Tuesday, March 7, 2023

Permenkes No. 39 th 2016 tentang PIS PK

 

a

 

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 39 TAHUN  2016

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM INDONESIA SEHAT  DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

Menimbang

:  a.

bahwa Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan pelindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan;

 

b.

bahwa untuk melaksanakan Program Indonesia Sehat diperlukan pendekatan keluarga, yang  mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari

Profil Kesehatan Keluarga;

 

c.

bahwa      berdasarkan      pertimbangan       sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga;

 

 

 

Mengingat

:  1.  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

 

Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4421 );

 

2.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran

Negera Republik Indonesia Nomor 4456);

 

3.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4700);

 

4.

Undang-Undang    Nomor    36    Tahun    2009     tentang

Kesehatan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5063);      

 

5.

Undang-Undang    Nomor    23    Tahun    2014     tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

 

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);

 

7.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem

Kesehatan     Nasional     (Lembaran     Negara      Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);

 

8.

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang

Gerakan Nasional Perbaikan Gizi (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 100);

 

9.       Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2015-1019 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2015 Nomor 3);

10.    Peraturan        Menteri     Kesehatan   Nomor

2269/Menkes/Per/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 755);

11.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1318);

12.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 967);

13.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 825);

14.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676);

15.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);

16.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,

Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan

Kesehatan Seksual (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 135);

17.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 403);

18.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1775);

19.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 1755);

20.    Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi

Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan

Kesehatan Dan Dukungan Biaya Operasional Pada

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah

Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 761);

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN            MENTERI                                                   KESEHATAN TENTANG

PENYELENGGARAAN PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA.

 

Pasal 1

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga bertujuan untuk:

a.       meningkatkan akses keluarga berserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, meliputi       pelayanan   promotif      dan       preventif     serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar;

b.       mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota; melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan; 

c.        mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional; dan

d.       mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Pasal 2

(1)      Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terdiri atas 4 (empat) area prioritas yang meliputi:

a.       penurunan angka kematian ibu dan bayi;

b.       penurunan prevalensi balita pendek (stunting);

c.        penanggulangan penyakit menular; dan

d.       penanggulangan penyakit tidak menular.

(2)      Area prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pendekatan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif oleh tenaga kesehatan sesuai kompetensi dan kewenangannya.

(3)      Area prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar, pedoman, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 3

(1)      Dalam rangka penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga, ditetapkan 12 (dua belas) indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga sebagai berikut:

a.       keluarga mengikuti program Keluarga Berencana

(KB);

b.       Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;

c.        bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;

d.       bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;

e.        balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;

f.         penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar;

g.        penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;

h.       penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan;

i.         anggota keluarga tidak ada yang merokok;

j.         keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN);

k.       keluarga mempunyai akses sarana air bersih; dan

l.         keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.

(2)      Pemerintah Daerah dapat menetapkan indikator tambahan selain indikator utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

 

Pasal 4

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga diatur dalam pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 5

(1)      Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas. 

(2)      Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memperkuat fungsi Puskesmas dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di tingkat pertama di wilayah kerjanya.

 

Pasal 6

(1)      Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas dilakukan melalui kegiatan:

a.       melakukan pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga;

b.       membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas;

c.        menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas;

d.       melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif;

e.        melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui pendekatan siklus hidup; dan

f.         melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas.

(2)      Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan ke dalam langkah-langkah penguatan manajemen Puskesmas.

(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai Petunjuk Teknis

Penguatan Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 7

(1)      Pembiayaan penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga dibebankan pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN), dan dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(2)      Pelaksanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 8

(1)      Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2)      Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dan mencapai tujuan program Indonesia sehat.

(3)      Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

a.       advokasi dan sosialisasi;

b.       pendidikan dan pelatihan; dan

c.        pemantauan dan evaluasi.

 

Pasal 9

Peraturan      Menteri       ini     mulai   berlaku       pada tanggal diundangkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 

 

Ditetapkan di Jakarta  pada tanggal 12 Agustus 2016

 

MENTERI KESEHATAN 

REPUBLIK INDONESIA, 

 

                                                                                                                            ttd

 

NILA FARID MOELOEK

 

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2016

 

DIREKTUR JENDERAL 

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

 

               ttd

 

WIDODO EKATJAHJANA

 

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1223

 

 

 

 


LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN

NOMOR 39 TAHUN 2016

TENTANG 

                                                                                                   PEDOMAN                                                      PENYELENGGARAAN

PROGRAM INDONESIA SEHAT 

DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

 

PEDOMAN UMUM 

PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan  yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.

Gambar 1. Penjabaran Visi & Misi Presiden Menjadi Program Indonesia Sehat

 

Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya.

Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN

TAHUN 2015-2019

 

A.               GAMBARAN PEMBANGUNAN KESEHATAN DI INDONESIA

           1.    Gambaran Umum dan Permasalahan Kesehatan

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar-upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya.

Gambaran kondisi umum pembangunan kesehatan di Indonesia dipaparkan berdasarkan hasil pencapaian program kesehatan, kondisi lingkungan strategis, kependudukan, pendidikan, kemiskinan, dan perkembangan baru lainnya. 

                       a.     Upaya Kesehatan

1)       Kesehatan Ibu dan Anak

Angka kematian ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara lain oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini dapat diminimalkan apabila kualitas antenatal care dilaksanakan dengan baik. 

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda < 20 tahun, terlalu tua > 35 tahun, terlalu dekat jaraknya 2 tahun, dan terlalu banyak anaknya > 3 orang). Sebanyak 54,2 per 1000 perempuan di bawah usia 20 tahun telah melahirkan, sementara perempuan yang melahirkan pada usia di atas 40 tahun sebanyak 207 per 1000 kelahiran hidup. Masalah ini diperberat dengan fakta masih adanya umur perkawinan pertama pada usia yang amat muda (< 20 tahun) sebanyak 46,7% dari semua perempuan yang telah kawin.

 

2)       Kematian Bayi dan Balita

 Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1000 kelahiran dalam 5 tahun terakhir, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal (AKPN) terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal Death (IUFD), yakni sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 11,2%. Hal ini berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan melahirkan serta menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi bayi dari infeksi. 

Penyebab utama kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare pada usia di atas neonatal sampai 1 tahun. Hal ini berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan setempat.

 

b.       Gizi Masyarakat  

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks, sebab selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (2010-2014), perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan di mana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas tahun 2010 dan 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) < 2500 gram menurun dari 11,1% menjadi 10,2%. Tidak hanya terjadi pada usia balita, prevalensi obesitas yang meningkat juga terjadi di usia dewasa. Hal ini terbukti dari peningkatan prevalensi obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan) dari tahun 2007 ke tahun 2013. Riskesdas (2013), prevalensi tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (39,7%) yaitu 2,5 kali lipat dibanding prevalensi terendah di Provinsi NTT (15.2%). Prevalensi obesitas sentral naik di semua provinsi, namun laju kenaikan juga bervariasi, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta, Maluku, dan Sumatera Selatan. Mencermati hal tersebut, pendidikan gizi seimbang yang proaktif serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan di masyarakat.

 

 

c.       Penyakit Menular

Prioritas penyakit menular masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, demam berdarah, influenza, dan flu burung. Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain. Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal sudah sangat menurun. Indonesia telah dinyatakan bebas polio pada tahun 2014.

Kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 – 49 tahun meningkat. Prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya 0,16% pada awal tahun 2009 dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada tahun 2012, dan terus meningkat menjadi 0,43% pada tahun 2013. Angka Case Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari 13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013. 

 

d.       Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular cenderung terus meningkat dan telah mengancam sejak usia muda. Transisi epidemiologis telah terjadi secara signifikan selama 2 dekade terakhir, yakni penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, sementara beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burdendiseases, yaitu beban penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jumlah kematian akibat rokok terus meningkat dari 41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di tahun 2007. 

 

Selain itu dalam survei ekonomi nasional 2006 disebutkan penduduk miskin menghabiskan 12,6% penghasilannya untuk konsumsi rokok. Oleh karena itu, deteksi dini harus dilakukan secara proaktif mendatangi sasaran, karena sebagian besar tidak mengetahui bahwa

dirinya menderita penyakit tidak menular. Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain dilakukan melalui pelaksanaan

Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular di masyarakat. Sejak mulai dikembangkan pada tahun 2011 Posbindu-PTM pada tahun 2013 telah bertambah jumlahnya menjadi 7.225 Posbindu di seluruh Indonesia. 

 

                       e.     Kesehatan Jiwa

Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang signifikan. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas) sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikosis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus.

Gangguan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA juga berkaitan dengan masalah perilaku yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat (UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja bersama masyarakat dalam mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat.

Selain permasalahan kesehatan di atas terdapat juga berbagai permasalahan yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya masalah kesehatan lingkungan, penyakit tropis yang terabaikan, sumber daya manusia kesehatan (SDM-K), pembiayaan di bidang kesehatan dan lain sebagainya. Permasalahan kesehatan tersebut telah diatasi dengan berbagai upaya pendekatan program, misalkan dengan program peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan, aksesibilitas serta mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, penelitian dan pengembangan, manajemen, regulasi dan sistem informasi kesehatan, dan program-program kesehatan lainnya.

Upaya pendukung program yang saat ini dirasakan kurang maka perlu dilakukan penetapan area prioritas yang dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat tanpa meninggalkan program diluar area prioritas. Uraian secara garis besar kegiatan yang dilakukan dalam masing-masing area prioritas adalah sebagai berikut:

1) Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), kegiatan intervensi dilakukan mengikuti siklus hidup manusia sebagai berikut:

                                             a)     Ibu Hamil dan Bersalin:

(1)      Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care (ANC) terpadu.

(2)      Meningkatkan jumlah Rumah Tunggu Kelahiran

(RTK).

(3)      Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.

(4)      Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini dan KB pasca persalinan.

(5)      Meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan buku KIA.

b)       Bayi dan Ibu Menyusui:

(1)      Mengupayakan jaminan mutu kunjungan neonatal lengkap.

(2)      Menyelenggarakan konseling Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.

(3)      Menyelenggarakan pelayanan KB pasca persalinan.

(4)      Menyelenggarakan kegiatan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI).

c)        Balita:

(1)      Melakukan revitalisasi Posyandu.

(2)      Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu.

(3)      Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA.

(4)      Menguatkan kader Posyandu.

(5)      Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita.

d)       Anak Usia Sekolah:

(1)      Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

(2)      Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.

(3)      Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).

(4)      Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan.

(5)      Menguatkan SDM Puskesmas.

e)        Remaja:

(1)      Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD).

(2)      Menyelenggarakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah.

(3)      Menambah jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR).

(4)      Mengupayakan penundaan usia perkawinan.

f)         Dewasa Muda:

(1)      Menyelenggarakan konseling pranikah.

(2)      Menyelenggarakan gerakan pekerja perempuan sehat produktif (GP2SP) untuk wanita bekerja.

(3)      Menyelenggarakan pemberian imunisasi dan TTD.

(4)      Menyelenggarakan konseling KB pranikah.

(5)      Menyelenggarakan konseling gizi seimbang.

 

2)       Upaya Penurunan Prevalensi Balita Pendek (Stunting) Dalam rangka menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), dilakukan kegiatan sebagai berikut. 

a)        Ibu Hamil dan Bersalin:

(1)      Intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan anak.

(2)      Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu.

(3)      Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.

(4)      Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM).

(5)      Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).

(6)      Pemberantasan kecacingan.

(7)      Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA.

(8)      Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif.

(9)      Penyuluhan dan pelayanan KB.

b)        Balita:

(1)      Pemantauan pertumbuhan balita.

(2)      Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita.

(3)      Menyelenggarakan simulasi dini perkembangan anak.

(4)      Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

c)         Anak Usia Sekolah:

(1)      Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

(2)      Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.

(3)      Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).

(4)      Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.

d)        Remaja:

(1)      Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba.

(2)      Pendidikan kesehatan reproduksi.

e)         Dewasa Muda:

(1)      Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana

(KB).

(2)      Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).

(3)      Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengonsumsi narkoba.

 

3)       Upaya Pengendalian Penyakit Menular (PM)

Dalam rangka mengendalikan penyakit menular, khususnya HIV-AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

a)        HIV-AIDS:

(1)      Peningkatan konseling dan tes pada ibu hamil.

(2)      Diagnosis dini pada bayi dan balita.

(3)      Konseling dan tes pada populasi kunci, pasien infeksi menular seksual (IMS), dan pasien Tuberkulosis (Tb) anak usia sekolah, usia kerja, dan usia lanjut.

(4)      Terapi anti-retro viral (ARV) pada anak dan orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dewasa.

(5)      Intervensi pada kelompok berisiko.

(6)      Pemberian profilaksis kotrimoksasol pada anak dan ODHA dewasa.

b)        Tuberkulosis:

(1)      Identifikasi terduga TB di antara anggota keluarga, termasuk anak dan ibu hamil.

(2)      Memfasilitasi terduga TB atau pasien TB untuk mengakses pelayanan TB yang sesuai standar.

(3)      Pemberian informasi terkait pengendalian infeksi TB kepada anggota keluarga, untuk mencegah penularan TB di dalam keluarga dan masyarakat

(4)      Pengawasan kepatuhan pengobatan TB melalui Pengawas Menelan Obat (PMO).

                                             c)     Malaria:

(1)      Skrining ibu hamil pada daerah berisiko. 

(2)      Pembagian kelambu untuk ibu hamil dan balita.

(3)      Pemeriksaan balita sakit di wilayah timur Indonesia.

 

4)       Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Dalam rangka mengendalikan penyakit tidak menular, khususnya Hipertensi, Diabetes Mellitus, Obesitas, dan Kanker, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

a)        Peningkatan deteksi dini faktor risiko PTM melalui Posbindu.

b)       Peningkatan akses pelayanan terpadu PTM di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

c)        Penyuluhan tentang dampak buruk merokok.

d)       Menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok.

 

B.       TANTANGAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

 

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Hal itu berarti terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang penduduknya, di seluruh wilayah Republik lndonesia, hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, dengan indikator meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya angka kematian ibu, dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita. Tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan ini dapat dicapai dengan melakukan lima strategi pembangunan kesehatan 2005-2025, yaitu: 

1.       Pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2.       Pemberdayaan masyarakat dan daerah.

3.       Pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan.

4.       Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan

5.       Penanggulangan keadaan darurat kesehatan. 

Tantangan pembangunan kesehatan dalam mencapai kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat diatasi dengan pendekatan program melalui empat kegiatan prioritas melalui pendekatan siklus hidup yang telah dilakukan selama ini belum dapat mengetahui secara pasti sumber penyebab permasalahan ditingkatan usia, untuk itu diperlukan pendekatan keluarga yang diinisiasi dengan pemetaan atas permasalahan secara mendalam dari pendekatan siklus hidup melalui kunjungan rumah.    

 

C.       KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN

 

Kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.

Adapun strategi pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 meliputi 12 (duabelas) pokok strategi berikut:

1.       Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas.

2.       Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.

3.       Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

4.       Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas.

5.       Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas.

6.       Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan.

7.       Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.

8.       Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan.

9.       Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

10.    Menguatkan Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, serta Sistem Informasi Kesehatan.

11.    Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Bidang Kesehatan atau JKN

12.    Mengembangkan      dan    Meningkatkan     Efektivitas   Pembiayaan Kesehatan.

Dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan sesuai Renstra Tahun 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan operasional, antara lain sebagai berikut:

1.       Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 akan difokuskan pada empat area prioritas, yakni:

a.       Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.

b.       Perbaikan Gizi Masyarakat, khususnya untuk Pengendalian Prevalensi Balita Pendek (Stunting).

c.        Pengendalian    Penyakit     Menular,       khususnya Human

Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), Tuberkulosis (TB), dan Malaria.

d.       Pengendalian Penyakit Tidak Menular, khususnya Hipertensi, Diabetes Mellitus, Obesitas, dan Kanker (khususnya Leher Rahim dan Payudara) dan Gangguan jiwa.

 

2.       Peningkatan jangkauan sasaran terutama pada keluarga, tanpa mengabaikan pendekatan-pendekatan lain yang selama ini sudah berhasil dilaksanakan yaitu menjangkau sasaran berbasis Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat(UKBM), menjangkau sasaran berbasis UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), menjangkau sasaran berbasis Upaya Kesehatan Usia Kerja(UKUK), dan untuk sasaran kelompok usia lanjut dengan pendekatan Posbindu Usila.

 

3.       Prioritas perencanaan dan penganggarandiarahkan pada pemenuhan kebutuhan kegiatan-kegiatan promotif dan preventif. Pemenuhan kebutuhan kegiatan-kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan setelah kebutuhan kegiatan-kegiatan promotif dan preventif dipenuhi.

 

4.       Sumber daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, kualitas SDM perlu terus ditingkatkan sehingga memiliki daya saing tinggi, yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Kesetaraan Gender (IKG). Peningkatan tersebut dilaksanakan melalui pengendalian jumlah penduduk, peningkatan taraf pendidikan, serta peningkatan derajat kesehatan. Untuk itu harus diantisipasi berbagai tantangan yang ada. Tantangan dalam pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat berupa peningkatan upaya promotif dan preventif, peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi, pengendalian penyakit menular dan tidak menular, peningkatan pengawasan obat dan makanan, serta peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Di samping itu juga penurunan disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan, pemenuhan sarana dan prasarana, serta pemenuhan tenaga kesehatan. Secara khusus tantangan utama dalam lima tahun ke depan adalah berupa peningkatan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyiapan penyedia pelayanan kesehatan, dan pengelolaan jaminan kesehatan yang efektif dan efisien.   

Kebijakan operasional tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan Keluarga Sehat  sebagaimana cita-cita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, maka

Program Indonesia Sehat akan dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga.

Program kesehatan yang termasuk ke dalam area prioritas tersebut di atas dilaksanakan secara bertahap di daerah terpilih (lokus dan fokus) termasuk daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dari program Nusantara Sehat. Pentahapan pelaksanaan di luar daerah Nusantara Sehat dijelaskan pada gambar 2, dan tidak menutup kemungkinan daerah lain yang juga akan melaksanakan atas inisiatif sendiri.

Gambar 2. Pentahapan Pelaksanaan Program Indonesia Sehat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENDEKATAN KELUARGA DALAM PENCAPAIAN

PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN

 

Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. 

Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat undang-undang tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

 

A.     KONSEP PENDEKATAN KELUARGA

 

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.

Keluarga sebagai fokus dalam pelaksanaan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga. Keluarga memiliki lima fungsi, yaitu:

1.       Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

2.       Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

3.       Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4.       Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat dalam mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi kebutuhan keluarga.

5.       Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.Tugastugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan adalah:

a.       Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya.

b.       Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.

c.        Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.

d.       Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya.

e.        Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

 

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut:

1.       Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.

2.       Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.

3.       Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.

4.       Pemanfaatan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga untuk pengorganisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.

Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga (family folder). Dengan demikian,pelaksanaan upaya Perkesmas harus diintengrasikan ke dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya mengandalkan UKBM yang ada sebagaimana selama ini dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBM-UKBM yang ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang efektif. 

 

Gambar 3. Konsep Pendekatan Keluarga

 

Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan dan PHBS yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik) melalui kunjungan keluarga dirumah. Anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan danberbagai faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional Puskesmas (gambar 3). Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga.

 

1.    Setiap keluarga memiliki Tim Pembina Keluarga

2.    Setiap Tim Pembina memiliki Profil Kesehatan Keluarga dan Rencana Pembinaan

3.    Terdapat interaksi antara Tim Pembina dan Keluarga

 

Gambar 4. Mekanisme interaksi Puskesmas-Keluarga-UKBM

 

Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari profil kesehatan keluarga (gambar 4). Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut:

1.       Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.

2.       Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/kota dan provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan.

3.       Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN.

4.       Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

 

 

B.     KELUARGA SEBAGAI FOKUS PEMBERDAYAAN

 

Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit) terkecil dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang seperti ini disebut rumah tangga atau keluarga inti (keluarga batih),sedangkan keluarga yang anggotanya mencakup juga kakek dan atau nenek atau individu lain yang memiliki hubungan darah, bahkan juga tidak memiliki hubungan darah (misalnya pembantu rumah tangga), disebut keluarga luas (extended family). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, maka derajat kesehatan rumah tangga atau keluarga menentukan derajat kesehatan masyarakatnya. 

Derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari keluarga tersebut. Inti dari pengembangan desa dan kelurahan adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Penerapan PHBS dapat dipraktikan dalam segala bidang, yaitu:

1.       Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit serta Penyehatan Lingkungan harus mempraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan, dan lain-lain. 

2.       Bidang Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana harus mempraktikkan perilaku meminta pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain. 

3.       Bidang Gizi dan Farmasi harus mempraktikkan perilaku makan dengan gizi seimbang, minum TTD selama hamil, memberi bayi ASI eksklusif, dan lain-lain. 

4.       Bidang Pemeliharaan Kesehatan harus mempraktikkan perilaku ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan UKBM, memanfaatkan Puskesmas dan sarana kesehatan lain, dan lain-lain. 

 

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat karena pada hakikatnya setiap masalah kesehatan merupakan hasil perilaku, yaitu interaksi manusia (host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan (environment).

Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari fungsi UKM dari Puskesmas. Keluarga merupakan lembaga terkecil dari masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan keluarga. Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan di bidang kesehatan dipandu dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pedoman umum ini menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan merupakan kelanjutan dari pemberdayaan keluarga melalui pengembangan PHBS tatanan rumah tangga. Pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif itu tidak lain bertujuan untuk  terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat.

Kegiatan Puskesmas dalam melaksanakan UKP tingkat pertama memang dapat menghasilkan individu sehat, yang diukur dengan Indikator Individu Sehat (IIS). Tetapi dengan cara ini saja, Kecamatan Sehat akan sulit dicapai. Pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan yang dilakukan di wilayah kerjanya, Puskesmas akan lebih cepat mencapai Kecamatan Sehat. Puskesmas melaksanakan pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan serta pembinaan desa dan kelurahan. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluargakeluarga sehat yang diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS), sedangkan pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan akan menghasilkan peranserta masyarakat berupa UKBM seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-lain. 

Kegiatan Puskesmas dalam pelaksanaan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan akan menghasilkan tatanan-tatanan sehat, seperti sekolah sehat, pasar sehat, kantor sehat, masjid dan mushola sehat, dan lain-lain yang diukur dengan Indikator Tatanan Sehat (ITS), dan masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat Sehat (IMS). Kesemua upaya Puskesmas tersebut akhirnya akan bermuara pada terciptanya Kecamatan Sehat, seperti pada skema gambar 5.

 

 

P

U

S

K E

S

M

A

S

 

Pembangunan wilayah berwawasan kesehatan

 

Keca matan

Sehat

 

Pemberdayaan masyarakat

 

Desa

/Kelu rahan Sehat

 

Pemberdayaan keluarga

 

Pelayanan kesehatan perorangan tk pertama

 

Gambar 5. Upaya Puskesmas Untuk Mencapai Kecamatan Sehat

       

Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Dalam Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti bahwa pelayanan kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya menjadi dewasa tua ata usia lanjut (lihat gambar 6). Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan harus pada keluarga. Pemberian pelayanan kesehatan pada individu harus dilihat dan diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya. 

 

Gambar 6. Pendekatan Siklus Hidup Untuk Mencapai Keluarga Sehat

Gambar 7. pelayanan puskesmas terintegrasi danmengikuti siklus hidup

 

Puskesmas diharapkan dapat menangani masalah-masalah kesehatan dengan pendekatan siklus hidup (life cycle)melalui pendekatan keluarga dengan mengunjungi setiap keluarga di wilayah kerja. Upaya mewujudkan Keluarga Sehat menjadi titik awal terwujudnya masyarakat sehat (lihat gambar 7). Upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi keberhasilan upaya menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Indikator Keluarga Sehat sebaiknya dapat sekaligus digunakan sebagai indikator PHBS. 

 

C.     PELAKSANAAN PENDEKATAN KELUARGA

 

Satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana dinyatakan dalam kartu keluarga. Keluarga yang terdapat kakek dan atau nenek atau individu laindalam satu rumah tangga, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga.Suatu keluarga dinyatakan sehat atau tidak digunakan beberapa penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya dua belas indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut.

1.       Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)

2.       Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

3.       Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

4.       Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

5.       Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan

6.       Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

7.       Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

8.       Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

9.       Anggota keluarga tidak ada yang merokok

10.    Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

11.    Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

12.    Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga, sedangkan keadaan masingmasing indikator mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan.

Pelaksanaan pendekatan keluarga ini memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:

1.       Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.

2.       Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.

3.       Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.

 

Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut:

1.       Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ketersediaan air bersih dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga mencantumkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lain-lain) serta kondisi individu yang bersangkutan, seperti mengidap penyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa) dan perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembanganbalita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).

2.       Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai masalah kesehatan yang dihadapinya, misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbuhan Balita untuk keluarga yang mempunyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan lain-lain. 

Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa forum-forum berikut.

1.       Kunjungan rumah ke keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas.

2.       Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group discussion (FGD) melalui Dasawisma dari PKK.

3.       Kesempatan konseling di UKBM-UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos

UKK, dan lain-lain).

4.       Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug desa, selapanan, dan lain-lain.

Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan dengan menggunakan tenaga-tenaga berikut:

1.       Kader-kader    kesehatan, seperti        kader     Posyandu,   Posbindu,

Poskestren, PKK, dan lain-lain.

2.       Pengurus organisasi kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK, pengurus Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain. 

 

Gambar 8. Siklus Pendekatan Keluarga

 

D.                   PENDEKATAN KELUARGA SEBAGAI KUNCI KEBERHASILAN

 

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat pemberdayaan masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan hal itu. Sebagai contoh berikut ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga dalam penanggulangan stunting dan pengendalian penyakit tidak menular.

1.       Pendekatan Keluarga dalam Penanggulangan Stunting

Riskesdas tahun 2013 menemukan bahwa proporsi bayi yang lahir stunting (panjang badan <48 cm) adalah sebesar 20,2%, sementara pada kelompok balita terdapat 37,2% yang menderita stunting. Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita, terjadi pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting justru bertambah. Penanggulanganstunting harus dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin dengan melakukan pemantauan pertumbuhan secara ketat, melalui penimbangan bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Data Riskesdas ternyata menunjukkan bahwa proporsi balita yang tidak pernah ditimbang selama 6 bulan terakhir cenderung meningkat, yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada tahun 2013. Ada sepertiga jumlah bayibalita yang tidak terpantau, jika kita hanya mengandalkan Posyandu. Oleh karena itu, mereka yang tidak datang ke Posyandu harus dikunjungi ke rumahnya. Pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan, bila kita ingin deteksi dini stunting terlaksana dengan baik.

 

2.       Pendekatan Keluarga dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting adalah hipertensi (tekanan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang dewasa menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas kesehatan, sementara sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa bila tidak menggunakan pendekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan bila kita ingin pengendalian penyakit hipertensi berhasil.

