PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
4 TAHUN 2019
TENTANG
KEBIDANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbanga. bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan agar dapat hidup sejahtera lahir dan batin,
sehingga mampu membangun masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana diamanatkan
dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahułi
1945;
b.
bahwa
pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan, bayi, dan anak yang
dilaksanakan Oleh bidan secara bertanggungjawab, akuntabel. bermutu, aman, den
berkesinambungan, masih dihadapkan pada kendala profesionalitas, kompetensi,
dan kewenangan;
c.
bahwa
pengaturan mengenai pelayanan kesehatan Olch bidan maupun pengakuan terhadap
profesi dan praktik kebidanan belum diatur secera komprchensif scbagaimana
profesi keschatan Iain, sehingga belum mcmberikan pelindungan dan kepastian
hukum bagi bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat;
d.
bahwa
berdasarkan pertimbangan scbagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kcbidanan;
Mengingat . . .
MengingatPasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal
28H ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
MenetapkanUNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN.
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasai
1
Dalam Undang—Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Kebidanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan
selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa
nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan
wewenangnya.
2.
Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/ atau
rujukan.
3. Bidan
.
-3-
3. Bidan adalah seorang perempuan yang
telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di
luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi
persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan.
4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan
pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.
5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian
kegiatan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan oleh Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan.
6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang
dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk
memberikan Pelayanan Kebidanan.
7. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program studi Kebidanan.
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda
pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah lulus Uji Kompetensi untuk
melakukan Praktik Kebidanan.
9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda
pengakuan untuk melakukan Praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan
profesi.
10. Registrasi adalah pencatatan resmi
terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat
Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan
secara hukum untuk menjalankan Praktik Kebidanan.
11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya
disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil Kebidanan kepada
Bidan yang telah diregistrasi.
12. Surat ,
12. Surat Izin Praktik Bidan yang
selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan Praktik Kebidanan.
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah
suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat.
14. Tempat Praktik Mandiri Bidan adalah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Bidan lulusan pendidikan profesi
untuk memberikan pelayanan langsung kepada klien.
15. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan
yang berstatus bukan Warga Negara Indonesia.
16. Klien adalah perseorangan, keluarga, atau
kelompok yang melakukan konsultasi kesehatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan secara langsung maupun tidak langsung oleh Bidan.
17. Organisasi Profesi Bidan adalah wadah
yang menghimpun Bidan secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Konsil Kebidanan yang selanjutnya
disebut Konsil adalah bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang tugas,
fungsi, wewenang, dan keanggotaannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
19. Wahana Pendidikan Kebidanan adalah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan
pendidikan Kebidanan.
20. Pemerintah .
-5_
20. Pemerintah Pusat adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
22. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Penyelenggaraan
Kebidanan berasaskan:
a.
perikemanusiaan;
b.
nilai ilmiah;
c.
etika
dan profesionalitas;
d.
manfaat;
e.
keadilan;
pelindungan; dan
g. keselamatan Klien.
Pasal 3
Pengaturan
penyelenggaraan Kebidanan bertujuan:
a.
meningkatkan
mutu pendidikan Bidan;
b.
meningkatkan
mutu Pelayanan Kebidanan;
c.
memberikan
pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien; dan
d.
meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu, bayi baru Iahir, bayi,
balita, dan anak prasekolah.
BAB 11
004145
BAB 11
PENDIDIKAN KEBIDANAN
Pasal
4
Pendidikan Kebidanan terdiri atas:
a.
pendidikan akademik;
b.
pendidikan vokasi; dan
c.
pendidikan profesi.
Pasal 5
(1) Pendidikan
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:
a.
program sarjana;
b.
program magister; dan
c.
program doktor.
(2)
Lulusan
pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
melanjutkan program pendidikan profesi.
Pasal 6
(1) Pendidikan vokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan program diploma tiga
kebidanan.
(2) Lulusan pendidikan vokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan lulusan pendidikan
profesi harus melanjutkan program pendidikan setara sarjana ditambah pendidikan
profesi.
Pasal
7
Pendidikan profesł
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan program lanjutan dari
program pendidikan setara sarjana atau program sarjana.
Pasal
8
Pasal 8
Lulusan
pendidikan akademik, vokasi, dan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
mendapatkan gelar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 9
(1)
Pendidikan
Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan oleh perguruan
tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Perguruan
tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana
Pendidikan Kebidanan.
