PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2022
TENTANG
AKREDITASI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT,
KLINIK, LABORATORIUM
KESEHATAN, UNIT TRANSFUSI DARAH, TEMPAT
PRAKTIK MANDIRI DOKTER,
DAN TEMPAT PRAKTIK MANDIRI DOKTER GIGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. |
bahwa untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan di pusat
kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah,
tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi,
diperlukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui penyelenggaraan akreditasi; |
|
|
b. |
bahwa pengaturan
penyelenggaraan akreditasi dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum sehingga perlu diganti; |
|
c. |
bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri
Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi; |
Mengingat |
: 1.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; 2. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
3. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
4. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan
Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
6. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013
tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan
Nasional
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2021 Nomor
33);
7. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk
pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko
Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 316) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Standar
Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Sektor
Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor
317);
8. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2022 Nomor 156);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG AKREDITASI
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, KLINIK, LABORATORIUM KESEHATAN, UNIT TRANSFUSI
DARAH, TEMPAT PRAKTIK MANDIRI DOKTER, DAN TEMPAT PRAKTIK MANDIRI DOKTER GIGI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi
Darah, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan
terhadap mutu pelayanan pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium
kesehatan, unit transfusi darah, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat
praktik mandiri dokter gigi setelah dilakukan penilaian bahwa pusat kesehatan
masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, tempat
praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi telah memenuhi
standar akreditasi.
2. Pusat
Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
3. Klinik
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik secara
komprehensif.
4. Laboratorium
Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan
bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit,
kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan
dan masyarakat.
5. Unit
Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan
pendistribusian darah.
6. Tempat
Praktik Mandiri Dokter yang selanjutnya disingkat TPMD adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan
pelayanan oleh dokter atau dokter spesialis secara perorangan.
7. Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disingkat TPMDG adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan
pelayanan oleh dokter gigi atau dokter gigi spesialis secara perorangan.
8. Standar
Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi
oleh fasilitas pelayanan kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien.
9. Perencanaan
Perbaikan Strategis yang selanjutnya disingkat PPS adalah rencana perbaikan
tertulis yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan rekomendasi
hasil survei sebagai tindak lanjut hasil penilaian yang tidak terpenuhi atau
terpenuhi sebagian.
10. Pemerintah
Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemerintah
Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom.
12. Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
13. Direktur
Jenderal Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah
pejabat tinggi madya di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan
kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
a. meningkatkan
dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat;
b. meningkatkan
perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan Puskesmas, Klinik,
Laboratorium
Kesehatan,
UTD, TPMD, dan TPMDG sebagai institusi;
c.
meningkatkan tata kelola organisasi dan tata
kelola pelayanan di Puskesmas, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG; dan
d. mendukung
program pemerintah di bidang kesehatan.
BAB II
PENYELENGGARAAN AKREDITASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Setiap
Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG wajib dilakukan
Akreditasi.
(2) Akreditasi
dilakukan paling lambat setelah Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD,
TPMD, dan
TPMDG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh perizinan berusaha untuk pertama
kali.
Pasal 4
Setiap Puskesmas, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang telah
terakreditasi wajib dilakukan Akreditasi kembali secara berkala setiap 5 (lima)
tahun.
Pasal 5
(1) Akreditasi
dilakukan sesuai dengan Standar Akreditasi.
(2) Standar
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri dengan
melibatkan kementerian/lembaga dan/atau pihak terkait.
(3) Standar
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penyelenggara Akreditasi
Pasal 6
(1) Menteri
menyelenggarakan Akreditasi dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pemangku
kepentingan terkait.
(2) Dalam
rangka menyelenggarakan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
menetapkan lembaga penyelenggara Akreditasi yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Lembaga
penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas membantu
Menteri dalam melaksanakan survei Akreditasi.
(4) Lembaga
penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat mandiri.
(5) Lembaga
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mampu mengakreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
Pasal 7
(1) Untuk
dapat ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2),
lembaga penyelenggara Akreditasi harus mengajukan permohonan penetapan kepada
Direktur Jenderal.