 

 

          

BAB IV

PERAN PUSKESMAS DALAM

PENDEKATAN KELUARGA

 

A.                     PENGUATAN SUBSISTEM DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL

 

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau  masyarakat  termasuk  badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya. Pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan pembangunan kesehatan adalah kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis melalui pengelompokan subsistem dari SKN yang terdiri dari tujuh subsistem berikut.

1.       Subsistem Upaya Kesehatan.

2.       Subsistem Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

3.       Subsistem Pembiayaan Kesehatan.

4.       Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan.

5.       Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan. 

6.       Subsistem Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan. 

7.       Subsistem Pemberdayaan Masyarakat.

Percepatan pembangunan kesehatan untuk mencapai Indonesia Sehat dilakukan dengan melakukan penguatan subsistem-subsistem dari SKN. Dengan diterapkannya pendekatan keluarga, maka penguatan subsistem upaya kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, dan subsistem pemberdayaan masyarakat menjadi penting untuk dilakukan. 

Penguatan subsistem upaya kesehatan dilakukan dengan menciptakan keseimbangan pelaksanaan UKP dan UKM melalui pengutamaan kegiatan promotif dan preventif. Puskesmas harus dikondisikan tidak terfokus hanya melaksanakan UKP, melainkan juga UKM secara seimbang. Sasaran upaya kesehatan harus ditegaskan bukan sekedar individu/perorangan, melainkan juga keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap program kesehatan hendaknya mengarahkan  kegiatannya kepada keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Penguatan subsistem pembiayaan kesehatan untuk UKP dan UKM dilakukan, salah satunya, melalui pemberian JKN berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk itu, sejak 1 Januari 2014 telah diberlakukan SJSN bidang kesehatan atau JKN dan pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas oleh pemerintah pusat.

Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh subsistem pemberdayaan masyarakat yang tidak hanya memberdayakan perorangan, melainkan juga keluarga dan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Pendekatan keluarga yang diimplementasikan, maka subsistem pemberdayaan masyarakat harus diperkuat dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menjangkau keluarga, kelompok, dan masyarakat. 

 

B.               PERAN PUSKESMAS DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN

 

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75  Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas bertanggung jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian dari kecamatan. Di setiap kecamatan harus terdapat minimal satu Puskesmas. Untuk membangun dan menentukan wilayah kerja Puskesmas, faktor wilayah, kondisi geografis, dan kepadatan/jumlah penduduk merupakan dasar pertimbangan.

Penyelenggaraan Puskesmas terdapat 6 (enam) prinsip berikut yang harus ditaati: 

1.             Prinsip Paradigma Sehat 

Berdasarkan prinsip paradigma sehat, Puskesmas wajib mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya, yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (psikomotorik). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas di sebuah komunitas. Dengan demikian, Paradigma Sehat dapat didefinisikan sebagai cara pandang, asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang mengutamakan upaya menjaga dan memelihara kesehatan, tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Dengan Paradigma Sehat maka orang-orang yang sehat akan diupayakan agar tetap sehat dengan menerapkan pendekatan yang holistik. Selama ini cara pandang, asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang berlaku tampaknya masih menitikberatkan pada penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan – Paradigma Sakit. Apalagi dengan dilaksanakannya JKN yang saat ini masih lebih memperhatikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan bagi perorangan. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu lima tahun ke depan harus dilakukan perubahan, agar Paradigma Sehat benar-benar diterapkan dalam membangun kesehatan masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan JKN. Perubahan yang dimaksud mencakup perubahan pada penentu kebijakan (lintas sektor), tenaga kesehatan, institusi kesehatan, dan masyarakat sebagaimana disajikan dalam tabel 1 berikut.

 

Tabel  1. Perubahan Paradigma ke arah Paradigma Sehat

No.

Kelompok Sasaran

Perubahan Yang Diharapkan

Dampak

Dari Perubahan

1.

Penentu kebijakan

(lintas sektor)

Pemangku kepentingan memperhatikan dampak kesehatan dari kebijakan yang diambil baik di

hulu maupun di

hilir

1.   Menjadikan kesehatan sebagai arus utama pembangunan 

2.   Meningkatkan peran lintas sektor dalam pembangunan kesehatan

2.

Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan

di setiap lini pelayanan kesehatan mengupa-yakan agar:

1.Orang sehat tetap sehat dan

1.   Promotif dan preventif merupakan aspek utama dalam setiap upaya kesehatan  

2.   Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan dalam promotif & preventif  

No.

Kelompok Sasaran

Perubahan Yang Diharapkan

Dampak

Dari Perubahan

 

 

tidak menjadi sakit

2.Orang sakit menjadi sehat

3.Orang sakit tidak menjadi lebih sakit

 

3.

Institusi kesehatan

Setiap institusi kesehatan menerapkan standar mutu dan tarif dalam pelayanan kepada masyarakat.

1.   Peningkatan mutu pelayanan kesehatan

2.   Pelayanan kesehatan berkompetisi lebih “fair” dalam hal mutu

dan tarif di dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat

4.

Masyarakat

Masyarakat merasa bahwa kesehatan adalah harta berharga yang harus diupayakan dan dijaga

1.   Terlaksananya PPHBS) di keluarga dan masyarakat

2.   Masyarakat aktif seba-gai kader, sehingga terlaksana kegiatan pemberdayaan

masyarakat melalui

UKBM

 

2.             Prinsip Pertanggungjawaban Wilayah.  

Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan Puskesmas bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya. Puskesmas sebagai penanggung jawab wilayah bertugas untuk melaksanakan pembangunan kesehatan guna mewujudkan Kecamatan Sehat, yaitu masyarakat yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.       Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat, yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat.

b.       Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu secara adil dan merata. 

c.        Hidup dalam lingkungan yang sehat. 

d.       Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu maupun keluarga, kelompok, dan masyarakat. 

 

3.       Prinsip Kemandirian Masyarakat. 

Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, dan kelompok/masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individu, keluarga, dan kelompok/masyarakat agar dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan potensi yang dimiliki, serta merencanakan dan melakukan pemecahan masalah tersebut dengan memanfaatkan potensi yang ada.  

Pemberdayaan mencakup pemberdayaan perorangan, keluarga, dan kelompok/masyarakat. Pemberdayaan perorangan merupakan upaya memfasilitasi proses pemecahan masalah guna meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan perorangan dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatannya. Pemberdayaan keluarga merupakan upaya memfasilitasi proses pemecahan masalah guna meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan keluarga dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatan keluarga tersebut. Pemberdayaan kelompok/masyarakat merupakan upaya memfasilitasi proses pemecahan masalah guna meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan kelompok/masyarakat dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatan kelompok/masyarakat tersebut. 

Pemberdayaan dilaksanakan dengan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan kelompok/masyarakat sesuai dengan kebutuhan, potensi, dan sosial budaya setempat. Pemberdayaan dilakukan melalui pendekatan edukatif untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat, serta kepedulian dan peran aktif dalam berbagai upaya kesehatan.

 

4.       Prinsip Pemerataan  

Berdasarkan prinsip pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. Puskesmas harus dapat membina jejaring/kerjasama dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya seperti klinik, dokter layanan primer (DLP), dan lainlain yang ada di wilayah kerjanya.

 

5.       Prinsip Teknologi Tepat Guna 

Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna, Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

 

6.       Prinsip Keterpaduan dan Kesinambungan 

Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan  sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas. 

 

Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut, Puskesmas tetap melakukan upaya kesehatan lainnya diluar dua belas indikator keluarga sehat di wilayah kerjanya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, Puskesmas mengoordinasikan dan membina desa-desa dan/atau kelurahan-kelurahan di wilayah kerjanya untuk menjadi Desa/Kelurahan Siaga Aktif. 

Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah ditetapkan Peraturan Presiden R.I. Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) tersebut, maka sejak 1 Januari

2014 telah diberlakukan JKN sebagai bagian dari SJSN. Jaminan

Kesehatan Nasional merupakan salah satu dari tiga pilar dalam Program

Indonesia Sehat. Cakupan kepesertaan JKN dicapai secara bertahap dan ditargetkan pada tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia sudah tercakup oleh JKN. Manfaat yang didapat dari kepesertaan dalam JKN adalah pelayanan kesehatan yang diperoleh secara berjenjang–pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). 

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN menegaskan bahwa “pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.” Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh FKTP, yaitu Puskesmas, klinik, dan praktik perorangan, termasuk dokter layanan primer (DLP). Pelayanan kesehatan tingkat pertama ini meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 

1.       Administrasi pelayanan

2.       Pelayanan promotif dan preventif (perorangan, berupa: penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, dan skrining kesehatan)

3.       Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

4.       Tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif

5.       Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6.       Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

7.       Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan

8.       Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi. 

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP bersangkutan. Keberhasilan JKN juga ditentukan oleh ketersediaan (availability) dan kesiapan (readiness) pelayanan kesehatan. Pilar JKN harus diperkuat oleh pilar penguatan pelayanan kesehatan, yang mencakup: 

1.       Peningkatan akses, terutama untuk FKTP

2.       Optimalisasi sistem rujukan, dan 

3.       Peningkatan mutu.

Puskesmas akan semakin disibukkan oleh UKP saat JKN harus dilaksanakan di Puskesmas. Betapapun Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa Puskesmas harus melaksanakan prinsip keterpaduan dan kesinambungan, dengan mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP.

 

C.              FUNGSI PUSKESMAS DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN

 

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75  Tahun 2014 menegaskan adanya dua fungsi Puskesmas sebagai berikut.

1.       Penyelenggaraan UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. 

2.       Penyelenggaraan UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.

Fungsi UKM dan UKP harus seimbang, agar upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai. UKP saja dengan program JKN yang diikuti oleh seluruh rakyatpun belum cukup untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat. Memang rakyat merasa senang karena setiap kali sakit mendapat pelayanan kesehatan gratis, tetapi derajat kesehatan tidak akan naik selama UKM tidak dikerjakan. 

Penguatan UKM di Puskesmas mutlak diperlukan, yang mencakup dua macam UKM, yaitu UKM esensial dan UKM pengembangan. Puskesmas wajib melaksanakan UKM esensial yang meliputi:

1.       Pelayanan promosi kesehatan.

2.       Pelayanan kesehatan lingkungan.

3.       Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.

4.       Pelayanan gizi.

5.       Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular).

 

Puskesmas dapat menambah pelayanannya dengan melaksanakan UKM pengembangan bila UKM esensial telah dapat dilaksanakan.

Pelaksanaan UKM tidaklah mudah, karena terdapat tiga kegiatan utama berikut yang harus dilakukan:

1.       Mengupayakan agar pembangunan semua sektor berwawasan kesehatan. Pembangunan di sektor lain harus memperhitungkan kesehatan, yakni mendukung atau minimal tidak merugikan kesehatan. Wujud kegiatannya adalah dengan mengembangkan konsep institusi sehat seperti sekolah sehat, pesantren sehat, masjid sehat, pasar sehat, warung sehat, kantor sehat, dan lain-lain.

2.       Memberdayakan masyarakat, yakni mengorganisasikan gerakan atau peran serta masyarakat untuk pembangunan kesehatan, yang berupa berbagai bentuk UKBM seperti Posyandu, Posbindu Penyakit Tidak Menular, UKS, Saka Bhakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren  (Poskestren), dan lain-lain.

3.       Memberdayakan keluarga, yakni menggugah partisipasi segenap keluarga (sebagai kelompok masyarakat terkecil) untuk berperilaku hidup sehat, mencegah jangan sampai sakit, bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Pendekatan keluarga inilah yang diuraikan dalam pedoman ini, karena memberdayakan masyarakat saja tidaklah cukup. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan perannya sebagai penanggung jawab wilayah, Puskesmas memiliki dua upaya yang harus dilaksanakan secara seimbang, yakni  UKP dengan pendekatan JKN dan Penguatan Pelayanan Kesehatan, serta UKM dengan pendekatan Pemberdayaan Keluarga, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Kedua upaya tersebut secara sinergis akan menuju kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat di wilayah kerja Puskesmas. Kesimpulan tersebut dapat disajikan dalam gambar 9 berikut.

 

Gambar 9. UKM dan UKP di Puskesmas menuju Keluarga Sehat

Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan. Jaringan pelayanan Puskesmas mencakup fasilitas berikut:

1.   Puskesmas  pembantu yang memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas.

2.   Puskesmas  keliling yang memberikan pelayanan kesehatan yang  sifatnya  bergerak  (mobile),  untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah  kerja  Puskesmas  yang  belum terjangkau  oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas.

3.   Bidan desa yang ditempatkan dan bertempat tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja Puskesmas.

Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan adalah klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Puskesmas dapat berkoordinasi dan memberikan instruksi langsung kepada jaringannya dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Puskesmas menjalankan  peran dan fungsinya agar dapat melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam mencapai tujuan menuju Indonesia Sehat.

 

D.          PELAKSANAAN PENDEKATAN KELUARGA OLEH PUSKESMAS

 

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1.       Melakukan pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga menggunakan Prokesga oleh Pembina Keluarga (dapat dibantu oleh kader kesehatan).

2.       Membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.

3.       Menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan menyusun rencana Puskesmas oleh Pimpinan Puskesmas.

4.       Melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif oleh Pembina Keluarga.

5.       Melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui pendekatan siklus hidup oleh tenaga kesehatan Puskesmas. 

 

6.       Melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.

 

Kegiatan-kegiatan tersebut harus diintegrasikan ke dalam langkah-langkah manajemen Puskesmas yang mencakup P1 (Perencanaan), P2

(Penggerakan-Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan-Pengendalian-Penilaian).

 

 

 

 

 

 

 


BAB V

PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM

PENDEKATAN KELUARGA

 

A.       PERAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

 

Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pemilik Unit Pelaksana Teknis/Puskesmas adalah mengupayakan dengan sungguhsungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi untuk semua Puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki tiga peran utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian.

1.       Pengembangan Sumber Daya

Sumber daya merupakan salah satu hal terpenting dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas adalah tenaga kesehatan. Pendekatan keluarga di bidang kesehatan bukan merupakan hal baru, namun karena sudah lama tidak diterapkan, dapat dikatakan semua tenaga kesehatan Puskesmas yang ada saat ini kurang memahaminya. 

Sebagaimana disebutkan di atas, untuk pelaksanaan pendekatan keluarga, selain tenaga manajemen Puskesmas (Kepala Puskesmas), diperlukan kelompok tenaga untuk fungsi lainnya.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berperan mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga tersebut di Puskesmas. Jika hal itu belum dapat dilakukan, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berkewajiban membantu Puskesmas mengatur penugasan tenagatenaga yang ada, agar ketiga fungsi di atas dapat berjalan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk menyelenggarakan pembekalan/pelatihan tenaga Puskesmas sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan jika diperlukan pembekalan/pelatihan.

 

 

2.       Koordinasi dan Bimbingan

Koordinasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sangat penting dilakukan, di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Bimbingan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan mengirim petugas ke Puskesmas, guna membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Puskesmas. Bimbingan juga dapat dilakukan dengan mempersilakan Puskesmas yang menghadapi masalah penting untuk berkonsultasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di luar jadwal yang telah ditetapkan.

 

3.       Pemantauan dan Pengendalian

Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengetahui IKS tingkat kecamatan dari masing-masing kecamatan di wilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkatkabupaten/kota.

 

B.       PERAN DINAS KESEHATAN PROVINSI

 

Peran Dinas Kesehatan Provinsi dalam penyelenggaraan Puskesmas secara umum adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk berupaya dengan sungguhsungguh agar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 terpenuhi di semua Puskesmas. Dalam rangka pelaksanaan pendekatan keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi juga memiliki tiga peran utama, yakni: pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan pengendalian.

1.       Pengembangan Sumber Daya

Dalam rangka pengembangan sumber daya, peran Dinas Kesehatan Provinsi terutama adalah dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan melalui penyelenggaraan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT). Dinas Kesehatan Provinsi meminta kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya untuk mengirimkan calon-calon pelatih untuk melatih tenaga-tenaga kesehatan Puskesmas. Sesuai dengan arahan dan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi kemudian menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih(training of trainers – TOT), dengan memanfaatkan Balai Pelatihan Kesehatan yang ada di provinsi bersangkutan.

 

2.       Koordinasi dan Bimbingan

Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengundang Kepala-kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk membahas dan menetapkan hal-hal apa yang dapat dilaksanakan secara terkoordinasi (misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain-lain) dan bagaimana mekanisme koordinasinya. Selain itu juga untuk menentukan jadwal kunjungan Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinasdinas Kesehatan Kabupaten/Kota di wilayahnya dalam rangka bimbingan. Bimbingan terutama dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas.

 

3.       Pemantauan dan Pengendalian

Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga Dinas Kesehatan Provinsi dapat mengetahui IKS tingkat kabupaten/kota dari masing-masing kabupaten dan kota di wilayah kerjanya, dan menghitung IKS tingkat provinsi. 

 

C.       PERAN KEMENTERIAN KESEHATAN

 

Kementerian Kesehatan sebagai Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud di dalam Undang-Undang No. 23 Tentang Pemerintahan Daerah berwenang untuk:  (a) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan; (b) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, selain juga pengembangan sumber daya, koordinasi dan bimbingan, serta pemantauan dan evaluasi. Bentuk dan isi dari Prokesga, baik dalam bentuk manual maupun elektronik, harus ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai contoh (prototype). Pengadaan/penggandaannya dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian pula isi dari Pinkesga, serta kurikulum dan modul untuk pembekalan tenaga Pembina Keluarga. Secara lebih terinci hal-hal yang perlu disiapkan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut.

1.       Kebijakan dan Pedoman

Kebijakan dan pedoman yang harus disiapkan oleh Kementerian Kesehatan meliputi, hal-hal berikut:

a.       Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Umum Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.

b.       Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Terpadu Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

c.        Peraturan Menteri Kesehatan tentang Peta Jalan (Road Map) Menuju Keluarga Sehat.

d.       Buku (Petunjuk Teknis) untuk sosialisasi kepada para pemangku kepentingan.

e.        Buku (Petunjuk Teknis) untuk para petugas Puskesmas pelaksana kunjungan rumah (Pembina Keluarga), kader, dan petugas Nusantara Sehat.

f.         Buku (Petunjuk Teknis) untuk Petugas Puskesmas Pengolah dan Penganalisis Profil Kesehatan Keluarga.

g.        Buku Saku (Panduan Hidup Sehat) untuk Keluarga. 

h.       Kurikulum Pembekalan Petugas Pembina Keluarga.

i.         Modul-modul untuk Pembekalan Petugas Pembina Keluarga.

j.         Kurikulum Pelatihan Petugas Pengolah dan Penganalisis Profil Kesehatan Keluarga.

k.       Blanko atau Prototipe Blanko Profil Kesehatan Keluarga (cetakan dan elektronik). 

l.         Paket Informasi Kesehatan Keluarga atau Prototipenya.

m.      Media penyuluhan/lembar balik untuk petugas Pembina

Keluarga atau prototipenya.

n.       Aplikasi (perangkat lunak) pemantauan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang terintegrasi dengan Sistem Informasi yang ada.

 

2.       Pengembangan Sumber Daya

Adanya peningkatan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan, Kementerian Kesehatan dapat menyediakan dana untuk pelaksanaan program kesehatan prioritas dengan pendekatan keluarga. Penyediaan dana dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program prioritas, dan terutama diperuntukkan bagi:

a.       Kelengkapan sarana dan prasarana Puskesmas.

b.       Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan.

c.        Biaya operasional.

Khusus untuk pelatihan, Kementerian Kesehatan berkewajiban untuk menetapkan kurikulum dan modul-modulnya. Pelaksanaannya tentu bekerjasama dengan dinas kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Provinsi.

 

3.       Koordinasi dan Bimbingan

Koordinasi dinas kesehatan yang selama ini sudah berjalan dengan

Kementerian Kesehatan yaitu  menyelenggarakan Rapat Kerja

Kesehatan Nasional (Rakerkesnas). Bimbingan ke Dinas Kesehatan Provinsi dilakukan dengan pembagian wilayah dan penugasan terhadap pejabat-pejabat Kementerian Kesehatan untuk bertanggung jawab terhadap wilayah binaan tertentu. Bimbingan atau pembinaan tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh setiap program kesehatan, melainkan secara terpadu secara tim. Untuk itu, setiap tim yang hendak melakukan kunjungan ke provinsi binaannya, harus terlebih dulu mempelajari IKS tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi dari provinsi yang bersangkutan. Selain itu juga mengkaji profil kesehatan dari provinsi yang bersangkutan. Tim yang akan melakukan kunjungan sebaiknya sudah memiliki agenda permasalahan yang akan  dibantu pemecahannya di provinsi yang dikunjunginya sebelum datang berkunjung. 

 

4.       Pemantauan dan Pengendalian

Pemantauan dan pengendalian dilaksanakan dengan mengembangkan sistem pelaporan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan, sehingga Kementerian Kesehatan dapat mengetahui IKS tingkat provinsi dari masing-masing provinsi di Indonesia, dan menghitung IKS tingkat nasional. Rumus-rumus yang digunakan serupa dengan yang digunakan di tingkat kecamatan/kabupaten/kota/provinsi untuk menghasilkan gambaran tingkat nasional. Gambaran yang diperoleh digunakan sebagai pembanding (benchmarking) guna memacu kompetisi sehat antarprovinsi dalam mencapai Provinsi Sehat. Kementerian Kesehatan juga dapat melakukan pemeringkatan/pemetaan.

 

D.    PERAN DAN TANGGUNG JAWAB LINTAS SEKTOR

 

Masalah kesehatan adalah masalah yang multi dimensi, yakni banyak sekali faktor penentu (determinan)nya. Sebagian besar faktor penentu tersebut bahkan berada di luar jangkauan (tugas dan wewenang) sektor kesehatan. Misalnya, salah satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap angka kematian ibu melahirkan adalah karena banyaknya terjadi pernikahan dan kehamilan dalam usia yang masih sangat muda. Peraturan  diperlukan agar tidak terjadi pernikahan dalam usia yang terlalu muda. Penyusunan dan penerbitan peraturan tentang hal ini jelas berada di luar tugas dan wewenang sektor kesehatan. 

Sebagaimana telah dikemukakan, keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diukur dengan IKS, yang merupakan komposit dari dua belas indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang mencapai status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia Sehat. 

Keberhasilan  Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga sangat ditentukan oleh peran dan tanggung jawab dari lintas sektor terkait. Apabila ditinjau dari segi pencapaian masing-masing Indeks Keluarga Sehat, dapat diidentifikasi peran dan tanggung jawab lintas sektor yang disajikan pada tabel.2.

 

 

 

 

 

Tabel  2. Peran dan Tanggung Jawab Lintas Sektor

 

NO

 

INDIKATOR KELUARGA SEHAT

 

PENDUKUNG KEBERHASILAN

 

PIHAK YANG TERKAIT

1

Keluarga mengikuti program Keluarga  Berencana (KB)

1.   Tersedianya pelayanan KB sampai ditingkat Desa/Kelurahan

-    BKKBN & jajarannya

-    Kemendes DTT

2.  Promosi KB oleh NAKES/di FASKES

Kemenkes  & jajarannya

 

 

3.  Promosi KB oleh pemuka2 agama

Kemenag  & jajarannya

 

 

4. Pendidikan Kespro/KB di SLTA & Perguruan Tinggi

-    Kemendikbud  & jajarannya

-    Kemenristekdikti

5. PNS, anggota POLRI & anggota TNI sebagai panutan ber KB

-    Kemenpan & PB

-    POLRI

-    TNI

6.  Kampanye Nasional KB

-    BKKBN & jajarannya

-    Kemenkominfo

7. Tersedianya pelayanan medis & KB sampai  di PUSKESMAS

-    Kemenkes  & jajarannya

-    Kemendes DTT

2

Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

1. Tersedianya pelayanan PUSKESMAS berkualitas

Kemenkes  & jajarannya

2. Tersedianya rumah tunggu kelahiran & “Ambulan”/alat transportasi untuk bumil di tempat2 yang memerlukan

-    Kemendagri/Pemda & jajarannya

-    Kemendes DTT

3. Tersedianya pelayanan ANC & senam bumil di PUSKESMAS

Kemenkes  & jajarannya

4. Promosi oleh NAKES & kader PKK tentang persalinan di fasilitas kesehatan

-    Kemenkes  & jajarannya

-    Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

3

Bayi mendapat imunisasi dasar  lengkap

1. Tersedianya pelayanan imunisasi dasar di PUSKESMAS & FKTP lain

Kemenkes  & jajarannya -    Kemendes DTT

2. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang imunisasi dasar

-    Kemenkes & jajarannya

 

 

3. Promosi oleh pemuka2 agama & kader imunisasi dasar

Kemenag  & jajarannya

 

4.   Promosi oleh kader PKK  tentang

- Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

5.  Kampanye nasional imunisasi lengkap

-    Kemenkes  & jajarannya

-    Kemenkominfo

-    Kemendes DTT

 

4

Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan

1. Tersedianya pelayanan konseling ASI di PUSKESMAS & FKTP

Kemenkes & jajarannya lain

2. Tersedianya ruang menyusui/ memerah & menyimpan ASI di tempat2 umum & perkantoran/ perusahaan

-   Kemendagri/Pemda & jajarannya

-   Kemenpan & PB

-   Kemenaker  & jajarannya

 

3. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang ASI eksklusif

Kemenkes  & jajarannya

 

 

4. Promosi oleh Kader PKK tentang ASI eksklusif

Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

 

5. Kampanye Nasional pemberian ASI

eksklusif

-   Kemenkes  & jajarannya

-   Kemenkominfo

5

BALITA mendapatkan pemantauan  pertumbuhan

1. Posyandu yang berfungsi dengan baik reguler (minimal 1 bulan sekali)

-   Kemendagri/Pemda & jajarannya

-   Kemendes DTT

2. Supervisi & bimbingan yang reguler dari PUSKESMAS ke posyandu

Kemenkes  & jajarannya

 

 

3.  Pemantauan pertumbuhan murid play group & taman   kanak2

Kemendikbud  & jajarannya

 

 

4. Promosi oleh kader PKK tentang pemantauan pertumbuhan BALITA

Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

 

NO

 

INDIKATOR KELUARGA SEHAT

 

PENDUKUNG KEBERHASILAN

 

PIHAK YANG TERKAIT

 

 

2. Tersedianya sarana air bersih di sekolah/madrasah

-    Kemendikbud  & jajarannya

-    Kemenag  & jajarannya

-    Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

 

3. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air bersih

Kemenkes  & jajarannya

 

 

 

4. Promosi oleh Kader kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan air bersih

Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

 

11

Keluarga mempunyai akses/ menggunakan  jamban sehat

1. Tersedianya jamban sehat disetiap keluarga

-    Kemenpu  & jajarannya

-    Kemendagri/Pemda & jajarannya

-    Kemendes DTT

 

 

2. Tersedianya jamban sehat disekolah/ madrasah & perguruan  tinggi

-    Kemendikbud  & jajarannya

-    Kemenag  & jajarannya

-    Kemenristekdikti

 

 

3. Promosi oleh NAKES/di FASKES tentang pentingnya penggunaan air bersih

Kemenkes  & jajarannya

4. Promosi oleh kader kesehatan/kader PKK tentang pentingnya penggunaan jamban sehat

Kemendagri/Pemda & jajarannya

 

 

12

Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional  (JKN)

1. Tersedianya pelayanan kepersertaan JKN yang mudah & efisien

BPJS kesehatannya & jajarannya

2. Tersedianya pelayanan kepersertaan FKTP & RS yang bermutu & merata serta rujukan yang nyaman

-    Kemenkes  & jajarannya

-    Kemendes DTT

3. Promosi tentang kepersertaan JKN tentang pengobatan TB Paru

BPJS kesehatannya & jajarannya

4. Kampanye nasional tentang kepersertaan JKN

Kemenkominfo

 

 

 

 

 

 

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA,

 

                                                                                                                                ttd

 

NILA FARID MOELOEK

 

 

 

 

 

LAMPIRAN II

PERATURAN MENTERI KESEHATAN

NOMOR 39 TAHUN 2016

TENTANG 

                                                                                                   PEDOMAN                                                      PENYELENGGARAAN

PROGRAM INDONESIA SEHAT 

DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

 

PETUNJUK TEKNIS 

PENGUATAN MANAJEMEN PUSKESMAS DENGAN PENDEKATAN KELUARGA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Dalam rangka melaksanakan Program Indonesia Sehat, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Pedoman tersebut menyatakan bahwa pelaksana terdepan dari Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Oleh karena itu, penerbitan Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga harus segera diikuti dengan penerbitan petunjuk teknisnya.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas bertanggung jawab atas satu wilayah administrasi pemerintahan, yakni kecamatan atau bagian dari kecamatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 juga menegaskan adanya dua fungsi Puskesmas berikut:

1.       Penyelenggaraan UKM tingkat pertama, yakni kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. 

 

 

2.       Penyelenggaraan UKP tingkat pertama, yakni kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan memulihkan kesehatan perseorangan. 

