)
Dimensi layar tidak terlalu kecil 2) Koneksi internet (optional).
Terkait panduan pengoperasian atau pengisian
aplikasi keluarga sehat akan ditetapkan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
BAB
IX
PENUTUP
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga oleh Puskesmas akan benar-benar memperkuat manajemen
Puskesmas jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh, sistematis dan terencana.
Perkuatannya dimulai dari manajemen program/pelayanan kesehatan, tetapi
selanjutnya akan menjalar mewarnai aspek-aspek lain dari manajemen
Puskesmas.Namun demikian perlu disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan
Pendekatan Keluarga untuk mencapai Keluarga Sehatsangat ditentukan oleh
komitmen dan kerjasama dari banyak pihak, mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan kementerian.
Gambar
20. Implementasi Pendekatan Keluarga
Oleh karena itu, sosialisasi
merupakan langkah awal yang sangat menentukan pada setiap tingkat baik di
internal masing-masing institusi maupun pada lintas sektor terkait.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
No comments:
Post a Comment