(2) Permohonan
penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan
persyaratan:
a. salinan/fotokopi
dokumen badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. dokumen
struktur organisasi dan tata kelola lembaga penyelenggara Akreditasi;
c.
dokumen program pelatihan surveior; dan
d. surat
pernyataan komitmen terakreditasi oleh lembaga pengakreditasi lembaga
penyelenggara Akreditasi nasional dan/atau internasional secara berkala, paling
lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkan.
(3) Direktur
Jenderal melakukan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dengan hasil berupa:
a. memenuhi
persyaratan; atau
b. tidak
memenuhi persyaratan.
(4) Dalam
hal hasil verifikasi berupa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, Direktur Jenderal memberikan rekomendasi penetapan lembaga
penyelenggara Akreditasi kepada Menteri paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak permohonan penetapan diterima.
(5) Menteri
menetapkan lembaga penyelenggara Akreditasi
berdasarkan rekomendasi Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
(6) Masa
tugas lembaga penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Menteri.
(7) Dalam
hal hasil verifikasi berupa tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan penetapan
kepada lembaga penyelenggara Akreditasi disertai dengan alasan pengembalian.
(8) Ketentuan
lebih lanjut mengenai mekanisme penetapan dan persyaratan lembaga penyelenggara
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur
dalam pedoman teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 8
Lembaga penyelenggara Akreditasi mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan
survei Akreditasi dengan menggunakan Standar Akreditasi yang telah ditetapkan
oleh Menteri dan kebijakan lain terkait Akreditasi yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan;
b. melaporkan
kepada Direktur Jenderal melalui sistem informasi mutu pelayanan kesehatan
mengenai:
1. hasil
pelaksanaan survei Akreditasi; dan
2. rekomendasi
status Akreditasi Puskesmas, Klinik,
Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD dan TPMDG;
c.
melaporkan kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal atas penyelenggaraan Akreditasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun
sekali dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan; dan
d. terakreditasi
oleh lembaga pengakreditasi lembaga penyelenggara Akreditasi nasional dan/atau
internasional secara berkala, paling lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkan,
yang dibuktikan dengan dokumen telah terakreditasi.
Pasal 9
Lembaga penyelenggara Akreditasi dalam
melaksanakan kewajiban survei Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf a, harus memiliki tim surveior.
Pasal 10
(1) Tim
surveior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdiri atas:
a. tim
surveior Puskesmas dan Klinik;
b. tim
surveior Laboratorium Kesehatan dan UTD; dan
c.
tim surveior TPMD dan TPMDG.
(2) Tim
surveior Puskesmas dan Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. bidang
tata kelola sumber daya dan upaya kesehatan masyarakat; dan
b. bidang
tata kelola pelayanan dan penunjang.
(3) Tim
surveior Laboratorium Kesehatan dan UTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas: a. bidang manajemen pelayanan kesehatan; dan
b. bidang teknis pelayanan Laboratorium Kesehatan dan UTD.
(4) Tim
surveior TPMD dan TPMDG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas: a. bidang tata kelola; dan
b. bidang teknis pelayanan klinis.
Pasal 11
(1) Tim
surveior harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
(2) Persyaratan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. warga
negara Indonesia;
b. bebas
dari tindak pidana;
c.
sehat jasmani dan rohani, dibuktikan dengan
surat sehat yang dikeluarkan oleh rumah sakit milik Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah atau
Puskesmas;
d. bebas
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dibuktikan dengan surat bebas
narkoba yang dikeluarkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
dan
e.
bersedia ditugaskan untuk melaksanakan survei di
daerah manapun yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani dan
bermaterai cukup.
(3) Persyaratan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi tim surveior Puskesmas dan
Klinik terdiri atas:
a. bidang
tata kelola sumber daya dan upaya kesehatan masyarakat:
1. tenaga
medis atau tenaga kesehatan lainnya dengan pendidikan paling rendah Strata Satu
(S1) bidang kesehatan; dan
2. mempunyai
pengalaman:
a) bekerja
di Puskesmas dan/atau Klinik;
b) mengelola
program pelayanan kesehatan dasar; dan/atau
c)
mengelola program mutu pelayanan kesehatan
dasar,
paling singkat 3 (tiga) tahun.
b. bidang
tata kelola pelayanan dan penunjang:
1. tenaga
medis; dan
2. mempunyai
pengalaman bekerja di Puskesmas dan/atau Klinik paling singkat 3 (tiga) tahun.