 

Fungsi UKM dan UKP harus seimbang, agar upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai. Upaya kesehatan perorangan saja dengan program JKN yang diikuti oleh seluruh rakyat pun belum cukup untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat.

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara kerja Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga-keluarga di wilayah kerjanya. Kunjungan rumah dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga

(Prokesga). 

Puskesmas tidak hanya mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang selama ini dilakukan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga dalam menjangkau keluarga.  Pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah tidak mematikan UKBM-UKBM yang ada, tetapi justru memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang efektif. Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga secara menyeluruh (holistik) dengan mengunjungi keluarga di rumahnya. Anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sehat dan faktor-faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas kesehatan Puskesmas. Pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas mencakup langkah-langkah sebagai berikut:

a.       pendataan kesehatan keluarga menggunakan formulir Prokesga oleh Pembina Keluarga (dapat dibantu Kader Kesehatan).

b.       pembuatan, pengelolaan pangkalan data, pengolahan data, dan pelaksanaan sistem informasi Puskesmas oleh tenaga pengelola data Puskesmas.

c.        analisis, perumusan intervensi masalah kesehatan, dan penyusunan rencana Puskesmas oleh tim manajemen Puskesmas.

d.       pelaksanaan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah oleh Pembina Keluarga.

e.        pelaksanaan pengorganisasian masyarakat dan pembinaan UKBM oleh tim Puskesmas.

f.         pelaksanaan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) oleh tenaga kesehatan Puskesmas. 

 

Menyimak uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas akan memperkuat manajemen Puskesmas. Manajemen Puskesmas mengintegrasikan seluruh manajemen yang ada (program/pelayanan kesehatan, sumber daya, pemberdayaan masyarakat, sarana dan prasarana, sistem informasi Puskesmas dan mutu) dalam menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di wilayah kerjanya.

 

Gambar 1. Hubungan Penguatan Manajemen Pelayanan Kesehatan  dan Manajemen Puskesmas

 

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dimulai dengan integrasi ke dalam Manajemen Program/Pelayanan Kesehatan. Integrasi ini dengan sendirinya akan mendorong manajemen aspek-aspek lain untuk mendukung pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

  Manajemen Program/Pelayanan Kesehatan Puskesmas dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu Perencanaan (P1), Penggerakan-Pelaksanaan (P2), dan Pengawasan-Pengendalian-Penilaian (P3). Perencanaan (P1) adalah tahap menyusun rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) yang didasari oleh fakta dan data. Penggerakan-Pelaksanaan (P2) adalah tahap melaksanakan hal-hal yang sudah tercantum dalam RPK dan mendorong pencapaiannya melalui lokakarya mini (lokmin) secara berkala. Pengawasan-Pengendalian-Penilaian (P3) adalah tahap memantau perkembangan pencapaian (yang juga dilakukan melalui lokmin berkala), melakukan koreksi pelaksanaan kegiatan, dan menilai pencapaian kegiatan pada pertengahan dan akhir tahun. Penguatan manajemen Puskesmas melalui pendekatan keluarga akan terjadi baik dalam tahap P1, tahap P2, maupun tahap P3. 

Perencanaan (P1) akan diperkuat dengan bertambahnya data seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang berasal dari Prokesga. PenggerakanPelaksanaan (P2) akan diperkuat karena Puskesmas dapat melaksanakan pelayanan yang benar-benar sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi keluarga-keluarga (masyarakat). Pelayanan tersebut bukan hanya terintegrasi untuk setiap golongan umur, melainkan juga mengikuti siklus hidup manusia, karena fokus perhatiannya adalah pada keluarga, selain individu-individu anggota keluarga. Lokakarya mini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan kegiatan-kegiatan yang lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan koordinasi lintas program dan kerjasama lintas sektor. Lokakarya Mini dapat juga dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang lebih efektif dan efisien, serta penilaian secara lebih tepat (P3). Penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan dapat memacu kompetisi sehat antar-Puskesmas. 

Petunjuk teknis ini berisi uraian tentang persiapan pelaksanaan langkahlangkah pelaksanaan pendekatan keluarga yang diintegrasikan ke dalam langkah-langkah pelaksanaan manajemen Puskesmas (P1, P2, dan P3), penguatan manajemen sumber daya dan pemberdayaan, dan langkah-langkah teknis manajerial. 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PERSIAPAN PELAKSANAAN

 

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga oleh Puskesmas akan berjalan dengan baik, bila dilaksanakan langkah-langkah persiapan yang meliputi (A) sosialisasi, (B) pengorganisasian, (C) pembiayaan, dan (D) persiapan pendataan.

 

Gambar 2. Penguatan Manajemen Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga

 

A.     SOSIALISASI

 

Keberhasilan pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas dalam rangka Program Indonesia Sehat memerlukan pemahaman dan komitmen yang kuat dari seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas. Selain itu, diperlukan dukungan yang kuat dari para pengambil keputusan dan kerjasama dari berbagai sektor di luar kesehatan di tingkat kecamatan. Puskesmas perlu melakukan sosialisasi tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga secara terencana dan tepat sasaran.

Sosialiasi penguatan puskemas dengan pendekatan keluarga dilaksanakan pada dua bagian yaitu sosialisasi internal dan sosialisasi eksternal.

 

 

 

1.       Sosialisasi Internal

Pendekatan keluarga bukan hanya tugas pekerjaan dari para Pembina Keluarga. Masalah kesehatan yang dijumpai di keluarga, bantuan teknis profesional yang diperlukan dalam pemecahannya merupakan tanggung jawab para petugas profesional di Puskesmas, termasuk masalah-masalah kesehatan serupa yang ditemukan pada saat Puskesmas menyelenggarakan pengorganisasian masyarakat. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas wajib mensosialisasikan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga kepada semua tenaga kesehatan di Puskesmas, termasuk yang ada di jejaring seperti Puskesmas pembantu (Pustu), Puskesmas keliling (Pusling), bidan di desa, dan lain-lain.

Sosialisasi pertama dapat memanfaatkan forum lokmin bulan ke-1, sedangkan sosialisasi selanjutnya dapat menggunakan rapat-rapat khusus yang bersifat teknis. Kepala Puskesmas menjadi narasumber bagi petugas puskesmas, secara formal dan informal melalui komunikasi pribadi.

 

2.       Sosialisasi Eksternal 

Petugas Puskesmas perlu melakukan sosialisasi tentang pendekatan keluarga kepada camat, Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa, ketua-ketua organisasi kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat agar pelaksanaan pendekatan keluarga mendapat dukungan dari masyarakat.

a.       Sosialisasi di Kantor Kecamatan

Camat adalah pengambil keputusan pertama yang harus menjadi sasaran sosialisasi di luar Puskesmas. Kepala Puskesmas meminta waktu khusus untuk menghadap Camat guna mensosialisasikan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga kepada Camat. Sosialisasi kepada Camat tidak berbentuk ceramah, tetapi lebih berupa dialog dan advokasi. Kepala Puskesmas menyiapkan bahan dialog dan advokasi dengan baik (termasuk data dan alat peraga yang diperlukan), disesuaikan dengan waktu yang diberikan oleh Camat. Sosialisasi ini tidak perlu harus selesai dalam sekali temu-muka, sehingga Kepala Puskesmas dapat merancang sosialisasi berkelanjutan kepada Camat.

Kepala Puskesmas mengajukan permintaan untuk diadakannya sosialisasi kepada para pejabat di kantor kecamatan, setelah dilakukan sosialisasi dan pemahaman Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga kepada Camat. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Camat dan sekaligus menjadi pembicara. Kepala Puskesmas sebagai pendamping untuk menambah informasi yang disampaikan oleh Camat.

 

b.       Sosialisasi untuk Lintas Sektor Tingkat Kecamatan

Peserta dari sosialisasi untuk lintas sektor tingkat kecamatan adalah para pejabat lintas sektor di tingkat kecamatan. Sosialisasi untuk pejabat-pejabat lintas sektor tingkat kecamatan ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dan komitmen kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas. Sebagaimana pada sosialiasi ke pejabat-pejabat kantor kecamatan, dalam sosialisasi diupayakan agar Camatlah yang mengundang dan Camat tidak sekedar membuka pertemuan, tetapi berperan sebagai penyaji dan aktif mengawal sosialisasi sampai selesai. Hal ini penting dilakukan guna menciptakan pemahaman bahwa pendekatan keluarga bukan hanya urusan sektor kesehatan. Sosialisasi juga berguna untuk menaikkan kredibilitas pendekatan keluarga oleh Puskesmas sebagai bagian dari arus utama (mainstream).

 

c.        Sosialisasi untuk Unsur-Unsur Masyarakat

Peserta dari sosialisasi untuk unsur-unsur masyarakat mencakup para Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa, ketua-ketua organisasi kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat. Sebagaimana pada sosialisasi untuk lintas sektor, sosialisasi ini pun sebaiknya Camat ikut berperan aktif dan penuh.  Sosialisasi ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman dari unsur-unsur masyarakat, sehingga muncul komitmen untuk membantu pelaksanaannya.

 

 

 

 

B.     PENGATURAN TUGAS TERINTEGRASI 

 

Pengaturan tugas terintegrasi dalam pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diharapkan akan terbentuk di tingkat kecamatan dengan kedua jenis sosialisasi tersebut di atas. Pengaturan tugas tidak harus terbentuk secara formal, melainkan dapat berupa jejaring koordinasi dan kerjasama antara internal Puskesmas dengan pihak-pihak eksternal yang diharapkan mendukungnya. Pengaturan tugas yang terintegrasi dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut.

 

 

Gambar 3. Pengaturan Tugas Terintegrasi Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga di tingkat Puskesmas

 

 

C.       PEMBIAYAAN

 

Pelaksanaan pendekatan keluarga ini dapat dibiayai dari beberapa sumber pembiayaan, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD), 

2.       Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN)

a.       dana dekonsentrasi 

Dana dekonsentrasi diberikan kepada provinsi. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan program di Puskesmas. 

b.       dana alokasi khusus (DAK) fisik dan non fisik (BOK)

c.        dana dari pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional.

                                  Mengacu     pada     Peraturan     Menteri                     Kesehatan tentang

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah. 

d.       alokasi dana desa (ADD)

3.       dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, seperti: Sumber dana lainnya yang berasal dari masyarakat seperti donator, Corporate Social Responsibility (CSR).

 

D.      PERSIAPAN PENDATAAN

 

Persiapan pendataan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1.       melakukan inventarisasi data jumlah keluarga di wilayah kerja Puskesmas berkoordinasi dengan kelurahan, kecamatan, serta data kependudukan dan catatan sipil (berpedoman pada definisi keluarga menurut Petunjuk Teknis ini) 

2.       menyiapkan instrumen pendataan 

Instrumen yang perlu disiapkan dalam proses pengumpulan data kesehatan keluarga adalah:

1. formulir Prokesga, yang dapat berbentuk tercetak (lihat Bab VIII) atau elektronik. Instrumen ini merupakan sarana untuk merekam dan menyimpan data-data sebagai berikut:

a.       data anggota keluarga berupa umur, jenis kelamin, status perkawinan, status kehamilan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.

b.       data kesehatan keluarga terkait penyakit hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan jiwa.

c.        perilaku individu anggota keluarga terkait merokok, mengikuti program KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, memberikan ASI eksklusif, buang air besar (BAB), dan penggunaan air bersih.

d.       data lingkungan rumah (sarana air bersih dan jamban sehat)

3.       Paket Informasi Kesehatan Keluarga (Pinkesga) yang berupa flyer untuk diberikan kepada keluarga yang dikunjungi sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Flyer yang dimaksud adalah flyer tentang Keluarga Berencana (KB), Pemeriksaan Kehamilan, Imunisasi, ASI Eksklusif, Penimbangan Balita,

Tuberkolosis, Hipertensi, Kesehatan Jiwa, Bahaya Merokok, Sarana Air Bersih, Jamban Sehat, dan Jaminan Kesehatan Nasional.

 

Gambar 4. Paket Informasi Kesehatan Keluarga

 

Menggandakan formulir Prokesga (jika pengumpulan data menggunakan formulir tercetak) atau mengunduh aplikasi Keluarga Sehat (jika pengumpulan data menggunakan formulir elektronik). Di samping itu, perlu juga digandakan Pinkesga (bila jumlah yang ada belum mencukupi). 

Perekrutan petugas pendataan dilaksanakan oleh pihak Puskesmas berdasarkan pada analisis kebutuhan tenaga pendataan dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan tenaga di Puskesmas, jumlah keluarga di wilayah kerja Puskesmas, luas wilayah kerja, kondisi geografis wilayah kerja, dan pendanaan. Perekrutan petugas pendataan dapat dilaksanakan apabila hasil dari analisis kebutuhan tenaga menyatakan bahwa membutuhkan tenaga tambahan. Petugas pendataan yang direkrut adalah tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan.

 

3.       melakukan pembagian wilayah binaan

Puskesmas harus membagi wilayah kerjanya menjadi beberapa wilayah binaan berdasarkan desa yang disesuaikan dengan luas wilayah, jumlah keluarga, jumlah tenaga pendata, kondisi geografis, dan pendanaan. Setiap desa sebagai suatu wilayah binaan memiliki seorang penanggung jawab wilayah yang disebut Pembina Keluarga. Pendataan harus dilakukan kepada seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas (total coverage). Pendataan dilakukan secara utuh. Bila ada keterbatasan sumber daya baik tenaga ataupun biaya maka pendataan dilakukan untuk seluruh keluarga dalam satu desa terlebih dahulu baru dilanjutkan ke desa berikutnya). 

 

4.       menetapkan pembina keluarga. 

Setiap tenaga kesehatan Puskesmas dapat diajukan sebagai Pembina Keluarga. Pembina Keluarga bertanggung jawab mengumpulkan data kesehatan keluarga, melakukan analisis Prokesga di wilayah binaannya, melakukan koordinasi lintas program untuk intervensi permasalahan keluarga di wilayah binaannya, serta melakukan pemantauan kesehatan keluarga. Pembina Keluarga harus memahami secara makro/garis besar dan menyeluruh tentang kesehatan. Pelatihan (pembekalan) Pembina Keluarga perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Puskesmas dapat menjalin kerjasama dengan institusi/LSM yang sudah berpengalaman atau dianggap mampu melakukan survei, mengumpulkan data dan menyusunnya ke dalam bentuk database keluarga, misalnya: lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan. Kerjasama dapat juga dilakukan dengan pegawai kelurahan/desa, pengurus RT/RW atau Tim Penggerak PKK setempat. Keuntungan dari kerjasama ini adalah terbangun rasa memiliki karena mereka (pengurus RT/RW atau TP PKK) juga bertugas untuk melakukan pembinaan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah, bahwa Puskesmas tetap harus melakukan bimbingan dan pemantauan selama pengumpulan data dan pembuatan database, karena tenaga pendata tersebut belum tentu paham akan istilah-istilah pada bidang kesehatan.

 

BAB III

MEKANISME PERENCANAAN TINGKAT PUSKESMAS (P1)

 

Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dilaksanakan melalui langkahlangkah: (A) mengumpulkan dan mengolah data, (B) mengidentifikasi masalah kesehatan dan potensi pemecahannya, (C) menentukan prioritas masalah kesehatan, (D) membuat rumusan masalah kesehatan, (E) mencari penyebab masalah kesehatan, (F) menetapkan cara pemecahan masalah, (G) memasukkan pemecahan masalah kesehatan ke dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK), dan (H) menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Perencanaan kegiatan dalam rangka keluarga sehat, terintegrasi dalam RUK/RPK Puskesmas.

 

 

Gambar 5. Mekanisme Perencanaan Tingkat Puskesmas

 

A.     MENGUMPULKAN DAN MENGOLAH DATA

 

Penyusunan rencana Puskesmas perlu dikumpulkan data umum dan khusus. Data umum mencakup: peta wilayah kerja Puskesmas, data sumber daya, data peranserta masyarakat, serta data penduduk dan sasaran program. Data khusus mencakup: status kesehatan, kejadian luar biasa, cakupan program pelayanan kesehatan, dan hasil survei. Pada pendekatan keluarga perlu ditambahkan satu kategori data lagi, yaitu data keluarga yang mencakup data tiap keluarga dari semua keluarga yang ada di wilayah kerja Puskesmas (total coverage).

 

           1.     Pengumpulan Data Keluarga

Pendataan keluarga secara menyeluruh dapat dilakukan sendiri oleh Puskesmas, karena jumlah indikator keluarga hanya dua belas dan hanya menggunakan tiga jenis formulir. Keuntungannya bila dilakukan oleh tenaga Puskesmas adalah pada saat pendataan, sudah bisa langsung dilakukan intervensi minimal berupa pemberian lembar informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemui di keluarga tersebut. Keuntungan lain dari segi pembiayaan, tentu saja akan lebih hemat. Puskesmas harus menunjuk beberapa tenaga kesehatan Puskesmas yang ditugasi sebagai Pembina Keluarga. 

Pembina Keluarga dan/atau petugas pendataan berkoordinasi dengan ketua RT dan RW, kepala desa berkaitan dengan jadwal pelaksanaan, pembagian keluarga yang akan dikunjungi, dan jumlah instrumen Prokesga, sebelum memulai pendataan. Guna memperlancar proses, pendataan sebaiknya didampingi oleh pihak RT/RW atau kader Posyandu. 

Wawancara ditunda dan buatlah janji kunjungan kembali ke keluarga tersebut untuk melengkapi pengisian kuesioner dari responden yang belum diwawancarai bila responden tidak ada ditempat saat pengumpulan data. Batas waktu kembalinya petugas untuk pengumpulan data ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing daerah. Hal tersebut akan sangat tergantung kepada frekuensi dan rentang waktu intervensi yang direncanakan oleh masing-masing wilayah. Pengumpul data juga harus menghormati norma sosial setempat. Kunjungan rumah diupayakan dapat diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu kegiatan seluruh anggota keluarga.

Petugas terlebih dahulu harus menjelaskan tujuan wawancara dan pengamatan sebelum melakukan pendataan karena pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan lingkungan rumah.  Upayakan agar seluruh rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya dapat didata.  Petugas dapat berkoordinasi dengan kader Posyandu/RT/RW setempat bila ada kesulitan dalam pengumpulan data. Kadangkala probing, yakni menggali atau memancing, dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban responden perlu dilakukan. Petugas sebaiknya memotong dan mengulang pertanyaannya dengan kalimat yang lebih mudah dipahami oleh responden bila responden menjawab dengan panjang lebar tetapi tidak relevan dengan pertanyaan. Responden diberi waktu sejenak untuk berpikir bila terlihat bingung dan tidak dapat menjawab pertanyaan.

Berikut  sejumlah pengertian dan penjelasan terkait keluarga dan anggota keluarga, yang beberapa di antaranya mengacu kepada Pedoman Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Litbangkes Tahun 2013. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat, di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Pada pendataan ini, keluarga dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family).

a.       keluarga inti, adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi. 

b.       keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah orang lain yang memiliki hubungan darah (misalnya kakek, nenek, bibi, paman, dan lain-lain) dan juga yang tidak memiliki hubungan darah tetapi ikut tinggal atau bermaksud tinggal selama minimal 6 bulan dan makan dalam keluarga tersebut (pembantu, supir, dan lain-lain). keluarga besar dapat terdiri atas beberapa keluarga inti.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada saat melakukan pendataan terdapat beberapa hal yang perlu dicermati, yakni:

a.       jika dalam satu bangunan rumah terdiri dari satu atau lebih keluarga inti/keluarga besar, maka nama kepala keluarga tidak secara langsung diambil dari kartu keluarga melainkan diambil berdasarkan status kepala keluarga di setiap keluarga inti/keluarga besar.

b.       anggota keluarga (AK) adalah semua orang yang menjadi bagian dari keluarga dan tinggal di keluarga tersebut, yang dijumpai pada waktu periode pendataan di setiap wilayah. Kepala keluarga sekaligus adalah juga AK. Orang yang telah tinggal di suatu keluarga selama 6 bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di keluarga kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di keluarga tersebut selama 6 bulan atau lebih,  dianggap sebagai AK. Anggota keluarga yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih dan AK yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan keluarga selama 6 bulan atau lebih, dianggap bukan AK.

c.        pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan atau makan di rumah majikannya dianggap sebagai AK majikannya. Tetapi jika hanya makan saja (tidak tinggal), dianggap bukan AK majikannya.

d.       bangunan sensus atau rumah tangga yang bukan rumah tangga biasa (RS, lembaga pemasyarakatan, panti sosial, asrama, pasar, dan lain-lain sesuai definisi BPS), tidak diambil datanya.

e.        penghuni rumah kost yang ≤ 15 orang (termasuk AK pemilik kost), dimasukkan ke dalam satu Prokesga.

f.         dalam kasus pemilik kost tinggal di bangunan yang sama dengan penghuni kost, maka apabila satu kamar diisi lebih dari satu orang dengan hubungan keluarga baik suami / isteri / anak / sepupu / kakak / adik, semuanya dimasukkan ke dalam satu Prokesga.

g.        apabila penghuni kost tinggal di bangunan yang terpisah dari pemilik kost, maka mereka didata sebagai keluarga tersendiri.

Data keluarga dikumpulkan dengan menggunakan formulir Prokesga, yang berbentuk tercetak atau elektronik (aplikasi). Bentuk formulir Prokesga dan cara pengisiannya dapat dilihat dalam Bab VIII. 

 

 

 

Profil Kesehatan Keluarga mengacu kepada indikator keluarga sehat, yang untuk saat ini ditetapkan sebanyak dua belas indikator sebagai berikut :

a.       keluarga mengikuti program keluarga berencana (KB)

b.       ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

c.        bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

d.       bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

e.        balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan

f.         penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

g.        penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

h.       penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

i.         anggota keluarga tidak ada yang merokok

j.         keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN)

k.       keluarga mempunyai akses sarana air bersih

l.         keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.

 

Adapun pengertian atau definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a.       keluarga mengikuti program KB adalah jika keluarga merupakan pasangan usia subur, suami atau isteri atau keduanya, terdaftar secara resmi sebagai peserta/akseptor KB dan atau menggunakan alat kontrasepsi.

b.       ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan adalah jika di keluarga terdapat ibu pasca bersalin (usia bayi 0-11 bulan) dan persalinan ibu tersebut, dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, bidan praktek swasta).

c.        bayi mendapat imunisasi dasar lengkap adalah jika di keluarga terdapat bayi (usia 12-23 bulan), bayi tersebut telah mendapatkan imunisasi HB0, BCG, DPT-HB1, DPT-HB2, DPTHB3, Polio1, Polio2, Polio3, Polio4, Campak.

d.       bayi mendapat ASI eksklusif adalah jika di keluarga terdapat bayi usia 7–23 bulan dan bayi tersebut selama 6 bulan (usia 0-6 bulan) hanya diberi ASI saja (ASI eksklusif).

e.        balita mendapatkan pematauan pertumbuhan adalah jika di keluarga terdapat balita (usia 2–59 bulan 29 hari) dan bulan yang lalu ditimbang berat badannya di Posyandu atau fasilitas kesehatan lainnya dan dicatat pada KMS/buku KIA.

f.         penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥ 15 tahun yang menderita batuk dan sudah 2 minggu berturut-turut belum sembuh atau didiagnogsis sebagai penderita tuberkulosis (TB) paru dan penderita tersebut berobat sesuai dengan petunjuk dokter/petugas kesehatan.

g.        penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur adalah jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥15 tahun yang didiagnogsis sebagai penderita tekanan darah tinggi (hipertensi) dan berobat teratur sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan.

h.       penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat dan penderita tersebut tidak ditelantarkan dan/atau dipasung serta diupayakan kesembuhannya.

i.         anggota keluarga tidak ada yang merokok adalah jika tidak ada seorang pun dari anggota keluarga tersebut yang sering atau kadang-kadang menghisap rokok atau produk lain dari tembakau. Termasuk di sini adalah jika anggota keluarga tidak pernah atau sudah berhenti dari kebiasaan menghisap rokok atau produk lain dari tembakau.

j.         keluarga sudah menjadi anggota JKN adalah jika seluruh anggota keluarga tersebut memiliki kartu keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan/atau kartu kepesertaan asuransi kesehatan lainnya.

k.       keluarga mempunyai akses sarana air bersih adalah jika keluarga tersebut memiliki akses dan menggunakan air leding PDAM atau sumur pompa, atau sumur gali, atau mata air terlindung untuk keperluan sehari-hari.

l.         keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat adalah jika keluarga tersebut memiliki akses dan menggunakan sarana untuk buang air besar berupa kloset leher angsa atau kloset plengsengan.