(3)
Penyediaan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:
a.
kepemilikan; atau
b. kerja sama.
(4)
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi
persyaratan.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan
Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal
10
Perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 11 .
Pasal 1 1
(1)
Penyelenggaraan pendidikan Kebidanan
harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Kebidanan.
(2)
Standar Nasional Pendidikan Kebidanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3)
Standar Nasional Pendidikan Kebidanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang
menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi, asosiasi
institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi Bidan.
(4)
Ketentuan
mengenai Standar Nasional Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di
bidang pendidikan tinggi.
Pasal 12
(1)
Dalam rangka menjamin mutu lulusan,
penyelenggara pendidikan Kebidanan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan
kuota nasional.
(2)
Kuota nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada kebutuhan Bidan di daerah masingmasing.
(3)
Ketentuan mengenai kuota nasional
penerimaan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi
setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 13 .
Pasal 13
(1) Perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan harus memiliki dosen dan
tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a.
perguruan tinggi; dan/ atau
b.
Wahana Pendidikan Kebidanan.
(3) Dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1)
Dosen
yang berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) huruf b melakukan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
(2) Dosen
yang berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) huruf b memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang
memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen yang
berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri sipil atau nonpegawai
negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
16
Pasal 16
(1)
Mahasiswa
Kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau pendidikan profesi harus
mengikuti Uji Kompetensi yang bersifat nasional.
(2)
Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan svarat kelulusan
pendidikan vokasi atau pendidikan profesi.
Pasal 17
(1)
Uji
Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diselenggarakan Oleh perguruan
tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi Bidan, lembaga pelatihan tenaga
kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi tenaga kesehatan yang
terakreditasi.
(2)
Uji Kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi
Bidan.
Pasal 18
(1)
Standar
kompetensi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) disusun Oleh
Organisasi Profesi Bidan dan Konsil berkoordinasi dengan Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
(2)
Standar
kompetensi Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari
standar profesi Bidan yang disahkan Oleh Menteri.
Pasal 19
(1)
Mahasiswa
pendidikan vokasi Kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat
Kompetensi yang diterbitkan Oleh perguruan tinggi.
(2)
Mahasiswa
pendidikan profesi Kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat
Profesi yang diterbitkan Oleh perguruan tinggi.
Pasal 20 .
Pasal 20
Tata cara Uji Kompetensi dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
111
REGISTRASI DAN IZIN
PRAKTIK
Bagian Kesatu Registrasi
Pasal 21
(1)
Setiap Bidan yang akan menjalankan
Praktik Kebidanan wajib memiliki STR.
(2)
STR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Oleh Konsil kepada Bidan yang
memenuhi persyaratan.
(3)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a.
memiliki ijazah dari perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b.
memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi;
c.
memiliki surat keterangan sehat fisik
dan mental; d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
profesi; dan
e. membuat pernyataan tertulis untuk
mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Pasal 22
Pasal 22
(1)
STR
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi
persyaratan.
(2)
Persyaratan
untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) meliputi:
a.
memiliki
STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi;
c.
memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental; d. membuat pernyataan tertulis
mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga
profesi atau vokasi; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan
pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/ atau kegiatan ilmiah Iainnya.
Pasal 23
Konsil
harus menerbitkan STR paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
pengajuan STR diterima.
Pasal 24
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23 diatur dalam Peraturan Konsil.
Bagian Kedua
Izin Praktik
Pasal 25
(1)
Bidan yang
akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki izin praktik.
(2)
Izin . .
004146
(2)
Izin
praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPB.
(3)
SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/
kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota
tempat Bidan menjalankan praktiknya.
(4)
Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menerbitkan
SIPB paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan SIPB diterima.
(5)
Untuk
mendapatkan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bidan harus memiliki:
a.
STR
yang masih berlaku; dan
b.
tempat
praktik.
(6)
SIPB berlaku apabila:
a.
STR
masih berlaku; dan
b.
Bidan
berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPB.
Pasal
26
(1)
Bidan
paling banyak mendapatkan 2 (dua) SIPB.
(2)
SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk:
a. 1 (satu) di Tempat Praktik Mandiri Bidan
dan 1 (satu) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan selain dl Tempat Praktik Mandiri
Bidan; atau
b. 2 (dua) Praktik Kebidanan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan selain di Tempat Praktik Mandiri Bidan.