(4) Persyaratan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi tim surveior Laboratorium
Kesehatan dan UTD terdiri atas:
a. bidang
manajemen pelayanan kesehatan:
1. tenaga
medis, atau tenaga kesehatan dengan pendidikan paling rendah Strata Dua (S2)
bidang kesehatan dengan latar belakang Strata Satu (S1) bidang kesehatan; dan
2. mempunyai
pengalaman:
a) pengelolaan
Laboratorium Kesehatan atau
UTD; dan/atau
b) mengelola
program mutu dan Akreditasi Laboratorium Kesehatan,
UTD, atau
fasilitas pelayanan kesehatan lain,
paling singkat 3 (tiga) tahun.
b. bidang
teknis pelayanan:
1. tenaga
medis dengan pendidikan paling rendah pendidikan profesi dokter spesialis di
bidang laboratorium, atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan Strata Satu (S1)/Diploma Empat (D IV) terkait
Laboratorium Kesehatan atau UTD; dan
2. mempunyai
pengalaman bekerja di
Laboratorium Kesehatan atau UTD sebagai
pengelola teknis Laboratorium Kesehatan atau UTD paling singkat 3 (tiga) tahun.
(5) Persyaratan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi tim surveior TPMD dan TPMDG
terdiri atas: a. bidang tata kelola tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya
dengan pendidikan paling rendah Strata Satu (S1) bidang kesehatan.
b. bidang teknis pelayanan klinis:
1. tenaga
medis; dan
2. mempunyai
pengalaman praktik mandiri paling singkat 1 (satu) tahun.
Pasal 12
(1) Tim
surveior harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam
bidang Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan
TPMDG.
(2) Peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan melalui pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Kegiatan Akreditasi
Pasal 13
(1) Kegiatan
Akreditasi terdiri atas tahapan:
a. persiapan
Akreditasi;
b. pelaksanaan
Akreditasi; dan
c.
pascaakreditasi.
(2) Kegiatan
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Pasal 14
(1) Persiapan
Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a dilakukan oleh
Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG untuk pemenuhan
Standar Akreditasi dalam rangka survei Akreditasi atau Akreditasi kembali.
(2) Kegiatan
persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pengisian
penilaian mandiri (self assessment);
b. penyusunan
program peningkatan mutu;
c.
penetapan dan pengukuran indikator mutu; dan
d. pelaporan
insiden keselamatan pasien.
Pasal 15
Pimpinan Puskesmas, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG mengirimkan permohonan usulan untuk dilakukan
survei Akreditasi kepada lembaga penyelenggara Akreditasi melalui sistem
informasi mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan.
Pasal 16
Dalam rangka pemerataan pelaksanaan
Akreditasi dan beban kerja lembaga penyelenggara Akreditasi, Menteri melakukan
distribusi terhadap permohonan usulan untuk dilakukan survei Akreditasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 17
Pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi: a. survei; dan
b. penetapan status Akreditasi.
Pasal 18
(1) Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf
a merupakan kegiatan untuk mengamati, menilai, dan mengukur pencapaian dan cara
penerapan Standar
Akreditasi.
(2) Survei
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim surveior yang berasal
dari lembaga penyelenggara Akreditasi.
(3) Pelaksanaan
survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kunjungan lapangan.
(4) Selain
melalui kunjungan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelaksanaan
survei dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 19
(1) Tim
surveior memberikan laporan hasil survei terhadap
Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan,
UTD, TPMD, dan/atau TPMDG yang dinilainya kepada lembaga penyelenggara
Akreditasi paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak survei dinyatakan
selesai.
(2) Lembaga
penyelenggara Akreditasi melakukan verifikasi dan menyampaikan rekomendasi
penetapan status Akreditasi kepada Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari
kerja sejak laporan hasil survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
(3) Dalam
hal terdapat perbaikan dalam proses survei, lembaga penyelenggara Akreditasi
menyampaikan catatan perbaikan kepada Direktur Jenderal bersamaan dengan
penyampaian rekomendasi penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Penyampaian
rekomendasi penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(5) Rekomendasi
penetapan status Akreditasi dapat berupa terakreditasi atau tidak
terakreditasi.