Data keluarga yang telah dikumpulkan, selanjutnya disimpan dalam pangkalan data keluarga, yang selalu harus diremajakan (updated) sesuai dengan perubahan yang terjadi di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan rumah (misalnya adanya kelahiran bayi, telah berubahnya bayi menjadi balita, sudah diberikannya imunisasi dasar lengkap kepada bayi, dan lain-lain).

 

           2.     Penyimpanan Data

Data keluarga yang telah dikumpulkan dengan menggunakan aplikasi program entry selanjutnya disimpan dalam pangkalan data keluarga yang merupakan subsistem dari sistem pelaporan Puskesmas. Data-data tersebut, harus selalu diremajakan (updated) sesuai dengan perubahan yang terjadi di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan rumah ulang (misalnya adanya kelahiran bayi, telah berubahnya bayi menjadi balita, sudah diberikannya imunisasi dasar lengkap kepada bayi, dan lain-lain). Data keluarga ini juga dimanfaatkan untuk mengisi data pelaporan Puskesmas yang selanjutnya akan masuk ke dalam pangkalan data di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari sistem pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, data mengalir ke pangkalan data di

Dinas Kesehatan Provinsi dan akhirnya dengan sistem pelaporan

Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke pangkalan data di Kementerian Kesehatan. 

Data dalam pangkalan-pangkalan data tersebut diolah dan dianalisis, akan keluar Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada tingkat desa atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional.  Bersamaan dengan itu, melalui mekanisme serupa, tentunya akan dilaporkan pula (oleh program-program kesehatan) kemajuan Indikator Individu Sehat (IIS), Indikator Tatanan Sehat (ITS), dan Indikator Masyarakat Sehat (IMS), sehingga akan diketahui pula IIS, ITS dan IMS tingkat desa atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional. IKS, IIS, ITS, dan IMS, secara bersama-sama akan menjadi indikator Desa/Kelurahan Sehat, Kabupaten/Kota Sehat, Provinsi Sehat, dan Indonesia Sehat.

 

Gambar 6. Pangkalan Data Keluarga

 

           3.     Pengolahan Data Keluarga

Data umum dan khusus diolah dengan mengikuti kaidah-kaidah pengolahan data, yaitu misalnya dengan menghitung rerata, moda, cakupan, dan lain-lain. Data keluarga diolah untuk menghitung IKS masing-masing keluarga, IKS tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa dan cakupan tiap indikator dalam lingkup RT/RW/Kelurahan/Desa, serta IKS tingkat kecamatan dan cakupan tiap indikator dalam lingkup kecamatan.

                       a.     Menghitung Indeks Keluarga Sehat (IKS)

Formulir-formulir untuk setiap anggota keluarga dari satu keluarga yang telah diisi, kemudian dimasukkan ke dalam formulir rekapitulasi (jika digunakan formulir dalam bentuk aplikasi, maka rekapitulasi ini akan terjadi secara otomatis). Contoh formulir rekapitulasi yang sudah diisi dari suatu keluarga (contohnya Keluarga A) adalah sebagaimana tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan Keluarga dari Keluarga A

No

Indikator

Keluarga A

Ayah

Ibu

Anak  ke-1

(>15 th)

Anak 

Ke-2

(>11 bln - <5th)

Anak 

Ke-3

(11 bln)

 

Nilai

Keluarga

 

A

B

C

D

E

F

G

H

I

1

Keluarga mengikuti program KB*)

 

N*)

Y

 

 

 

1

2

Ibu melakukan

persalinan di fasilitas kesehatan

 

 

Y

 

 

 

1

3

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap*)

 

 

 

 

T*)

 

0

4

Bayi mendapat ASI eksklusif 

 

 

 

 

 

Y

1

5

Balita dipantau pertumbuhannya

 

 

 

 

Y

T

0

6

Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

 

N

N

N

 

 

N

7

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

 

T

N

N

 

 

0

8

Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

Y

 

 

 

 

 

1

9

Anggota keluarga tidak ada yang merokok*)

 

T

Y

Y

N

 

0

1

Keluarga sudah menjadi anggota JKN

 

Y

Y

Y

Y

Y

1

1

Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

Y

Y

Y

Y

Y

Y

1

1

Keluarga mempunyai akses dan menggunakan jamban

sehat

Y

Y

Y

Y

N

N

1

 

∑ indikator bernilai 1

/ (12-∑ N)

 

 

 

 

 

 

7/(12-1)

Indeks Keluarga Sehat (IKS)

 

 

 

 

 

 

0,636

 

Keterangan:

=       = Not applicablel yang berarti indikator tersebut tidak mungkin

ada pada anggota keluarga.

                    N     = indikator tersebut TIDAK BERLAKU untuk anggota keluarga

atau keluarga yang bersangkutan (misal: karena salah satu sudah mengikuti KB, atau tidak dijumpai adanya penderita TB paru).

                    Y         = kondisi/keadaan anggota keluarga atau keluarga SESUAI

dengan indikator (misal: ibu memang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan)

T = kondisi/keadaan anggota keluarga atau keluarga TIDAK  SESUAI dengan indikator (misal: ayah ternyata merokok)

                    *)   =  Untuk indikator keluarga mengikuti KB jika salah satu

pasangan sudah mengikuti program KB (misalnya Ibu) maka penilaian terhadap pasangannya (Ayah) Menjadi “N”, demikian sebaliknya.

                    *)                       =  Untuk indikator bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap,

jika ada salah satu anggota keluarga berusia 12-23 bulan maka jawabannya diletakkan pada kolom anak yang berusia 5 tahun

*)                     =  Untuk indikator anggota keluarga tidak ada yang merokok jika jawabannya “Ya merokok” maka dalam merekap statusnya “T”, sebaliknya jika jawabannya “Tidak merokok” maka dalam rekapan statusnya “Y”.

 

Penilaian  terhadap hasil rekapitulasi anggota keluarga pada satu indikator, mengikuti persyaratan di bawah ini:

1)       Jika dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status Y, maka indikator tersebut dalam satu keluarga bernilai  1 

2)       Jika dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status T, maka indikator tersebut dalam suatu keluarga bernilai 0

3)       Jika dalam satu indikator seluruh anggota keluarga dengan status N maka indikator tersebut dalam satu keluarga tetap dengan status N (tidak dihitung) 

4)       Jika dalam satu indikator ada salah satu anggota keluarga dengan status T, maka indikator tersebut dalam satu keluarga akan bernilai 0 meskipun didalamnya terdapat status Y ataupun N 

Hasil perhitungan rekapitulasi dari semua anggota keluarga menjadi kesimpulan keluarga, seperti terlihat pada tabel 1 kolom (L). Pada kolom ini terlihat kesimpulan setiap indikator menjadi berkode “1”, “0” atau “N”. Dengan menggunakan formula {1 / (12-∑ N)}, artinya indeks KS dihitung berdasarkan jumlah indikator bernilai ‘1’ dibagi jumlah indikator yang ada di keluarga (12-∑N). Pada perhitungan diatas didapatkan skor IKS dari keluarga  tersebut adalah {1 / 12-1} = 0,636.

Selanjutnya IKS masing-masing keluarga dihitung dengan rumus:

 

                                  Jumlah indikator keluarga sehat yang bernilai 1 

                       IKS = -------------------------------------------------------------                                  12 – Jumlah indikator yang tidak ada di keluarga      

Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kategori kesehatan masing-masing keluarga dengan mengacu pada ketentuan berikut:

1)     Nilai indeks > 0,800                : keluarga sehat 

2)     Nilai indeks 0,500 – 0,800       : pra-sehat 

3)     Nilai indeks < 0,500                : tidak sehat 

Pada contoh di atas, karena IKS Keluarga A bernilai 0,636, maka

Keluarga A termasuk kategori Keluarga Pra Sehat (IKS = 0,500 – 0,800).

 

                       b.                           Menghitung IKS Tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa

IKS tingkat RT/RW/kelurahan/desa dihitung dengan rumus:

 

                                                      Jumlah keluarga dengan IKS>0,800

   IKS RT/RW/Kelurahan/Desa  = -------------------------------------------------------    

                                                        Jumlah seluruh keluarga di wilayah tsb

 

Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kategori masing-masing RT/RW/kelurahan/desa dengan mengacu pada ketentuan berikut:

1)       Nilai IKS tingkat RT/RW/ Kelurahan/Desa > 0,800       :

RT/RW/Kelurahan/Desa Sehat,

2)       Nilai IKS tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa = 0,500–0,800:

RT/RW/Kelurahan/Desa Pra Sehat

3)       Nilai IKS tingkat RT/RW/ Kelurahan/Desa < 0,500       : RT/RW/Kelurahan/Desa Tidak Sehat

 

 

 

Cakupan masing-masing indikator dihitung dengan rumus:

 

    Jumlah keluarga bernilai 1 utk indikator ybs

Cakupan indikator = ---------------------------------------------------------------------  x 100%

    Jumlah seluruh keluarga yg memiliki indikator ybs*)

 

*) Jumlah seluruh keluarga yang yang memiliki indikator yang bersangkutan sama artinya dengan jumlah seluruh keluarga yang ada di RT/RW/kelurahan/desa dikurangi dengan jumlah seluruh keluarga yang tidak memiliki indikator yang bersangkutan (N).

Berikut ini disajikan contoh rekapitulasi data Prokesga tingkat desa (yaitu Desa P) dalam Tabel 2.

 

Tabel 2. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan Keluarga dari Desa P

NO

INDIKATOR

KEL A

KEL B

KEL C

Dst

∑ KLG

BERNILAI

“1”

TOTAL KLG- ∑“N”

%

CAKUPAN DESA P

A

B

C

D

E

F

G

H

I

1

Keluarga mengikuti program KB

N

1

1

 Dst

125

222

56,3%

2

Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

N

1

1

 Dst

89

162

54,9%

3

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

N

0

1

 Dst

43

100

43,0%

4

Bayi mendapat ASI eksklusif 

N

N

1

 Dst

91

281

32,4%

5

Balita yang dipantau pertumbuhannya

N

0

N

 Dst

45

100

45,0%

6

Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

N

1

N

 Dst

52

199

26,1%

7

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

0

0

1

 Dst

70

300

23,3%

8

Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

N

1

N

Dst

71

149

47,7%

9

Anggota keluarga tidak ada yang merokok

1

0

1

 Dst

97

199

48,7%

10

Keluarga sudah menjadi anggota JKN

1

1

1

 Dst

213

249

85,5%

11

Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

1

1

1

Dst

209

299

69,9%

12

Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

1

1

1

Dst

 

 

49,2%

Indeks Keluarga Sehat (IKS)

0,800

0.636

1,0

 Dst

 

 

0,539

 

Dalam contoh di atas, dimisalkan jumlah keluarga yang memiliki IKS > 0,800 ada 117 keluarga, sedangkan jumlah seluruh keluarga di Desa P adalah 217 keluarga. Dengan demikian, IKS Desa P = 117/217 = 0,539, sehinga Desa P disebut desa dengan Keluarga Pra Sehat.

Cakupan masing-masing indikator keluarga sehat adalah sebagai berikut.

1)       keluarga yang mengikuti program KB baru 56,3%.

2)       ibu yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan baru 54,9%.

3)       bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap baru 43,0%.

4)       bayi yang mendapat ASI eksklusif baru 32,4%.

5)       balita yang dipantau pertumbuhannya baru 45,0%

6)       penderita TB paru yang berobat sesuai standar baru 26,1%.

7)       penderita hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur baru 23,3%.

8)       penderita gangguan jiwa yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan baru 47,7%

9)       anggota keluarga yang tidak merokok baru 48,7%.

10)    keluarga yang sudah menjadi anggota JKN cukup banyak, yakni 85,5%. 

11)    keluarga yang mempunyai akses sarana air bersih baru 69,9%.

12)    keluarga yang mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat baru 49,2%.

 

                       c.     Menghitung IKS Tingkat Kecamatan

IKS tingkat kecamatan dihitung dengan rumus:

 

Jumlah keluarga dengan IKS>0,800

IKS kecamatan = ---------------------------------------------------

Jumlah seluruh keluarga di kecamatan

 

Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kategori kecamatan dengan mengacu pada ketentuan berikut:

1)       kecamatan dengan Keluarga Sehat, bila IKS tingkat kecamatan > 0,800

2)       kecamatandengan Keluarga Pra Sehat, bila IKS tingkat kecamatan= 0,500–0,800

 

 


 

 

-81-

 

3)       kecamatandengan Keluarga Tidak Sehat, bila IKS tingkat kecamatan < 0,500

Berikut ini disajikan contoh rekapitulasi data Prokesga tingkat kecamatan (yaitu Kecamatan X) dalam Tabel 3.


 

 

-82-

 

Tabel 3. Rekapitulasi Data Profil Kesehatan Keluarga dari Kecamatan X

NO.

INDIKATOR

DESA

P

DESA R

DESA

S

DESA

T

DESA W

DESA

Y

DESA K

DESA N

DST

∑ KLG

BERNILAI

“1”

TOTAL

KLG- ∑

“N”

PUSK

/KEC.

X

1

Keluarga mengikuti program KB

56,3 %

62,7 %

74,2 %

70,6 %

80,8 %

60,9 %

45,7 %

26,2 %

Dst

1250

1753

71,3 %

2

Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

54,9 %

98,7 %

89,6 %

82,7 %

46,3 %

31,1 %

25,6 %

43,7

%

Dst

890

1264

70,4 %

3

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

43,0 %

17,8 %

23,4 %

30,9 %

17,3 %

34,3 %

30,3 %

39,3 %

Dst

430

1280

33,6 %

4

Bayi mendapat ASI eksklusif 

32,4 %

58,2 %

52,9 %

48,8 %

27,3 %

18,3 %

15,1 %

25,8 %

Dst

910

2193

41,5 %

5

Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan

45,0 %

93,7 %

78,9 %

84,9 %

52,3 %

62,1 %

56,3 %

41,4 %

Dst

450

651

69,1 %

6

Penderita TB Paru yang berobat sesuai standar

26,1 %

64,5 %

35,9 %

29,5 %

21,0 %

47,7 %

21,8 %

35,4 %

Dst

520

1212

42,9 %

7

Penderita hipertensi yang berobat teratur

23,3 %

34,0 %

30,5 %

23,4 %

27,8 %

21,7 %

24,0 %

12,8 %

Dst

700

2389

29,3 %

8

Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

47,7 %

49,0 %

47,3 %

43,3 %

49,5 %

48,3 %

45,3 %

38,5 %

Dst

710

1485

47,8 %

9

Anggota keluarga tidak ada yang merokok

48,7 %

51,9 %

51,0 %

48,5 %

27,3 %

41,7 %

45,5 %

32,0 %

Dst

970

2021

48,0 %

10

Keluarga sudah menjadi anggota JKN

85,5 %

91,0 %

89,4 %

85,0 %

47,9 %

73,2 %

79,8 %

56,2 %

Dst

2130

2530

84,2 %

11

Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

69,9 %

81,9 %

60,3 %

48,0 %

58,9 %

52,4 %

63,1 %

29,6 %

Dst

2090

3276

63,8 %

12

Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

49,2 %

75,3 %

48,5 %

58,6 %

50,0 %

67,8 %

66,8 %

68,3 %

Dst

980

1716

57,7 %

Indeks Keluarga Sehat (IKS)

0,539

0,761

0,573

0,531

0,38 5

0,51 1

0,54 0

0,32 2

 

 

 

0,58 3


Dalam contoh di atas, dimisalkan jumlah keluarga yang memiliki IKS > 0,800 ada 987 keluarga, sedangkan jumlah seluruh keluarga di Kecamatan X adalah 1693 keluarga. Dengan demikian, IKS Kecamatan X = 987/1693 = 0,583, sehinga Kecamatan X disebut Kecamatan dengan Keluarga Pra Sehat.

Cakupan masing-masing indikator dihitung dengan rumus:

 

Jumlah keluarga bernilai 1 utk indikator ybs

  Cakupan indikator = ---------------------------------------------------------------   x 100%

   Jumlah seluruh keluarga memiliki indikator ybs*)

*) Jumlah seluruh keluarga yang yang memiliki indikator yang bersangkutan sama artinya dengan jumlah seluruh keluarga yang ada di kecamatan dikurangi dengan jumlah seluruh keluarga yang tidak memiliki indikator yang bersangkutan (N).

Cakupan masing-masing indikator keluarga sehat adalah sebagai berikut :

1)       Keluarga yang mengikuti program KB baru 71,3%.

2)       Ibu yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan baru 0,4%.

3)       Bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap baru 33,6%.

4)       Bayi yang mendapat ASI eksklusif baru 41,5%.

5)       Balita yang dipantau pertumbuhannya baru 69,1%.

6)       Penderita TB paru yang berobat sesuai standar baru 42,9%.

7)       Penderita hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur baru 29,3%.

8)       Penderita gangguan jiwa yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan baru 47,8%

9)       Anggota keluarga yang tidak merokok baru 48,0%.

10)    Keluarga yang sudah menjadi anggota JKN cukup banyak, yakni 84,2%. 

11)    Keluarga yang mempunyai akses sarana air bersih baru 63,8%.

12)    Keluarga yang mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat baru 57,7%.

 

 

 

 

B.      MENGIDENTIFIKASI      MASALAH      KESEHATAN                     DAN                   POTENSI

PEMECAHANNYA

 

Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan, masalah sumber daya, dan masalah-masalah lain yang berkaitan. 

             1.     Di tingkat Keluarga

Puskesmas dapat mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan apa yang dihadapi oleh masing-masing keluarga di wilayah kerjanya melalui analisis data masing-masing keluarga dari Prokesga dengan mencari indikator-indikator keluarga sehat yang bernilai 0. Puskesmas juga dapat mengidentifikasi potensi masing-masing keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi dengan menganalisis data masing-masing keluarga dari Prokesga. Misalnya dari segi usia kepala keluarga, tingkat pendidikannya, pekerjaannya, dan lain-lain. Keluarga A pada contoh di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah kesehatan sebagai berikut:

a.       bayi tidak mendapat ASI eksklusif.

b.       pertumbuhan balita tidak dipatau.

c.        penderita hipertensi (ayah) berobat tidak teratur.

d.       ada anggota keluarga yang merokok (ayah).

 

             2.     Di tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa

Masalah-masalah kesehatan prioritas yang dihadapi oleh masingmasing RT/RW/kelurahan/desa di wilayah kerja Puskesmas dapat diidentifikasi dari hasil olahan data keluarga dalam satu

RT/RW/kelurahan/desa. Rukun tetangga/rukun warga/kelurahan/desamana yang memerlukan perhatian khusus dengan mencari indikator-indikator yang cakupannya rendah. Pada contoh di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah kesehatan di masing-masing desa sebagai berikut:

                        a.     Desa P:

1)       bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif ada 67,6%.

2)       penderita TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 73,9%.

3)       penderita hipertensi yang berobat tidak teratur ada 76,7%.

c.        Desa R:

1)       bayi yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 82,2%.

2)       penderita hipertensi yang berobat tidak teratur ada 66%.

 

d.       Desa S:

1)       bayi yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 76,6%.

2)       penderita TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 64,1%.

3)       penderita hipertensi yang berobat tidak teratur ada 69,5%.

e.        Dan seterusnya

Desa yang memerlukan perhatian khusus dalam contoh di atas adalah Desa W dan Desa N, karena keduanya memiliki IKS terendah. Selanjutnya dari hasil olahan data umum, khusus, dan potensi desa/kelurahan, Puskesmas dapat mengidentifikasi potensi masing-masing desa/kelurahan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.

 

             3.     Di tingkat Kecamatan

Di tingkat kecamatan, identifikasi masalah kesehatan dan masalahmasalah lain serta potensi mengatasi masalah kesehatan dilakukan berdasar pada hasil pengolahan data dari Prokesga, data khusus, dan data umum. Puskesmas akan dapat mengetahui masalahmasalah kesehatan prioritas yang dihadapi keluarga di tingkat kecamatandari hasil olahan data Prokesga seluruh keluarga di kecamatan dengan mencari indikator-indikator yang cakupannya rendah.

Pada contoh di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi Kecamatan X sebagai berikut:

a.       bayi yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap ada 66,4%.

b.       penderita hipertensi yang berobat tidak teratur ada 70,7%.

Jika indikator yang cakupannya 40%-an dimasukkan sebagai masalah kesehatan, maka di Kecamatan X juga dapat diidentifikasi masalah kesehatan tambahan, yakni:

a.       bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif ada 58,5%.

b.       penderita TB paru yang berobat tidak sesuai standar ada 57,1%.

c.        Penderita gangguan jiwa yang tidak mendapatkan pengobatan dan ditelantarkan ada 52,2%

d.       anggota keluarga yang merokok ada 52%.

Selanjutnya dari hasil olahan data umum dan khusus serta data Profil kecamatan, Puskesmas dapat mengidentifikasi masalahmasalah kesehatan tambahan, masalah-masalah kesehatan lain, dan potensi kecamatan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.

 

C.      MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH KESEHATAN

 

Puskesmas dapat menentukan prioritas masalah kesehatan, baik yang dihadapi oleh masing-masing keluarga, desa/kelurahan, maupun kecamatan dengan memperhatikan masalah-masalah kesehatan yang telah diidentifikasi. Penentuan prioritas masalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1.       tingkat urgensinya (U), yakni apakah masalah tersebut penting untuk segera diatasi

2.       keseriusannya (S), yakni apakah masalah tersebut cukup parah

3.       potensi perkembangannya (G), yakni apakah masalah tersebut akan segera menjadi besar dan/atau menjalar 

4.       kemudahan mengatasinya (F), yakni apakah masalah tersebut mudah diatasi    mengacu     kepada       kemampuan keluarga/RT/RW/Kelurahan/Desa/Kecamatan/Puskesmas.

 

Masing-masing faktor diberi nilai 1–5 berdasarkan skala likert (5=sangat besar, 4=besar, 3=sedang, 2=kecil, 1=sangat kecil), dan nilai total tiap masalah kesehatan diperoleh dari rumus:

 

 

                               T = U + S + G + F 

Nilai total (T) digunakan untuk mengurutkan masalah kesehatan berdasar prioritasnya, sehingga diperoleh:

1.       Masalah kesehatan prioritas untuk masing-masing keluarga

2.       Masalah kesehatan prioritas untuk masing-masing desa/kelurahan

3.       Masalah kesehatan prioritas untuk kecamatan

Nilai total tertinggi akan menjadi masalah utama dalam pemberian intervensi.

 

Contoh di atas dapat disajikan dalam contoh penentuan prioritas masalah kesehatan sebagai berikut. Mengacu pada tabel.1, Semua indikator keluarga sehat dalam keluarga A yang bernilai 0, dapat ditentukan skala prioritas masalah dengan menggunakan rumus tersebut.

 

            Tabel 4. Contoh Penentuan Masalah Kesehatan Tingkat Keluarga

NO.

INDIKATOR

NILAI

KELUARGA

NILAI

U

NILAI S

NILAI G

NILAI F

NILAI

TOTAL

PRIORITAS

1.

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap 

0

4

3

5

5

17

1

2.

Bayi dipantau pertumbuhannya

0

4

3

4

5

16

2

3.

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.

0

4

2

4

4

14

3

4.

Anggota keluarga tidak ada yang merokok.

0

4

3

4

2

13

4

 

Maka masalah utama untuk keluarga A adalah Bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap berdasarkan hasil nilai total tertinggi yaitu 17. 

Berdasarkan hasil dari Tabel 2 maka persentase cakupan indikator terkecil yang sebelumnya menjadi prioritas masalah dapat berubah urutan prioritasnya dengan menggunakan rumus tersebut.

 

                      Tabel 5. Contoh Penentuan Masalah Tingkat Desa P

NO

INDIKATOR

%

CAKUPAN

NILAI

U

NILAI S

NILAI G

NILAI F

NILAI

TOTAL

PRIORITAS

1.

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

23,3%

4

3

5

5

17

2

2.

Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

26,1%

4

4

5

5

18

1

3.

Bayi mendapat

ASI eksklusif 

32.4%

4

2

4

4

14

3

Maka terjadi perubahan atas masalah utama untuk desa P yang sebelumnya hipertensi yang tidak melakukan pengobatan secara teratur menjadi penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar berdasarkan hasil nilai total tertinggi yaitu 18

 

D.      MEMBUAT RUMUSAN MASALAH

 

Rumusan setiap masalah (masalah kesehatan atau masalah lain) mencakup pernyataan tentang apa masalahnya, siapa yang terkena masalah, besarnya masalah, di mana terjadinya, dan bilamana terjadinya. Rumusan masalah dibuat untuk tingkat keluarga, tingkat desa/kelurahan, dan tingkat kecamatan. 

1.       untuk tingkat keluarga, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai berikut:

Ayah di Keluarga A sudah sekitar 2 tahun menderita hipertensi dan melakukan pengobatan secara tidak teratur.

2.       untuk tingkat desa, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai berikut:

Di Desa P terdapat 67,6% keluarga yang bayinya belum mendapat ASI eksklusif, yaitu keluarga A, keluarga D, keluarga F, keluarga H, dst.

3.       untuk tingkat kecamatan, rumusan masalah kesehatan dapat berbunyi misalnya sebagai berikut:

Di Kecamatan X terdapat 66,4% keluarga yang bayinya belum mendapat imunisasi dasar lengkap, yaitu yang terbanyak di Desa W, dan disusul oleh Desa R, Desa S, Desa K, Desa T, Desa Y, dan Desa N.

 

E.       MENCARI PENYEBAB MASALAH KESEHATAN

 

Akar penyebab setiap masalah kesehatan prioritas dicari dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah dan potensi (baik dari data keluarga, data umum, maupun data khusus), dengan menggunakan alat

1.       diagram Ishikawa (diagram tulang ikan) atau (2) pohon masalah.

 

 

Gambar 7. Contoh Format Diagram Tulang Ikan

 

 

Gambar 8. Contoh Format Pohon Masalah

 

Pada langkah ini, Puskesmas akan dapat menetapkan penyebab masalah kesehatan prioritas sebagai berikut:

1.       Penyebab masalah kesehatan prioritas yang dihadapi tiap keluarga.

2.       Penyebab       masalah      kesehatan    prioritas      yang dihadapi     tiap desa/kelurahan.

3.       Penyebab masalah kesehatan prioritas yang dihadapi kecamatan.

 

Diagram tulang ikan atau pohon masalah akan tampak penyebabpenyebab masalah kesehatan dari segi-segi berikut:

1.       sumber daya manusia, baik kualitas (pengetahuan, sikap, keterampilan) maupun kuantitas.

2.       peralatan, baik kuantitas maupun kualitas.

3.       sarana-prasarana, baik kuantitas maupun kualitas.