Pasal 27
14 —
Pasal 27 SIPB tidak berlaku apabila:
a.
Bidan meninggal dunia;
b.
habis masa berlakunya;
c.
dicabut berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; atau
d.
atas permintaan sendiri.
Pasal 28
(1)
Setiap Bidan harus menjalankan Praktik
Kebidanan di tempat praktik yang sesuai dengan SIPB.
(2)
Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan
di tempat praktik yang tidak sesuai dengan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa:
a.
teguran
tertulis;
b.
penghentian sementara kegiatan; atau
c.
pencabutan izin.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin
praktik Bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30
(1)
Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus mendayagunakan Bidan yang memiliki STR dan SIPB.
(2)
Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang mendayagunakan Bidan yang tidak memiliki STR dan SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran . . .
a.
teguran
tertulis;
b.
penghentian
sementara kegiatan; atau
c.
pencabutan
izin.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
BIDAN WARGA
NEGARA INDONESIA
LULUSAN LUAR NEGERI
Pasal 31
(1)
Bidan
warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan menjalankan Praktik
Kebidanan di Indonesia wajib memiliki STR dan SIPB.
(2)
STR dan SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diperoleh setelah Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri
mengikuti evaluasi kompetensi.
Pasal
32
(1)
Evaluasi
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dilakukan melalui:
a. penilaian kelengkapan administratif; dan
b. penilaian kemampuan melakukan Praktik
Kebidanan.
(2)
Penilaian
kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penilaian keabsahan dan penyetaraan
ijazah oleh menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
pendidikan tinggi;
b. surat keterangan sehat fisik dan
rnental; dan
c. surat .
c. surat
pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3)
Penilaian kemampuan melakukan Praktik Kebidanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dllakukan melalui Uji Kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah
memenuhi penilaian kelengkapan administratif dan lulus penilaian kemampuan
melakukan Praktik Kebidanan memperoleh surat keterangan lulus evaluasi
kompetensi.
(5)
Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah
memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
rnemperoleh STR.
(6)
STR
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Konsil setelah memenuhi
persyaratan.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 33
(1)
Ketentuan mengenai tata cara Registrasi,
masa berlaku STR, dan Registrasi ulang STR bagi Bidan warga negara Indonesia
lulusan luar negeri berlaku secara mutatis mutandis sesuai Pasal 21 sampai
dengan Pasal 23.
(2)
Ketentuan mengenai izin Praktik
Kebidanan bagi Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri berlaku secara
mutatis mutandis sesuai Pasal 25 sampai dengan Pasal 30.
BAB
V .
BAB V
BIDAN WARGA NEGARA
ASING
Pasal 34
( 1) Bidan Warga Negara Asing dapat
menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia berdasarkan permintaan pengguna
Bidan Warga Negara Asing.
(2)
Penggunaan
Bidan Warga Negara Asing harus mendapatkan izin Pemerintah Pusat dengan
mempertimbangkan ketersediaan Bidan yang ada di Indonesia.
(3)
Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(4)
Bidan Warga Negara Asing yang
menyelenggarakan Praktik Kebidanan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dilakukan untuk alih teknologi dan/ atau ilmu pengetahuan.
Pasai 35
(1)
Bidan
Warga Negara Asing yang akan menjalankan Praktik Kebidanan di Indonesia wajib
memiliki STR sementara dan SIPB.
(2)
STR
sementara dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (l), diperoleh setelah Bidan
Warga Negara Asing mengikuti evaluasi kompetensi.
Pasal 36
(1)
Evaluasi
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dilakukan melalui:
a. penilaian kelengkapan administratif; dan
b. penilaian kemampuan melakukan Praktik
Kebidanan.
(2)
Penilaian
.
004147
(2)
Penilaian
kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.
penilaian
keabsahan dan kesetaraan ijazah oleh menteri yang menyelenggarakan tugas
pemerintahan di bidang pendidikan tinggi;
b.
surat
keterangan sehat fisik dan mental; dan
c.
surat
pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(3)
Penilaian
kemampuan melakukan Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilakukan melalui Uji Kompetensi.
(4)
Bidan
Warga Negara Asing yang telah memenuhi penilaian kelengkapan administratif dan
lulus penilaian kemampuan melakukan Praktik Kebidanan memperoleh surat
keterangan lulus evaluasi kompetensi.