Pasal 20
(1) Penetapan
status Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh
Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi penetapan status Akreditasi dari
lembaga penyelenggara Akreditasi.
(2) Penetapan
status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
penerbitan sertifikat Akreditasi elektronik yang diberikan kepada Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
(3) Sertifikat
Akreditasi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun.
(4) Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG yang telah mendapatkan
status Akreditasi dapat mencantumkan status Akreditasi di bawah atau di
belakang nama masing-masing Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD,
TPMD, dan TPMDG dengan huruf lebih kecil.
Pasal 21
(1) Dalam
hal penetapan status Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD,
TPMD, dan TPMDG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dinyatakan tidak
terakreditasi, terhadap Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD,
dan TPMDG yang bersangkutan dapat dilakukan survei remedial dan penetapan
status Akreditasi berdasarkan hasil survei remedial.
(2) Survei
remedial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan sejak penetapan status Akreditasi
oleh Direktur Jenderal melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Ketentuan
mengenai survei dan penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 sampai dengan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap survei
remedial dan penetapan status Akreditasi berdasarkan hasil survei remedial.
Pasal 22
(1) Kegiatan
pascaakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c dilakukan
oleh Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG setelah
mendapatkan penetapan status
Akreditasi.
(2) Penetapan
status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG terakreditasi.
(3) Kegiatan
pascaakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat dan
menyampaikan PPS kepada lembaga penyelenggara Akreditasi, dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi berdasarkan
rekomendasi perbaikan hasil survei dari Kementerian Kesehatan, dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(4) PPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi Akreditasi oleh lembaga penyelenggara Akreditasi, dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi.
Pasal 23
(1) Dalam
rangka menjaga mutu dan menjamin pelaksanaan Akreditasi secara objektif dan
bebas dari konflik kepentingan, dapat
dilakukan validasi terhadap penyelenggaraan Akreditasi.
(2) Validasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
(3) Validasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. rutin;
dan
b. sewaktu-waktu
jika diperlukan.
(4) Validasi
secara rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan terhadap
beberapa hasil penetapan Akreditasi secara acak.
(5) Validasi
sewaktu-waktu jika diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dilakukan dalam hal:
a. terjadi
tindakan yang membahayakan di Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD,
TPMD, dan
TPMDG; dan/atau
b. adanya
hasil penilaian yang memiliki karakteristik yang berbeda secara signifikan dari
hasil penilaian yang lainnya.
Pasal 24
(1) Penyelenggaraan
Akreditasi yang efektif dan efisien dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi.
(2) Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengusulan
survei;
b. penjadwalan
survei;
c.
pelaporan hasil survei;
d. verifikasi
laporan hasil survei;
e.
pemberian rekomendasi status akreditasi;
f.
penetapan status akreditasi;
g.
penerbitan elektronik sertifikat akreditasi; dan
h. kegiatan
lain dalam penyelenggaraan Akreditasi.
(3) Teknologi
informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan dalam penyelenggaraan Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikembangkan oleh Menteri.
(4) Selain
teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), lembaga
penyelenggara Akreditasi dapat
mengembangkan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam penyelenggaraan
Akreditasi untuk kebutuhan internal lembaga penyelenggara Akreditasi.
(5) Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan Akreditasi harus
memperhatikan prinsip satu data Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG harus melakukan Akreditasi
kembali untuk perpanjangan Akreditasi sebelum masa berlaku status Akreditasi
berakhir.
(2) Perpanjangan
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengajuan
permohonan perpanjangan Akreditasi kepada lembaga penyelenggara Akreditasi
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku status Akreditasi berakhir.
Pasal 26
Ketentuan mengenai kegiatan Akreditasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 22 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap kegiatan Akreditasi kembali untuk perpanjangan
Akreditasi.
Pasal 27
(1) Untuk
terselenggaranya Akreditasi secara optimal disusun petunjuk teknis
penyelenggaraan Akreditasi yang memuat uraian teknis mengenai kegiatan
akreditasi dan ketentuan teknis lain dalam penyelenggaraan
Akreditasi.