4.       pembiayaan/dana/keuangan.

 

F.       MENETAPKAN CARA PEMECAHAN MASALAH

 

Penetapan cara untuk memecahkan masing-masing masalah dengan memperhatikan penyebab dari masing-masing masalah dan potensi/peluang untuk mengatasi masalah tersebut.

1.       cara memecahkan masalah kesehatan keluarga adalah melalui kunjungan rumah dalam rangka konseling dan pemberdayaan keluarga. Konseling dan pemberdayaan keluarga dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga, dengan terlebih dahulu memanfaatkan potensi yang ada di keluarga tersebut. Hal-hal yang tidak dapat diselesaikan dalam kunjungan rumah, dirujuk ke UKBM dan/atau Puskesmas.

2.       cara memecahkan masalah kesehatan RT/RW/kelurahan/desa adalah melalui pengorganisasian masyarakat, yakni dengan mengembangkan desa/kelurahan/RW menjadi desa/kelurahan/RW

Siaga Aktif.

3.       cara memecahkan masalah kesehatan kecamatan adalah melalui rapat Tim Manajemen Puskesmas untuk (a) merumuskan alternatif pemecahan masalah kesehatan, serta (b) memilih dan menetapkan pemecahan masalah kesehatan yang paling sesuai (misalnya melalui metode pembobotan dan penilaian).

Pemecahan masalah dapat mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

1.       pengembangan sumber daya manusia, baik peningkatan pengetahuan/keterampilan (penyuluhan, pelatihan, dan lain-lain) maupun penambahan jumlah.

2.       pengembangan peralatan, baik pengadaan, penambahan jumlah, perbaikan, kalibrasi maupun pemeliharaannya.

3.       pengembangan sarana-prasarana, baik penambahan jumlah, perbaikan/renovasi, maupun pemeliharaannya.

4.       pengembangan pembiayaan/dana/keuangan, baik dari sumber keluarga/ masyarakat, APBD, APBN maupun sumber-sumber lain seperti dana desa, dana kapitasi JKN.

 

G.      MEMASUKKAN PEMECAHAN MASALAH KE DALAM RENCANA USULAN KEGIATAN (RUK)

 

Langkah ini berupa menuangkan kegiatan-kegiatan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan (masalah kesehatan keluarga, desa/kelurahan, dan kecamatan) ke dalam bentuk matriks RUK manajemen Puskesmas. Kegiatan yang akan dilakukan perlu ditetapkan target sasaran dan indikator kinerja untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian. Target sasaran dan indikator kinerja dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan yang dilakukan dengan memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik kebijakan daerah (kabupaten/kota dan provinsi), kebijakan nasional, maupun kesepakatan global.

Penyusunan RUK dilakukan dengan memperhatikan siklus pelaksanaan manajemen Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan pelaksanaan Pendekatan Keluarga yang telah disusun akan dibahas selanjutnya pada pembahasan RUK tahunan Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas yang telah disusun, akan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pembahasan lebih lanjut.

Pembahasan di tingkat kabupaten/kota yang diikuti dengan pembahasan kembali di tingkat kecamatan/Puskesmas, akan menentukan paket anggaran yang dapat dipenuhi untuk mendukung RUK. Adapun kemungkinannya adalah sebagai berikut:

1.       bila paket anggaran dapat membiayai seluruh (100%) RUK, maka semua rencana kegiatan akan dapat dilaksanakan, sehingga tidak perlu ada perubahan rencana.

2.       bila paket anggaran hanya dapat membiayai sebagian (misalnya 70%) RUK, maka perlu dilakukan perubahan rencana. Skala prioritas harus dilakukan untuk memilih kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai dan menunda kegiatan-kegiatan lainnya.

 

 

 

H.      MENYUSUN RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)

 

Rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas disusun setelah RUK Puskesmas ditetapkan. Rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas telah disusun yang selanjutnya akan disusun RPK Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga sesuai dengan format pada pelaksanaan manajemen Puskesmas. 

 

Tabel 6. Formulir  Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan Puskesmas

 

Keterangan:

1.        Matriks tersebut diatas dibuat dan diisi oleh masing-masing penanggungjawab program/kegiatan berdasarkan RPK Puskesmas yang telah disusun.

2.        Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.

3.        Kolom (2). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang ada pada RPK Puskesmas

4.        Kolom (3). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.

5.        Kolom (4). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.

6.        Kolom (5). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumberdaya, target indikator kinerja, dan pencapaian terdahulu.

7.        Kolom (6). Penanggung jawab diisi Penanggung jawab kegiatan di Puskesmas.

8.        Kolom (7). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1  tahun.

9.        Kolom (8). Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.

10.      Kolom (9). Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan tanggal dan bulan pelaksanaannya dalam 1 tahun yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan.

 

 

11.      Kolom (10). Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.

12.      Kolom (11). Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan.

 

Tabel 7. Formulir  Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan Puskesmas

 

Keterangan:

1.        Matriks tersebut diatas merupakan kegiatan yang dilakukan Puskesmas. Target Indikator kegiatan pada contoh formulir diatas selanjutnya dapat ditambah berdasarkan dengan masalah prioritas kesehatan diwilayah kerja Puskesmas sesuai RUK Puskesmas yang telah disetujui.

2.        Matriks tersebut dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan daerah, dengan tidak mengurangi variabel kolom yang ada.

3.        Kolom (2). Upaya Kesehatan diisi dengan UKM, UKPa, pelayanan kefarmasian, keperawatan kesehatan masyarakat, dan pelayanan laboratorium yang dilaksanakan di Puskesmas.

4.        Kolom (3). Kegiatan diisi dengan penjabaran kegiatan dari masing-masing upaya yang harus dilaksanakan dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan. 

5.        Kolom (4). Tujuan diisi dengan tujuan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.

6.        Kolom (5). Sasaran adalah jumlah populasi atau area di wilayah kerja yang akan dicakup dalam kegiatan.

7.        Kolom (6). Target sasaran adalah jumlah dari sasaran/area yang akan diberikan pelayanan oleh Puskesmas, dihitung berdasarkan faktor koreksi kondisi geografis, jumlah sumberdaya, target indikator kinerja, dan pencapaian terdahulu.

8.        Kolom (7). Penanggung jawab diisi Penanggung jawab kegiatan di Puskesmas.

9.        Kolom (8). Volume kegiatan diisi jumlah pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.

10.      Kolom (9). Jadwal diisi dengan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu 1 tahun.

11.      Kolom (10). Rincian Pelaksanaan diisi rincian kegiatan dalam 1 tahun yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan.

12.      Kolom (11). Lokasi Pelaksanaan diisi lokasi pelaksanaan kegiatan.

13.      Kolom (12). Biaya diisi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang telah dirumuskan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENGUATAN PENGGERAKAN-PELAKSANAAN (P2)

 

Penggerakan–Pelaksanaan (P2) dari RPK puskesmas yang telah disusun dan disepakati bersama dalam berbagai bentuk kegiatan di Puskesmas, diantaranya adalah rapat dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, dan kunjungan rumah untuk melakukan intervensi atas segala permasalahan kesehatan ditingkat keluarga sehingga indikator keluarga sehat dapat dipertahankan/ditingkatkan. Pelaksanaan kegiatan dari setiap program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan, tribulanan dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus dinamakan Forum Lokakarya Mini Puskesmas. Penggerakan melalui lokmin dan upaya lain juga dapat ditingkatkan dengan adanya penggerakan UKM yang lebih tepat sasaran dan efektif, termasuk penggerakan secara lintas sektor.

Kepala puskesmas akan menyusun strategi atas pelaksanaan RPK untuk menanggulangi segala permasalahan kesehatan prioritas dengan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya yang ada di dalam dan luar lingkungan kerjanya, membagi habis tugas kepada seluruh petugas puskesmas sesuai dengan kapasitasnya, mengatur waktu pelaksanaan kunjungan rumah, berkoordinasi dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kunjungan rumah.

Pendekatan keluarga  melalui kunjungan rumah di Puskesmas, dimaksudkan Puskesmas tidak hanya melakukan pelayanan UKP secara terintegrasi untuk semua golongan umur, tetapi juga pelayanan UKM agar benar-benar memberikan pelayanan yang mengikuti siklus hidup (life cycle). Kunjungan rumah dimaksudkan untuk melakukan pemberdayaan keluarga guna dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Beberapa masalah kesehatan tertentu tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas oleh sebuah keluarga. Hal ini karena masalah kesehatan tersebut terkait dengan penyebab-penyebab yang berada di luar kemampuan keluarga untuk mengatasinya. Misalnya lingkungan RT/RW/kelurahan/desa yang tidak sehat, sulitnya mengakses air bersih, sulitnya menjangkau pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Puskesmas harus melaksanakan pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam menemukan masalah kesehatan, baik pada tingkatan RT/RW atau kelurahan/desa. Masalah kesehatan keluarga lingkup kecamatan juga harus ditangani melalui pelaksanaan program-program kesehatan di Puskesmas, yang beberapa di antaranya dapat pula diintegrasikan ke dalam proses pengorganisasian masyarakat.

 

A.      PELAKSANAAN KUNJUNGAN RUMAH

 

Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas yang ditunjuk sebagai Pembina Keluarga, secara berkala (misalnya seminggu sekali) atau sesuai kesepakatan dengan keluarga. Pembina Keluarga harus membuat jadwal kunjungan rumah, agar tidak terjadi tumpang-tindih atau adanya keluarga yang tidak mendapat giliran kunjungan. Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan langkah-langkah seperti persiapan dan pelaksanaan.

             1.     Persiapan

Pembina Keluarga/Pembina Wilayah membuat persiapan sebelum melakukan kunjungan rumah. Persiapan terpenting adalah identifikasi masalah kesehatan yang dihadapi setiap keluarga dan potensi pemecahannya, serta melakukan analisis sampai ditetapkannya cara pemecahan masalah, sebagaimana telah diuraikan di Bab III. 

Indeks keluarga sehat yang telah diketahui dan ditetapkannya cara memecahkan masalah yang dihadapi setiap keluarga, maka Pembina Keluarga terlebih dulu harus menetapkan tujuan akhir dari kunjungan rumahnya untuk masing-masing keluarga, yang harus dicapai dalam setahun. Untuk itu dapat digunakan format berikut.

 

Tabel 8. Format Tujuan Akhir Kunjungan Rumah

 

Tahun: ……………

 

NO

NAMA

KEPALA

KELUARGA

ALAMAT RUMAH

MASALAH KES UTAMA

TUJUAN

AKHIR*) 

 

PETUGAS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

*) Tujuan Akhir berorientasi pada peningkatan IKS dari masing-masing keluarga.

Misalnya: Menaikkan IKS dari 0,563 menjadi 0,700 pada akhir tahun 2016

 

Selain itu, ia juga perlu menetapkan maksud kunjungan dan menyiapkan materi yang akan disampaikan/dibahas dengan keluarga, lengkap dengan alat peraga yang dibutuhkan. Setelah semua keluarga yang hendak dikunjungi pada kurun waktu tertentu (misalnya 1 minggu) didaftar, kemudian disusunlah rencana kunjungan rumah. Untuk membuat rencana kunjungan ini dapat digunakan format berikut.

 

Tabel 9. Format Rencana Kunjungan Rumah

 

Minggu ke …….. bulan ………………………..

 

NO

NAMA

KEPALA

KELUARGA

ALAMAT

RUMAH

WAKTU KUNJUNGAN

MAKSUD KUNJUNGAN

 

PETUGAS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

             2.     Pelaksanaan

Terdapat empat langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kunjungan rumah yang dapat disingkat menjadi SAJI, yaitu: (a) Salam (S), (b) Ajak Bicara (A), (c) Jelaskan dan bantu (J), dan (d) Ingatkan (I). Berikut ini disampaikan cara menerapkan SAJI. 

                        a.     Salam

Begitu sampai di rumah yang hendak dikunjungi, sebaiknya ketuklah pintu dan ucapkan salam. Misalnya: “Selamat Pagi” atau “Assalamu’alaikum” atau ucapan salam dalam bahasa setempat. Salam ini harus diucapkan dengan suara yang ceria disertai wajah yang cerah dan tersenyum.

 

Gambar 9. Ucapan Salam Sebagai Langkah Pertama

Penghuni rumah disapa dengan baik jika sudah muncul, perkenalkanlah diri (dan teman/tim), dan sampaikan maksud kedatangan. Beritahukan maksud kunjungan sebagai petugas Puskesmas yang ditugasi dalam membantu keluarga-keluarga di wilayah kerja Puskesmas untuk mengupayakan dan menjaga kesehatannya. Katakan bahwa jika mungkin ingin dilakukan perbincangan dengan seluruh keluarga. 

Pengembangan pembicaraan dimulai dengan mengajak keluarga membicarakan hal-hal yang bersifat umum saat anggota keluarga sudah berkumpul. Misalnya tentang kemajuan yang dicapai desa setempat, persiapan menyambut Idul Fitri, kemeriahan menyambut perayaan Natal, atau kegembiraan menyambut musim panen. Keluarga dapat juga diajak membicarakan kegiatan sehari-hari anggota-anggota keluarga.

Perihal masalah yang dihadapi keluarga tersebut barulah disampaikan saat suasana dirasa sudah cukup akrab dan hangat. Mulailah dengan masalah yang paling ringan tetapi prioritas. Pada kasus Keluarga B misalnya, maka dapat dimulai dengan menyampaikan tentang bayi di keluarga tersebut yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap. Ingat bahwa ini adalah tahap yang sangat menentukan keberhasilan, karena yang dianggap sebagai masalah oleh Pembina Keluarga, belum tentu dianggap masalah juga oleh keluarga tersebut. Pembina Keluarga harus berhasil menyamakan pendapat dengan keluarga bahwa “bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap” adalah masalah, jika tidak, maka apa pun yang akan dibicarakan dengan keluarga tersebut tidak akan didengar atau dituruti.

                        b.     Ajak Bicara

Tujuan berkunjung ke rumah keluarga bukanlah untuk berbicara sendiri, melainkan berdialog atau berdiskusi dengan keluarga. Pembina Keluarga mulai masuk ke permasalahan yang dihadapi keluarga, ia harus pandai-pandai memancing diskusi dengan mereka.  

 

Gambar 10. Ajak Bicara Sebagai Langkah Kedua

Pembina Keluarga tidak perlu langsung menyampaikan masalah yang dihadapi keluarga tersebut menurut versi kita (misalnya tentang “bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap”). Perbincangan dapat dimulai dengan menanyakan apa masalah yang dihadapi keluarga berkaitan dengan bayinya. Dengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh keluarga, dengan sesekali bertanya untuk memperjelas atau menggali lebih dalam penjelasan keluarga. Penggunaan cara ini, akan diperoleh informasi tentang hal-hal berikut (menggunakan Keluarga B sebagai contoh).

1)       bagaimana perilaku Keluarga B berkaitan dengan imunisasi, khususnya imunisasi bayi: apakah melakukannya atau tidak sama sekali? bagaimana sikapnya–apakah setuju atau tidak setuju dengan imunisasi? 

2)       apa yang menyebabkan Keluarga B tidak melakukan imunisasi lengkap untuk bayinya: 

a)        apakah karena tidak mengetahui manfaat imunisasi pada bayi?

b)       apakah karena tidak mengetahui di mana saja bisa mendapatkan imunisasi untuk bayi?

c)        apakah karena tidak memiliki cukup biaya untuk melakukan imunisasi lengkap bayinya (misalnya biaya untuk transportasi)?

d)       apakah karena tidak memiliki waktu untuk melakukan imunisasi lengkap bayinya?

e)        apakah karena faktor-faktor lain?

3)       Jika keluarga tidak setuju dengan imunisasi, apa yang melatarbelakangi ketidaksetujuan tersebut.

4)       Dan informasi lain yang mungkin dibutuhkan.

Dengan bermodalkan informasi yang diperoleh, maka Pembina Keluarga dapat beranjak ke langkah berikutnya, yaitu “Jelaskan dan Bantu”.

 

                        c.     Jelaskan dan Bantu

Dalam langkah ini, bertitik tolak dari perilaku, sikap, dan pemahaman keluarga terhadap masalah yang dihadapi (contohnya: imunisasi bayi), Pembina Keluarga mulai memberikan penjelasan dan membantu. Pertama kali yang harus dijelaskan adalah pengertian dan jenis-jenis imunisasi untuk bayi dan bahaya apa saja yang akan terjadi jika hal itu diabaikan. Penjelasan ini disampaikan sambil menjajagi perkembangan pemahaman dan perubahan sikap keluarga, sampai diyakini bahwa mereka telah menyadari adanya masalah.

 

Gambar 11. Jelaskan dan Bantu Sebagai Langkah Ketiga

 

Pembina Keluarga dapat mulai memberikan pengetahuan lebih banyak tentang masalah yang dihadapibila kesamaan pandangan tentang masalah yang dihadapi sudah tercapai. Pembina Keluarga dapat menyampaikan perihal manfaat imunisasi misalnya, di mana dapat memperoleh pelayanan imunisasi, dan lain sebagainya. Pembina Keluarga dapat menjelaskan perihal manfaat jika mengikuti JKN untuk mengatasi hambatan berupa ketiadaan biaya. Biaya untuk imunisasi dasar misalnya merupakan biaya yang ditanggung oleh JKN.

Pembina Keluarga banyak membutuhkan alat peraga dan bahkan dapat memberikan lembar informasi dari Pinkesga yang sesuai dengan materi pembahasan kepada keluarga.

                        d.     Ingatkan

Pembina Keluarga dapat mengakhiri pembicaraan ketika dirasa sudah cukup untuk kunjungan kali itu. Pembina Keluarga sebelum mengakhiri perbincangan, jangan lupa untuk mengingatkan kembali pokok-pokok pesan yang telah disampaikandan tentang apa yang harus dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah yang bersangkutan. Pembicaraan tentang imunisasi bayi misalnya, dapat diingatkan pesan berikut:

“Jangan lupa membawa bayi Ibu/Bapak ke Puskesmas untuk melengkapi imunisasi dasarnya.”

 

Gambar 12. Ingatkan Pokok-pokok Pesan 

 

Pembina Keluarga tetap harus memberikan kesan bahwa ia sangat memperhatikan keluarga yang bersangkutan dan ingin membantu mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya sampai akhir pembicaraan. Pembina Keluarga jangan lupa untuk membuat perjanjian kapan dapat berkunjung lagi ke keluarga tersebut.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa SAJI tak ubahnya sebagai siklus yang harus diulang-ulang dari rumah (keluarga) ke rumah (keluarga) lain saat Pembina Keluarga melakukan kunjungan rumah.

 

Gambar 13. SAJI Sebagai Sebuah Siklus

Berkaitan dengan pelaksanaan kunjungan rumah, dapat disampaikan beberapa hal tentang komunikasi efektif. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang yang diajak berkomunikasi. Komunikasi haruslah merupakan ajang bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap. Hal tersebut akan memudahkan orang yang diajak berkomunikasi untuk memahami pesan yang akan disampaikan. Komunikasi efektif dapat berbentuk komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal yang efektif adalah yang memiliki ciri-ciri berikut:

a.       berlangsung secara timbal balik.

b.       makna pesannya ringkas dan jelas.

c.        bahasa yang digunakan mudah dipahami.

d.       cara penyampaiannya mudah diterima.

e.        disampaikan secara tulus.

f.         mempunyai tujuan yang jelas.

g.        memperhatikan norma yang berlaku.

h.       disertai dengan humor.

i.         yang mengajak berkomunikasi mampu mendengar dengan aktif, yakni:   

1)       menunjukkan minat mendengar

2)       memandang lawan bicara

3)       tidak memotong pembicaraan

4)       menunjukkan perhatian dengan cara bertanya

5)       mendorong orang untuk terus bicara baik dengan komentar kecil ( misal: mm…., ya…) atau ekspresi wajah tertentu (misalnya menganggukan kepala).

6)       empati: mampu merasakan dan memahami keadaan emosi orang lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut:

a.       penampilan fisik.

b.       sikap tubuh dan cara berjalan.

c.        ekspresi wajah yang tersenyum.

d.       sentuhan. 

Berkaitan dengan komunikasi non-verbal, dalam membangun komunikasi efektif, sebaiknya Pembina Keluarga: (a) berhadapan dengan orang yang diajak berkomunikasi, (b) mempertahankan kontak mata, (c) membungkuk ke arah klien, (d) mempertahankan sikap terbuka, dan (e) tetap rileks sepanjang proses komunikasi. 

Berkaitan dengan cara mengajukan pertanyaan, khususnya bila berkomunikasi dengan beberapa orang dalam keluarga, terdapat sejumlah hal yang sebaiknya dilakukan, dan sejumlah hal lain yang sebaiknya tidak lakukan. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a.       sampaikan pertanyaan secara merata, jangan hanya kepada satu atau dua orang.

b.       gunakan teknik bertanya langsung pada orang yang kurang perhatiannya dalam percakapan.

c.        gunakan pertanyaan yang mudah pada bagian awal, kemudian naikkan tingkat kesulitan pertanyaan setelah interaksi terjalin dengan baik.

d.       ulangi pertanyaan bila pertanyaan tidak dimengerti. Pilihan lain, dapat digunakan teknik bertanya pantul.

e.        tuliskan pertanyaan (tertulis lengkap) dalam rencana kegiatan.

Hal-hal berikut sebaiknya tidak lakukan, seperti:

a.       memerintah/menyuruh.

b.       menyalahkan.

c.        meremehkan/memberi label.

d.       membandingkan.

e.        mengklaim.

f.         mengancam.

g.        membohongi.

h.       memotong pembicaraan.

i.         menyindir.

j.         mencecar.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelaksanaan kunjungan rumah adalah:

a.       semua data dan informasi yang diperoleh dari keluarga dalam kunjungan rumah bukanlah untuk disebarluaskan atau disampaikan kepada keluarga atau orang lain. Jika pun kasusnya harus dibicarakan dengan keluarga atau orang lain hendaknya dilakukan tanpa menyebut nama (anonym). Atau sesudah mendapat ijin dari keluarga yang bersangkutan.

b.       pembicaraan tentang masalah kesehatan suatu keluarga kepada pihak-pihak lain hanya dilakukan apabila masalah tersebut tidak dapat diatasi sendiri, sehingga memerlukan dukungan/bantuan dari komunitas (misalnya Dasawisma) atau pemuka masyarakat.

c.        pada kunjungan berikutnya, tetap tunjukkan perhatian dan berikan penghargaan berupa pujian atau ungkapan rasa senang terhadap upaya yang telah dilakukan keluarga, meskipun belum sesuai benar dengan saran/harapan. Perhatian dan pujian akan meningkatkan semangat mereka.

 

d.       kalaupun keluarga melakukan saran Pembina Keluarga secara kurang benar atau bahkan salah/keliru, hendaknya tidak dimarahi atau ditegur dengan keras. Tunjukkan sikap dapat memahami kesalahan/kekurangsempurnaan, dan teruslah dengan sabar membimbing keluarga tersebut. Jika perlu ulangilah penjelasan yang pernah disampaikan dengan menggunakan bahasa atau cara lain yang mungkin lebih mudah dipahami oleh keluarga.

e.        satu keluarga pasti berbeda dengan keluarga lain dalam berbagai hal  kondisi sosial ekonomi, suku bangsa, agama, sikap dan perilaku, dan lain-lain. Oleh sebab itu, Pembina Keluarga hendaknya bersikap luwes dan berupaya menyesuaikan diri dengan setiap situasi dan kondisi yang dijumpai. 

Dalam rangka pelaksanaan kunjungan rumah juga perlu diantisipasi adanya penolakan dari keluarga yang hendak dikunjungi.

a. jika ditolak. Jika ditolak oleh suatu keluarga pada kunjungan pertama, hendaknya tidak berkecil hati. Jangan memaksakan untuk diterima pada hari itu atau menunjukkan sikap kecewa/marah. Tetaplah bersikap ramah dan katakan bahwa kunjungan hari itu sekedar untuk silaturahim dan membuat perjanjian/kesepakatan waktu kunjungan yang sebenarnya. Jika dengan berbagai alasan keluarga tersebut tetap menolak kunjungan, maka berkonsultasilah dengan orang yang dihormati oleh keluarga tersebut. Jika perlu datangilah lagi keluarga itu bersama orang yang dihormati tadi.  

 

Gambar 14. Jangan Paksakan Untuk Diterima

 

b. jika diterima, tapi dengan terpaksa. Penerimaan secara terpaksa (basa-basi) sebenarnya serupa dengan penolakan. Oleh sebab itu, sebaiknya tidak dilanjutkan perbincangan tentang masalah keluarga tersebut. Ajaklah keluarga itu sedikit berbincang mengenai hal yang sekiranya menjadi perhatiannya, dan kemudian sampaikan bahwa sebaiknya perbincangan lebih lanjut ditunda sampai kunjungan berikutnya. Setelah itu buatlah perjanjian/kesepakatan waktu yang nyaman untuk keluarga tersebut menerima kunjungan Pembina Keluarga berikutnya.

 

B.      PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN

 

Masalah kesehatan lingkup kecamatan telah dimasukkan ke dalam perencanaan program kesehatan di Puskesmas (dalam RUK dan RPK). Pelaksanaan program-program kesehatan tersebut dengan sendirinya telah menerapkan pendekatan keluarga. Pelaksanaan program-program kesehatan di Puskesmas (lingkup kecamatan) tersebut pada akhirnya akan mendukung dan mempercepat pula peningkatan IKS, termasuk IKS tingkat RT/RW/kelurahan/desa/kecamatan. Sebagai contoh pada program imunisasi akan meningkatkan jumlah keluarga yang memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayinya. Program pengobatan penderita TB paru akan mendukung peningkatan jumlah penderita TB paru yang berobat sesuai standar.  

Sejumlah pedoman telah tersedia sebagai acuan dalam pelaksanaan program-program kesehatan di Puskesmas. Berikut adalah contoh dukungan program kesehatan terhadap peningkatan IKS (dua belas indikator).

 

Tabel 10. Contoh Dukungan Program Kesehatan Terhadap Peningkatan IKS

NO

INDIKATOR KELUARGA SEHAT

PROGRAM KESEHATAN

ACUAN/ PEDOMAN

1.

Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)

-        Program KIA

-        Program KB

- Modul 2 Pelayanan KIA di Keluarga (Kemenkes, 2016) - Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan KB dalam JKN (BKKBN, 2014)

2.

Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan

-      Program KIA

-     Buku KIA

-     Modul 2 Pelayanan KIA di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

3.

Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap

-           Program KIA -    Program

Imunisasi

- Modul 2 Pelayanan KIA di Keluarga (Kemenkes, 2016) - Panduan Praktis Pelayanan Imunisasi (BPJS, 2015)

4.

Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

-         Program KIA

-         Program Gizi

-     Buku KIA

-     Modul 1 Pelayanan Gizi di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

5.

Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan

-         Program KIA

-         Program Gizi

-     Buku KIA

-     Modul 1 Pelayanan Gizi di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

6.

Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar

-      Program TB

-     Modul 3 Pelayanan

Penyakit Menular di

Keluarga (Kemen kes, 2016)

-     Program Nasional Pengenda-lian TB

(Kemenkes, 2014)

7.

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur

-      Program

Pengendalian

PTM

-     Modul 4 Pelayanan PTM di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

-     Juknis Penemuan dan

Tatalak-sana Penyakit

Hipertensi (Kemenkes, 2015)

8.

Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan

 

 

-      Program

Pengendalian

PTM

- Modul 4 Pelayanan PTM di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

 

9.

Anggota keluarga tidak ada yang merokok

-      Program

Pengendalian

PTM

- Modul 4 Pelayanan PTM di

Keluarga (Kemenkes, 2016)

10.

Keluarga sudah menjadi anggota

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

-      Program JKN

- Buku Pegangan Sosialisasi JKN dlm SJSN

11.

Keluarga mempunyai akses sarana air bersih

-      Program

Penye-hatan

Lingkungan

- Modul 5 Sanitasi Lingkungan di Keluarga

(Kemenkes, 2016)

12.

Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

-      Program

Penyehatan

Lingkungan

- Modul 5 Sanitasi Lingkungan di Keluarga

(Kemenkes, 2016)

 

 

C.      PENGGERAKAN MELALUI LOKAKARYA MINI

 

Penggerakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam RPK (termasuk Kunjungan Rumah dan Pengorganisasian Masyarakat) dilakukan melalui penyelenggaraan lokmin. Lokakarya Mini dilaksanakan sebulan sekali sebagai pertemuan internal Puskesmas (lokmin bulanan). Peserta lokmin diperluas dengan mengundang pihakpihak lintas sektor terkait setiap tiga bulan (lokmin tribulanan). 

 

Gambar 15. Lokakarya Mini Sebagai Sarana P2

 

Lokakarya mini bulanan dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk halhal  berikut:

 

1.       menyusun secara lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama bulan berjalan, khususnya dalam hal target perorangan, target Tim/unit kerja, dan target Puskesmas, serta dukungan (lintas program dan sektor) yang diperlukan.

2.       menggalang kerjasama dan koordinasi antar-petugas Puskesmas (lintas program), termasuk yang bertugas di Pustu, di desa/kelurahan, dan UKBM.

3.       meningkatkan motivasi petugas-petugas Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan.

Lokakarya mini tribulanan dimanfaatkan Puskesmas untuk hal-hal berikut:

1.       menetapkan secara konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama bulan berjalan, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan.

 

2.       menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan.

3.       meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENGAWASAN-PENGENDALIAN-PENILAIAN (P3)

 

Lokakarya mini juga dimanfaatkan untuk Pengawasan-Pengendalian

(Wasdal) dan Penilaian selain untuk Penggerakan-Pelaksanaan. PengawasanPengendalian-Penilaian melalui lokmin dan upaya lain pun dapat ditingkatkan, termasuk Pengawasan-Pengendalian-Penilaian secara lintas sektor.

 

A.             PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN (WASDAL) MELALUI LOKAKARYA

MINI

 

Lokakarya mini dapat digunakan sebagai sarana wasdal baik melalui lokmin bulanan maupun triwulanan. 

 

Gambar 16. Lokakarya Mini Sebagai Sarana P3

 

Pengawasan Puskesmas dibedakan menjadi dua, yaitu pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh Puskesmas sendiri, baik oleh Kepala Puskesmas, tim audit internal maupun setiap penanggung jawab dan pengelola/pelaksana program. Adapun pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi dari luar Puskesmas antara lain dinas kesehatan kabupaten/kota, institusi lain selain Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan/atau masyarakat. Pengawasan dan pengendalian lintas program melalui lokmin bulanan pada dasarnya dimaksudkan untuk:

1.       meninjau proses kegiatan yang sudah berjalan serta hasil kegiatan dalam mengidentifikasi hambatan dan penyimpangan dari yang sudah direncanakan. Hal-hal berikut perlu mendapat perhatian saat kunjungan rumah, seperti:

a.       penerimaan keluarga, yakni apakah keluarga-keluarga yang dikunjungi dapat menerima langsung (tanpa kesulitan) Pembina Keluarga yang berkunjung dan dengan senang hati.

b.       kesadaran keluarga, yakni apakah keluarga-keluarga berhasil mengenali masalah kesehatan yang dihadapinya (menyepakati masalah yang diusulkan/disarankan Pembina Keluarga). 

c.        perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) keluarga, yakni apakah keluarga-keluarga menuruti/melaksanakan saran-saran Pembina Keluarga, sehingga PHBS-nya berkembang.

2.       menetapkan tindakan-tindakan koreksi yang akan diambil, jika ada hambatan/kesulitan dan penyimpangan, guna menjamin berjalannya kegiatan dan tercapainya target sesuai yang direncanakan.

Pengawasan dan pengendalian lintas sektor melalui lokmin tribulanan dimaksudkan untuk:

1.       meninjau proses kerjasama lintas sektor yang sudah berjalan untuk mengidentifikasi ada/tidaknya hambatan dan penyimpangan dari apa yang telah menjadi kesepakatan.

2.       memperbarui dan/atau memperkuat komitmen kerjasama lintas sektor, guna menjamin terlaksananya dukungan lintas sektor untuk setiap indikator keluarga sehat.  

 

B.      PENILAIAN MELALUI LOKAKARYA MINI

 

Penilaian terhadap keberhasilan pelaksanaan RPK, termasuk kegiatankegiatan yang berkaitan dengan pendekatan keluarga, dilaksanakan sebanyak dua kali dalam setahun. Penilaian pertama dilakukan pada pertengahan tahun berupa tinjauan tengah tahun (midterm review). Tinjauan tengah tahun ini sebaiknya sekaligus mencakup kerjasama lintas sektornya, dan dilaksanakan dalam lokmin bulan ke-6. Tinjauan tengah tahun bertujuan untuk:

1.       menilai seberapa banyak pencapaian sampai saat itu (dalam hal ini orientasinya adalah IKS, yaitu IKS setiap keluarga, IKS tingkat RT/RW/kelurahan/desa, dan IKS tingkat kecamatan). Sudah seberapa dekat yang sudah dicapai tersebut dengan target yang telah ditetapkan dalam RPK. 

2.       mengidentifikasi peluang, ancaman, kelemahan, dan kekuatan yang ada (baik internal Puskesmas maupun lintas sektor), dalam rangka mencapai target  yang telah ditetapkan dalam RPK. 

3.       menetapkan langkah-langkah untuk menangkap peluang, menghadapi ancaman, mengatasi kelemahan, dan memaksimalkan pemanfaatan kekuatan. 

Penilaian kedua dilakukan pada akhir tahun, dengan memanfaatkan lokmin bulan ke-12. Penilaian akhir tahun bertujuan untuk:

1.       mengetahui apakah IKS Kecamatan yang sudah ditetapkan dalam perencanaan dapat dicapai.

2.       mengetahui keluarga, RT, RW, kelurahan/desa mana saja yang sudah mencapai target  IKS sesuai yang direncanakan, dan menetapkan target yang harus dicapai di tahun berikutnya atau langkah-langkah untuk memelihara pencapaian target tersebut.

3.       mengetahui keluarga, RT, RW, kelurahan/desa mana saja yang belum mencapai target  IKS sesuai yang direncanakan, masalahmasalah yang menjadi hambatan, dan menetapkan target yang harus dicapai di tahun berikutnya beserta langkah-langkah untuk mengatasi hambatan yang ada.

 

C.      PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS

 

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memacu kinerja Puskesmas melalui hasil penilaian kinerja Puskesmas. Laporan-laporan dari Puskesmas sebagai masukan untuk aplikasi dash board di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Gambaran dari dash board ini sebaiknya ditampilkan dalam situs (website) Dinas Kesehatan Kabupaten. Tampilan tersebut dapat berbentuk “Peta Pencapaian IKS Kecamatan”, dengan diberi warna berbeda – misalnya MERAH untuk kecamatan dengan Keluarga Tidak Sehat, KUNING untuk kecamatan dengan Keluarga Pra Sehat, dan HIJAU untuk kecamatan dengan Keluarga Sehat. Hasil penilaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ini sebaiknya juga dibahas/didiskusikan dalam rapat koordinasi dengan PuskesmasPuskesmas dan rapat koordinasi dengan lintas sektor di tingkat kabupaten/kota.

BAB VI

PELATIHAN PENDEKATAN KELUARGA

 

Pendekatan keluarga, walaupun bukan merupakan hal baru bagi

Puskesmas, tetapi jelas merupakan hal yang baru bagi sebagian besar petugas Puskesmas saat ini, karena pendekatan tersebut sudah cukup lama tidak dipraktikkan. Peningkatan kualitas pelaksanaan pendekatan keluarga diperlukan untuk memberikan pelatihan bagi tenaga pelaksana yakni pelatihan teknis program (tekpro), bina keluarga (bika) dan manajemen Puskesmas termasuk pendukungnya seperti pengelolaan data dan informasi, perencanaan kesehatan, dan lain-lain.

Pelatihan Teknis Program adalah pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan di bidang programnya (misalnya pelatihan bagi tenaga gizi tentang program gizi tertentu). Tenaga gizi tersebut akan menjadi semakin profesional dalam melaksanakan program gizi setelah diberi pelatihan. 

Pelatihan Bina Keluarga adalah pelatihan yang diselenggarakan untuk para Pembina Keluarga, yakni tenaga kesehatan Puskesmas dengan profesi apa pun (bidan, perawat, tenaga gizi, sanitarian, dan lain-lain). Pelatihan yang diberikan berupa:

 

Gambar 17. Pelatihan Teknis Program dan Pelatihan Pembina Keluarga

 

1.       Pembekalan tentang pendataan dan kunjungan rumah dan pemberdayaan keluarga untuk para Pembina Keluarga. Pembekalan dilakukan dengan pelatihan singkat (3–4 hari) di Dinas Kesehatan Provinsi. Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi petugas atau widyaiswara provinsi.

2.       Pelatihan pengelolaan pangkalan data, pengolahan data keluarga, serta sistem informasi dan pelaporan untuk tenaga pengelola data Puskesmas. Data yang terkumpul dari Prokesga harus dikelola dalam bentuk pangkalan data (database) di Puskesmas dan diolah. Paling sedikit seorang tenaga Puskesmas harus mendapat pelatihan tentang pengelolaan pangkalan data (termasuk pemeliharaan dan peremajaan datanya) dan pengolahan data. Pelatihan sebaiknya juga dilaksanakan di Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga dengan demikian Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi petugas atau widyaiswara provinsi.  

3.       Pelatihan analisis, perumusan intervensi masalah kesehatan dan penyusunan rencana Puskesmas untuk tenaga manajemen Puskesmas. Data yang sudah diolah harus digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah kesehatan di tingkat keluarga, tingkat desa/kelurahan dan tingkat kecamatan dan atau Puskesmas. Setelah itu, terhadap masalah-masalah kesehatan yang sudah teridentifikasi harus dirumuskan intervensinya, baik dengan kunjungan rumah (tingkat keluarga), pengembangan Desa Siaga/UKBM (tingkat desa/kelurahan), maupun dengan pelaksanaan program kegiatan Puskesmas (tingkat kecamatan). Akhirnya, rumusan intervensi harus dituangkan ke dalam bentuk RUK dan RPK. Pelatihan ini pun sebaiknya diselenggarakan di Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga dengan demikian Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi petugas atau widyaiswara provinsi.

4.       Pelatihan teknis program untuk tenaga kesehatan di Puskesmas. Keberhasilan pendekatan keluarga sangat ditentukan oleh kemampuan para petugas di Puskesmas, yang meliputi dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan. Pelatihan bagi mereka menjadi penting, karena mereka harus memahami konsep dan pelaksanaan pendekatan keluarga dalam mencapai Indonesia Sehat. Pelatihan ini pun sebaiknya diselenggarakan di Dinas Kesehatan Provinsi, sehingga dengan demikian Kementerian Kesehatan perlu menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT) bagi petugas atau widyaiswara provinsi.

 

BAB VII

LANGKAH TEKNIS MANAJERIAL

 

A.       PUSKESMAS DALAM KEMANDIRIAN KESEHATAN KELUARGA

 

Pelaksanaan Pendekatan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Upaya dalam membina kesehatan masyarakat, diharapkan seluruh keluarga memperoleh kunjungan rumah dan pembinaan kesehatan oleh tenaga kesehatan dengan kegiatan pendekatan keluarga.

Salah satu dari lima fungsi keluarga diantaranya adalah fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan dimana keluarga bersama Tim Pembina Keluarga dari Puskesmas bersama-sama menyelesaikan seluruh permasalahan kesehatan di dalam keluarganya. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara untuk memberikan UKM dan UKP pada keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk mewujudkan keluarga yang sehat dengan cara mengunjunginya. Puskesmas dengan Tim Pembina Keluarga, membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kemampuan keluarga dalam melakukan fungsi dan tugas perawatan/pemeliharaan kesehatan keluarga secara bertahap hingga mencapai tingkat kemandirian dengan kegiatan promotif dan preventif. Puskesmas dalam mewujudkan kemandirian keluarga harus dapat berperan sebagai berikut:

1.       Pendidik

Puskesmas menjadi pusat pembelajaran dengan memberikan pengetahuan atau informasi kesehatan kepada keluarga.  Tujuannya agar keluarga, dapat melaksanakan hidup sehat secara mandiri dan bertanggung jawab serta responsif terhadap masalah kesehatan di dalam keluarganya, sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya sendiri.

2.       Koordinator

Puskesmas sebagai koordinator sangat diperlukan untuk mengatur kegiatan intervensi dari berbagai program kesehatan, agar pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan dapat tercapai.

 

 

3.       Pelaksana

Puskesmas sebagai tempat berkumpulnya pelaksana, memberi kegiatan intervensi kepada klien dan keluarga. Puskesmas bertanggung jawab dalam memberikan intervensi kesehatan secara langsung. Puskemas merupakan kontak pertama, pelaksana pemberi intervensi kepada keluarga dengan anggota keluarga yang sakit. 

4.       Pengawas Kesehatan

Puskesmas sebagai pengawas kesehatan, harus melakukan kegiatan kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Tenaga Puskesmas tidak hanya melakukan kunjungan, tetapi diharapkan ada tindak lanjut dari kunjungan ini.

5.       Konsultasi

Puskesmas sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga secara aktif meminta nasehat, saran dan solusi atas permasalahan kesehatan yang dihadapi keluarga.

6.       Kolaborasi

Puskesmas harus bekerjasama dengan jejaring, UKBM dan jaringannya dalam melakukan pendekatan keluarga untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal.

7.       Fasilitator

Puskesmas membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. 

8.       Penemu Kasus

Peran penting Puskesmas sangat penting dalam mengidentifikasi kesehatan secara dini (Case Finding), sehingga tidak terjadi ledakan atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kunjungan rumah.

9.       Modifikasi Lingkungan

Puskesmas sebagai agen perubahan terutama dalam memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekitarnya agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.

Kedekatan hubungan antara keluarga dan Puskesmas harus dapat dijalin dengan baik sehingga Puskesmas dapat memastikan kemandirian keluarga untuk menjalankan tugasnya dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya dengan memastikan seluruh anggota keluarga memiliki perilaku hidup bersih dan sehat. Kepala keluarga dapat mengenali segala bentuk gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya, dapat mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dapat mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarganya, dan dapat mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

 

B.      PERAN         PUSKESMAS        DALAM KEMANDIRIAN     KESEHATAN        PADA MASYARAKAT

 

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada, termasuk yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat adalah salah satu wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diantaranya adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pondok Bersalin Desa (Polindes), Desa Siaga, Pos Obat Desa (POD), Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK), Taman Obat Keluarga (TOGA), Dana sehat, dan lain-lain.

Pemberdayaan kemandirian masyarakat terus diupayakan dengan pengembangan dan pembinaan UKBM yang ada di desa. Puskesmas mempunyai peranan penting dalam pembinaan UKBM untuk menyelaraskan seluruh upaya di dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan agar dapat berjalan selaras, terintegrasi dan berkesinambungan sehingga upaya pencapaian Indonesia sehat dapat segera terwujud.  

Puskesmas harus dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk mengoptimalkan peran serta UKBM agar berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pendekatan keluarga dengan berbagai upaya sebagai berikut:

1.       melibatkan UKBM dalam pelaksanaan pendekatan keluarga, sebagai upaya untuk meningkatkan derajat masyarakat di wilayah kerjanya mulai dari proses persiapan, pengorganisasian, pendataan, penentuan permasalahan prioritas, pelaksanaan kunjungan rumah, pemantauan, penilaian, dan pengawasan atas pelaksanaan pendekatan keluarga.

2.       melakukan pembinaan UKBM dengan peningkatan kapasitas UKBM dalam melaksanakan peran dan fungsinya untuk menciptakan kemandirian masyarakat di dalam menjaga diri dan lingkunganya untuk tetap menjadi sehat.

3.       melakukan advokasi kesehatan secara bersama sama kepada pemangku kepentingan (tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan organisasi kemasyarakatan, Kepala Desa, Camat, Ketua RT dan RW) agar dapat melakukan pembangunan wilayah yang berwawasan kesehatan yang terintegrasi dan selaras dengan rencana kerja Puskesmas sebagai pembina wilayah menuju tercapainya Indonesia Sehat.

Penguatan manajemen Puskesmas dengan pendekatan keluarga adalah sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kemandirian keluarga dan masyarakat agar dapat menjaga kesehatan diri, keluarga, dan lingkungannya dengan berperilaku hidup bersih dan sehat secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar pembangunan kesehatan dapat terwujud menuju Indonesia Sehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VIII

FORMULIR PROKESGA, PANDUAN PENGISIAN PROKESGA, 

DAN APLIKASI KELUARGA SEHAT

 

Pengisian prokesga dilakukan melalui mekanisme manual dan aplikasi online. Pengisian prokesga yang akan diimplementasikan dilapangan adalah sebagai berikut:

 

A.        FORMULIR PROKESGA

 

Formulir Data Profil Kesehatan Keluarga 

                                                            KELUARGA SEHAT                        

KS

DATA KELUARGA DAN ANGGOTA KELUARGA

 

 

 

 

I. PENGENALAN TEMPAT

 

1

Provinsi

:  

 

 

££

2

Kabupaten/Kota*)

:  

 

 

££

3

Kecamatan

:  

 

 

£££

4

Nama Puskesmas

:  

 

Kode Puskesmas  :                                          ££

 

5

Desa/Kelurahan*)

:  

 

 

£££

6

RT / RW

:  

 

RT  ££

 

RW  ££

7

Nomor Urut

Bangunan/Rumah

:

 

 

£££

8

Nomor Urut Keluarga

:  

 

 

£££

9

Alamat rumah

:  

 

 

 

 

II. KETERANGAN KELUARGA

 

1

Nama kepala keluarga  

:

 

2

Jumlah Anggota Keluarga  

££

Jumlah anggota keluarga diwawancara

££

 

      Jumlah anggota keluarga dewasa

( 15 tahun)

££

      Jumlah anggota keluarga usia 10-54 tahun

££

 

          Jumlah anggota keluarga usia  12-59 bulan

££

   Jumlah anggota keluarga usia 0-11 bulan

£

3

Apakah tersedia sarana air bersih di lingkungan rumah?

£

 

1.  Ya                                                2.  Tidak   P.5  

4

Bila ya, apa jenis sumber airnya terlindung? (PDAM, sumur pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung)  

£

 

1.  Ya                                                2.  Tidak  (sumur terbuka, air sungai, danau/telaga, dll)

5

Apakah tersedia jamban keluarga?

£

 

1.  Ya                                                2.  Tidak   P.7

6

Bila ya, apakah jenis jambannya saniter? (kloset/leher angsa/plengsengan)

£

 

1.  Ya                                                2.  Tidak (cemplung)  

7

Apakah ada anggota keluarga yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat (Schizoprenia)?

1.  Ya                                                2.  Tidak   P.9

£

8

Bila ya, apakah selama ini anggota keluarga tersebut meminum obat gangguan jiwa berat secara teratur? 1.  Ya  BLOK III                           2.  Tidak   BLOK III

£

 

9

Apakah ada anggota keluarga yang dipasung?

1.  Ya                                                2.  Tidak

£

 

III. KETERANGAN PENGUMPUL DATA

 

1

Nama Pengumpul Data

 

 

2

Nama Supervisor

 

 

3

Tanggal pengumpulan data

………………(Tgl/bln/tahun)

££-££-££££

 


 

 

 

IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA

No

Nama

 

Hubungan

Anggota

Keluarga

Tanggal, bulan, tahun lahir

Umur

 

Jenis kelamin

1. Pria

2. Wanita

Status Perkawinan

(kuhusus wanita usia 10-54 tahun) Sedang hamil?

1. Ya    2.Tidak

Agama

ART usia   

> 5 tahun

 

Pendidikan

ART usia   

> 10 tahun

 

Pekerjaan

(1)

(2)

 

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

1

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

2

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

3

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

4

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

5

 

 

£

££tgl

££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

6

 

 

£

££tgl

££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

Kode kolom 3

Hubungan dengan kepala keluarga

Kode Kolom 7 Status Perkawinan  

 

Kode Kolom 9 Agama

Kode kolom 10 Pendidikan Tertinggi

Kode kolom 11 Status Pekerjaan Utama

1 = Kepala RT

2=Istri/suami

3 = Anak         

4 = Menantu

5 = Cucu                     

6 = Orang tua

7 = Famili lain

8 = Pembantu 

9 = Lainnya

1= Kawin

2= Belum kawin

3= Cerai hidup

4= Cerai mati

1 = Islam

2 = Kristen

3 = Khatolik

 

 

4 = Hindu

5 = budha

6 = Konghucu

 

1 = Tidak pernah sekolah                 

2 = Tidak tamat SD/MI                 

3 = Tamat SD/MI

4 = Tamat SLTP/MTS

5 = Tamat SLTA/MA

6 = Tamat D1/D2/D3

7 = Tamat PT

 

1 = Tidak kerja

2 = Sekolah

3 = TNI/Polri

4 = PNS/ Peg

5 = Wiraswasta /Swasta/ jasa

6 = Petani

7= Nelayan

8= Buruh 9=Lainnya

 

 

IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA (Lanjutan)

 

No

Nama

 

Hubungan

Anggota

Keluarga

Tanggal, bulan, tahun lahir

Umur

Jenis kelamin

1. Pria

2. Wanita

Status Perkawinan

(kuhusus wanita usia

10-54 tahun)

Sedang hamil?

1. Ya    2.Tidak

Agama

ART usia   

> 5 tahun

 

Pendidikan

ART usia  

> 10 tahun

 

Pekerjaan

 

(1)

(2)

 

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

 

7

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

8

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

9

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

10

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

11

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

12

 

 

£

££tgl ££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

 

Kode kolom 3

Hubungan dengan kepala keluarga

Kode Kolom 7 Status Perkawinan  

Kode Kolom 9 Agama

Kode kolom 10 Pendidikan Tertinggi

Kode kolom 11 Status Pekerjaan Utama

 

1 = Kepala RT

2 = Istri/suami

3 = Anak         

4 = Menantu

5 = Cucu                     

6 = Orang tua

7 = Famili lain

8 = Pembantu 

9 = Lainnya

1= Kawin

2= Belum kawin

3= Cerai hidup

4= Cerai mati

1 = Islam

2 = Kristen

3 = Khatolik

 

4 = Hindu

5 = budha

6 = Konghucu

 

1 = Tidak pernah sekolah                 

2 = Tidak tamat SD/MI                 

3 = Tamat SD/MI

4 = Tamat SLTP/MTS

5 = Tamat SLTA/MA

6 = Tamat D1/D2/D3

7 = Tamat PT

 

1 = Tidak kerja

2 = Sekolah

3 = TNI/Polri

4 = PNS/ Peg

5 = Wiraswasta/ jasa/

6 = Petani

7= Nelayan

8= Buruh 9=Lainnya

 

 

IV. KETERANGAN ANGGOTA KELUARGA (Lanjutan)

 

No

Nama

 

Hubungan

Anggota

Keluarga

Tanggal, bulan, tahun lahir

Umur

Jenis kelamin 1. Pria

2. Wanita

Status Perkawinan

((kuhusus wanita usia 10-54 tahun) Sedang hamil?

1. Ya    2.Tidak

Agama

ART usia  

> 5 tahun

 

Pendidikan

ART usia   

> 10 tahun

 

Pekerjaan

(1)

(2)

 

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

13

 

 

£

££tgl

££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

14

 

 

£

££tgl

££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

15

 

 

£

££tgl

££bln

££££thn

££bln

££thn

£

£

£

£

£

£

Kode kolom 3

Hubungan dengan kepala keluarga

Kode Kolom 7 Status Perkawinan  

Kode Kolom 9 Agama

Kode kolom 10 Pendidikan Tertinggi

Kode kolom 11 Status Pekerjaan Utama

 

1 = Kepala RT

2 = Istri/suami

3 = Anak         

4 = Menantu

5 = Cucu                     

6 = Orang tua

7 = Famili lain

8 = Pembantu 

9 = Lainnya

1= Kawin

2= Belum kawin

3= Cerai hidup

4= Cerai mati

1 = Islam

2 = Kristen

3 = Khatolik

 

4 = Hindu

5 = budha

6 = Konghucu

 

1 = Tidak pernah sekolah                

2 = Tidak tamat SD/MI                

3 = Tamat SD/MI

4 = Tamat SLTP/MTS

5 = Tamat SLTA/MA

6 = Tamat D1/D2/D3

7 = Tamat PT

 

1 = Tidak kerja

2 = Sekolah

3 = TNI/Polri

4 = PNS/ Peg

5 = Wiraswasta/ jasa/

6 = Petani

7= Nelay

8= Buruh

9=Lainny

 

an a

 


 

 

 

PENGENALAN TEMPAT

(Kutip dari Blok I. PENGENALAN TEMPAT)

 

 

PROVINSI

KAB/

KOTA

KECAMA

TAN

KODE PUSKESMAS

DESA/

KELURAHAN

RW

RT

NO.UR

BANGUN

RUMAH

UT

AN/

 

NO. URUT KELUARGA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

V. KETERANGAN INDIVIDU

 

IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA

1

Tuliskan nama dan nomor urut anggota keluarga

Nama: ……………………………..….…  

Nomor urut anggota keluarga

££

2

NIK

:

££££££££££££££££

3

Tanggal Puldat

££-££-££££

      Usia anggota keluarga 

(tuliskan dalam bulan jika usia < 5 tahun atau dalam tahun jika usia  5 tahun)  

££bulan   

££tahun

 

GANGGUAN KESEHATAN

 

Berlaku untuk semua umur

 

1

Apakah Saudara mempunyai kartu jaminan kesehatan atau JKN?