(5)
Selain mengikuti evaluasi
kompetensi, Bidan Warga Negara Asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(6)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasai
37
(1)
Bidan yang
telah memperoleh surat keterangan lulus evaluasi kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat mengajukan permohonan STR sementara.
(2)
STR
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil setelah
memenuhi persyaratan.
(3)
STR
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan persyaratan untuk
memperoleh SIPB.
Pasai 38
Pasai 38
( 1) STR sementara bagi Bidan Warga
Negara Asing berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya
untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(2) SIPB bagi Bidan Warga Negara Asing
berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu)
tahun berikutnya.
Pasai 39
( 1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara Registrasi STR sementara dan Registrasi ulang STR sementara bagi
Bidan Warga Negara Asing diatur dalam Peraturan Konsil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai SIPB
bagi Bidan Warga Negara Asing diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasai
40
( 1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dapat mendayagunakan Bidan Warga Negara Asing yang telah memiliki:
a.
STR sementara;
b.
SIPB•, dan
c.
izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Penyelenggara
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mendayagunakan Bidan Warga Negara Asing yang
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
penghentian sementara kegiatan; atau
c.
pencabutan izin.
(3) Ketentuan
. .
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB Vl
PRAKTIK KEBIDANAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 41
(1)
Praktik
Kebidanan dilakukan di:
a. Tempat Praktik Mandiri Bidan; dan
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Iainnya.
(2)
Praktik Kebidanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
serta mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, dan
standar prosedur operasional.
Pasal 42
(1)
Pengaturan,
penetapan dan pembinaan Praktik Kebidanan dilaksanakan Oleh Konsil.
(2)
Konsil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 43
(1)
Bidan
lulusan pendidikan diploma tiga hanya dapat melakukan Praktik Kebidanan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2)
Bidan
(2)
Bidan
lulusan pendidikan profesi dapat melakukan Praktik Kebidanan di Tempat Praktik
Mandiri Bidan dan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
(3)
Praktik
Mandiri Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hanya pada 1 (satu)
Tempat Praktik Mandiri Bidan.
Pasal 44
(1)
Bidan
lulusan pendidikan profesi yang menjalankan Praktik Kcbidanan di Tempat Praktik
Mandiri Bidan wajib memasang papan nama praktik.
(2)
Ketentuan
mengenai papan nama praktik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)
Bidan yang tidak memasang papan
nama praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif
berupa:
a. tcguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/ atau
d. pencabutan izin.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 45
(
1) Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan di Tempat Praktik Mandiri Bidan
wajib melengkapi sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan standar pelayanan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bidan
(2)
Bidan yang
tidak melengkapi sarana dan prasarana pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/ atau
d. pencabutan izin.
(3)
Ketentuan
mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian
Kedua
Tugas
dan Wewenang
Pasal 46
(1)
Dalam
menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas memberikan pelayanan yang
meliputi:
a.
pelayanan
kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak;
c.
pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana;
d. pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan
wewenang; dan/ atau
e.
pelaksanaan
tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
(2)
Tugas
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama atau
sendiri.
(3)
Pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertanggung jawab
dan akuntabel.
Pasal 47
23-
Pasal
47
( 1)
Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan dapat berperan sebagai:
a.
pemberi
Pelayanan Kebidanan;
b. pengelola Pelayanan Kebidanan;
c.
penyuluh
dan konselor;
d. pendidik, pembimbing, dan fasilitator
klinik;
e.
penggerak
peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan; dan/ atau
f.
peneliti.
(2) Peran Bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
48
Bidan
dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan
Pasal 47, harus sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Paragraf
1
Pelayanan
Kesehatan Ibu
Pasal 49
Dalam
menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1) huruf a, Bidan berwenang:
a.
memberikan
Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;
b. memberikan .
b.
memberikan
Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal;
c.
memberikan
Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong persalinan normal;
d.
memberikan
Asuhan Kebidanan pada masa nifas;
e.
melakukan
pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin, nifas, dan rujukan;
dan
f.
melakukan
deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan,
pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dengan
rujukan.
Paragraf
2
Pelayanan Kesehatan Anak
Pasal
50
Dalam menjalankan tugas
memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1) huruf b, Bidan berwenang:
a. memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi
baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah;
b. memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah
Pusat;
c. melakukan pemantauan tumbuh kembang pada
bayi, balita, dan anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan
tumbuh kembang, dan rujukan; dan
d. memberikan pertolongan pertama
kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dilanjutkan dengan rujukan.