(2) Petunjuk
teknis penyelenggaraan Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB III
PENDANAAN
Pasal 28
(1) Pendanaan
penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, dan UTD milik
Pemerintah
atau Pemerintah Daerah bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendanaan
penyelenggaraan Akreditasi pada Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan
TPMDG milik swasta/masyarakat bersumber dari pemilik Klinik, Laboratorium
Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
(3) Pendanaan
pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Akreditasi bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Lembaga
penyelenggara Akreditasi mengenakan tarif terhadap penyelenggaraan survei
Akreditasi.
(2) Tarif
terhadap penyelenggaraan survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Menteri,
gubernur, dan bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
kegiatan Akreditasi berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Menteri,
gubernur, dan bupati/wali kota dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
kegiatan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan
asosiasi/perhimpunan fasilitas pelayanan kesehatan, organisasi profesi,
akademisi dan/atau masyarakat yang memiliki kemampuan dan keahlian di bidang
pelayanan kesehatan.
(3) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG dapat mempertahankan
dan/atau meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan.
(4) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Menteri dan gubernur
dilakukan melalui kegiatan: a. supervisi;
b. pemberian
konsultasi dan bimbingan teknis;
c.
fasilitasi pendidikan dan pelatihan;
d. pemantauan;
dan/atau
e.
evaluasi.
(5) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh bupati/wali kota berupa
kegiatan: a. fasilitasi pemahaman Standar Akreditasi;
b. pembinaan
penyusunan PPS;
c.
pembinaan dalam penyelenggaraan peningkatan
mutu;
d. pembinaan
dalam penetapan dan pengukuran indikator mutu; dan
e.
pembinaan dalam pelaporan insiden keselamatan
pasien.
Pasal 31
(1) Dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Direktur Jenderal dapat melakukan penyesuaian atau pencabutan penetapan status
Akreditasi atau rekomendasi pelaksanaan kembali survei Akreditasi kepada
lembaga penyelenggara Akreditasi, apabila ditemukan:
a. ketidaksesuaian
status Akreditasi berdasarkan
Standar Akreditasi pada saat
validasi;
b. adanya
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan indikator nasional mutu
berdasarkan laporan melalui sistem informasi; dan/atau
c.
ditemukan tindakan yang membahayakan keselamatan
pasien.
(2) Puskesmas,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG yang telah mendapatkan
penetapan status Akreditasi dan akan dilakukan penyesuaian penetapan status
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi kembali
kesesuaian pemenuhan Standar Akreditasi dengan status Akreditasi yang
diperolehnya oleh Direktur Jenderal.
(3) Hasil
evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk dijadikan dasar penetapan
status Akreditasi baru oleh Direktur Jenderal.
Pasal 32
(1) Selain
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap lembaga penyelenggara Akreditasi.
(2) Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan untuk:
a. monitoring
dan evaluasi persyaratan lembaga penyelenggara Akreditasi;
b. monitoring
dan evaluasi kinerja lembaga penyelenggara Akreditasi, meliputi: 1. pencapaian
indikator kinerja lembaga; dan
2. pencapaian target indikator mutu
lembaga; dan
c.
menjaga kredibilitas lembaga penyelenggara
Akreditasi dalam pelaksanaan Akreditasi.
(3) Dalam
hal hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), ditemukan:
a. lembaga
penyelenggara Akreditasi tidak lagi memenuhi persyaratan;
b. lembaga
penyelenggara Akreditasi tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik, tidak
melaksanakan kewajiban, atau tidak kredibel; dan/atau
c.
terdapat tindakan kecurangan (fraud) oleh lembaga penyelenggara
Akreditasi,
Menteri melalui Direktur Jenderal dapat
melakukan pencabutan atas penetapan lembaga penyelenggara
Akreditasi.
Pasal 33
Setiap orang termasuk badan hukum yang
dengan sengaja mencantumkan status Akreditasi palsu dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, Puskesmas dan Klinik yang telah memiliki status Akreditasi berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 929), dan Laboratorium Kesehatan yang telah memiliki status Akreditasi
berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 298/MENKES/SK/III/2008
tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan, status akreditasinya
dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu berlaku berakhir.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Menteri ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku:
a. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun
2015 Nomor 1049);
b. Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter, dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita
Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1422);
dan
c.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun
2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 929), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri
ini mulai
berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
23 November 2022
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI G. SADIKIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022
NOMOR 1207
No comments:
Post a Comment