£

2

Apakah Saudara merokok?

£

 

1.  Ya (setiap hari, sering/kadang-kadang)         2.  Tidak (tidak/sudah berhenti)

Berlaku untuk anggota keluarga berumur           15 tahun

 

3

Apakah Saudara biasa buang air besar di jamban?

£

4

Apakah Saudara biasa menggunakan air bersih?

£

5

Apakah Saudara pernah didiagnosis menderita tuberkulosis (TB) paru?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   P.7

6

Bila ya, apakah  meminum obat TBC secara teratur (selama 6 bulan)?

£

7

Apakah Saudara pernah menderita batuk berdahak  > 2 minggu disertai satu atau lebih gejala: dahak bercampur darah/ batuk berdarah, berat badan menurun,  berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam > 1 bulan?

1.  Ya                                                2.  Tidak    

£

8

Apakah Saudara pernah didiagnosis menderita tekanan darah tinggi/hipertensi?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   P.10a

9

Bila ya, apakah  selama ini Saudara meminum obat tekanan darah tinggi/hipertensi secara teratur?

£

1.  Ya   P.11                                 2.  Tidak   P.11

10

a. Apakah saat ini dilakukan pengukuran tekanan darah?

1. Ya                                               2. Tidak  P.11

£

 

b. Hasil pengukuran tekanan darah

£££

 

    b.1) Sistolik (mm Hg)                   

 

    b.2) Diastolik (mm Hg)

£££

Berlaku untuk anggota keluarga wanita berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak hamil atau anggota keluarga laki-laki berstatus menikah (usia       10 tahun)

11

Apakah Saudara atau pasangan Saudara menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   

Berlaku untuk Ibu yang memiliki anggota keluarga berumur  < 12 bulan

12

Apakah saat Ibu melahirkan [NAMA] bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   

Berlaku untuk anggota keluarga berumur  7-23 bulan

13

Apakah bayi ini pada waktu usia 0-6 bulan hanya diberi ASI eksklusif?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   

Berlaku untuk anggota keluarga berumur  12-23 bulan

14

Apakah selama bayi usia 0-11 bulan diberikan imunisasi lengkap? (HB0, BCG, DPT-HB1, PT-HB2,DPTHB3, Polio1, Polio2, Polio3, Polio4, Campak)

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   

Berlaku untuk anggota keluarga berumur  2-59 bulan

15

Apakah dalam 1 bulan terakhir dilakukan pemantauan pertumbuhan balita?

£

1.  Ya                                                2.  Tidak   

 

CATATAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.        PANDUAN PENGISIAN PROKESGA

 

           1.     Instrumen Survei

Instrumen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) berupa Formulir Prokesga yang terdiri dari 5 Blok, yaitu Blok I (Pengenalan Tempat), Blok II (Keterangan Keluarga), Blok III (Keterangan Pengumpul Data), Blok

IV (Keterangan Anggota Keluarga) dan Blok V (Keterangan Individu). Masing-masing form terdiri dari sejumlah pertanyaan yang dibutuhkan untuk menilai indikator Keluarga Sehat.

Pengisian Form Data Individu dilakukan dengan cara menanyakan item pertanyaan langsung kepada responden. Jawaban pertanyaan diisikan sesuai jawaban responden pada kotak yang disediakan dilembar form. Pengisian KKKSD dilakukan dengan cara menanyakan item pertanyaan langsung kepada responden, pengukuran tekanan darah (AK > 15 tahun) dan ada juga yang didukung dengan observasi lingkungan rumah.

 

           2.      Cara Pengisian Formulir Prokesga Manual

                       a.     PANDUAN UMUM:

1)       Tuliskan terlebih dahulu isian, baru kemudian isikan kodenya pada kotak yang tersedia

2)       Untuk data terkait jumlah, langsung isikan pada kotak yang tersedia, dimulai :

Isikan angka “0” (nol). Misalkan Jumlah AK dewasa (> 15 tahun) yang ada dikeluarga adalah 6 orang, maka dituliskan “06”.

3)       Selalu  lingkari  terlebih  dahulu  kode  jawaban  yang  sesuai  sebelum menuliskan kode pada kotak yang tersedia, contoh:

 

 

 

 

 

 

                       b.     PANDUAN KHUSUS:

                                  1)     Blok I Pengenalan Tempat

a)        Rincian 1. Provinsi

Isikan nama provinsi sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan kode provinsi di kotak yang disediakan. Kode provinsi terdiri dari dua digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala BPS.

b)        Rincian 2. Kabupaten/Kota

Isikan nama kabupaten/kota sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan kode kabupaten/kota di kotak yang disediakan. Kode kabupaten/kota terdiri dari dua digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala BPS.

 

c)        Rincian 3. Kecamatan

Isikan nama kecamatan sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan kode kecamatan di kotak yang disediakan. Kode kecamatan terdiri dari tiga digit.

Kode berdasarkan Peraturan Kepala BPS.

 

d)        Rincian 4. Nama Puskesmas

Isikan nama Puskesmas yang melakukan pendataan dengan jelas menggunakan huruf balok.

Kode Puskesmas adalah nomor/digit urutan Puskesmas yang ada di kecamatan. Pemberian nomor urutan Puskesmas sesuai kesepakatan di kecamatan, terdiri dari dua digit.

 

e)        Rincian 5. Desa/Kelurahan

Isikan nama desa/kelurahan sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan kode desa/kelurahan di kotak yang disediakan. Kode desa/kelurahan terdiri dari tiga digit. Kode berdasarkan Peraturan Kepala BPS.

Kode wilayah (provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan) berdasarkan Peraturan Kepala BPS dapat diunduh di website:

http://www.bps.go.id/website/fileMenu/Perka-BPS-

No-5-Tahun-2015--Perubahan-atas-Perka-BPS-No-

151-Tahun-2014.pdf

 

                                             f)      Rincian 6. RT dan RW

Isikan nomor Rukun Tetangga (RT) dan nomor Rukun Warga (RW) sesuai lokasi pengambilan data dan tuliskan nomor RT dan RW di kotak yang disediakan.

RW adalah satuan wilayah administrasi tepat di bawah desa/kelurahan. Di wilayah tertentu, RW juga bisa didefinisikan sebagai lingkungan, dusun, banjar atau nama lain sesuai dengan definisi di wilayah setempat.

RT adalah satuan wilayah administrasi di bawah RW atau nama lain setingkat RT sesuai dengan definisi di wilayah setempat.

Jika di daerah tersebut RT dan RW didefinisikan dengan nama lain yang setingkat dan tidak menggunakan nomor, maka Puskesmas membuat listing/daftar nomor urut RT dan RW yang ada di wilayah Puskesmas tersebut.

Contoh Kasus: Di Provinsi Bali Kabupaten Badung Kecamatan Abiansemal terdapat wilayah administrasi setingkat RW dengan istilah ‘Lingkungan 1, Lingkungan 2, Lingkungan 3, dan seterusnya’. Sedangkan wilayah administrasi di bawah RW tidak ada (tidak ada RT).

 

 

 

 

Cara pengisian keterangan RT, RW, dan nomor urut rumah tangga pada kuesioner: 

Pengisian RW pada kuesioner sesuai dengan nomor lingkungan tersebut, misalnya Lingkungan 1 = RW 01. Nomor urut RW di desa tersebut sesuai nomor lingungan. Sedangkan nomor urut RT diisi dengan kode “98”. 

 

g)        Rincian 7. Nomor Urut Bangunan/Rumah Bangunan atau rumah yang dimaksud adalah bangunan/rumah biasa, sedangkan bangunan/rumah seperti (RS, lembaga pemasyarakatan, panti sosial, asrama, pasar, dan lain-lain sesuai definisi BPS), tidak diambil datanya. Isikan nomor urut bangunan/rumah sesuai dengan urutan bangunan/rumah yang didatangi. Nomor urut bangunan/rumah diisikan dengan nomor 1, 2, 3,….. sampai dengan nomor bangunan/rumah yang terakhir yang ada di setiap wilayah RW, sesuai dengan urutan bangunan/rumah yang pertama kali didatangi. Jika diwilayah tersebut tidak ada Rukun Tetangga, maka nomor urut bangunan/rumah diisikan dengan nomor1, 2, 3,….. sampai dengan nomor bangunan/rumah yang terakhir yang ada di setiap wilayah RW tersebut.

 

h)       Rincian 8. Nomor Urut Keluarga

Nomor urut keluarga adalah nomor urut keluarga yang didatangi yang terdapat di dalam wilayah Rukun Tetangga. Nomor urut keluarga diisikan dengan nomor 1, 2, 3,….. sampai dengan nomor keluarga yang terakhir yang ada di setiap wilayah RT, sesuai dengan urutan rumah tangga yang pertama kali didatangi. Jika diwilayah tersebut tidak ada Rukun Tetangga, maka nomor urut keluarga diisikan dengan nomor 1, 2, 3,….. sampai dengan nomor keluarga yang terakhir yang ada di setiap wilayah RW tersebut.

Contoh kasus: Dalam satu bangunan/rumah bisa ada dua keluarga, maka pada kasus ini nomor urut bangunan/rumah untuk ke-2 keluarga tersebut mempunyai nomor urut bangunan/rumah sama, sedangkan nomor urut keluarganya ada dua nomor. Catatan:  

a.       Nomor urut keluarga berbeda dengan nomor rumah yang tercantum pada alamat rumah.

b.       Jangan sampai terjadi duplikasi nomor urut bangunan/rumah maupun nomor urut keluarga satu rukun tetangga (RT). Apabila ada dua petugas yang  diterjunkan  secara terpisah  dalam satu RT, maka  pastikan terlebih dahulu untuk membuat nomor urut rumah bangunan/rumah maupun nomor urut keluargasecara berurutan yang akan didatangi yang ada dalam satu RT.

 

i)         Rincian 9.  Alamat Rumah

Isikan alamat rumah dengan jelas dan lengkap menggunakan huruf balok

 

 

 

                                  2)     Blok II Keterangan Keluarga

a)        Rincian1. Nama Kepala Keluarga

Isikan nama kepala keluarga sesuai dengan status perkawinan yang ada pada keluarga tersebut, isikan jelas menggunakan huruf balok.

Jika ada lebih dari satu keluarga dalam satu bangunan/rumah yang sama, maka nama kepala keluarga disesuaikan dengan status perkawinan yang ada dalam rumah tersebut. Anggota keluarga yang berstatus sebagai suami akan menjadi kepala keluarga.

 

b)        Rincian 2a. JumlahAnggota Keluarga (AK) Isikan seluruh jumlah AK yang tinggal dan menetap di keluarga tersebut.

Anggota Keluarga (AK) adalah semua orang yang mempunyai hubungan dengan kepala keluarga (istri/suami dan anak). Seseorang selain suami/istri dan anak dapat dimasukkan sebagai AK jika ikut tinggal dan makan di keluarga tersebut dan pada periode pencacahan ada di keluarga tersebut. AK yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan AK yang bepergian kurang dari 6 bulan  tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan keluarga 6 bulan atau lebih tidak dianggap sebagai AK. Orang yang telah tinggal dikeluarga 6 bulan atau lebih atau yang telah tinggal dikeluarga kurang dari 6 bulan tetapi berniat tinggal di keluarga tersebut 6 bulan atau lebih.

Dianggap sebagai AK: Pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan makan dirumah majikannya dianggap sebagai AK majikannya, tetapi yang hanya makan saja dianggap bukan AK majikannya.

 

c)        Rincian 2b.  Jumlah AK diwawancara

Isikan jumlah AK yang diwawancara di masingmasing keluarga. Apabila tidak semua AK ada di rumah pada saat kunjungan survei pertama, maka petugas Puskesmas diharuskan mendatangi kembali rumah tangga tempat AK tinggal setelah sebelumnya melakukan perjanjian kapan akan melakukan kunjungan ulang. Kunjungan ulang ini harus dilakukan pada periode pendataan keluarga di wilayah desa/kelurahan. Misalnnya untuk pendataan seluruh keluarga di suatu desa/kelurahan membutuhkan waktu 1 bulan, maka kunjungan ulang bisa dilakukan pada periode 1 bulan tersebut.

Kriteria AK yang diwawancara adalah sebagai berikut:

1.       AK usia >15 tahun yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani yang dapat menjawab pertanyaan secara langsung.

2.       AK yang diwakilkan, yaitu AK berusia < 15 tahun.  

3.       AK yang didampingi, yaitu AK >15 tahun yang tidak mampu menjawab pertanyaan/memiliki keterbatasan (sakit parah, tuna rungu, tuna wicara, sakit gangguan jiwa).

 

d)        Rincian 2c.  Jumlah AK dewasa (> 15 tahun) Isikan jumlah AK dewasa usia > 15 tahun yang sesuai definisi AK dalam Rincian 2a.

 

e)        Rincian 2d.  Jumlah AK usia 10-54 tahun Isikan jumlah ART yang termasuk kedalam kategori usia 10-54 tahun yang sesuai definisi AK dalam Rincian 2a.

 

 

f)         Rincian 2e. Jumlah AK usia 12-59 bulan Isikan jumlah AK yang termasuk ke dalam kategori usia 12-59 bulan yang sesuai definisi AK dalam Rincian 2a.

 

g)        Rincian 2f.  Jumlah AK usia 0-11 bulan Isikan jumlah AK yang termasuk ke dalam kategori usia 0-11 bulan yang sesuai definisi AK dalam Rincian 2a.

h)       Rincian 3. Apakah tersedia sarana air bersih di lingkungan rumah

Ditanyakan tentang ketersediaan sarana air bersih yang dimiliki oleh keluarga dan digunakan untuk seluruh keperluan keluarga termasuk untuk keperluan makan, minum, masak, mandi, dan mencuci. 

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

Jika jawaban “Tidak” maka lanjut ke  Pertanyaan 5.

 

i)         Rincian4. Apakah jenis sumber airnya terlindung Ditanyakan apakah jenis sumber air bersih yang digunakan sesuai jawaban Rincian 3  merupakan sumber air terlindung.

Yang termasuk dalam kategori air bersih terlindung adalah:

1.       PDAM adalah air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran, biasanya menggunakan meteran (termasuk perusahaan air minum swasta).

2.       Sumber air terlindung adalah sumber air tanah yang secara langsung (tanpa diolah) digunakan untuk keperluan keluarga (termasuk sumur pompa, sumur gali terlindung, dan mata air terlindung).

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

j) Rincian 5. Apakah tersedia jamban keluarga  Ditanyakan tentang ketersediaan jamban yang digunakan dalam rumah di keluarga. Definisi jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau WC, dengan atau tanpa kloset dan dilengkapi sarana penampungan kotoran/tinja sehingga tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. 

Yang dimaksud dengan ketersediaan jamban dalam pertanyaan ini adalah kepemilikan Jamban oleh sebuah keluarga. Jika dalam satu rumah terdiri dari beberapa keluarga dan menggunakan jamban yang sama, maka dikatakan seluruh keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut dinyatakan memiliki jamban keluarga. Jamban komunal (umum) tidak termasuk dalam ketersediaan jamban keluarga karena biasanya digunakan oleh beberapa keluarga yang tidak tinggal pada rumah yang sama. Sebagai contoh rumah kontrakan yang hanya memiliki 1(satu) jamban yang digunakan bersama-sama oleh semua keluarga yang berada di kontrakan tersebut maka dianggap tidak memiliki jamban keluarga.

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

Jika jawaban “Tidak” maka lanjut ke Pertanyaan

7.

 

k)        Rincian 6.  Apakah jenis jambannya saniter Ditanyakan tentang jenis jamban keluarga yang digunakan.

Saniter adalah kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar kesehatan, yaitu:

1.Tidak mengakibatkan penyebaran bahanbahan yang berbahaya secara langsung.

2.Dapat mencegah vektor penyebar penyakit. Termasuk kategori jamban saniter adalah jamban yang menggunakan kloset (tempat jongkok) leher angsa dan plengsengan. Yang dimaksud dengan kloset leher angsa adalah jika kloset  yang digunakan menggunakan sistem water seal, cirinya ada genangan air pada lubang kloset yang berfungsi untuk menahan bau atau mencegah masuknya serangga sedangkan yang dimaksud dengan kloset plengsengan adalah jika kloset yang digunakan tanpa sistem water seal, cirinya tidak ada genangan air pada lubang kloset.

Termasuk kategori jamban tidak saniter adalah jika tidak memenuhi kriteria diatas. Contohnya adalah Cemplung/cubluk/lubang dengan atau tanpa lantai.

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

 

 

 

l)         Rincian 7. Apakah ada AK yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat

(Skizoprenia)

Ditanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga yang pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa berat (Skizoprenia) oleh tenaga kesehatan (dokter/ perawat/bidan).

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai ketidakmampuan menilai realitas yang meliputi gangguan pada proses berpikir, perasaan, persepsi, dan tingkah laku. Ditandai oleh gejalagejala proses, arus pikir (belajar, logika, perhatian, bicara kacau, dll), perasaan (mood), persepsi (waham, halusinasi, ilusi, dll), tingkahlaku

(agresivitas, katatonik (mematung), autistik, dll).

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden

ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

Jika jawaban “Tidak” lanjut ke Pertanyaan 9.

 

m)      Rincian 8. Bila pernah didiagnosis skizoprenia oleh tenaga kesahatan, apakah selama ini AK tersebut minum obat gangguan jiwa berat secara teratur.

Skizofrenia ditangani dengan obat-obatan medis antipsikotik dan terapi sebagai bentuk pengobatan psikologis.

 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden kedalam kotak yang tersedia.

Kode1 jika "Ya", atau kode 2 jika  "Tidak”.

Untuk jawaban “Ya” atau “Tidak” lanjut ke Blok

III.

 

 

n)       Rincian 9. Apakah ada AK yang dipasung? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya AK yang menderita gangguan jiwa namun tidak/belum didiagnosis oleh nakes dan dilakukan pemasungan oleh keluarga terhadap AK tersebut.

Pemasungan adalah suatu tindakan yang menggunakan cara pengikatan atau pengisolasian dan penelantaran. Pengikatan merupakan semua metode manual yang menggunakan materi atau alat mekanik yang dipasang atau ditempelkan pada tubuh dan membuat tidak dapat bergerak dengan mudah dengan membatasi kebebasan dalam menggerakkan tangan, kaki atau kepala.

Pengisolasian merupakan tindakan mengurung sendirian tanpa persetujuan atau dengan paksa, dalam suatu ruangan atau area yang secara fisik membatasi untuk keluar atau meninggalkan ruangan/area tersebut. Tidak ada batasan waktu yang ditentukan.

Pemasungan antara lain:

1.       Memasukkandalamkurungan,kerangkeng.

2.       Mengisolasi orang di ruang tertentu atau area tertentu (kamar, hutan, kebun, ladang, gubuk dan sebagainya).

3.       Penelantaran yang disertai salah satu metode untuk membatasi kebebasan bergerak.

Tidak termasuk pasung apabila dilakukan pengekangan sementara pada saat fase gawat darurat difasilitas kesehatan.

Apabila terdapat 1 (satu) orang atau lebih AK menderita gangguan jiwa berat, maka pertanyaan ini berlaku dijawab dengan ‘Ya’.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”.

 

3)       Blok III Keterangan Pengumpul Data

a)        Rincian 1. Nama Pengumpul Data

Isikan nama petugas yang melakukan pengumpulan data dengan jelas menggunakan huruf balok.

 

b)        Rincian 2. Nama Supervisor

Isikan nama supervisor yang melakukan supervisi pengumpulan data dengan jelas menggunakan huruf balok. Nama supervisor ditentukan dengan kesepakatan di Puskesmas masing-masing.

 

c)        Rincian 3. Tanggal Pengumpulan Data

Isikan tanggal, bulan, dan tahun saat pengumpulan data dilakukan.

 

4)       Blok IV Keterangan Anggota Keluarga

a)        Kolom 1: Nomor urut AK

Nomor urut AK sudah tertulis dari nomor 1-15 di Kuesioner Blok IV. Jika banyaknya anggota keluarga lebih dari 15 orang, maka diprioritaskan AK dengan hubungan kekeluargaan terdekat atau AK yang lebih lama tinggal. Apabila dimungkinkan sudah teridentifikasi oleh petugas Puskesmas. 

 

b)        Kolom2:Nama anggota keluarga

Tanyakan nama AK, usahakan tidak membuat singkatan yang akan membingungkan. Untuk memudahkan pencatatan, nama AK bisa dilihat dari status hubungan keluarga dengan kepala keluarga.

Catatan: Urutan penulisan nama AK disesuaikan dengan kode hubungan dengan kepala keluarga (kolom3). Misalnya urutan no.1 adalah nama kepala keluarga (suami), no.2 adalah nama istri, no.3 adalah nama anak, no.4 adalah anggota keluarga yang lain sesuai dengan kode status hubungan pada kuesioner di Blok IV kolom 3.

 

c)        Kolom 3: Hubungan anggota keluarga Tanyakan hubungan setiap AK dengan kepala keluarga

Isikan satu kode jawaban ke dalam kotak yang disediakan sesuai jawaban responden

Kode 1

Kepala keluarga

Kode 2

Istri/suami

Kode 3

Anak

Kode 4

Menantu

Kode 5

Cucu, yaitu anak dari anak kandung

Kode 6

Orangtua/mertua, yaitu bapak/ibu dari kepala keluarga atau bapak/ibu dari istri/suami kepala keluarga

Kode 7

Famili lain, yaitu AK yang ada hubungan famili dengan kepala keluarga, atau dengan istri/suami kepala keluarga, misalnya adik, kakak, bibi, paman, kakek/nenek

Kode 8

Pembantu keluarga, yaitu orang yang bekerja sebagai pembantu yang menginap dikeluarga tersebut dengan menerima upah/gaji baik berupa uang ataupun barang.

Kode 9

Lainnya, yaitu orang yang tidak ada hubungan famili dengan kepala keluarga atau istri/suami kepala keluarga yang berada di keluarga tersebut lebih dari 6 bulan, seperti tamu, teman, dan orang yang mondok dengan makan (indekost), termasuk anak pembantu yang juga tinggal dan makan di keluarga majikannya.

 

 

 

 

d)        Kolom 4: Tanggal, bulan, tahun lahir

Diisikan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran masing-masing AK sesuai yang tercantum dalam KK atau sesuai pengakuan AK.

Apabila responden tidak mempunyai KK dan lupa tentang tanggal lahirnya, tanyakan apakah mempunyai dokumen yang mendukung, misalnya akte kelahiran, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, dan lain sebagainya.

Usahakan untuk mengingat-ingat tentang bulan dan atau tahun kelahirannya.

 

e)        Kolom 5: Umur

Diisikan umur responden pada saat pendataan.

Untuk umur dalam bulan dan tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang bulan atau ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada kalender Masehi.

Penjelasan:

(1)   Jika umurnya < 5 tahun, dicatat dalam bulan

(2)   2.Jika umurnya ≥ 5 tahun, dicatat dalam tahun

(3)   3.Jika umur > 97 tahun dicatat 97 tahun

(4)   4.Jika umur responden 27 tahun 9 bulan, dicatat 27 tahun

 

f)         Kolom 6: Jenis kelamin

Jangan menduga jenis kelamin seseorang berdasarkan namanya. Untuk meyakinkan, tanyakan apakah AK tersebut laki-laki atau perempuan. Misalnya Endang, bisa laki- laki atau perempuan.

Kode 1 jenis kelamin pria

Kode 2 jenis kelamin wanita

 

g)        Kolom 7: Status perkawinan

Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia dan isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden.

 

 

 

Kode 1

Kawin adalah mempunyai istri (bagi laki-laki) atau suami (bagi perempuan) pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah.

Dalam hal ini yang dicakup adalah mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya).

Kode 2

Belum kawin.

Kode 3

Cerai hidup adalah berpisah sebagai suami-istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal ini termasuk mereka yang mengaku cerai walaupun belum resmi secara hukum. Sebaliknya tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih berstatus kawin, misalnya suami/istri ditinggalkan oleh istri/suami ke tempat lain karena sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau untuk keperluan lain. Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi pernah hamil, dianggap cerai hidup.

Kode 4

Cerai mati adalah ditinggal mati oleh suami atau istrinya dan belum kawin lagi.

 

 

h)       Kolom 8: Sedang hamil? (perempuan usia10-54 tahun)

Tanyakan pada responden perempuan usia 1054 tahun sedang hamil/tidak?

Kode1 bila jawaban “Ya”,atau kode 2 bila  jawaban “Tidak”

Catatan: Tanyakan pertanyaan rincian 8 ini pada wanita umur 10 tahun sampai umur 54 tahun tanpa memperhitungkan apakah sudah menikah atau belum, masih sekolah atau tidak, belum pernah/sudah pernah/tidak lagi menstruasi. Hal ini karena keadaan tersebut tidak menjamin bahwa wanita tersebut tidak bisa hamil.

Jangan pula hanya melihat keadaan besar perutnya karena kehamilan tidak bisa dilihat dari besar perutnya saja, terutama pada hamil muda.

 

i)         Kolom 9: Agama

Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia dan isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden.

Kode 1 Islam 

Kode 2 Kristen 

Kode 3 Khatolik 

Kode 4 Hindu 

                                                         Kode 5 Budha       

Kode 6 Konghucu

 

j)         Kolom 10: Pendidikan tertinggi (AK usia > 5tahun)

Pertanyaan ini untuk menanyakan pendidikan formal AK yang terakhir ditamatkan.

Tuliskan ke dalam kotak yang tersedia pendidikan tertinggi yang ditamatkan responden dan isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden.

Kode 1 Tidak pernah sekolah.

Kode 2 Tidak tamat SD/MI. Tidak tamat SD termasuk Madrasah

Ibtidaiyah (MI).

          Kode 3 Tamat     SD/MI.    Tamat    SD,    termasuk              tamat          Madrasah

Ibtidaiyah/Paket dan tidak tamat SLTP/MTS.

Kode 4 Tamat SLTP/MTS. Tamat SLTP, termasuk tamat Madrasah Tsanawiyah (MTS)/PaketB dan tidak tamat SLTA/MA.

Kode 5 Tamat SLTA/MA. Tamat SLTA, termasuk tamat Madrasah Aliyah (MA)/Paket C.

Kode 6 Tamat D1, D2, D3, atau mahasiswa strata-1drop-out.

Kode 7 Tamat Perguruan Tinggi. Termasuk tamat Strata-1, Strata-2, Strata-3.