Paragraf
3 .
Paragraf
3
Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Perempuan dan
Keluarga
Berencana
Pasal 51
Dalam
menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, Bidan
berwenang melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan
pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
52
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf
4
Pelimpahan
Wewenang
Pasal 53
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d terdiri atas:
a.
pelimpahan
secara mandat; dan
b. pelimpahan secara delegatif.
Pasal 54
(1)
Pelimpahan
wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a diberikan
oleh dokter kepada Bidan sesuai kompetensinya.
(2)
Pelimpahan
wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara tertulis.
(3)
Pelimpahan
.
(3)
Pelimpahan
wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tanggung jawab
berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
(4)
Dokter
yang memberikan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala.
Pasal
55
(1)
Pelimpahan
wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b diberikan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah kepada Bidan.
(2)
Pelimpahan
wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam rangka:
a.
pelaksanaan tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu; atau
b. program pemerintah.
(3)
Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan disertai
pelimpahan tanggung jawab.
Pasal 56
(1)
Pelaksanaan
tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1) huruf e merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/ atau tenaga kesehatan Iain di suatu wilayah
tempat Bidan bertugas.
(2)
Keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/ atau tenaga kesehatan Iain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
(3)
Pelaksanaan
. .
(3) Pelaksanaan
tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan
oleh Bidan yang telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan Kompetensi
Bidan.
(4) Pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/ atau
Pemerintah Daerah.
(5) Dalam
menyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/ atau
organisasi profesi terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah
terakreditasi.
Pasal 57
(1)
Program
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b merupakan
penugasan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melaksanakan program
pemerintah.
(2)
Program pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Pelaksanaan program pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) dilaksanakan oleh Bidan yang telah
mengikuti pelatihan dengan memperhatikan Kompetensi Bidan.
(4)
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah.
(5)
Dalam menyelenggarakan pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah
Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/ atau organisasi profesi
terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi.
Pasal 58 .
Pasal
58
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai
dengan
Pasal 57
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf
5
Keadaan
Gawat Darurat
Pasal
59
(1)
Dalam
keadaan gawat darurat untuk pemberian pertolongan pertama, Bidan dapat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sesuai dengan kompetensinya.
(2)
Pertolongan
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien.
(3)
Keadaan gawat darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien.
(4)
Keadaan
gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bidan sesuai
dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
(5)
Penanganan
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu
Hak
dan Kewajiban Bidan
Pasal 60 .
Pasal 60
Bidan dalam melaksanakan Praktik
Kebidanan berhak:
a.
memperoleh pelindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode
etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur
operasional;
b.
memperoleh informasi yang benar, jelas,
jujur, dan lengkap dari Klien dan/ atau keluarganya;
c.
menolak keinginan Klien atau pihak Iain
yang bertentangan dengan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, standar
prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.
menerima
imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan; memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan
standar; dan
f. mendapatkan
kesempatan untuk mengembangkan profesi.
Pasal 61
Bidan dalam melaksanakan Praktik
Kebidanan berkewajiban:
a.
memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai
dengan kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar
pelayanan profesi, standar prosedur operasional;
b.
memberikan informasi yang benar, jelas,
dan lengkap mengenai tindakan Kebidanan kepada Klien dan/ atau keluarganya
sesuai kewenangannya;
c.
memperoleh persetujuan dari Klien atau
keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
d.
merujuk
d.
merujuk
Klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
e.
mendokumentasikan
Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar;
f.
menjaga
kerahasiaan kesehatan Klien;
g.
menghormati
hak Klien;
h.
melaksanakan
tindakan pelimpahan wewenang dari dokter sesuai dengan Kompetensi Bidan;
i.
melaksanakan
penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
j.
meningkatkan
mutu Pelayanan Kebidanan;
k.
mempertahankan
dan meningka tkan pengetahuan dan/ atau keterampilannya melalui pendidikan dan/
atau pelatihan; dan/ atau
1. melakukan
pertolongan gawat darurat.
Bagian Kedua
Hak
dan Kewajiban Klien
Pasal 62
Dalam
Praktik Kebidanan, Klien berhak:
a.
memperoleh
Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kompetensi, kode etik, standar profesi,
standar pelayanan, dan standar operasional prosedur;
b.
memperoleh
informasi secara benar dan jelas mengenai kesehatan Klien, termasuk resume isi
rekam medis jika diperlukan;
c.
meminta
pendapat Bidan lain;
d.
memberi
persetujuan atau penolakan tindakan Kebidanan yang akan dilakukan; dan
e.
memperoleh
jaminan kerahasiaan kesehatan Klien.