Catatan: Apabila masih bersekolah pada jenjang pendidikan tertentu, maka yang diisikan adalah jenjang pendidikan yang sudah ditamatkan

 

 

k)     Kolom 11: Status pekerjaan utama ( AK >10 tahun)

Tanyakan kepada tiap AK berumur 10 tahun atau lebih mengenai pekerjaan utama responden.

Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar

Kode 1

Tidak kerja

Kode 2

Masih sekolah

Kode 3

TNI/Polri, bekerja dipemerintahan sebagai Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian.

Kode 4

PNS/Pegawai. Pegawai adalah pekerja yang mempunyai atasan dan menerima gaji/honor rutin. PNS bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Yang masuk pada klasifikasi termasuk pegawai pemerintah yang non PNS misalnya pegawai Telkom, PLN, PTKA, termasuk pegawai swasta yang bekerja pada BUMN, BUMD.

Kode 5

Wiraswasta/Pegawai swasta/jasa. Orang yang melakukan usaha dengan modal sendiri atau berdagang baik sebagai pedagang besar atau eceran.

Kode 6

Petani, adalah pemilik atau pengolah lahan pertanian, perkebunan yang diolah sendiri atau dibantu oleh buruh tani.

Kode 7

Nelayan,orang yang melakukan penangkapan dan atau pengumpulan hasil laut (misalnya ikan).

Kode 8

Buruh, pekerja yang mendapat upah dalam mengolah pekerjaan orang lain dan tidak menerima gaji tetap dan rutin (buruh tani, buruh bangunan, buruh angkat-angkut, buruh pekerja).

Kode 9

Lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s/d 8.

 

 

 

 

 

 

                                  5)     Blok V Keterangan Individu

a)        Identitas Anggota Keluarga

(1)      Rincian 1. Tuliskan nama dan nomor urut Anggota Keluarga (AK)

Tulis nomor urut dan nama AK sesuai dengan yang tercantum di kolom (1) dan (2) Blok IV Keterangan Anggota Keluarga

 

(2)      Rincian 2. NIK (Nomor Induk Kependudukan) Salin Nomor Induk Kependudukan (NIK) AK dari

Kartu Keluarga atau KTP

Bagi AK yang tidak/belum memiliki NIK, maka isikan digit “9999999999999999” pada kotak yang disediakan

 

b)        Gangguan Kesehatan

 Pertanyaan No.1 dan No.2, berlaku untuk semua usia

 

(1)      Rincian 1. Apakah Saudara mempunyai kartu jaminan kesehatan atau JKN

Ditanyakan kepada seluruh anggota keluarga yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dibuktikan dengan kartu kepesertaan. 

Termasuk dalam jaminan kesehatan dalam survei ini adalah asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), asuransi swasta, dan jaminan kesehatan daerah. Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”

 

 

 

 

(2)      Rincian 2. Apakah Saudara merokok? Ditanyakan tentang kebiasaan anggota keluarga yang mempunyai perilaku menghisap rokok/tembakau.

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, rokok linting, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Kode 1

Ya, jika responden sekarang merokok dengan  frekuensi setiap hari, sering atau kadang-kadang. Disebut merokok setiap hari, jika responden merokok minimal satu batang dalam satu hari.

Kode 2

Tidak, jika responden tidak pernah sama sekali merokok atau pernah    merokok sebelumnya dan sekarang sudah berhenti total.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

 

Pertanyaan No.3 s/d No. 10, Berlaku AK yang berusia>15 tahun

 

 

(3)      Rincian 3. ApakahSaudara biasa buang air besar dijamban?

Pertanyaan ini untuk mengetahui perilaku sehari-hari  AK dalam penggunaan jamban. Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang  tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

 

(4)      Rincian 4. Apakah Saudara biasa menggunakan air bersih?

Pertanyaan ini untuk mengetahui perilaku sehari-hari AK dalam penggunaan air bersih. Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

(5)      Rincian 5. Apakah Saudara pernah didiagnosis menderita tuberkulosis (TB) paru? 

Ditanyakan tentang anggota keluarga yang pernah didiagnosis menderita TB paru oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan). Pertanyaan ini untuk mengetahui prevalensi penduduk yang pernah didiagnosis menderita TB paru oleh tenaga kesehatan.

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB paru (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utamanya adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan.

Perlu dipertimbangkan ada kelompok masyarakat yang malu untuk mengakui menderita atau pernah menjadi penderita TB paru, untuk itu dalam wawancara perlu dilakukan dengan hati-hati dan lakukan probing dengan baik. Sebagian masyarakat mengenal penyakit ini dengan istilah ”penyakit paru dengan flek”.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”. Jika jawaban “Tidak” lanjut ke Pertanyaan

6.

 

(6)      Rincian 6. Bila pernah didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, apakah Saudara minum obat TB paru secara teratur (selama 6 bulan)

Obat medis yang diberikan kepada pasien TB paru diminum paling sedikit 6 bulan. Salah satu obat medis tersebut (Rifampisin) bila diminum menyebabkan air kencing berwarna merah.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

Lanjut ke Pertanyaan 7

 

(7)      Rincian 7. Apakah Saudara pernah menderita batuk berdahak >2 minggu disertai satu atau lebih gejala: dahak bercampur darah/batuk berdahak, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam > 1bulan? 

Pertanyaan ini untuk menjaring suspek TB paru yang kemungkinan tidak/belum diperiksa dan didiagnosis oleh tenaga kesehatan.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden kedalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

(8)      Rincian         8.    Apakah      Saudara    pernah didiagnosis    menderita tekanan    darah tinggi/hipertensi?

Ditanyakan tentang anggota rumah tangga yang pernah didiagnosis menderita hipertensi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan).  Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode1 jika "Ya",atau kode 2 jika "Tidak”.

Jika jawaban “Tidak” lanjut ke Pertanyaan

9.a

 

(9)      Rincian 9. Bila pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan, apakah Saudara minum obat hipertensi secara teratur?

Obat yang dimaksud adalah obat medis modern dan obat fitofarmaka (telah melewati uji klinis) dan digunakan dipelayanan kesehatan formal.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya"àLanjut ke Pertanyaan No.11, atau kode 2 jika "Tidak” àLanjut ke Pertanyaan No.11.

 

(10)   Rincian 10a. Apakah saat ini dilakukan pengukuran tekanan darah?

Pengukuran tekanan darah pada tiap AK menggunakan alat tensi meter digital. 

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

                                                                    Jika    jawaban                                  “Tidak” àLanjut ke

Pertanyaan No.11.

 

(11)   Rincian 10b. Hasil pengukuran tekanan darah

Isikan hasil pengukuran sistolik dan diastolik pada kotak yang disediakan

Jika hasil pengukuran tekanan darah sistolik

>140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg maka dinyatakan menderita hipertensi.

 

(12)   Rincian 11. Apakah Saudara atau pasangan Saudara menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana? 

Pertanyaan ditujukan untuk AK wanita berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak sedang hamil atau AK laki-laki berstatus menikah (usia > 10 tahun) Berdasarkan jangka waktu, alat kontrasepsi terdiri dari:

(a)      Metode    Kontrasepsi    Jangka    Panjang

(MKJP) yang terdiri dari:

         Metode Operasi Wanita

(MOW)/tubektomi

         Metode Operasi Pria (MOP) /vasektomi

         Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR)/IUD

         Implan

(b)      Non-MKJP yang terdiri dari:

         Suntik

         Pil

         Kondom

         Metode Amenorea Laktasi(MAL)

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

(13)   Rincian 12. Apakah saat Ibu melahirkan Saudara bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan?

Pertanyaan ditujukan untuk AK usia < 12 bulan.

Ditanyakan tentang tempat ibu bersalin, yang termasuk fasyankes adalah RS, RB, RSIA,   Puskesmas, praktik dokter, praktik bidan, klinik bersalin (PMK NO.6 Tahun 2013) Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden kedalam kotak yang tersedia. Kode1 jika "Ya", atau kode2 jika "Tidak”.

 

(14)   Rincian 13. Apakah bayi ini pada waktu usia 0-6 bulan hanya diberi ASI eksklusif? Pertanyaan ditujukan untuk AK usia 7-3 bulan.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, tanpa diberikan makanan/minuman lain, termasuk air putih (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan). Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia. Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak

 

(15)   Rincian 14. Apakah selama bayi usia 0-11 bulan diberi imunisasi lengkap (HB0, BCG, DPT-HB 1, DPT-HB 2, DPT-HB 3, Polio 1, Polio 2, Polio 3, Polio 4, Campak)?

Pertanyaan ditujukan untuk ART usia 12-23 bulan.

Imunisasi dasar yang wajib diberikan pada bayi usia 0-11 bulan adalah:

(a)      Imunisasi BCG(BacillusCalmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit

Tuberkulosis. Diberikan segera setelah bayi lahir di tempat pelayanan kesehatan atau mulai1(satu) bulan di Posyandu.

(b)      Imunisasi Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit HepatitisB yang ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan.

(c)      Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan), Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua) bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian imunisasi DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT- HB.

(d)      Imunisasi polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyaki tpolio.

(e)      Imunisasi polio diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.

(f)       Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

(16) Rincian  15.  Apakah  dalam 1 bulan terakhir dilakukan pemantauan pertumbuhan balita. Pertanyaan ditujukan untuk AK usia 2-59 bulan.

Pertumbuhan balita adalahbertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. Deteksi dini tumbuh kembang balita juga ditempuh dengan pemeriksaan fisik rutin.

Pertumbuhan balita  dapat dipantau dengan:

(a)      Pertumbuhan Berat Badan

 Tujuan pemantauan pertumbuhan berat badan adalah untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh (tulang, otot, lemak, cairan tubuh) sehingga akan diketahui  status gizi anak atau tumbuh kembang anak.

(b)      Pertumbuhan Tinggi Badan

Tujuan pemantauan pengukuran tinggi badan adalah untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik dan merupakan indikator yang baik untuk pertumbuhan fisik. Penilaian TB dapat dilakukan dengan sangat mudah dalam menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Isikan satu kode jawaban sesuai jawaban responden ke dalam kotak yang tersedia.

Kode 1 jika "Ya", atau kode 2 jika "Tidak”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.     Definisi Operasional Indikator.

1. Keluarga mengikuti program KB. Anggota Keluarga (AK) wanita berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak hamil atau AK laki-laki berstatus menikah (usia ≥ 10 tahun) : 

Apakah Saudara atau pasangan Saudara mengikuti program KB?

1.       Ya 2. Tidak 

Yà jika jawaban Ya 

Tà jika jawaban Tidak

2.       Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. (Balita <12 bulan)

 Apakah saat Ibu melahirkan [NAMA] bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan? 1. Ya      2. Tidak 

Yà jika jawaban Ya 

Tà jika jawaban Tidak

3.       Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap: (Balita 12-23 bulan) 

1.  Ya 2. Tidak  Yà jika jawaban Ya 

Tà jika jawaban Tidak 

4.       Bayi mendapat ASI eksklusif.(Balita 7-23 bulan) 

1.  Ya 2. Tidak  Yà jika jawaban Ya 

Tà jika jawaban Tidak 

5.                Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan. (Balita 2-59 bulan) Dalam 1 bulan terakhir apakah dilakukan pemantauan pertumbuhan balita? 1. Ya 2. Tidak 

Yà jika jawaban Ya 

Tà jika jawaban Tidak 

6.                Penderita TB paru mendapatkan pengobatan sesuai standar.

(AK > 15 tahun )

a.  Pernah didiagnosis menderita TB Paru:    1. Ya 2. Tidak 

b. Meminum obat TB Paru secara standar:   1. Ya 2. Tidak 

c.  AK pernah menderita batuk berdahak > 2 minggu disertai satu atau lebih gejala

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” à Y

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” à T

Jika (a) jawabannya “Tidak”  dan (c) jawabannya “Ya” à T

Jika (a) jawabannya “Tidak”  dan (c) jawabannya “Tidak” à N

7.                Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.(AK

> 15 tahun )

                     Pernah didiagnosis menderita hipertensi :   1. Ya                                             2. Tidak 

                      Meminum obat hipertensi secara teratur:   1. Ya                                             2. Tidak 

Hasil pengukuran tekanan darah responden dinyatakan normal, jika hasil pengukuran tekanan darah sistole < 140 mmHg dan atau tekanan darah diastole < 90 mmHg. Responden dinyatakan menderita darah tinggi/hipertensi, jika hasil pengukuran tekanan darah sistole ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastole ≥ 90 mmHg.

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” à Y

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” à T Jika (a) jawabannya “Ya” maka tidak perlu dilakukan pengukuran tekanan darah 

Jika (a) jawabannya “Tidak” maka dilakukan pengukuran tekanan darah 

Jika (a) jawabannya “Tidak” dan hasil pengukuran adalah normal

à N 

Jika (a) jawabannya “Tidak” dan hasil pengukuran adalah darah tinggi à T

Jika (a) jawabannya “Tidak” dan TIDAK dilakukan pengukuran tekanan darah à N

8.       Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak diterlantarkan

a.       Pernah didiagnosis menderita Schizoprenia           1. Ya      2.

Tidak 

b.       Meminum obat gangguan jiwa berat secara teratur

1.  Ya      2. Tidak 

c.       Ada AK dipasung                                               

1.  Ya      2. Tidak

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” à Y

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” à T

Jika (a) jawabannya “Tidak” dan (c) jawabannya “Ya” à T

Jika (a) jawabannya “Tidak” dan (c) jawabannya “Tidak” à N

9.       Anggota keluarga tidak ada yang merokok. (Semua umur)

                       Apakah Saudara merokok?         1. Ya   2. Tidak 

                       Jawaban “Ya” à T            Jawaban “Tidak” à Y

10.    Keluarga sudah menjadi anggota JKN. (Semua umur)

                       Apakah mempunyai kartu JKN?:    1. Ya        2. Tidak 

                       Jawaban “Ya” à Y            Jawaban “Tidak” à T 

11.    Keluarga mempunyai akses sarana air bersih.

a. Apa tersedia sarana air bersih dilingkungan rumah: 

1. Ya   2. Tidak 

                       b. Jenis sumber airnya terlindung?                                  

1. Ya   2. Tidak 

Jika (a) jawabannya “Tidak” à N

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” à Y

Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” à T

12.    Keluarga memiliki akses atau menggunakan jamban keluarga.

a.  1). Tersedia jamban keluarga (rumah tangga)  1. Ya   2. Tidak 

 2). Jenis jambannya saniter (rumah tangga)     1. Ya  2. Tidak 

                  Jika (a) jawabannya “Tidak” à N

            Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Ya” à Y

                   Jika (a) jawabannya “Ya” dan (b) jawabannya “Tidak” à T

b.  1). Apakah biasa buang air besar di jamban  (ART > 15 tahun) 

                   Jawaban “Ya” à Y          Jawaban “Tidak” à T 

Maka kesimpulan untuk indikator ke-12 (Keluarga memiliki akses/menggunakan jamban keluarga) adalah : 

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “N” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” à Y

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “N” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” à T

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “Y” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” à Y

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “Y” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” à T

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “T” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “Y” à T

Jika indikator kepemilikan jamban keluarga (a) bernilai “T” dan indikator perilaku BAB (b) bernilai “T” à T

 

D.    APLIKASI KELUARGA SEHAT

 

           1.     Gambaran Umum Aplikasi

Aplikasi Keluarga Sehat merupakan bentuk dukungan teknologi informasi terhadap proses pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penyajian data agregat Indikator Keluarga Sehat (IKS) berbasis kewilayahan, dengan memanfaatkan akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga dari Dukcapil, serta membuat Nomor Register Rumah Tangga untuk kepentingan pendataan kesehatan keluarga di lapangan.

Aplikasi Keluarga Sehat merupakan submodul dari aplikasi

                       Sistem      Informasi      Puskesmas      (Sikda              Generik        Modul

Puskesmas/SIP), sehingga output dari aplikasi Keluarga Sehat ini secara otomatis terintegrasi dengan database aplikasi Sistem Informasi Puskesmas.

Aplikasi Keluarga Sehat merupakan pengembangan dari aplikasi sebelumnya yang bernama aplikasi Prokesga. Aplikasi ini merupakan digitalisasi instrumen pendataan dan analisis indikator Keluarga Sehat.

 

           2.     Disain Aplikasi

Aplikasi Keluarga Sehat terdiri dari

                       a.     Aplikasi Web, terdiri atas modul:

1)       administrator, digunakan untuk pengaturan menu dan pengaturan pengguna

2)       dashboard, digunakan untuk menyajikan output data jumlah keluarga yang telah dilakukan pendataan menurut wilayah dan output data agregat hasil perhitungan data lapangan.

3)       kuesioner, digunakan untuk entri data lapangan secara online.

 

 

                       b.     Aplikasi Mobile, terdiri atas modul:

1)       kuesioner, digunakan untuk entri data lapangan secara online maupun offline dengan menggunakan smart phone

Android

2)       dashboard, digunakan untuk menyajikan output data agregat hasil perhitungan data lapangan.

 

Berikut ini adalah platform yang digunakan dalam Aplikasi Keluarga Sehat yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan:

1)     Aplikasi Keluarga Sehat versi Web (desktop)

a)        platform berbasis web

b)       aplikasi Keluarga Sehat versi Web ini dapat digunakan dengan       mengunjungi alamat

www.keluargasehat.kemkes.go.id

c)        aplikasi Keluarga Sehat versi web ditujukan untuk memudahkan proses pendataan Keluarga Sehat oleh petugas pendataan di Puskesmas dengan kendala infrastruktur teknologi dan jaringan internet dilapangan.

d)       aplikasi ini merupakan submodul dari aplikasi Sistem Informasi Puskesmas (SIP/SIKDA Generik Modul Puskesmas) sehingga data yang dihasilkan dari aplikasi Keluarga Sehat ini secara otomatis terintegrasi dengan aplikasi Sistem Informasi Puskesmas.

e)        untuk tata cara penggunaan atau pengoperasian aplikasi akan dijelaskan dalam manual penggunaan aplikasi Keluarga Sehat.

2)     Aplikasi Keluarga Sehat versi Mobile

a)        platform berbasis Android.

b)       aplikasi Keluarga Sehat versi Mobile ini dapat digunakan dengan cara mengunduhnya melalui google playstore dengan keyword “keluargasehat”

c)        aplikasi Keluarga Sehat versi Mobile ini ditujukan untuk memudahkan dan mengefisienkan waktu proses pendataan Keluarga Sehat oleh petugas pendataan di lapangan.

d)       aplikasi ini bersifat on-demand (offline dan online) sehingga bisa digunakan baik dalam keadaan terkoneksi dengan jaringan internet maupun tidak. Jika digunakan dalam keadaan ofline, maka data akan terkirim secara otomatis ke server dengan metode sinkronisasi otomatis saat aplikasi terhubung dengan jaringan internet maupun dengan metode send server (upload data).

e)        untuk tata cara penggunaan atau pengoperasian aplikasi akan dijelaskan dalam manual penggunaan aplikasi Keluarga Sehat.

 

           3.     Topologi Sistem

Berikut ini adalah gambaran Topologi Sistem dari Aplikasi Keluarga Sehat yang mana Aplikasi Keluarga Sehat merupakan salah satu modul Sistem Informasi Puskesmas (SIP). Dari gambar tersebut dapat dilihat bagaimana topologi sistem yang menggambarkan alur mekanisme sistem pendataan keluarga sehat melalui Aplikasi Keluarga Sehat baik dengan Aplikasi Keluarga Sehat versi web maupun versi mobile dari mulai pendataan hingga menghasilkan output dalam bentuk dashboard data.

 

Gambar 18. Topologi SistemInformasi Puskesmas – Modul Kesehatan Keluarga

 

Dari topologi sistem tersebut dapat dilihat bahwa ada tiga pilihan metode pendataan di lapangan yaitu: (a) menggunakan aplikasi keluarga sehat versi web; (b) menggunakan aplikasi keluarga sehat versi mobile; dan (c) menggunakan form kuesioner manual.

Untuk penggunaan metode dengan aplikasi baik versi web maupun mobile, dapat dilakukan dalam keadaan terkoneksi dengan jaringan internet maupun tidak (online dan offline, bersifat on-demand tergantung dari jaringan operator telekomunikasi yang tersedia).

Untuk penggunaan metode pendataan dengan form kuesioner manual, dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan sarana teknologi di lapangan. Pendataan dilakukan secara manual dengan mengisi form cetak kuesioner untuk kemudian dimasukkan ke dalam aplikasi dilokasi yang sudah memungkinkan untuk mengakses aplikasi baik di Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 

Data hasil input aplikasi akan terhubung melalui Server

Transaksi yang akan menghubungkan aplikasi dengan Health Information Exchange (HIE)EnterpriseService Bus (ESB) Kementerian Kesehatan melalui mekanisme web service untuk menarik data NIK dan atau NKK dari database kependudukan Ditjen Administrasi Kependudukan, Kementerian Dalam Negeri.

Data hasil input aplikasi akan tersimpan di Gudang Data Kementerian Kesehatan untuk kemudian diolah dan difilter melalui sistem untuk menghasilkan data yang sudah bersih dan valid untuk kemudian dikirim ke data warehouse melalui Health Information Exchange (HIE) – EnterpriseService Bus (ESB) Kementerian Kesehatan dengan mekanisme web service.

Setelah data tersimpan dalam Data Warehouse maka distribusi data dalam bentuk dashboard atau penyajian informasi dapat diakses melalui Aplikasi Keluarga Sehat untuk pemanfaatan sesuai kebutuhan.

 

           4.      Diagram Alir Sistem dan Tahapan untuk Dapat Menggunakan

Aplikasi

Untuk dapat menggunakan Aplikasi Keluarga Sehat, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui sesuai dengan diagram alir sistem di bawah ini. 

Gambar 19.  Cross Functional Flowchart (CFF) Aplikasi Keluarga Sehat Tahapan-tahapan untuk dapat menggunakan Aplikasi Keluarga Sehat adalah sebagai berikut:

a.       Dinas Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi daftar Puskesmas fokus pendataan keluarga sehat untuk kemudian membuat list daftar nama-nama calon pengelola Aplikasi Keluarga Sehat di Puskesmas yang terdiri dari:

1)       1 orang supervisor (koordinator pengumpul data lapangan)

2)       1 orang administrator Puskesmas 3) kepala Puskesmas.

b.       Dinas Kabupaten/Kota mengirimkan surat permohonan resmi dengan melampirkan daftar nama-nama calon pengelola tersebut dilengkapi keterangan:

1)       nama dan kode Puskesmas

2)       nama lengkap dan NIK supervisor, administrator, dan kepala Puskesmas

3)       jabatan

4)       nomor HP

5)       alamat email.

c.        Data nama calon pengelola tersebut dikirimkan ke Kementerian Kesehatan, dalam hal ini Pusat Data dan

Informasi (Pusdatin) alamat Jalan HR. Rasuna Said Blok X-5 Kav 4-9, Jakarta Selatan, 12950, Lt. 6 R.614, atau via email dengan alamat email keluargasehat@kemkes.go.id dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi terlebih dahulu sebagai laporan. 

d.       Data yang diterima oleh Pusat Data dan Informasi akan diverifikasi kelengkapannya terlebih dahulu untuk kemudian Pusat Data dan Informasi akan membuat akun yang terdiri dari 1 akun Dinas Kesehatan Provinsi, 1 akun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan 1 akun administrator Puskesmas dengan dilengkapi panduan aktifasi akun.

e.        Akun tersebut akan dikirimkan kembali ke Dinas Kabupaten/Kota pemohon.

f.         Setelah akun tersebut diterima oleh Dinas Kabupaten/Kota, akun tersebut didistribusikan ke Puskesmas terkait untuk dapat segera diaktifasi dan digunakan.

g.       Adapun hak akses dari masing-masing akun yang telah diberikan adalah sebagai berkut:

1)       akun Dinas Kesehatan Provinsi,adalah akses view dashboard data nasional (umum) dan download data khusus kabupaten/kota sampai dengan data individu dalam wilayah provinsinya 

2)       akun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, adalah akses view dashboard data nasional (umum) dan download data khusus kabupaten/kota sampai dengan data individu dalam wilayah kabupaten/kotanya

3)       akun kepala Puskesmas, adalah akses view dashboard data nasional (umum) dan download data khusus wilayah Puskesmas nya

4)       akun administrator Puskesmas, adalah akses untuk membuat, mengedit, dan menghapus akun kepala puskesmas, akun supervisor, dan akun surveyor di Puskesmas nya, sebagai default, hanya disediakan kuota untuk 10 orang surveyor, jika dibutuhkan tambahan akun maka bisa mengirimkan permohonan resmi kembali melalui kab/kota dengan disertai penjelasan alasan penambahan kuota akun surveyor

5)       akun supervisor, adalah akses view dashboard dan download data khusus wilayah Puskesmas nya.

6)       akun surveyor, adalah akses entri data kuesioner keluarga sehat, view dashboard, dan download data khusus untuk data rumah tangga/keluarga yang sudah dilakukan pendataan.

 

           5.     Spesifikasi Perangkat

Spesifikasi minimum perangkat yang digunakan untuk menjalankan Aplikasi Keluarga Sehat adalah sebagai berikut:

a.       Perangkat untuk Aplikasi Keluarga Sehat versi web 1)          PC/Laptop dengan ketentuan:

a)        Minimal processor intel pentium 4

b)       Memori (RAM) minimal 4 Gb

                                  2)     Modem dan koneksi internet 

b.       Perangkat untuk Aplikasi Keluarga Sehat versi mobile 1)      Smartphone dengan ketentuan:

a)           OS Android minimal 4.4 (kiktat) atau lebih

b)           Memori (RAM) minimal 2 Gb

c)            Dimensi layar tidak terlalu kecil 2)     Koneksi internet (optional).

 

Terkait panduan pengoperasian atau pengisian aplikasi keluarga sehat akan ditetapkan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IX

PENUTUP

 

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga oleh Puskesmas akan benar-benar memperkuat manajemen Puskesmas jika dilaksanakan secara sungguh-sungguh, sistematis dan terencana. Perkuatannya dimulai dari manajemen program/pelayanan kesehatan, tetapi selanjutnya akan menjalar mewarnai aspek-aspek lain dari manajemen Puskesmas.Namun demikian perlu disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan Pendekatan Keluarga untuk mencapai Keluarga Sehatsangat ditentukan oleh komitmen dan kerjasama dari banyak pihak, mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan kementerian.

 

                       Gambar 20. Implementasi Pendekatan Keluarga

 

Oleh karena itu, sosialisasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan pada setiap tingkat baik di internal masing-masing institusi maupun pada lintas sektor terkait.

 

 

   

MENTERI KESEHATAN 

REPUBLIK INDONESIA, 

 

                                                                                                                            ttd

 

NILA FARID MOELOEK

 

No comments:

Post a Comment

Manajemen Telusur

DOKUMEN TELUSUR POKOK Rencana Strategis ( Renstra )   >>>>>>>>>> View Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dan ...