Pasal 63
Pasal 63
(1) Pengungkapan
rahasia kesehatan Klien hanya dilakukan atas dasar:
a.
kepentingan kesehatan Klien;
b.
permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum;
c.
persetujuan Klien sendiri; dan/ atau
d. ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengungkapan
rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada
tindakan yang dilakukan oleh Bidan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengungkapan rahasia kesehatan Klien diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 64
Dalam
Praktik Kebidanan, Klien berkewajiban:
a.
memberikan informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi kesehatannya;
b.
mematuhi nasihat dan petunjuk Bidan;
c.
mematuhi ketentuan yang berlaku di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d.
memberi imbalan jasa atas Pelayanan
Kebidanan yang diterima.
BAB VIII
ORGANISASI PROFESI BIDAN
Pasal 65
(1) Bidan
berhimpun dalam satu wadah Organisasi Profesi Bidan.
(2) Organisasi
. .
(2)
Organisasi Profesi Bidan berfungsi untuk meningkatkan dan/ atau mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Kebidanan.
Pasal 66
Organisasi
Profesi Bidan bertujuan untuk mempersatukan, membina, dan memberdayakan Bidan
dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan.
Pasal 67
(1)
Untuk
mengembangkan cabang ilmu dan standar pendidikan Kebidanan, Organisasi Profesi
Bidan dapat membentuk kolegium Kebidanan.
(2)
Kolegium Kebidanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi
Bidan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai kolegium Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur Oleh Organisasi Profesi Bidan.
BAB IX
PENDAYAGUNAAN
BIDAN
Pasal
68
(1)
Dalam
rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan Pelayanan Kebidanan, Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan / atau masyarakat melakukan pendayagunaan Bidan
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2)
Pendayagunaan
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) memperhatikan aspek pemerataan,
pemanfaatan, dan pengembangan.
(3)
Pendayagunaan
. . .
(3)
Pendayagunaan
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas
pendayagunaan Bidan di dalam dan luar negeri.
(4)
Pendayagunaan
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilaksanakan
melalui penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal
69
(1)
Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan Bidan dengan
melibatkan Konsil dan Organisasi Profesi Bidan sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
(2)
Pernbinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a.
meningkatkan mutu Pelayanan
Kebidanan;
b.
melindungi
masyarakat dari tindakan Bidan yang tidak sesuai standar; dan
c.
memberikan
kepastian hukum bagi Bidan dan masyarakat.
Pasal
70
Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap orang yang sedang mengikuti pendidikan
Kebidanan diploma empat dapat berpraktik sebagai Bidan lulusan diploma empat di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan setelah lulus pendidikan kecuali praktik mandiri
Bidan.
Pasal 72 .
Pasal
72
Bidan
lulusan pendidikan diploma empat sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku dapat
berpraktik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan kecuali praktik mandiri Bidan.
Pasal 73
STR dan
SIPB yang telah dimiliki oleh Bidan sebelum Undang-Undang ini diundangkan,
dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPB berakhir.
Pasal
74
Pada saat
Undang-Undang ini mulaİ berlaku, penerbitan STR yang masih dalam proses,
diselesaikan berdasarkan prosedur sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 75
Bidan
lulusan pendidikan Kebidanan di bawah diploma tiga Kebidanan yang telah
melakukan Praktik Kebidanan sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih tetap
dapat melakukan Praktik Kebidanan urıtuk jangka waktu paling lama Bulan Oktober
Tahun 2020.
Pasal 76
(ı)
Bidan lulusan pendidikan diploma tiga dan Bidan lulusan pendidikan diploma
empat yang telah melaksanakan Praktik Kebidanan secara mandiri di Tempat
Praktik Mandiri Bidan sebelum UndangUndang ini diundangkan, dapat melaksanakan
Praktik Kebidanan secara mandiri di Tempat Praktik Mandiri Bidan untuk jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Dalam
(2)
Dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan lulusan pendidikan
diploma tiga yang melaksanakan praktik mandiri Bidan dapat mengikuti
penyetaraan Bidan lulusan pendidikan profesi melalui rekognisi pembelajaran
lampau.
(3)
Rekognisi
pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Pelaksanaan
Registrasi ulang untuk Bidan yang lulus pendidikan sebelum Tahun 2013
melampirkan ijazah sebagai pengganti Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat
Profesi.
BAB XII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 78
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
79
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Kebidanan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal
80
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-36-
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta pada tanggal 13 Maret 2019 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2019
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 56
Salinan
sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Asisten
Deputi Bidang Pcmbangunan Manusia
004073
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
4 TAHUN 2019
TENTANG
KEBIDANAN
1. UMUM
Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan
hak setiap orang yang dijamin secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan tujuan nasional bangsa
Indonesia yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, serta keadilan sosial.
Untuk
mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh,
terarah, dan terpadu, termasuk pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan
pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat sehingga dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
kesehatan dilakukan berbagai upaya kesehatan, salah satunya dalam bentuk
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan bertujuan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan
kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Pelayanan Kebidanan, yang
merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan ditujukan khusus kepada
perempuan, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah termasuk
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana . . .
2 -
berencana.
Pelayanan Kebidanan harus diberikan secara bertanggung jawab, akuntabel,
bermutu, dan aman.
Profesi
Bidan di Indonesia masih dihadapkan Oleh berbagai macam kendala seperti
persebaran Bidan yang belum merata dan menjangkau seluruh wilayah terpencil di
Indonesia, serta pendidikan Kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar masih
pada jenis pendidikan vokasi yang menyebabkan pengembangan profesi Bidan
berjalan sangat lambat. Dalam hal praktik Kebidanan, masih terdapat
ketidaksesuaian antara kewenangan dan kompetensi yang dimiliki Oleh Bidan.
Selain itu, Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan perlu dipersiapkan
kemampuannya untuk mengatasi perkembangan permasalahan kesehatan dalam
masyarakat.
Bidan dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan berperan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan, pengelola Pelayanan
Kebidanan, penyuluh dan konselor bagi Klien, pendidik, pembimbing, dan
fasilitator klinik, penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan
perempuan, serta peneliti. Pelayanan Kebidanan yang diberikan Oleh Bidan
didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu Kebidanan yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien.
Ketentuan
mengenai profesi Bidan masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan dan belum menampung kebutuhan hukum dari profesi Bidan
maupun masyarakat. Hal ini mengakibatkan belum adanya kepastian hukum bagi
Bidan dalam menjalankan praktik profesinya, sehingga belum memberikan
pemerataan pelayanan, pelindungan, dan kepastian hukum bagi Bidan sebagai
pemberi Pelayanan Kebidanan dan masyarakat sebagai penerima Pelayanan
Kebidanan. Pengaturan Kebidanan bertujuan untuk meningkatkan mutu Bidan, mutu
pendidikan dan Pelayanan Kebidanan, memberikan pelindungan dan kepastian hukum
kepada Bidan dan Klien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Undang-Undang
ini mcngatur mengenai pendidikan Kebidanan, Registrasi dan izin praktik, Bidan
warga negara Indonesia lulusan luar negeri, Bidan Warga Negara Asing, Praktik
Kebidanan, hak dan kewajiban,
Organisasi
3 -
Organisasi
Profesi Bidan, pendayagunaan Bidan, serta pembinaan dan pengawasan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas
"perikemanusiaan" adalah bahwa penyelenggaraan Kebidanan harus
dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa
yang mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat
dan martabat setiap warga negara dan penduduk tanpa membedakan suku, bangsa,
agama, status sosial, dan ras.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan asas "nilai ilmiah" adalah bahwa penyelenggaraan
Kebidanan harus dilakukan berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan, maupun pengalaman praktik.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan asas "etika dan profesionalitas" adalah bahwa
pengaturan Praktik Kebidanan harus dapat mencapai dan meningkatkan
profesionalitas Bidan dalam menjalankan Praktik Kebidanan serta memiliki etika
profesi dan sikap profesional.
Huruf d
Yang
dimaksud dengan asas "manfaat" adalah bahwa penyelenggaraan Kebidanan
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka
mempertahankan
mempertahankan
dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Huruf e
Yang
dimaksud dengan asas "keadilan" adalah bahwa penyelenggaraan
Kebidanan harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua
lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.
Huruf f
Yang
dimaksud dengan asas "pelindungan" adalah bahwa Bidan dalam
menjalankan Asuhan Kebidanan harus memberikan pelindungan bagi Bidan dan
masyarakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas
"keselamatan Klien" adalah bahwa Bidan dalam melakukan Asuhan
Kebidanan harus mengutamakan keselamatan Klien.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal
5
Cukup
jelas.
Pasal 6
Cukup
jelas.
Pasal 7 .
5
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 1 1
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup
jelas.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
6 -
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup
jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup
jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf
c
7
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan
"kecukupan" adalah memenuhi jumlah satuan angka kredit profesi.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal
24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28 .
8
Pasai 28
Cukup
jelas.
Pasai 29
Cukup
jelas.
Pasai 30
Cukup
jelas.
Pasal 3 1
Cukup jelas.
Pasai 32
Cukup
jelas.
Pasai 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"pengguna" adalah penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
mendayagunakan Bidan Warga Negara Asing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) .
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup
jelas.
Pasal 38
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat ( 1)
Huruf
a
10 -
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan Iainnya" antara Iain
klinik, puskesmas, dan rumah sakit.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 42
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "pengaturan" adalah pengaturan di bidang teknis
keprofesian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "Konsil" adalah Konsil Kebidanan.
Pasal
43
Ayat ( 1)
Yang
dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan" antara
Iain
Tempat Praktik Mandiri Bidan yang diselenggarakan oleh Bidan lulusan pendidikan
profesi, klinik, puskesmas, dan rumah sakit.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
-
11
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Kompetensi
dan kewenangan Bidan diperoleh berdasarkan pendidikan kebidanan lulusan program
diploma tiga dan pendidikan kebidanan lulusan program profesi yang ditempuh.
Pasal 49
Huruf a
"Asuhan Kebidanan pada masa sebelum
hamil” antara lain memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan pada
perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam rangka perencanaan
kehamilan, perencanaan persalinan, dan persiapan menjadi orang tua.
Huruf b
"Asuhan Kebidanan pada masa
kehamilan normal” antara lain memberikan asuhan pada masa kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan ibu dan janin, mempromosikan air
susu
12 -
susu ibu
eksklusif, dan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan.
Yang
dimaksud dengan "masa kehamilan normal" adalah kehamilan tanpa
komplikasi dan/ atau penyakit penyerta.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
"pertolongan pertama" adalah pertolongan awal kegawatdaruratan untuk
resusitasi dan/ atau stabilisasi sebelum dilakukan rujukan misalnya penanganan
perdarahan postpartum dengan atonia uteri, dilakukan pertolongan
kegawatdaruratan untuk stabilisasi ibu sebelum melakukan rujukan (seperti:
pasang infus, pemberian uterotonika, oksigen).
Huruf f
Yang
dimaksud dengan "Asuhan pascakeguguran" adalah Asuhan Kebidanan untuk
melakukan penatalaksanaan terhadap perempuan yang mengalami keguguran, baik
keguguran spontan ataupun keguguran diinduksi. Contohnya: memberikan konseling
pra dan pasca tindakan medis, memberikan layanan kontrasepsi pascakeguguran.
Pasal
50
Cukup
jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52 .
13 -
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan "disertai pelimpahan tanggung jawab" dalam ketentuan
ini adalah tanggung jawab dalam Pelayanan Kebidanan diberikan kepada Bidan
sebagai penerima pelimpahan wewenang.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup
jelas.
Pasal 58
14
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan "imbalan
jasa" dalam ketentuan ini misalnya pembayaran dalam bentuk natura dan
innatura.
Huruf e
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Pasal 61
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf
c
15 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf
i
Yang dimaksud dengan "penugasan
khusus" adalah pendayagunaan secara khusus Bidan dalam kurun waktu
tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan di daerah yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Pasal 62 .
16 -
Pasal 62
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "resume isi rekam medis" adalah ringkasan informasi
yang berisi catatan Asuhan Kebidanan dan Pelayanan Kebidanan yang telah
diberikan oleh Bidan kepada
Klien.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup
jelas.
Pasal 65
Ayat ( 1)
Yang dimaksud dengan "Organisasi
Profesi Bidan" adalah Ikatan
Bidan Indonesia (IBI) .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal
66
17 _
Pasal 66
Cukup
jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup
jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup
jelas.
Pasal 74
Cukup
jelas.
Pasal
75 .
18 -
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup
jelas.
Pasal 77
Cukup
jelas.
Pasal 78
Cukup
jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
No comments:
Post a Comment